Anak Badung Season 2 Bagian.04 [Curhat ke Kakak]

PUTRI

VIRA

Iskha Dengan Kacamatanya

Erik adalah teman baikku. Aku belum banyak memperkenalkannya tapi kalau ditanya teman baikku selain Pandu di sekolahan pasti Erik. Sebenarnya boleh dibilang aku dan Erik ini juga sahabat dekat. Bahkan dia adalah orang yang pertama kali aku beritahu tentang keadaan Pandu. 

"Bro, aku turut berduka yah," katanya. 

"Thanks," kataku.

"Btw, biar kamu nggak berduka terus. Mau aku ajak ke pergelaran musik?" tanyanya.

"Pergelaran musik? Di mana?"

"Di Srikandi Hall, yaelah itu kan punya bokap lu sendiri."

"Walaupun bokapku banyak bangun gedung, bukan berarti anaknya tahu gedung yang dijadiin acara kan? Emang pergelaran musik apaan?" 

"Ya ampun, kamu ini nggak gaul! Hampir semua band terkenal ada di sana malam ini. Ada pendatang baru tuh, sebuah band personelnya cewek semua. Musiknya ngerock, dan yang jadi perhatian adalah ciri khas vokalisnya."

"Emang kenapa ama vokalisnya?"

"Kamu suka nonton Naruto kan?"

"Ya, trus apa hubungannya?"

"Tuh mata vokalisnya mirip Sharingan! Keren abis deh performnya."

"Kayaknya asyik tuh, boleh-boleh! Kujemput atau ketemu di sana langsung."

"Halah, ketemu saja langsung males aku dijemput. Emang gua pacar lu gitu?"

Aku ketawa keras. Akhirnya malam itu aku dan Erik menonton pergelaran musik. Ada banyak band yang manggung kelihatannya. Tapi mungkin yang bisa aku kenali cuma dua band ternama yaitu Kotak band ama Repvblik. Ini seperti parade sepertinya. Aku juga melihat tadi sepertinya untuk amal. Aku dan Erik langsung menuju ke depan panggung. 

"Gila rame banget!" kataku.

"Yoi, hebat kan?" kata Erik menyetujui.

Aku memang sudah harus melakukan hal-hal seperti ini, biar bisa move on. Vira sekarang sudah bersama Pandu. Aku harus merelakan itu. Dan aku tak mungkin untuk merebut dia dari Pandu sekarang. Acara memang belum mulai tapi yang nonton sudah begini banyak. Bisa muat nggak nih Hall-nya?

MC pun muncul langsung disambut riuh tepuk tangan.

"Selamat malam semuanya, Apa kabaaaaar??" kata sang MC yang kemudian disambut riuh tepuk tangan. "Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselenggaranya acara ini. Kemudian juga kepada Hendrajaya Group yang telah memberikan izin untuk mengadakan parade Band Indonesia."

Aku kemudian melihat beberapa orang cewek yang bergerak berlari ke belakang panggung.

"Ayo Iskha! Cepetan!" seru seorang cewek yang paling depan. 

Tak disangka sang cewek yang dipanggil Iskha menjatuhkan sesuatu. Sebuah kotak kecil. Aku beringsut ke arahnya mengambil kotak itu. Sepertinya ia tak sadar. Aku ambil kotak itu ternyata kardus kontak lens. Aku pun bergegas menuju ke belakang panggung untuk mengejarnya. 

"Aduh...koq bisa jatuh sih? Kamu ini gimana? Padahal kita perfom pertama lho!" kata salah seorang cewek.

"Tadi aku taruh di saku koq. Jatuh mungkin," kata cewek yang dipanggil Iskha tadi.

"Maaf," kataku. "Jatuhin ini?"

Iskha langsung menjerit, "Iyaaaaa,....makasih ya mas."

"Syukurlah! makanya hati-hati!" seru temannya yang lain.

Cewek itu lumayan cakep. Gayanya imut. Dia menerima kardus kontak lens itu. Ia mengeluarkan isinya dan langsung memasangkannya ke matanya. Dan dalam sekejap, matanya langsung menyala merah. Alamak, dia vokalis yang diceritain ama Erik?? Entah kenapa saat itu juga dadaku berdebar-debar. Dadaku sampai sesak. Aku terpana sejenak. Kalau boleh dibilang Iskha ini cewek yang entah bagaimana bisa langsung menusuk jantungku. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama. 

"Tonton aku ya mas!" katanya. Ia mengedipkan matanya. 

"O...Ok, iya. Aku ada di depan koq," kataku. 

"Dan inilah dia penampilan pertama kita dari band The Zombie Girls!" kata sang MC. Serentak seluruh penonton bersorak. Iskha tersenyum kepadaku lalu meninggalkanku naik ke panggung. 

Aku kemudian segera kembali ke tempatku semula. Erik heran melihatku.

"Dari mana lu?" tanyanya.

"Dari...ah lupakan," kataku.

Saat itulah Iskha menyapa para penonton, "APA KABAR SEMUANYAAA??"

Sambutan riuh tepuk tangan menggelora di gedung itu. Keren. Dia bisa membuat seluruh penonton tergerak. Padahal dia bukan band papan atas. Aku yakin mereka pasti bisa jadi band besar suatu saat nanti. Mataku dan mata Iskha bertemu. Ia tersenyum kepadaku. Iya, ia tersenyum kepadaku. Aku melambaikan tangan kepadanya. 

Hentakan musik rock pun dimulai. Keren, peformanya keren. Aku suka ama band ini. Ama lagu-lagunya. Seluruh penonton bersorak sorai, melompat-lompat. Semuanya dibius oleh penampilan Iskha dan kawan-kawannya. Aku berada di sana sampai selesai. Menonton band-band papan atas pentas pun bukan sebuah hal yang sia-sia rupanya. Pertujunkannya keren. Ternyata parade band ini juga untuk amal. Dan terakhir ditutup oleh penampilan The Zombie Girls lagi. Setelah itu kami pulang. 

"Gimana keren nggak?" tanya Erik.

"Keren bro, keren!" kataku.

"Ya udah, nggak nyesel kan aku ajak?"

"Nggak, sama sekali nggak."

"Baguslah kalau begitu," kata Erik. Kami pun berpisah malam itu. 

Terus terang wajah Iskha terbayang-bayang terus di benakku. Aku tak bisa melupakannya. Apakah aku sekarang ini sudah move on?

***

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Aku sudah ada di sekolah. Hari ini dengan sangat terpaksa aku naik taksi. Mobilku mogok nggak bisa distarter. Sepertinya Akinya mati. Lagian aku juga lupa nggak ngecek. Aku punya mobil sendiri sih, Pandu juga punya mobil sendiri. Mobilku Honda City Type Z, tapi aku sudah modifikasi sampai mirip mobil sport. Beda dengan Pandu. Ia lebih milih selamat, mobilnya Honda Jazz, keluaran Pabrik. AKu nggak suka sih ama mobilnya. 

Aku hari ini duduk di sebuah tempat duduk di pinggir lapangan basket. Nggak ada kerjaan, bel masuk juga belum bunyi koq. Dan biasanya juga kalau lagi suntuk aku duduk-duduk di sini. Aku mulai merenung tentang diriku, tentang Vira. Aku harus bisa melepaskan diri dari bayang-bayangnya. Aku sudah harus merelakannya. Karena dia memang sudah bukan lagi milikku. Ia milik Pandu. Hari ini saja aku melihat mereka bergandengan tangan dengan mesranya. Daripada sakit hati melihat mereka, aku selalu menghindar. Bahkan sekarang aku berangkat sekolah tidak bersama Pandu lagi. Pandu bisa mengerti keadaanku. Dia sengaja membiarkanku. Kami sudah sepakat memang siapapun yang dipilih oleh Vira harus ikhlas. Tapi aku tidak.

Move On aku harus bisa meninggalkan semua ini. Saat aku merenung itulah kumelihat seorang cewek dengan menuntun sepeda menuju tempat parkir. Rambutnya sebahu, dikuncir. Aku sepertinya tahu dia. Dia menoleh ke arahku. Tak salah lagi. Di Iskha. Eh, dia sekolah di sekolah ini?? Koq aku nggak pernah tahu ya?

Aku langsung beranjak menghampirinya. 

"Iskha?" sapaku.

Dia menoleh ke arahku. Ia memicingkan mata dengan kacamata minusnya. Aku yakin dia Iskha. Dia memicingkan matanya mengamatiku.

"Ya mas?" sapanya balik.

"Kamu Iskha ya? vokalis band The Zombie Girls?" tanyaku.

Ia mengangguk.

"Aku yang kemarin menemukan kontak lens," kataku.

"Oh...ya ampuuun, itu ternyata mas ya? Aku nggak nyangka kita ternyata satu sekolah," katanya. 

"I..iya, hehehe," kataku.

KRIIINNGGGG! bunyi bel masuk. Ah sial, kepingin ngomong banyak juga. 

"Wah, bel masuk. Nanti disambung ya mas," katanya. 

"Ok, sampai nanti. Eh, kamu kelas berap sih?" tanyaku.

"Aku kelas X-2", jawabnya.

"Oo...adik kelas rupanya," kataku.

Ia pun bergegas pergi ke tempat parkir dan segera masuk kelas. Aku juga demikian. 

****

NARASI ISKHA

Nggak nyangka ketemu fans di sekolah ini. Eh, apa dia fansku? Paling juga cuma penonton biasa. Aku nggak pernah kenal dia. Apa mungkin karena nggak pernah masuk organisasi ya? Aku sudah ikut beberapa ekskul tapi nggak pernah lihat dia. Eh, namanya juga siapa sih dia? Aku belum sempat nanya. Tapi cakep juga.

"Iskha!" panggil Nailul.

"Eh, hai!" jawabku.

"Koq hai? Ngelamun aja. Ada apa sih?" tanyanya.

"Nggak apa-apa koq," jawabku. 

"Biasanya cewek ngelamun sambil senyum-senyum sendiri itu lagi jatuh cinta," katanya. 

"Sok tahu. Emangnya aku senyum-senyum sendiri?" tanyaku.

"Lha? Nggak sadar? aku sampai ngira kamu ini senewen tadi."

"Hush! Udah ah!"

Aku kemudian konsen lagi ke pelajaran yang dibawakan oleh Pak Andi, guru Matematika kami. Pelajaran itu berlangsung cukup lama menurutku, atau mungkin hanya perasaanku saja. Ketika jam istirahat tiba aku pun keluar mencari kantin. Karena kebiasaanku kalau pagi nggak pernah sarapan. Keluargaku dari keluarga biasa. Mendapatkan beasiswa untuk bisa di sekolah elit ini adalah sebuah kebanggaan bagi mereka. Aku pun membantu mereka dengan manggung di atas pentas. Ibuku bekerja di rumah sebagai seorang penjahit. Ayahku bekerja sebagai masinis kereta api. Jarang pulang kalau mudik. Fiyuuhh...sibuk bukan?

Tak berapa lama kemudian aku sudah sampai di sebuah kantin. Langsung saja aku memesan nasi campur dan segelas air. Walaupun ini sekolah elit tapi menunya masih menu warteg. Enak lho. Saat pesananku sudah ada di nampan, Nailul memanggilku. 

"Iskha, sini!!" katanya. 

Aku pun segera menuju ke mejanya dan meletakkan nampanku di sana. Bersebalahn dengan nampan dia yang berisi frenchfriess dan hamburger, serta segelas minuman bersoda. Kontras memang, fast food dan nasi campur.

"Hihihi, belum sarapan ya tadi?" tanyanya. 

"Iyalah, boro-boro sarapan. Telat iya," kataku.

"Kamu kapan naik panggung lagi?" tanya Nailul sambil memakan hamburgernya. 

"Barusan kemarin malem naik panggung. Untuk berikutnya ya nunggu kontrak lagi," jawabku. 

"Oh, enaknya jadi anak band. Honornya gede nggak sih?" 

"Hmm...bayangin aja deh. Lima juta dibagi lima, berapa dapatnya?" 

"Heh? Sedikit amat? Dibagi ama lima personel ya?"

"Maklumlah, kita masih band lokal. Belum seterkenal band papan atas. Mau gimana lagi?" 

Saat itulah aku melihat cowok tadi pagi. Dia memesan sesuatu. 

"Wah, itu Faiz," celetuk Nailul.

"Siapa Faiz?" tanyaku.

"Lho, kamu nggak tahu?"

Aku menggeleng. 

"Kamu lihat cowok yang sedang memesan sesuatu itu?!" Nailul menunjuk ke cowok itu.

"Itu?"

"Iya, dia itu anak paling kaya di sekolah ini. Masa' kamu nggak tahu?" 

Aku menggeleng. 

"Ya ampun, kamu kemarin konser di gedung bapaknya tahu? Dia ini anak konglomerat. Bapaknya berada di peringkat dua puluh besar orang terkaya di Indonesia!" jelas NAilul.

Aku melongo. Nggak percaya. Dan yang lebih tak kupercaya lagi adalah dia pesen nasi pecel ama teh anget. Anjir itu anak konglomerat makan nasi pecel ama minum teh anget? Ah, tapi kan tidak setiap orang kaya punya selera luar negeri juga kale. 

"Duh, Iskh. Kalau aku jadi pacarnya aku klepek-klepek deh," kata Nailul.

"Ah, lebay kamu," kataku.

OK, ini agak aneh, karena tiba-tiba Faiz berjalan melintas di meja kami dan menoleh ke arahku. "Lho, kamu?"

"Hai," kataku nyengir. 

"Sarapan juga?" tanyanya. 

Aku mengangguk. 

"Boleh duduk di sini?" ia minta izin.

"Ya,...silakan!" kataku. Ngapain juga minta ijin? Udah tahu mejanya panjang koq. Bisa buat enam orang. 

Dia duduk di hadapanku. OMG, koq aku berdebar-debar gini ya?

"Aku belum mengenalkan diri. Namaku Faiz. Kamu temannya Iskha?" katanya. 

Nailul terbata-bata menjawab, "I...iya."

Aku dan Nailul benar-benar canggung. Anak konglomerat bo, di depanku. Ganteng, cakep, rendah hati lagi. Mimpi apa aku semalem bisa duduk di hadapannya. Koq bisa ya dia bikin aku deg-deg-ser? Ketemu aja baru sekali. 

"Kalian nggak makan?" tanyanya yang sudah melahap nasi pecelnya. 

"Eh...i...iya," kataku. 

Aku pun melahap nasi campur yang aku pesan tadi. Entah kenapa sarapan itu terasa aneh. Aku selalu menudukkan wajahku. Takut melihat wajahnya. Nailul juga gitu. Aku buru-buru menghabiskan sarapanku sampai pipiku terlihat tembem. Dan buru-buru juga pergi. Nailul pun demikian. Melihatku buru-buru pergi Faiz tiba-tiba mencegahku.

"Tunggu!" katanya. 

Mulutku masih penuh, hampir saja tersedak. 

"Minum dululah, nggak baik makan buru-buru seperti itu. Minumanmu masih penuh!" katanya. 

Aku berbalik lagi dan meminum air putih yang aku pesan tadi. Faiz menatap wajahku ketika minum. Oh tidak, ia bikin aku malu. Segera setelah itu aku pergi meninggalkannya. 

Aku sudah sampai di kelas dan aku menjerit bersama Nailul.

"Gilaaaa!!! Apaan itu tadi?" tanyaku.

"Kamu sendiri apaaan? Koq ia bisa tahu kamu?"

"Kemarin ia nonton konserku. Aku nggak tahu siapa dia!"

"Keren kan? Cakep kan? Aduuuhhh..."

Kami berdua histeris pokoknya. Tapi satu hal yang aku catat adalah Faiz ini beda dengan cowok yang aku kenal sebelumnya. Ia tak jual mahal. Ia baik dan aku bisa lihat dari pertama kali kami bertemu di konser itu. Entah kenapa setelah itu aku jadi terbayang dia.



𝐑𝐢𝐭𝐮𝐚𝐥 𝐆𝐮𝐧𝐮𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐦𝐮𝐤𝐮𝐬 ( 𝐁𝐚𝐠.𝟑𝟓 : 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐚𝐫𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐓𝐞𝐫𝐚𝐤𝐡𝐢𝐫 )


Eh, udah waktu bayi." jawabku salah tingkah.

Marni tertawa geli yang melihatku gugup dan tiba tiba berkeringat dingin. Sehingga dia tidak menyadari kalau bayinya sudah terlelap dan puting teteknga sudah tidak lagi dikulum bayinya. Ada sisa sisa ASI yang terlihat samar membuatku meneguk air liur yang memenuhi rongga mulutku.

"Idih mata kamu sampe melotot liat tetek, Marni." kata Marni yang menyadari anaknya sudah tidak lagi menyusu sehingga puting teteknya menjadi tontonan gratis. Bukannya memasukkan teteknya ke dalam baju, Marni malah memencet teteknya sehingga ASInya menetes dari putingnya.

"Susunya banyak ya, Jang? Kalau gak sering dikeluarin jadi sakit." kata Marni sambil mengusap bukit payudaranya yang besar.

Melihatku yang melotot melihat payudaranya, Marni tertawa geli lalu memasukkan payudaranya ke dalam dasternya yang kebesaran lalu Marni bangun dari duduknya.

"Marni mau nidurin si kecil di dalam dulu, ya!" Kata Marni berjalan masuk kamar meninggalkan aku yang bengong sendiri.

"Jang, bisa minta tolong ?" tanya Marni dari dalam kamar.

"Minta tolong apa?" tanyaku dari ruang tamu.

"Tolong ambilin bungkusan plastik hitam di atas lemari kamar depan." kata Marni lagi.

Aku masuk kamar yang akan aku tempati sampai malam Jum'at Kliwon, di atas lemari ada sebuah bungkusan dalam plastik hitam, mungkin ini yang dimaksud Marni. Iseng aku melihat dalamnya, ternyata sebuah dildo berukuran sebesar kontolku. Wah ternyata Marni cewek maniak.

Aku masuk ke ruang tengah, ada 3 kamar, entah yang mana kamar marni. Ada 1 kamar yang pintunya terbuka bersebelahan dengan kamar yang aku tempati. Mungkin ini kamar Marni. Aku melongok ke dalam, Marni duduk di pinggir ranjang sedang membetulkan posisi tidur anaknya. Marni tersenyum melihatku berdiri di pintu.

"Tolong taruh di meja, Jang. Sebagai ucapan terima kasih, kamu aku kasih ASI. " kata Marni sambil mengeluarkan payudaranya dari dalam daster lewat celah daster yang kancingnya sudah terbuka.

Marni duduk di pinggir ranjang, tangannya menarik tanganku menyentuh payudaranya yang besar. Tentu saja aku tidak menolak meremas payudara besar yang sudah menjadi perhatianku saat tersembunyi di balik dasternya.

Penasaran dengan rasanya, aku menunduk dan menghisap putingnya yang berwarna coklat kehitaman, ada cairan yang keluar dari puting, rasanya gurih tapi berbeda dengan rasa susu kaleng yang manis maupun susu bubuk yang pernah aku minum.

Marni memeluk kepalaku, badannya semakin condong ke belakang hingga ahirnya rebah di kasur membuatku ikut tertarik menimpa payudaranya yang jumbo membuatku gelagapan sulit bernafas saking kerasnya Marni memeluk leherku.

Aku menarik nafas lega saat pelukan Marni mengendor. Kembali aku menghisap ASI yang keluar dari payudara Marni yang gurih dan menyegarkan, sementara payudaranya yang satunya aku remas remas dengan lembut sehingga ASInya keluar membasahi tanganku.

Puas menyusu aku bangkit berdiri menegakkan badanku yang pegal karna membungkuk terlalu lama membungkuk. Marni tersenyum melihatku, kakinya diangkat.ke tas ranjang sehingga dasternya tersingkap ke atas memperlihatkan pahanya yang besar dan mulus. Marni mengangkat pinggulnya dan tangannya menurunkan celana dalamnya yang berwarna putih.

"Jang, jilatin memek Marni, donk.!" Marni bicara tanpa malu malu, pahanya mengangkang lebar memperlihatkan bibir memeknya yang bergelambir dan tembem. Warnanya hitam jembutnya jarang.

Aku langsung saja berjongkok di pinggir ranjang, mulutku langsung menyosor ke memek Marni, baunya sangat tajam dan memeknya sudah sangat basah terlihat olehku. Tapi baunya yang menyengat bukanlah masalah buatku. Aku mulai menjilati lobang memek Marni dengan rakus mengisap cairanya tanpa merasa jijik.

"Aduhh Jang. Marni cuma becanda minta memek dijilat, kamu malah beneran. Ennnak banger, Jang. Padahal suami Marni gak pernah mau. " Marni mengangkat pinggulnya menerima hujaman lidahku di memeknya. Aku semakin bersemangat menjilati memek Marni dan kadang aku gigit gelambir memeknya sambil aku tarik tarik pelan. Itilnyapun aku hisap membuat Marni blingsatan mengangkat pinggulnya.

"Jang, Marniii kelllluarrrrr.... !" Marni menjambak rambutku dan menekannya ke memeknya membuatku meringis menahan sakit. Aku menarik nafas lega saat Marni melepas rambutku.

Marni tidak menyadari saat aku beridiri dan membuka celana terburu buru. Marni masih terpejam menikmati sisa sisa orgasmenya. Aku langsung mengarahkan kontolku ke lobang memek Marni yang agak terbuka, sebelum Marni menyadarinya kontolku sudah .enerobos masuk memeknya dengan mudah.

"Aduh memekku kok kamu entot? Tanya Marni mengangkat tubuhnya melihat ke arah memeknya yang sudah tertembus kontolku.

Aku nenarik kontolku hingga tersisa kepala kontol yang masih terbenam lalu kembali kudorong menerobos masuk hingga dasar memek Marni yang melihat takjub memeknya diterobos kontolku yang besar dan panjang.

"Gila, kontol kamu gede amat dan panjang banget." Marni terus melihat kontolku yang bergerak mengocok memeknya.

"Ennak banget kontol kamu sampe mentok...!" Marni kembali merebahkan tubuhnya, tangannya memegang kakinya agar mengangkang lebar.

Aku semakin kencang mengocok memek Marni, berpacu dengan waktu sebelum Bi Narsih kembali. Tanganku meremas payudara jumbo Marni.

"Memek kamu ennnak banget, Mar..." ucapku semakin mempercepat kocokanku sehingga ranjang ikut terguncang.

"Ammmmmpuuun, Marni kelllluarrrrr...." Marni menjerit lirih saat badai orgasme kembali menghempaskannya ke langit ke 7, tangannya mencengekeram sprei hingga kusut.

Tanpa memperdulikan Marni, aku terus mengocok memeknya membuat Marni semakin blingsatan keenakan. Tiba tiba Marni bangun dan mendorong tubuhku hingga kontolku terlepas dari memeknya. Kontolku terlihat mengkilap oleh lendir memek Marni.

"Jang, kamu di baaah, gantian aku di atas." Marni menarikku naik ke ranjang. Aku lalu terlentang di atas ranjang di samping anaknya yang tidur pulas.

"Kontol kamu gede banget, Jang." kata Marni memenggenggam kontolku lalu dengan bernafsu Marni melahap kontolku disertai lidahnya menjilati kepala kontolku membuatku menggelinjang kegelian.

Setelah puas menghisap kontolku, Marni berjongkok mengarahkan kontolku ke lobang memeknya yang sudah sangat basah. Perlahan Marni menekan kontolku memasuki memeknya hingga dasarnya. Nikmat sekali rasanya.

Marni mulai memompa kontolku dengan cepat sehingga payudara jumbonya berguncang keras begitu indah dan menggiurkan. Yanganku meraih payudara jumbonya agar tidak terjatuh. Gesekan kontolku di memeknya menimbulkan bunyi keciplak yang merdu.

"Marni, kok bisa kamu ngajak aku ngentot kan kita baru kenal ?" tanyaku penasaran sambil terus meremas teteknya.

"Ini Gunung Kemukus, orang bisa bebas milih pasangan ngentot setiap saat, Jang. Ennnak kontol kamu sampe mentok." kata Marni.

"Marni, apa apaan kamu. Suami kerja kamu malah enak eanak ngentot sama orang yang baru kamu kenal.!" kata Bu Tris yang tiba tiba sudah ada di kamar membuatku pucat ketakutan, berbeda dengan Marni yang kelihatan cuek dengan kehadiran ibu ya dia terus memompa kontolku dengan cepat.

"Gak apa toch, Bu. Memekku sudah lama gak dipake suamiku. Kontolnya Mas'e guede banget, Bu....ampunnnnn akkkku kelllluarrrrr lagiii..!" Marni mengeram menyambut orgasme ke 3nya di depan Bu Tris yang melihat kami.

Setelah badai orgasme reda, Marni bangun dan menyuruh bangun juga. Marni merebahkan tubuhnya di bekas tempatku, dasternya di angkat hingga perut, pahanya yang besar mengangkang lebar.

Buruan, Jang. Entot Marni lagi. Ibu gak akan marah dan gak akan bilang bilang ke orang
" kata Marni cuek dengan kehadiran Ibunya. Mungkin benar apa yang dikatakannya, ini Gunung Kemukus.

Aku merangkak di atas tubuh Marni yang langsung menuntun kontolku ke lobang memeknya. Dengan mudah kontolku kembali amblas di memek Marni. Aku melirik ke arah Bu Tris, ternyata sudah tidak ada. Aku mengocok Marni dengan cepat agar secepatnya menyemprotkan pejuhku ke memeknya. Sementara mulutku menghisap ASInya dengan rakus, nikmat dan mengeyangkan.

"Marniii akkkku kelllluarrrrr...." aku mengeram menembakkan cairan pejuhku ke lobang memeknya dan tidak berapa lama Marni pun mendapatkan orgasmenya lagi dan lagi dalam waktu hanya beberapa detik.

Kami berciuman lama setelah badai orgasme reda. Perlahan aku menarik keluar kontolku dari lobang memek Marni, aku melihat cairan pejuhku perlahan keluar dari memek Marni.

"Jang, makasih sudah muasin Marni, selama ini Marni gak pernah puas sampe pake dildo buat muasin diri sendiri." kata Marni mencium pipiku.

Aku tersenyum lalu memakai celanaku kembali sebelum Bi Narsih mergokin aku habis ngentot dengan Marni. Kemudian aku ke kamar mandi buat mencuci kontolku agar sisa sisa lendir memek Marni hilang.

Selesai mencuci kontol, aku langsung masuk kamar. Rasa kantukku tidak mampu aku tahan lagi dan aku berharap mimpi yang sambung menyambung itu tidak datang lagi setelah Senapati Kebo Abang jatuh ke jurang dan pasti dia sudah mati, berarti mimpi anehku yang sambung menyambung akan berahir juga.

Perlahan kesadaranku hilang.

******

Aku terjatuh ke dalam jurang , untungnya ini bukan jurang yang tegak lurus, tapi mempunyai kemiringan sehingga banyak pohon pohon kecil yang tumbuh liar. Aku masih sempat meraih batang pohon yang sedikit banyak menahan tubuhku agar tidak terperosok makin dalam.

Aku menendang tanah yang lembab penuh dengan tumbuhan liar sehingga ujung kakiku amblas, kakiku yang satunya kembali menendang tempat yang lebih tinggi untuk mendapatkan pijakan.sedangkan tanganku berusaha nencengkeram tanah yang dipenuhi akar. Aku merayap naik dengan perlahan.

Dari atas aku mendengar jeritan Mbakyu Sekar memanggil namaku. Aku tidak berani menjawab panggilannya. Musuh yang menyerangku dari belakang pasti masih mengintai, kalau dia tahu aku selamat pasti dia akan kembali menyerangku begitu aku muncul.

Satu gapaian tangan lagi aku sampai.tempatku terjatuh. Aku diam merapal Ajian Sapta Pangrungu berusaha mendengar suara nafas dari musuh yang menyerangku. Hanya ada 3 irang yang bernafs dan aku yakin ke nafas itu adalah Mbakyu Sekar, Chentini dan Nawang. Setelah aku yakin tidak ada orang lain, aku naik.

"Adik Kebo Abang, kamu selamat?" Mbakyu Sekar berteriak kegirangan melihatku muncul dari bibir jurang.

Tiba tiba ada serangan lagi yang mengarah kepalaku, dengan gesit aku memiringkan kepalaku dan serangan itu lewat tidak mengenaiku. Sekarang aku bisa meluhat si penyerang gelap itu sedang bergelantungan di pohon. Ternyata itu adalah seekor Lutung. Berarti yang menyerangku tadi hanyalah seekor Lutung.

Aku benar benar marah, seorang bekas Senopati Majapahit dipermainkan seekor Lutung. Aku mengambil 2 buah batu sekepalan tangan dan melemparkannya ke arah Lutung. Hebat, Lutung itu bisa menghindari lemparanku yang terkenal jitu. Lutung itu bisa menghindar dari lemparan pertamaku, tapi tidak dengan lemparan ke duaku yang tepat menghantam dadanya. Lutung itu terjatuh dan langsung lari diikuti oleh teman temannya.

"Tenaga saktimu sudah mulai pulih, Adik Kebo Abang !" Mbakyu Sekar tersenyum senang melihatku sudah mulai bisa bergerak lincah. Dan aku baru menyadarinya.

"Benarkah itu, Mbakyu?" tanyaku ingin meyakinkan ucapan Mbakyu Sekar. Aku memejamkan mata berkonsentrasi pada cakra dasar, kurasakan hawa panas yang membakar.

Aku segera bersila menuntun hawa panas di cakra dasar naik ke cakra pusar, perlahan aku mengalirkan hawa panas itu memasuki senua cakra utama yang ada di dalam tubuhku hingga ahirnya mencapai cakra mahkota. Dari cakra mahkota aku mengalirkan hawa panas itu turun ke tulang punggung, semakin turun je tulang ekor hingga kembali ke cakra dasar. Aku mebgulanginya sebanyak 7x, sehingga semua cakraku benar benar bersih dan terbuka kembali.

Aku bangkir, menyalurkan tenaga saktiku ke telapak tangan menghantam pohon sebesar paha kaki orang dewasa. Dhuar, pohon itu tetap berdiri tegak tidak bergeming sedikutpun. Aku melangkah mundur. Perlahan lahan pohon itu tumbang. Batang bagian dalam yang terkena pukulanku telah hancur. Inilah kehebatan ajian Gelap Sayuta,. Bagian dalam yang terkena pukulanku akan hancur.

"Adikku Kebo Abang, tenaga saktimu sudah pulih bahkan kamu sudah mencapai tingkat tertinggi Aji Gelap Sayuta." Mbakyu menatapku kagum.

Tiba tiba aku mendengar teriakan di atas bukit dan suara senjata yang beradu. Telah terjadi pertempuran di atas bukit. Apakah para prajurit pajajaran telah mengetahui keberadaanku ?

"Mbakyu, telah terjadi pertempuran di atas bukit, mari kita bantu Kakang Ginggi." aku tidak menunggu jawaban Mbakyu Sekar, aku langsung mengangkat tubuh Chentini dan Nawang, kedua gadis itu berteriak kaget dan tangan mereka memeluk leherku agar tidak terjatuh.

Aku berlari dengan menggendong Chentini dan Nawang di kiri kananku. Tenaga saktiku sudah pulih, tubuh ke 2 gadis itu terasa enteng. Hanya saja lariku tidak bisa secepat biasanya sehingga Mbakyu bisa mengimbangi kecepatan lariku yang dibarengi dengan aji Kidang Kancana.

Sesampainya di puncak bukit aku melihat Kakang Ginggi sedang menghadapi 5 orang lawan yang mengeroyoknya. Sedangkan ke 5 anak buah Kakang Ginggi sudah tewas dan ada juga 5 orang lawan yang tewas.

Aku segera menurunkan Chentini dan Nawang, secepat kilat aku melakukan serangan ke orang orang yang sedang mengeroyok Kakang Ginggi. Belom sempat pukulanku nengenai orang orang yang mengeroyok Kakang Ginggi, sebuah tangan yang kuat memotong seranganku sehingga aku terhuyung ke samping karna tidak menduga.

"Senapati Setan Kober !" teriakku kaget melihat musuh bebuyutanku yang telah menghancurkan tenaga saktiku. Setan Kober adalah bekas Senopati Majapahit yang bergabung dengan kerajaan Demak. Ada dendam pribadi di antara kami. Tepatnya Setan Kober sangat membenciku karna aku pernah menjalin asmara dengan istrinya yang terkenal cantik.

"Hari ini kamu akan mati, Kebo Abang." belum habis ucapannya, Setan Kober sudah menusukka tombak panjangnya ke ulu hatiku.

Aku bergerak ke samping menangkis tombaknya panjangnya dengan tombak pendek yang selalu terselip di pinggangku. Unilah pertaruhan hidup mati yang sering kami lakukan. Ini harus menjadi pertarungan terahir. Salah satu di antara kami harus mati hari ini.

Setan Kober mulai menggunaka ilmu pamungkasnya Aji Jala Sutra, sebuah ilmu yang berasal dari daerah pesisir, maka tidak heran langkah kakinya lebar dan agak tegak. Seperti jala, gerakkanya melingkar mengurungku dengan serangan bertubi tubi. Selalu bergerak menghindari pertarungan jarak dekat. Itu sebabnya tombak panjang menjadi andalan Setan Kober.

Berbeda denganku yang berasal dari daerah pegunungan, aji gelap sayutaku mempunyai langkah yang pendek dan rendah, selalu melakukan serangan dengan jarak dekat, sedekat mungkin. Maka tombak pendek menjadi senjata paling cocok.

Setelah melalui pertarungan panjang dan melelahkan, ahirnya aku melihat celah yang sangat kecil, aku melesat mendekat sambil menghindar dari tusukan tombak yang mengarah leherku. Tombakku menusuk ulu hati Setan Kober yang tidak mampu menghindar. Satu satunya gerakkan yang bisa dilakukan Setan Kober adalah menghantam kepalaku dengan tombak panjangnya. Reflek aku bergulingan menghindar dan melepaskan tombakku yang tertancap menembus ulu hati Setan Kober.

Aku berdiri tegak melhat Setan Kober terjungkal ke belakang. Ahirnya musuh bebuyutanku tewas di tanganku dan juga ke 10 orang anak buahnya. Ginggi dan ke 5 anak buahnya juga tewas. Tinggal aku, Mbakyu Sekar, Chentini dan Nawang yang masih hidup.

Aku menarik nafas panjang, lalu mulai menggali tanah untuk mengubur semua mayat yang ada dengan dibantu Mbakyu Sekar. Setelah selesai mengubur senua jenazah, kami masuk pondok.

"Mbakyu, berikan Chentini dan Nawang hadiah uang emas, besok kamu antar mereka pulang. Sebarkan ke setiap orang bahwa kalian telah mendapat hadiah dari Pangeran Samudra, sebarkan pada setiap orang, barang siapa yang datang ke tempat ini, semua keinginannya akan terkabul." kataku kepada Mbakyu Sekar.

"Tapi Adik Kebo Abang, apabila tersiar berita tentang keberadaan kita di sini, pasukan dari Demak akan menyerang kita." kata Mbakyu Sekar, khawatir.

"Prajurit Demak tidak akan ke sini, Mbakyu. Aku ingin semua orang mengenal nama Pangeran Samudra, hingga tempat ini akan menjadi terkenal sepanjang masa hingga dunia mengetahui nama Pangeran Samudra. " kataku tegas.

Tiba tiba semuanya menjadi gelap. Keadaan sekelilingku berubah, tidak ada pondokan, Mbakyu Sekar, Chentini dan Nawang. Semuanya hilang, bahkan Kebo Abang pun hilang.

"Ritualmu sudah sempurna, anakku." aku mendengar suara tanpa wujud.

******

"Jang, bangun. Udah 2 hari kamu pingsan. " aku mendegar suara panggilan Bi Narsih sambil menangis.

"Mbak, kita bawa ke RS saja y? Sudah 2 hari gak bangun bangun." suara Pak Tris terdengar khawatir.

"Iya, Pak. Anter saya nyari mobil buat bawa Ujang ke RS." kata Bi Narsih pelan.

"Bu, saya nitip ya. Saya mau nyari mobil diantar Pak Tris" kata Bi Narsih.

"Iya, Mbak. Hati hati di jalan" sekarang aku mendengar suara Bu Tris yang bicara.

Lalu hening, tak ada suara. Ada seseorang yang meraba keningku, tanganya begitu halus dan wangi bedak bayi. Apakah ini tangan Marni?

"Badannya mulai dingin, Bu." sekarang suara Marni yang berbicara.

"Jangan jangan anak ini sakit gara gara minum ASI kamu? Dia keracunan ASI Kamu. Dia kan langsung sakit sehabis nyusu ke kanu." kembali suara Bu Tris.

"Ibu, dedek aja minum ASI malah sehat. Ibu ini ada ada saja." kata Marni.

Bersambung.........?




Tak Terpikirkan (No Sara) Bag.31 ~ Strangers In The Night


Sore setelah bertemu dengan Intan aku tidak bisa tidur malam itu. Mulai muncul Desire yg entah kenapa aku merasa tenang.. Tidak ada rasa takut.. Tidak ada rasa khawatir.. dan merasa bahagia. Pikiran ku melayang, tak percaya kalo aku sudah memiliki genggaman tangan yg aku cintai. Mulai muncul Desire, dan otomatis desire itu menyuruh hati untuk bisa memiliki.

I'm fallin' Love

Hampir tiap waktu aku memikirkannya, mengobrol, berkomunikasi, bahkan sebelum tidurpun aku ingin tahu apa yg sedang dilakukannya.

Damn.. That's feels so weird.. Even for me..

Coba definisi kan Cinta aku yakin banyak yg lidahnya kelu. Cat got your tongue. Tidak ada yg bisa menjelaskan. Karena ini urusan hati.

Cinta raja bisa ditolak oleh gadis hamba sahaya, atau cinta seorang wanita panggilan bisa menyatu dengan cinta nya raja.

Mangkanya ia seperti senyawa kimiawi, yg terkadang bisa jadi obat atau malah bisa menjadi Racun.

Mungkin Perasaan ku dengan intan seperti...

"The World was Clear And Bright"

Terang, sejuk dan tahu apa yg mesti dilakukan. Aku ingin melakukan yg terbaik buatnya. Karena tidak ada lagi yg ingin kita lakukan kepada orang yg kita cintai, kecuali berusaha untuk membuat nya bahagia.


Terlebih dahulu aku ceritakan tentang keseriusan ku tentang intan dengan teman paling dekatku tibyan. Si gila itu bukannya senang malah menertawaiku. "Hahaaaa.. Berarti lu udah tutup buku brow.."

"asem luh, temen mau bahagia.. Bukannya seneng malah ketawa.."

"hahaha... Gw kasih tau tah.. Pernikahan itu ikatan sakral, yg terus mengikat ikatan suci HANYA DENGAN SATU WANITA sampe maut memisahkan.."

omongan sobatku ini sangat benar, tapi entah kenapa... seperti muncul tekanan buat diriku, melihat raut mukaku yg diam.. tibyan malah tertawa kencang..

"Hahahahaha.. Tutup buku lu brow.."

"Somplak.."

"si may tau ngga.."

"itu dia.. Sebelum gw ngomong ke elu.. Gw ngomong dulu ke dia..."

"kata dia gimana..?"

__-____

Terlebih dahulu aku menjelaskan ke tibyan pada kejadian dua hari lalu, ketika bertemu dengan may di sebuah tempat makan yg sepi pengunjung.

Sebelum memutuskan untuk menyanding intan. Tidak ada orang yg aku beritahu lebih dahulu kecuali may.

Dia adalah orang yang pertama yg tahu sebelum teman temanku. Dan memang ada beberapa hal yg mesti aku bicarakan terutama tentang ryan.

Akan sangat sulit bila kita memberi tahu tentang hal semacam ini kepada seorang yg pernah menjalin hubungan di masa lalu. Artinya sangat sulit bila kita bilang ke mantan..

"Neng.. Aa mau nikah..!"

Hahahaaa..

Ini pasti akan sangat sulit dan mungkin terasa pahit. Tapi aku ingin semuanya terbuka. Tidak ada yg ditup tutupi. Pun dengan May yg notabene adalah wanita pertama yg selalu ada di pikiran ku siang dan malam.

Tentu tidak mudah. Butuh proses, butuh keberanian. Karena kita ingin semua baik baik.

Kalo kita perhatikan reality couple pasangan sekarang , baik yg sudah putus atau bercerai.. ketika mereka putus.. hubungan mereka dengan satu sama lain justru "betul betul" putus..

No phone call. No contact, no communication.

Disconnected...

Somehow.. Dia menjadi seperti orang yg asing ..

Somehow.. Kita seperti tidak mengenalinya lagi..

Bahkan tidak sedikit yg masih menyimpan rasa sakit yg luar biasa karena mengingat masa masa berhubungan yang lalu.

Tapi tidak denganku bersama may, ada hal yg bisa dibangun dengan mantan bila kita bisa dewasa menyikapi nya.

Bila Kita masuk ke kehidupan orang dengan cara baik baik. Maka.. Kita pun harus keluar dengan cara baik baik.

You have to finish of what you start.. NICELY..

Selama ini, setelah pertemuan dengan may ditaman waktu itu, sudah tentu gejolak itu masih ada, ada rasa "ingin" kembali.. Ada rasa "ingin saling memiliki. Tapi aku sadar,

keinginan kita dibatasi oleh keinginan orang lain. Ga mungkin aku egois ingin memiliki dia secara utuh, itu yg harus aku sadari.

Karena itulah hanya "Silver line" garis yg kupertahankan.. Jalan tengah Agar bisa membuat hubungan ku dengan may baik baik. Cukup bisa melihat ryan bahagia, aku sudah bahagia.. Cukup diberi kesempatan untuk bisa membahagiakan ryan, itu adalah salah satu anugerah kebahagiaan ku.

Disini dirumah makan yg sepi ini, kami berbicara layaknya teman ke teman.. Sangat akrab dan hangat, dia seperti satu satunya teman wanitaku yg mengerti keadaanku.

"May.. Kayanya waktu aa udah tiba"

kataku disela sela obrolan hangat ini..

"Aa bakal settle down" tambahku

May terdiam,..
kaget dengan pernyataanku.. Dia melihat ku sejenak, paham dengan maksudku dia bilang..

"ama siapa a.."

May langsung menunduk tidak melihat wajahku..

"ama orang yg tadinya ngga aa kenal"

Aku beri lihat fotonya, may melihat foto itu tersenyum dan bilang

"cantik..."

"bukan itu.."kataku

" itu nomor ke sekian.. mungkin ini memang udah waktunya.. " aku tambahkan sambil melihat lihat ke gelas kopi yg kupesan

May meletakkan kembali foto di hape itu, dia bilang

"may ngerti.."

dia terdiam. Suasana yg tadinya hangat tiba tiba menjadi dingin, aku tau dia sedih, aku bisa melihat raut mukanya yg asli. meskipun wajahnya memang tersenyum, tapi dia tak bisa membohongiku,

Dia sakit...

Aku menunduk tak melihatnya. Terus kepegang gelas kopi itu sambil merasakan rasa sakitnya. Aku memang bilang kalo ini terasa pahit. Tapi aku ingin terbuka. Akan lebih sakit lagi kali aku menutup nutupi pernikahan ini.

May tahu kalo aku khawatir membicarakan ini, dengan dewasanya sambil tersenyum dia bilang..

"aa ga usah mikir apa apa .. May biasa aja"

Ia menambahkan

"aa tau ngga kenapa may mutusin mw ketemu aa hampir 8 tahun ga ketemu.."

"Apa..?"

"may mau mempertemuin ryan sama aa.. Udah gituu....

May memegang tanganku dan bilang

" May udah siap.."

"Siap..,"? " kataku bertanya

"May siap.. Pasti aa nikah, punya anak.. May siap ngeliat itu semua.. Pasti sakit aa.. May tau.. Tapi may udah siap.."

"aa ga usah mikirin apa apa.. may bakal baik baik aja.... Kalo emang dia yg terbaik.. Go with your heart" .."

Aku terharu mendengarnya..

Aku memeluknya..

"Makasih buat semuanya" kataku..

"sama sama aa.. Makasih juga buat semuanya"

Aku seka air mataku juga may.

"Pesan may.. Aa jangan cerita ke siapa siapa tentang ryan..may sakit kalo aa buka tentang ryan ke siapapun"

aku mengerti maksudnya.. Semakin banyak air mataku keluar..

"ya.. Aa akan jga rahasia ini buat may.. Tolong jaga ryan baik baik.."

"yaa.."

"yuk.. Masuk mobil.. Ga enak diliat orang.."

Aku masuk kedalam mobil, hari sudah malam. Aku diam sejenak menghabiskan air mata ku dimobil, juga dengan may, aku peluk kembali dan aku cium

"makasih buat semua may.. Semua bakal baik-baik aja buat kamu dan ryan"

"iya aa.. Sama sama.."

Aku seka air mataku aku nyalakan mobil. Untuk menghilangkan rasa sedihku ku stell radioku.. Terdengar lagu dari Frank Sinatra "Strangers in the night". Lagu itu mengayun pelan menemani malam kami.

Ini semacam lagu kenangan kami di pertemuan yg terakhir itu.. Karena Entah kenapa...
Lagu itu membuat kami tenang.. Dan bisa melupakan yg sudah sudah..

Lewat Strangers in the night ini kami hilangkan keluh kesah ini, karena kami paham.. Bahwa bahagia dan sedih merupakan romantika kehidupan yg akan selalu berputar... Berharap bahwa esok kita semua bisa merasa bahagia kembali..

Strangers In The Night... Exchanging Glances....

----------------------------

Aku bangun pagi itu sambil mencuci muka, dan menggerakkan badanku mengelilingi rumah sambil melihat lingkungan sekitar komplek.

Tak terasa sekarang sudah hampir ada di penghujung akhir pekan.

Cahaya matahari yg ber vitamin E ini terlihat sangat menyehatkan. Aku gerakan badanku mengelilingi komplek proyek sekalian melihat progress pembangunan B. Sudah berminggu minggu ini aku disibukan dengan perencanaan pernikahan, begitu banyak event proyek yg kulewati. Kadang aku membuat tim internship agar bisa memudahkan pekerjaanku.

Karena untuk akhir pekan ini, adalah akhir pekan yg ditunggu. Di akhir pekan inilah aku akan membawa intan menemui keluarga ku. Mereka begitu antusias menunggu kedatangan ku disana. Tak sabar aku ingin mempertemukan intan dengan keluargaku.

Sejenak aku teringat dengan film "Meet The Parents"dan "Meet The Fockers" yang diperankan ben stiller dan Robert de niro. Yg memerankan calon menantu dan calon mertua itu yg ga akur pas bertemu satu sama lainnya hahaaaa.

Aku pergi kantor pemasaran. Aku bicarakan ke mang ujang kontraktor ku tentang rencana kepulanganku, dan memberi petunjuk dan arahan tentang proyek yg sedang di bangun.

lela sudah sangat sibuk di dinasnya. Nampaknya dia sudah tidak lagi datang ke kantor pemasaran, mengingat,.. gambar yg dia kerjakan memang sudah selesai semua. Aku nitip salam ke suaminya sambil menceritakan tentang rencana pernikahan ku. Dia begitu senang mendengarnya. Dia tersenyum dan tertawa.

Ia berlari keluar untuk memberi kabar sambil memberi tahu ke anak anak yg lain.

Dengan sendirinya... satu per satu anak anak datang ke kantorku ke ruang marketing gallery. memberiku selamat. Ada yg menyalamiku dan memberiku selamat.

" Akhirnya Boss hahaaa"

Bahkan emak sumi yg bekerja dirumahku mengomeliku karena dia tau info ini dari yg anak anak yg lain bukan dariku.

"hahaa.. Maaf bi.. Tadinya mau suprise.. tau semua.."

Tak henti hentinya aku terus berkirim pesan dengan intan tentang rencana besok. Ketika dirumah, Aku menyuruh bi sumi mempersiapkan segalanya untuk kepulanganku, karena bi sumi sudah seperti orang tua keduaku.. Tak beliau terus memberiku wejangan dan pepatah orang yg berumah tangga.

Di doakan.. Dan Di nasehati..

Aku ucapkan "makasih emak buat semua.."

"iya denn.. Bibi doakan semoga semua lancar dan baik...."

______-____________


Aku berniat mencuci mobilku siang itu. Nampak kotor, karena ingin ku bawa pulang kampung menemui keluargaku disana. Tadinya aku berniat mencuci sendiri, ku siapkan selang stream digarasi dan semua peralatan mandi.

Ketika aku mulai menyemprot mobilku
Kardi datang menghampiri ku. Aku hentikan semprotan ku.. Nampaknya ia tau mengenai kabar pernikahan ku.
Aku yakin dia sudah mendengar rencana pernikahan ku. Dia datang naik motor bersama lilis. Kaget kulihat karena nampaknya mereka seperti sehabis pulang belanja. Mang kardi memakai kaos tangan panjang dan celana bahan. Beda dengan lilis istrinya, ia memakai kaos tangan pendek abu abu disertai lipstik merah dibibirnya. Begitu merah lipstik itu seperti sangat nikmat bila ku cium.

"selamat bos.. Saya denger udah mau merit.. Langsung kesini saya mampir.."

"makasih mang waduhh kayanya pulang belanja nih.."

"iya bos.. Baru dari kota.. Nih si lilis minta dibeliin lipstik katanya abis."

Lilis datang menyalamiku, aku kaget karena lipstik nya begitu merah menyala, ia memakai celana pendek selutut.

"wajar a ryan.. Harus dibeliin lipstik lah biar istrinya cantik.."


Aku perhatikan lilis siang itu, terlihat montok lengannya karena kaos tangan pendek. Andaikan kaos itu ditarik sedikit kebawah pasti terlihat belahan toketnya montoknya.

"berangkat jam berapa besok" tanya kardi sambil duduk dikursiku..

"besok mang, mangkanya niatnya mau nyuci mobil dulu.. Kotor banget.."

" Sok mang anggep aja rumah sendiri.. Kalo mau ngambil minum ambil sendiri.. Ryan mau kebelakang sebentar mau salin"

"oke boss.."

Aku kebelakang rumah sebentar untuk ganti baju. Tak terasa emak sumi nampaknya sudah selesai merapihkan bajuku. Aku langsung telepon orang rumah bahwa besok aku datang pagi. Aku harus mempersiapkan biar semuanya rapih.

selesai salin aku kembali kedepan menghampiri kardi, kulihat dia tidak ada disana, hanya ada lilis yg duduk dengan kaki disilangkan. Betis indah itu terlihat olehku.

"loh.. Kardi kemana teh.." tanyaku. aku duduk disamping nya. Wangi tubuhnya tercium olehku. Ia jadikan tangan kirinya sandaran kepalanya di sofa, otomatis lengan ke atas dan memperlihatkan ketiaknya itu. Telihat helai bulu ketiaknya mengintip diantara celah kaos pendek itu. Sengaja aku dekati ingin menikmati aroma istri kardi ini.

"tau katanya mau liat pompa dulu".."

"ooh kirain pulang.."

aku melihat bibir nya begitu merah. Aku jadi Teringat dengan kejadian lilis tempo hari di warung nya. Aku suruh suruh suaminya agar bisa menjilat ketiaknya dan mencaplok sus montoknya. Semakin aku melecehkan suaminya semakin kuat lilis menyepong kontolku. Aku mendekati nya sambil mengusap batangku.

"teh koq lipstik nya merah banget sih.." kataku sambil melihat celah ketiaknya

Lilis tersenyum sambil menyentuh bibirnya yg dibalut lipstik itu "iyalah.. Supaya istrinya cantik.. Tadi kardi belanja.. Dia yg ngebeliin, .."

"hmmm.. Pas warnanya " kataku

"iya lah.. Suamiku seneng merah"

Lilis mengecek lipstik nya dengan mimik memonyongkan bibirnya sedikit untuk merasakan warna merah nya.

Aku ingin warna lipstik itu membekas di kontolku..

Aku lihat kaosnya mulai ke tarik kebawah. Susunya yg kiri itu terlihat montok menggunung, dengan pose bibir merahnya yg menggairahkan.

" gimana teh rasanya.." kataku

Lilis menjilat sedikit bibir atasnya

"ga tau.. Kardi juga belum ngerasain.."

lilis cium lengannya yg kiri sambil memperlihatkan sela sela ketiaknya yg terlihat gelap.

Ohh shhh.. "teteh udah mandi belum" kataku pelan

"belumm.."

"mmmm... pengen ngerasain teh..lipstik sama wangi tubuh teteh" kataku sambil meremas kontol disampingnya

"yg punyanya aja belum ngerasain masa kamu pengen ngerasain "

"abisnya enak banget kayanya.."

Lilis melihatku yg mengusap kontolku disampingnya, ia malah menciumi sela sela ketiaknya lagi, ada bekas lipstik merah disana..

"aku belum mandi nih bau acem" katanya

"coba ryan cium," aku dekati hidungku dicelah ketiaknya, ohh kontolku malah makin membesar..

"hmmmm.. Enak teh baunya.."

Kataku... Makin keras aku meremas kontolku disampingnya.. Lilis melihatku sambil bilang

"kalo kamu pengen ngerasain ini...." lilis melihat cetakan kontolku " suruh suruh dulu suamiku "

"kebetulan mobil ryan belum dicuci.."

"boss mah ga usah nyuci.." kata lilis menarik kaosnya kebawah, belahan susunya terlihat "Suruh anak buah aja..."

"suruh kardi yg nyuci.."

"supaya lipstik merah yg baru dibelinya ini bisa kamu icip.."

Fuck.. Lilis tersenyum dengan gelagatku yg menahan sange. Aku langsung berdiri dari sofa, hari sudah mulai sore, emak sumi terlihat sudah tidak ada dirumah.

nampaknya ia sudah pulang. Aku melihat dibelakang kardi yg sedang melihat pompa belakang yg baru dikerjakan tadi pagi. Aku suruh dia kemari untuk mencuci mobilku..

"mang cuci mobil dulu gih.. Biar bersih besok mau pulang,"

"Oke boss.."

Kulihat kardi masuk kedalam rumahku melewati istrinya yg sedang duduk manis disofa dengan pose seksi. Kardi langsung menuju garasi depan rumah ku untuk mulai mencuci.

"yang bersih yah mang" kataku sambil melihat melihat celah ketiak istrinya.. "jangan sampe kotor" kataku

Melihat aku yg menyuruh suaminya nyuci itu, lilis mengangkat lengannya agar ketiaknya terlihat olehku. Ohh begitu seksi pose itu.

Aku remas kontolku digarasi sambil melihat suaminya yg mulai menyirami mobilku dengan selang stream.

Aku hampiri lilis disofa, lilis memberiku hadiah dengan meremas kontolku langsung dengan tangan kanannya, ia remas keras kontol itu penuh nafsuu..

"shhhhhhh... Kamu bossnya"

lengan kirinya yg diangkat itu kutahan. kujilati rimbunan ketiak itu penuh nafsu. lick lick lick shhhh ahhh

Lilis remas remas kontolku kencang, shhh lick lick shh ahh lick ahh uhh ryaann shhh uhhh.. Terus kujilat ketiak itu tanpa ampun.
Lick lick lick lick lick lick lick shhhhhh hmmmmm.

Baunya memabukan kontolku. aku ingin mengentotinya tanpa ampun

Dari ketiak aku cium bibir yg berlipstik merah itu. Aku bilang ke suaminya teriak .

"mang.... Kolongnya jangan sampe ga di cuci.."

"iyaa boss.."

Aku lihat lilis, bibir merahnya ia manyunkan ke arahku.. Sambil berbisik bilang..

"lipstiknya dia yg beli looh.." sambil menjilat jilati bibirnya.

Uh.. Fuck..

Aku jilat bibir itu sekali

Lick...

shhhhhhhhhhhhhhh hmmmm.. Terasa manis dibibirku.

"lagi.." katanya memanyukan bibirnya ke arahku

Aku jilat bibir itu dua kali

LICK.. Lick.. Shhhhhhhhhhhhhhh

Ahh terasa segar dilidahku..

Enak ngga..?"

"chery lis.." kataku sambil kembali menjilati lipstik itu bertubi tubi..

Lick lick lick lick lick shhhhhh hmmmmm ahhh shhhhh

Ahhhhh

makin kencang lilis membetot kontolku, ia buka seletingku ia keluarkan kontol telanjangku sambil menjilat jilati bibirnya hmm hmmm shhh hhhh hhhh

"rasa apa kata kamu tadi" kata lilis disela sela kocokan tangannya dikontolku.
Cherry" aku jilat lagi bibir itu penuh nafsu

shhhhh lick Lick shhhhhh uhhhhhhhhhhh sshhhh uhhh ryaann ahhhhhh

Lidahku mulai memasuki mulutnya, aku goyang goyankan didalam lidah itu bertukar dengan goyangan lidahnya di dalam.

Slruuuuppppppp slruup slrummmm shhhhh ahhh shhhhh uhhh

Kardi tak bisa mendengar jilatanku di lidahnya menikmati lipstik merah itu karena air stream yg kencang.


Clek clek clek clekk sshhhh uhhh shhhhhh
"khalo kamuuhhh shhhh

"aku ingin warna lipstik kamu membekas dikontol ku lis," kataku disela sela menikmati bibirnya..

Aku lepas ciumanku.. aku arahkan kontolku mengacung keras didepan bibirnya yg merah..

"kalo kamu pengen warna lipstik ini membekas di kontol kamu.. Suruh suruh dulu suamiku.."

Ah.. Fuck.. Kontolku sudah diujung gerbang bibir merah itu..

"Mang... , bersihin garasinya udah selesei" kataku aku ke kardi

"iya boss.."

Aku gesek gesekan kepala kontolku di bibir merahnya. Uhh begitu seksi aku melihatnya, terlihat bekas lipstik merah dikepala kontolku.
Aku jejalkan kontolku ke dalam mulutnya langsung , hmmmmnppyttttt shhhhhhh, aku cambak rambutnya dan memasukkan setengah kontolku kedalam sambil mengewei mulutnya

Fuck Fuck Fuck shhhh
Ahhh akhirnya lipstik merah itu membekas dikontolku

Ahh ahhh kloqq kloqq kloqq Sshhhhhh Fuck shhhhhhhhhhhh Ahhhhhhh sshhhhhhhh

"seksi banget pake lipstik merah gituh" kataku disela sela mengewei mulutnya ke tenggorokanya. Mata lilis memerah dan ber air. Ahh makin seksi dia dengan mulut penuh menyepong kontolku.

Fuck fuck fuck aaahhhhhhhhh shhhhh

Aku cabut kontolku, lilis terbatuk terbatuk sambil bilang

shhhhhhh panjaaaang,"

air matanya jatuh ke pipi, bukan air mata sedih, tapi air mata nakal karena menyepong kontolku sampai masuk ke tenggorokannya.

"kasih tanda disini teh" kataku sambil memberikan pelirku dibibirnya. Lilis cium pelir itu ahh ada bekas lipstik disana, shhhh .. Lilis caplok pelir itu sambil mengocok ngocok batang kontolku, bergantian kanan dan kiri..

SHHHHHHHHHHHHHHH AHHHHHHHHHHHH FFFFFFUUUCCCCKKKKK

Lilis berdiri.. Ia buka kaosnya, aku caplok susunya gemas.. "ngewe dikamar yuk" ajaknya.

"kamu harus membuat nya sibuk supaya lebih enak ngewe nya"

Lilis berjalan ke arah kamarku, aku tampar pantatnya sambil teriak ke suaminya..

"maangg jangan lupa vakum dalemnya.."

kataku sambil meremas susu istrinya yg sedang berjalan ke arah kamarku..

"iya boss"

lilis membuka celananya, ia angkat kedua lengannya menggoda ku dengan ketiak hot iti

"aku belum mandi loohh... hmm pasti bau ketek nya.." kata lilis.sambil menciumi lengannya yg ia angkat ke atas..

Aku hampiri dia, aku jilat ketiaknya

"hmmh.. ini sih bau enak di ewein ." kataku sambil menjilat jilati ketiaknya..

"masa sihhh... ludahi dong yg banyak keteknya"cuihhh" sshhhhhshhhhhhjh ahhhhh aku ludahi ketiaknya itu basah.. Cuihhh cuuhhhh SHHHHHHH AHHHHHHHH

lilis berjongkok, ia angkat lengannya ke atas, ia bimbing kontolku untuk dijepit ketiaknya yg basah. Aku ewe ketiak itu oenuh nafsu..

aahhhhhhhhh

shhhh shhh shhh shhh ahhh shhh shh uhh shhh shhh

ah ahha jh shhhhh uhhhhhh
terus aku mengentoti ketiak itu penuh nafsu.. Shhh shhh ah ahha ahh ahhha hh

Fuck fuck...

"makin kenceng kan kontolnya shhh"

Uhhhhhhhhhhh.. Ia lis.."

Aku cabut kontolku di ketiaknya. Lilis membelakangiku, ia menungging diatas kasur, pantatnya ke atas menantang kontolku..

Masih ada bekas lipstik merahnya dibatang kontolku. Lilis melihatnya sambil bilang..

"itu punya suamiku aa.. Balikin ke sini.. Masukin ke memek aku

FUCK..

Lilis menungging di atas kasur, wajahnya tersungkur kebawah, pantat montoknya mengacung ke atas..

Aku ciumi pantat itu, aku posisi kan kontolku dibelahan memeknya. Langsung ku ewe masuk kedalam

Ahhhhhh shhhhhh shhhhhhh

AHHHHHH AHHHHH SHHHHH

Ahh ahh ahh ahh ahh ahh

AHH AHH AHH AHH AHHH AHHHHHHHHHH SHHHH UHH UHHH UHHHH

Terus Kugoyang sambil
Kujilat punggung nya , ku ewe tanpa ampun..

AHH AHH AHHH AHHH OOOHHHHHHHHHGGGHHHH SHHHHHH UHHHHHHHHHHH PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK SHHHHHH

Ku tindih kepalanya makin kebawah oleh tanganku, lilis tak bisa bernafas meladeni seranganku..

Kontolku cepat menghajar memeknya

HMMMM HMMMM HMMMM HMMMMMMM UUGHHHHHH shhhhh ohhhhhhhhhhhh

Ahh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh ahhh shhhhh Ughhh Sshhhhhhh ahhhhhhh sshhhh uhhhhhhh Gawwwwdddd

Plak plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk plakk sssssssssssshhhh ohhhhh berkeringat kami melakukan persetubuhan ini..

Enak aa terussss shhhhh ah aha ahh ahh ahh ahhhh ffffffuuucccckkkkk..

Lilis bergetar getar merasakan sodokan kontolku. Ia orgasme..

Aku cabut kontolku, untuk membiarkan ia pulih ..

Aku bergegas aku menuju garasi tempat suaminya menyuci . Ku lihat kardi masih sibuk mencuci ban mobilku,

Dengan kontol yg masih mengacung, aku kembali menghampiri lilis

"lagi ngapain dia.."

"lagi nyuci ban.."


Lilis mengangkat lengannya ke atas. Begitu basah sekujur tubuhnya oleh keringat.

"siap ronde dua.."?

Aku hampiri dia.. Aku jilat ketiak itu. Aku jilat jilati seluruh permukaan tubuhnya yg basah..
Shhhh hmmmm shhhh hmmmm

Aku caplok susunya shhh hmmm slruuuuppppppp ohhhhh shhh. "

" uuhhh dasar bayi Bayi kontol gede."

Kuangkat lengannya ke atas, kujilati kembalu ketiak itu bertubi tubi. Wangi tubuhnya malah membuat kontolku makin kerass.. Sambil menjilati ketiaknya, aku pangku lilis ke atas, aku bangkit berdiri sambil memangkunya.

Refleks kaki lilis menjepit pinggangku.

Lilis mendesah tak karuan ketika aku arahkan kontolku ke memeknya yg ku pangku itu. lilis mendesah kencang saat kumasuki

ahhhhhhhh.. Aahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh

Ketiaknya masih kujilati, lengannya tetap disimpan dibelakang kepalanya. Tubuh belakangnya ku senderkan ditembok,

ku goyang dia kerass

. Uhh uhhh uhhhh shhhhhh penuh banget memek ku...shhhhhhhhhhhhhhh

ewe terus aa ewe teruuss shhhhhhh ahhh ahhh ahhh ahhhha hhhhh ewe lilis ahhhhhh

PLAK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK PLAKK SSSSSSSSSSSSHHHH

Ahhh ahhh ahhhh ahhhh ahhhh plakk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk plakkk

KEELUARR.. AAHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
SPLASH SPLASH UGGGGGGGHHHH SSHHH CRETTTT SPLASSHHH AHH

kontolku masih berkedut kedut menyemprot memeknya jauh kedalam.. Lilis masih memejamkan mata merasakan semprotan pejuku. Ahhh fuck

Aku cabut kontolku, lilis menggigit jarinya, Ahh aku ambruk di atas kasur..

Masih memejamkan mata lilis memakai bajunya. Dia pergi beranjak ke sofa depan, dengan lelehan pejuku yg mengalir dipahanya.

Setelah rapih.. Aku dan lilis kembali ngobrol disofa.. suaminya selesai menyuci mobilku..

"besok.pulang kampung rapih boss"

Kulihat istrinya tersenyum ke arahku. Aku yakin badannya bau kontol.

"oke mang.. Makasih.."

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


Inilah Yang Ku Mau​ Part 5


Suasana di kantin kampus begitu ramai. Mungkin karena bertepatan dengan waktu makan siang sehingga membuat tempat ini jadi penuh sesak. Aku dan teman-temanku beruntung bisa mendapatkan meja. Banyak dari mereka yang ingin makan di sini harus sabar menunggu untuk bisa duduk. Sebagian lagi ada yang putar badan karena tidak tahan menunggu.

Aku sebenarnya kurang suka makan di sini. Apalagi di saat-saat ramai begini. Aku lebih memilih mencari makan di luar lingkungan kampus meskipun sedikit lebih mahal. Namun karena semua teman-temanku ingin makan di sini, akupun jadi ikut mereka. Setidaknya tempat ini tidak terlalu jauh dari ruang kelas perkuliahan selanjutnya.

Cuaca yang panas, orang-orang yang penuh sesak, membuat hawa jadi begitu gerah. Seandainya aku di rumah saat ini mungkin sudah kulepaskan seluruh pakaianku, merasakan nikmatnya bertelanjang bulat tanpa ada yang memprotes. Tapi sekarang aku harus menahannya. Aku tidak mungkin melakukan kegilaan itu di sini. Menunjukkan sedikit auratkupun aku tidak berani. Tidak boleh ada satupun orang yang ku kenal mengetahui kenakalanku. Mereka mungkin tidak menyangka aku memiliki sisi binal. Mereka tahunya aku adalah gadis baik-baik yang selalu menjaga aurat dan kesopanan dalam berperilaku. Memang, kalau di luar rumah aku memang demikian, tapi tidak jika sedang sendirian rumah. Aku bahkan tidak lagi hanya sekedar telanjang sendirian, tapi juga mempertontonkan ketelanjanganku pada laki-laki. Sudah banyak laki-laki yang bukan muhrimku melihat aurat-auratku yang tidak sepantasnya dipertontonkan. Baik hanya satu, sampai banyak laki-laki sekaligus.

Aku tidak tahu kenapa aku bisa jadi senakal ini. Ku pikir jilbab yang ku kenakan bisa menahanku. Namun ternyata tidak, semakin ditahan justru rasanya semakin ingin dilepaskan. Memang, jilbab yang selalu ku kenakan sering mengingatkanku kalau perbuatanku ini salah. Tapi semakin aku memikirkan kalau perbuatanku ini salah, aku justru semakin horni. Bahkan hingga menggunakan jilbab tersebut untuk menambah kesan erotis ketika pamer aurat. Seperti kejadian dimana aku menerima kurir dengan hanya menggunakan kain jilbab untuk menutupi tubuh telanjangku seadanya.

Rasa sesal yang dulu sering datang karena seringnya aku mempertontonkan auratku, kini semakin lama semakin aku lupakan. Aku suka mendengar pujian mereka akan keindahan tubuhku. Sensasi memakai baju asal-asalan di depan cowok, hingga sampai telanjang bulat di depan mereka betul-betul membuatku ketagihan untuk terus mengulanginya. Bahkan kelakuanku semakin lama semakin gila dan nekat saja. Kelakuanku semakin lama semakin bertentangan dengan yang diajarkan orangtuaku. Rasanya campur aduk antara malu, horni dan takut. Ngeri juga kalau ada yang nekat memperkosaku. Jangan sampai aku diperkosa gara-gara kelakuanku sendiri. Bisa jantungan papaku nanti dengar kabar anak gadisnya diperkosa. >.<

“Hey, kamu diam saja dari tadi? Mikirin apa?” tanya salah satu temanku.

“Bentar” Aku minta berhenti setelah kami berjalan cukup jauh. Perjalanannya berat juga karena harus naik turun bukit. Aku mulai merasa lelah. Karena aku baru sembuh, keringatku jadi banyak yang keluar. Biar gak kepanasan lagi, ku putuskan untuk membuka jilbabku, lalu ku lepas kemeja lengan panjangku sehingga menyisakan baju kaos putih sebagai atasannya. Aku titipkan kemeja dan kain jilbabku ke dalam tas Dodi. Baju kaos yang kukenakan ini agak ketat dan pendek banget. Soalnya memang untuk baju dalaman. Jadi perutku bisa saja sedikit kelihatan. Kalau membungkuk maka bagian pinggang belakang yang kelihatan.

“Kepanasan ya Ra?” Tanya Dodi.

“Iya, makanya ku buka”

“Tapi kamu cantik kalau keringatan gitu, ya kan Pak?” Apaan sih Dodi ini minta pendapat pak Hasan segala. Tentu saja diiyakan bapak itu. “Kalau kalian gimana? Menurut kalian kak Dira cantik nggak?” Dodi kini malah bertanya pada anak-anak itu. Dengan polosnya anak-anak itu juga jawab cantik. Dodi tau banget kalau aku memang suka dipuji. Ujung-ujungnya ya foto-foto lagi sebelum lanjutin perjalanan.

Tak lama kemudian kami sampai di tempat tujuan. Ternyata pemandangannya memang sangat keren. Jauh lebih keren aslinya daripada yang di foto. Lokasinya sedikit tersembunyi karena dikelilingi tebing. Di tengahnya ada air terjun. Tidak terlalu tinggi memang, tapi indah banget. Dari air terjun tersebut mengalir sungai. Airnya jernih dan arusnya tidak terlalu besar. Memancing hasrat untuk mandi-mandi >.<

Benar saja, bocah-bocah itu langsung bugil dan bermain. Dasar anak kecil. Aku sendiri langsung sibuk minta difotin sama Dodi. Dengan senang hati Dodipun menuruti. Awalnya foto-foto dengan latar belakang air terjun, kemudian lanjut dengan foto-foto lagi main air. Tempatku berada tak jauh dari anak-anak yang sedang mandi-mandi, jadi sekalian saja ku ajak anak-anak itu foto-foto bareng. Karena mereka masih kecil banget, jadi aku tidak risih dikelilingi mereka yang sedang telanjang bulat. Ku lihat tidak satupun di antara mereka yang penisnya sudah disunat.

Kami foto-foto sambil main air. Aku ikut masuk ke dalam air, tapi hanya berdiri di tepiannya saja yang kedalamannya hanya sebatas betisku. Ku biarkan celana panjangku jadi sedikit basah.

“Kak Dira, ayo ikut mandi” ajak salah satu dari mereka berteriak. Karena suara air terjun yang kencang jadi kamipun harus mengeraskan suara juga biar bisa ngobrol.

“Nggak ah, kakak di sini aja” Kejernihan airnya memang menggodaku untuk menceburkan diri sih, tapi tujuanku ke sini kan untuk foto-foto, bukan untuk mandi. “Sana, kalian saja yang mandi” ucapku iseng menciprati mereka. Mereka sepertinya menganggapnya sebagai ajakan perang air. Anak-anak itu langsung balas mencipratiku. Malah dengan brutal! “Kyaaaaah... aaahhhh... kalian”

“Hahaha” Mereka tertawa.

“Jangan disiraaaam,” teriakku meminta berhenti. Namun mereka tidak mendengarkan, malah justru mencipratiku dengan semakin hebat. Aku betul-betul kalah jumlah! Aku minta tolong ke Dodi untuk bantu bilangin ke mereka, tapi Dodinya malah ketawa-ketawa, asik memotretku yang sedang kesusasan dari kejauhan. Untungnya pak Hasan tanpa disuruh mau turun tangan menyuruh anak-anak itu berhenti. Barulah mereka mau berhenti.

“Curang ih kalian, mainnya keroyokan” ucapku pura-pura kesal yang hanya dibalas cekikikan oleh mereka. “Sebentar ya... kakak buka baju dulu biar gak basah” Ku pikir main air asik juga, memang sayang kalau dilewatkan, hihihi.

Aku kemudian keluar dari air, lalu mulai membuka celana levis panjangku. Untungnya celana tersebut masih belum basah-basah amat. Kuputuskan untuk melepaskan baju kaos ini juga. Sehingga kini hanya pakaian dalam yang menghiasi tubuhku. Nekat. Aku yang tadinya berpakaian lengkap dengan jilbab, kini sudah setengah telanjang atas inisiatifku sendiri. Buah dadaku tampak, bongkahan pantatku juga bebas untuk dilihatin. Bocah-bocah itu tampak biasa-biasa saja melihatku, wajar karena mereka belum punya nafsu. Namun berbeda dengan Dodi dan pak Hasan. Pak Hasan jadi salah tingkah dan membuang muka. Sedangkan Dodi walau sudah pernah melihatku kayak begini tetap tidak bisa menyembunyikan kemupengennya. Kayaknya aku nakal banget ya main buka buka aja, biarin deh. Cuma mereka saja yang ada di sini. Gak ada orang lain yang ngenalin aku.

Sebelum masuk ke dalam air, aku mengerlingkan mataku ke Dodi. Isyarat kalau dia ku persilahkan untuk terus mengambil foto-fotoku. Aku tahu dia sudah menantikan aku yang buka-bukaan seperti ini. Sekarang puas-puasin deh.

“Hayooo... tadi siapa yang nyiram kakak... awas ya kakak bales” Aku kemudian masuk lagi ke air, tapi tidak lagi sekedar berada di tepian, tapi ke tempat yang lebih dalam dimana anak-anak itu berada. Langsung saja ku ciprati air ke arah mereka. Perang air kembali terjadi, yang mana kali ini lebih hebat dari sebelumnya. Suara kecipak airnya begitu heboh. Aku basah kuyub.

Dodi ku lihat sangat menikmati mengambil gambar yang mungkin kurang lazim ini. Tentunya langka banget melihat seorang gadis kota sepertiku bermain air dengan bocah-bocah desa seperti mereka. Semuanya terlihat begitu kontras. Dari warna kulit, umur, jenis kelamin hingga jumlahnya. Aku sendirian sedangkan mereka berlima. Mana merekanya telanjang bulat pula. Aku kewalahan menghadapi serangan mereka yang keroyokan itu. Tapi tetap menyenangkan sih. Ku lirik pak Hasan. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, sedari tadi dia terus melihat ke arahku. Mungkin dia iri dengan anaknya yang bisa bebas bergurau denganku. ^o^

Setelah perang air mereda, aku lanjut mandi-mandi. Karena yang ku pakai ini bukan pakaian renang ataupun bikini, jadinya nyeplak banget. Apalagi dalamanku ini agak tipis plus warnanya terang, jadi ya nerawang. Puting buah dadaku samar-samar kelihatan. Begitupun dengan belahan vaginaku yang bisa terlihat dengan jelas. Makin dimanjakan deh mata-mata pria di sini. Dodi sesekali berpindah tempat karena posisiku terhalangi tubuh bocah-bocah ini. Lucunya pak Hasan juga demikan. Sedangkan anak-anak ini tampaknya memang belum ada nafsunya. Mereka hanya bilang aku cantik, tapi tak ku lihat ada yang penisnya berdiri. Masih polos semua, gak sama dengan Eko dan teman-temannya, haha. Syukur deh. Namun bagaimanapun, dikelilingi orang-orang yang bukan muhrimku dengan kondisi hampir telanjang gini tetap membuat dadaku berdebar juga. Bikin horni. Namun aku tetap berusaha santai meskipun aku sendirian cewek di sini.

Tiba-tiba aku merasakan air di sekitarku jadi hangat. Aaahhh... Pasti ada yang kencing! Siapa sih!? Jijiiiik. Ini kan sama aja dengan tubuhku dikencingi. Tapi... aku tidak bisa juga menyalahkan mereka. Hal seperti ini pasti sudah biasa mereka lakukan. Aku gak bisa marah. Jadi ku biarkan. Lagian hanya sesaat saja karena langsung hanyut oleh air sungai. Tapi gak lama kemudian aku kembali merasakannya. Ada yang pipis lagi. Ya ampun, mereka ini gak mikir kalau ada aku di dekat mereka. Main pipis sembarangan aja.

Tapi kok ujung-ujungnya aku jadi kepengen buang air kecil juga ya. Air yang dingin dan hawa yang sejuk membuat kantong kemihku juga mendesak untuk dikosongkan. Gak bisa ku tahan lagi. Tapi aku gak mau sembarangan, jadi ku minta izin dulu sama mereka.

“Kakak boleh pipis?” aku berkata cukup kencang, ku yakin Dodi dan pak Hasan bisa mendengarku.

“Pipis aja kak, kami tadi juga pipis” jawab mereka santai. Ternyata mereka memang menganggap hal ini biasa. Akunya saja yang tidak terbiasa. Selama ini aku kalau berenang di kolam atau di laut, gak pernah mau kalau lagi banyak orang. Takut hal yang seperti ini terjadi. Belum lagi bakteri yang tercampur karena saking banyaknya orang. Tapi sekarang malah aku sendiri yang melakukannya.

“Permisi ya... kakak... pipiss” aku mengejan dan mulai kencing. Baru kali ini aku kencing di dalam air gini. Rasanya aneh banget. Mana masih pakai celana dalam lagi. Terlebih aku kencingnya bukan diam-diam. Semua yang ada di sini tahu kalau aku lagi pipis. Aku tahu Dodi dan pak Hasan sedang melihatku dari kejauhan. Uh, malu banget, tapi biar deh. Yang penting lega.

Aku melirik ke arah Dodi dan pak Hasan setelah selesai kencing. Entah apa yang sedang mereka pikirikan sekarang. Akupun seperti tidak terjadi apa-apa kembali melanjutkan acara mandi-mandiku.

Setelah puas dan capek, aku kemudian keluar dari air. Cukup lama juga aku main airnya, bakal kambuh lagi deh ini flu. Anak-anak itu tampaknya juga sudah puas bermain. Aku kemudian menghampiri Dodi dan pak Hasan. Mereka kini bisa melihat tubuhku dengan lebih leluasa dari jarak sedekat ini. Kelihatan banget kalau mata mereka terus nyuri-nyuri pandang ke bagian dalamanku yang masih basah dan nerawang itu.

“Kita kembali sekarang?” Tanyaku pada Dodi. Aku bersikap biasa saja tanpa berusaha menutup-nutupi tubuhku.

“Ya terserah kamu. Kalau mau masih pengen di sini aku temenin” jawab Dodi. Karena sudah puas foto-foto dan main air, jadi kurasa sudah cukup. Akupun memutuskan untuk kembali memakai pakaian. Karena dalamanku basah, maka aku tidak ingin memakainya lagi. Lagi pula tadi sudah kena air kencingku. Tapi aku ganti pakaiannya nggak di depan dua orang itu juga dong, aku cari tempat yang agak tertutup. Dodi sih oke, tapi aku malu sama pak Hasan.

“Anto, ikut kakak bentar dong...” Pintaku pada salah satu anak tersebut.

“Kemana kak?”

“Temenin ganti baju... ” jawabku. Alasanku saja sebenarnya untuk godain dua pria itu. Tapi ternyata tanpa disuruh semua anak-anak itu malah ikut nemenin. Mereka juga membawa baju mereka untuk sama-sama ganti baju denganku. Ada-ada saja. Ya sudahlah.

Kami menuju ke balik batu besar. Baju kaosku tadi kugunakan untuk mengeringkan tubuhku. Aku memutuskan untuk memakai kemeja saja. Aku kemudian dengan cueknya melepas bh dan braku di depan mereka. Dugaanku yang mengira tidak satupun di antara mereka yang sudah punya nafsu ternyata salah. Yang paling tua di antara mereka akhirnya ngaceng juga ketika aku sudah telanjang bulat begini. Okee, itu normal. Ku pikir di usia itu memang sudah bisa nafsuan. Bocah itu sendiri tampaknya tidak sadar kalau penisnya berdiri, atau mungkin tidak peduli. Akupun bersikap biasa-biasa saja. Segera ku kenakan kemeja dan celana panjangku. Tentunya tanpa dalaman. Aku iseng meninggalkan dalamanku di sini. Kenang-kenangan untuk pengunjung selanjutnya, hihihi.

“Udah Ra? ” kata Dodi saat aku kembali.

“Kamunya juga udah belum foto-fotonya?” tanyaku balik. Dia hanya cengengesan garuk-garuk kepala. Aku tahu kalau dia masih belum puas. Foto-fotoku yang sudah diambilnya pastinya belum cukup vulgar seperti yang dia harapkan. Oke lah, ku pikir gak ada salahnya menyenangkan Dodi sedikit lagi.

“Hmm... Pak, sekitar sini ada tempat keren lagi nggak?” tanyaku kemudian pada pak Hasan.

“Wah, apa ya... Kalau yang seperti air terjun sih tidak ada, tapi tidak jauh dari sini ada desa yang sudah ditinggal penduduknya” jelas pak Hasan. Boleh tu kayaknya.

“Ke sana yuk Dod...” ajakku sambil senyum-senyum.

“Eh, iya... Boleh” jawab Dodi setuju.

“Tolong antarin kita ya Pak...” pintaku pada bapak itu. Dia setuju. Akhirnya kamipun meninggalkan lokasi ini dan menuju lokasi tujuan kami berikutnya. Anak-anak itu ternyata tidak mau ikut. Mereka ingin kembali ke desa untuk lanjut bermain. Jadi sekarang hanya tinggal kami bertiga. Setelah anak-anak itu pergi, suasana yang tadinya heboh langsung berubah jadi adem ayem.

Setelah berjalan sekitar sepuluh menit, kamipun sampai di lokasi. Tempat ini persis seperti di film-film horror lokal. Sepi, berantakan, dan rumah-rumah ditinggal begitu saja tak terurus. Aku sih gak bakal berani tinggal di sini meski hanya satu malam. Pak Hasan bilang, penduduk desa ini meninggalkan rumah-rumah mereka karena tanahnya yang rawan. Sering terjadi pergeseran tanah di sini. Hal itu memang tampak dari rumah-rumah yang hampir seluruhnya mengalami kerusakan, dari yang retak sampai ada yang sudah roboh.

“Dodi... fotoin aku...” pintaku. Dodi langsung menuruti. Dia mengambil fotoku beberapa kali dengan latar belakang desa mati ini. Meski seram tapi cukup keren jadi lokasi foto-foto.

Dalam hati aku berharap Dodi mengintruksikan aku untuk lebih berani lagi. Dodi tentu saja ingin, tapi mungkin baik aku dan Dodi masih merasa gak enak dengan pak Hasan. Karena Dodi masih takut-takut, kembali aku yang inisiatif. Sambil terus difoto aku membuka kancing kemejaku satu persatu hingga seluruh kancingnya terbuka. Ku lihat pak Hasan hanya diam menonton dengan wajah mupeng. Sadar dia sedang kuperhatikan, bapak itu jadi salah tingkah.

“Pak, maaf ya...” ucapku pada bapak itu.

“Eh, i-iya dik, gak apa...” balasnya.

“Boleh kan kita foto-foto di sini?”

“Boleh... Silahkan dik dilanjutkan. Ehm.. dik Dira suka ya foto-foto?”

Aku mengangguk.”Iya Pak, suka banget”

“Model ya dik?”

“Bukan kok Pak, cuma hobi aja” jawabku tersenyum. Kalau foto-foto biasa sih masih wajar dijadiin hobi, kalau foto-fotonya tak senonoh gini ya tidak pantas juga dijadikan hobi. Apalagi oleh gadis sepertiku.

“Ohhh... Kirain model, soalnya cantik banget” ujar pak Hasan.

“Hahaha, makasih pak”

Percakapan singkat itu cukup untuk menunjukkan kalau Pak Hasan sebenarnya malah menikmati, jadi gak perlu takut-takut lagi. Aku kembali meminta Dodi lanjut mengambil fotoku dengan kemeja yang sudah gak benar pemakaiannya itu. Dodi kini sudah berani memberikan arahan pose-pose yang lebih menantang. Seperti menyuruhku nungging menghadap kamera atau menyuruhku meremas dadaku sendiri dari balik kemeja. Apapun arahannya kuturuti. Akupun seperti sudah terlatih peka terhadap kilatan kamera yang membidikku. Walau nggak segan lagi, tapi tetap ada rasa malu juga sih ditonton sama pak Hasan.

Puas berfoto di luar, kami kemudian lanjut foto ke dalam salah satu rumah. Di sini Dodi meminta Pak Hasan ikutan. Dia ingin mengambil foto dengan konsep aku dan bapak itu adalah suami istri penghuni desa ini. Jadi nanti banyak adegan aku bersama dengan pak Hasan.

“Gimana Ra, kamu mau kan?”

“Hmm... boleh aja sih,” jawabku setuju. Aku sih oke-oke saja. “Tapi pak Hasannya mau nggak?” tanyaku melirik ke bapak itu.

“Eh itu... Saya sebenarnya hanya pengen lihat saja, tapi kalau disuruh foto bareng sama dik Dira yang cantik ya saya gak nolak juga, hehe” ucap pak Hasan sambil senyum-senyum. Hahaha, dia kok jadi genit ya sekarang. Mungkin karena kelakuanku juga sih yang membuat pak Hasan jadi keluar belangnya. Semoga dia tidak makin ngelunjak nanti.

“Oke deh, kalau gitu langsung kita mulai saja” ujar Dodi yang sepertinya sudah tidak sabar. Akupun juga sudah tidak sabar menanti arahan darinya. Dalam hati aku memang berharap sesi foto yang sedikit gila, tapi ya jangan sampai keblablasan juga.

Karena temanya pedesaan, maka Dodi pengen aku memakai pakaian yang lebih lusuh. Baju kemeja dan celana levis yang sedang ku kenakan ini katanya kurang cocok. Sempat bingung juga mencari pakaian untuk ku kenakan, padahal aku tahu kalau nanti ujung-ujungnya aku disuruh bugil. Biarlah, biarin deh Dodi bersenang-senang.

Pada akhirnya aku disuruh mengenakan baju kaos yang sedang dikenakan pak Hasan sekarang. Sedangkan pak Hasan disuruh hanya memakai kain sarung yang sedari tadi ditentengnya. Aku sebenarnya agak keberatan, soalnya baju kaos yang bergambar calon anggota dewan itu tampak kumal banget. Entah berupa juta kuman yang ada di sana, terutama di bagian ketiaknya yang tampak basah itu. >,<

Akupun sepertinya terlalu baik karena tetap mengiyakan keinginan Dodi. Aku setuju untuk memakainya. Pak Hasanpun membuka kaosnya dan menyerahkannya padaku. Aku kemudian masuk ke sebuah kamar untuk berganti pakaian. Baju kemeja yang nyaris lepas daritubuhku langsung ku buka, segera menggantinya dengan baju kaosnya pak Hasan. Tentu saja baju kaos itu kebesaran ditubuhku. Aku kemudian juga melepaskan celana panjangku. Jadi hanya baju kaos itu saja yang ku kenakan, tanpa bawahan dan tanpa dalaman. Memakai pakaian begini aku merasa lebih seperti pelacur kampungan daripada gadis desa. Tapi mana ada ya pelacur kampung yang cantik gini, hihihi.

Saat aku keluar, tampak pak Hasan sudah telanjang dada dan hanya mengenakan kain sarung. Pak Hasan yang memang kampungan jadi terlihat semakin kampungan. Aku pikir di balik kain sarung itu pak Hasan masih memakai celananya, tapi ternyata tidak. Ih, pasti Dodi yang nyuruh. Tampak olehku bagian depan kain sarung itu langsung menonjol begitu aku muncul. Semoga aku selamat.

“Nah, itu baru cocok...” ucap Dodi melihat penampilanku sekarang. Aku senyumin saja. Tanpa menunggu lama, Dodi langsung memberikan arahan. Untuk permulaan kami lebih banyak disuruh bergandengan tangan sambil saling menatap. Persis seperti foto-foto prewedding. Aku sih nggak mau foto pernikahanku nanti seperti ini.

Selanjutnya Dodi mulai menyuruh pak Hasan untuk memelukku. “Ayo pak Hasan, anggap saja kalau Dira itu istri bapak” ucap Dodi ngaco. Aku hanya melirik manyun-manyun saja ke Dodi karena omongan ngaconya itu.

“Gak apa dik Dira bapak peluk?” tanya pak Hasan masih ragu. Ingin memastikan kesediaanku dulu.

“Gak apa... seperti yang Dodi bilang, sekarang ini anggap aja Dira istrinya bapak” balasku sambil tersenyum manis. Meyakinkannya kalau dia kuperbolehkan untuk memeluk tubuhku. Pak Hasan bilang maaf dan permisi dulu sebelum memelukku. Aku maafin deh, hihi. Aku sebenarnya agak merasa risih, karena bagaimanapun aku baru kenal dengan pria ini. Pak Hasan juga terlihat kikuk, bukan karena harus berpose di depan kamera kurasa, tapi karena beradegan seperti ini denganku.

Dodi cukup lama mengambil gambar adegan kami berpelukan gini. Berkali-kali Dodi memberikan arahan macam-macam gaya berpelukan. Dari akunya yang dipeluk dari belakang, hingga saling berpelukan dari depan. Aku dapat merasakan batang penis pak Hasan yang menekan-nekan perut maupun pantatku. Dari balik kain sarung itu jelas sekali kelihatan penisnya yang ereksi. Makin lama tangan pak Hasan juga semakin berani. Pak Hasan memelukku sambil sesekali mencari kesempatan mengelus. Elusan yang walaupun sesekali itu cukup membuatku bergidik horni. Namun aku pura-pura cuek saja.

Sambil dipeluk, Dodi memintaku untuk mengemut jarinya pak Hasan. Akupun mengemutnya seperti lagi makan permen. Aku merasa seksi saat melakukannya. Pemandangan ini tentunya begitu erotis di mata mereka, terutama bagi pak Hasan yang tampak begitu menikmati jarinya diemut olehku. Jari-jarinya bahkan tidak lagi sekedar diam, tapi sudah mulai keluar masuk di mulutku. Jari pak Hasan lincah bermain-main dalam rongga mulutku, dari lidahku hingga langit-langit mulutku. Kadang ku balas dengan menggigit jarinya. Uh... entah kenapa aku jadi horni banget melakukan hal seperti ini. Aku menikmati bagaimana mulutku diobok-obok oleh jari pria ini. Sial. Aku benar-benar horni.

“Sekarang kamu telanjang dong Ra...” Puas mengambil gambar-gambar aku yang memakai baju, akhirnya Dodi ingin mengambil gambarku yang telanjang. Sepertinya Dodi sudah menunggu hal ini, demikian juga dengan pak Hasan. Akupun juga sudah menantikannya dari tadi. Aku sudah menunggu waktu untuk bisa pamer ketelanjanganku di hadapan kedua pria ini. Duh, kenapa sekarang aku segampang ini ya bertelanjang di depan pria-pria yang bukan muhrimku. Semoga keluargaku gak tahu kelakuanku ini.

Dodi bilang, walaupun aku difoto bugil, di kamera nanti bagian vagina dan putingku memang gak akan diperlihatkan. Kalaupun tampak, akan diburamkan. Katanya biar terkesan lebih erotis. Aku sih oke saja.

“Dik Dira beneran mau difoto telanjang?” tanya pak Hasan.

“Iya Pak,” jawabku dengan tersenyum. Aku ingin dia tahu kalau aku melakukannya karena memang aku mau. Tidak terpaksa sama sekali. Bukan semata karena Dodi yang nyuruh.

“Tapi dik Dira kalau sehari-hari pakai jilbab bukan? Apa tidak apa?” tanyanya lagi. Mendapat pertanyaan seperti itu lagi-lagi mengingatkanku kalau kelakuanku ini salah. Tapi lagi-lagi rasa bersalahku itu kembali kalah. Untuk saat ini, bertelanjang bulat di depan pria yang bukan muhrimku jauh lebih menarik untuk ku lakukan daripada ku anggap sebagai sebuah ketidakpantasan.

“Nggmmm... gak apa, sesekali telanjang gak apa” jawabku asal. Soalnya aku tidak menemukan jawaban yang pas untuk membenarkan perbuatanku ini.

“Hehehe, ya udah kalau gitu, bapak juga gak sabar pengen lihat. Pasti tambah cantik, pakai baju aja cantik, apalagi bugil” katanya sambil cengengesan. Aku hanya nyengir mendengar ucapannya ini. “Bercanda dik Dira… jangan marah ya…”

“Gak apa kok pak…” balasku dengan tersenyum. Aku tidak tersinggung sama sekali, justru malah senang mendengar pujiannya itu. Membuat aku juga jadi ingin segera menunjukkan ketelanjanganku biar lebih disanjung-sanjung lagi. Sanjungan dan pujian orang kepadaku benar-benar mengalahkan rasa maluku sebagai seorang gadis baik-baik, merubahku jadi seperti gadis murahan. “Bapak bisa melihat sepuasnya nanti” tambahku dengan kembali tersenyum manis.

Dodi sungguh mesum. Dia ternyata menyuruh pak Hasan untuk melepaskan baju yang ku kenakan. “Baju istri ya harus suami yang melepaskan,” begitu yang dia katakan. Dasar.

“Ya udah Pak, telanjangi Dira gih... biarkan istri bapak ini telanjang bulat di depan bapak” ucapku senyum-senyum pada pak Hasan dengan niat memanas-manasi Dodi, Dodinya cengengesan saja. Aku melirik ke Dodi, menunggu intruksi selanjutknya darinya. Dodi meminta Pak Hasan membuka bajuku sedikit demi sedikit sesuai arahannya karena dia ingin terus mengambil gambar. Awanya baju kaosku diangkat sedikit, lalu makin lama makin ditarik ke atas. Tentunya bagian vagina dan puting sudah kututupi dulu dengan tanganku. Aku memasang ekspresi imut, genit dan nakal, baik ke arah kamera maupun ke arah pak Hasan. Aku berusaha memberikan yang terbaik yang aku bisa agar sesi foto penelanjangan diriku ini terlihat sempurna. Binalnya aku.

Beberapa saat kemudian aku sudah bugil di hadapan kedua lelaki ini. Aurat-auratku yang seharusnya tidak boleh dilihat itu kini terumbar begitu saja di hadapan mereka. Mereka kembali melontarkan pujian padaku. Terutama pak Hasan yang tidak henti-hentinya memuji indahnya tubuh telanjangku. Mendengar ucapan mereka aku jadi semakin bersemangat, senang dan juga makin horni.

Setelah telanjang, Dodi ingin mengambil gambarku sendirian dulu dengan latar ruangan yang kotor, berantakan dan terbengkalai ini. Aku berpose sesuai arahannya. Dari berdiri, hingga merangkak dan berbaring di atas lantai rumah ini. Tubuhku jadi kotor banget karena debu dan pasir yang menempel. Senang banget kayaknya Dodi mengambil gambar aku yang bugil lagi kotor-kotor begini.

Sedari tadi aku terus berusaha menutupi vagina dan putingku. Sesuai yang Dodi katakan tadi, dia ingin vagina dan puting buah dadaku tidak terlihat oleh kamera. Kalaupun tidak kututupi, dia mengambil gambarku dari samping atau dari belakang. Tapi kini Dodi mulai nakal dengan menyuruh pak Hasan yang nutupin bagian-bagian terlarang tersebut dengan tangannya. Tentu saja aku menolak. Walaupun sedari tadi aku bertingkah layaknya gadis murahan, tapi aku juga punya batasan. Aku tidak ingin vagina dan buah dadaku disentuh orang lain. Cukup Eko saja yang pernah melakukannya. Akhirnya tangan pak Hasan hanya sekedar menutupi pandangan kamera saja, tidak menyentuh langsung.

“Kalau kayak gitu gak apa kan Ra? Hehehe” tanya Dodi.

“Iyaaaah” jawabku mengiyakan. Walaupun sebagai gantinya ya pak Hasan bisa dengan jelas melihat vagina dan puting buah dadaku.

Dengan kondisi seperti itu Dodi meneruskan kegiatan foto-fotonya. Kali ini pak Hasan kembali ikut dalam sesi foto-foto, yang mana tangannya terus menutupi vagina ataupun buah dadaku dari pandangan kamera. Baik aku berdiri, berlutut, hingga berbaring. Kadang pak Hasan menutupi buah dadaku saja dari belakang, sedangkan aku sendiri yang menutupi vaginaku. Namun Dodi lebih banyak mengarahkan pak Hasan untuk menutupi vaginaku dengan tangannya sedangkan aku fokus untuk nutupin puting buah dadaku. Aku deg-degkan, risih dan horni. Yang paling bikin aku deg-degkan adalah saat Dodi menyuruh pak Hasan nutupin vaginaku dengan kepalanya yang menghadap ke vaginaku, jadi kesannya kayak aku lagi dioral seks oleh pak Hasan sambil berdiri. Aku diminta untuk tetap menatap ke arah kamera sambil tersenyum. Dodi cabul banget. Dengan pose seperti itu tentunya pak Hasan semakin kenyang melihat vaginaku. Vaginaku yang sedang becek pasti terlihat jelas olehnya. Aku bahkan merasa ada cairanku yang menetes jatuh.

“Duh, mantap Ra... erotis banget” puji Dodi sambil memeriksa hasil fotonya. Pak Hasan masih tetap di depan vaginaku.

“Hihihihi, udah pak stop dulu...” ucapku tertawa kecil sambil mendorong pelan kepala pak Hasan yang semakin dekat ke vaginaku menjauh, padahal gak ada yang lucu.

Aku rasa sesi foto ini sudah cukup cabul, tapi ternyata Dodi masih punya ide cabul lagi untuk diabadikan. Dia ingin aku masuk ke sarungnya pak Hasan. Jadi satu kain sarung dipakai berdua gitu. Gila deh idenya kali ini. Entah dari mana dia dapat ide mesum seperti itu. Aku tertawa geli mendengar idenya tersebut.

“Kok malah tertawa sih Ra? Mau kan? hehehe”

“Iya iya aku mau...” jawabku akhirnya setelah berhenti tertawa. Aku tertarik dan penasaran gimana rasanya, tapi mungkin aku juga sudah kehilangan akal sehat sampai mau menuruti hal seperti ini. Ah, biar saja.

Akupun masuk ke dalam sarungnya pak Hasan. Aku di depan dan dia di belakangku. Di balik kain sarung itu pak Hasan tidak memakai apa-apa lagi. Kulit kami bersentuhan, cenderung lengket karena kami sama-sama keringatan. Aku dapat merasakan kulitnya yang kasar tersebut. Tapi yang bikin nafasku sering terputus-putus adalah penisnya yang langsung bersentuhan dengan pantatku. Amat sering menggesek belehan pantatku di bawah sana. Ah gilaaa. Aku horni. Dengan kondisi berdempetan seperti itu Dodi lanjut mengambil foto-foto kami berdua. Tak jarang ditambah dengan pose aku dicium dan dipeluk, kadang sambil ngemut jari juga. Akupun masih tetap berusaha menutupi puting buah dadaku. Dodi terus berkomentar betapa seksinya aku dan betapa erotisnya foto-foto ini. Sedangkan aku meski lagi horni berat masih sering tertawa sendiri karena menganggap hal ini lucu. Sumpah! Ini adalah hal paling gila dan paling cabul yang pernah aku lakukan.

“Dik Dira cantik banget...” ucap pak Hasan dengan nafas berat. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan pak Hasan. Aku hanya tersenyum membalas ucapannya barusan. Dia kelihatan sangat menikmati momen ini. Dia terus memeluk erat tubuhku seakan ingin menyatu denganku. Penisnya mengganjal banget di bawah sana, seperti berusaha untuk masuk ke vaginaku. Dia lupa dengan istrinya di rumah! Aku sendiri meski horni tapi aku belum kehilangan kesadaranku. Aku tidak mau terjadi hal yang tak ku inginkan. Aku menatap Dodi dengan harapan dia segera menyudahi sesi foto ini, tapi dia sepertinya masih asik mengabadikan momen yang tersaji. Akupun mencoba sedikit berontak agar mereka tahu kalau aku mulai tidak nyaman. Tapi mereka berdua masih tidak menghiraukan, atau mungkin menganggap berontakanku sebagai godaan. Aku dalam keadaan genting. Help me >.<

“Nggh...Dodiii....” ucapku kemudian memanggilnya, akhirnya barulah dia mengerti. Dodi segera menyudahi sesi foto-foto ini. Untungnya pak Hasan mau nurut. Aku senang Dodi benar-benar memegang janjinya untuk jagain aku.

Akhirnya itupun menjadi sesi foto terakhir. Pak Hasan mengatakan kalau kita memang harus kembali karena hari sudah semakin gelap. Dia bilang kalau desa mati ini berhantu saat malam datang. Tidak ada yang berani datang ke sini ketika hari gelap. Dodi bilang dia tidak percaya, akupun sebenarnya tidak, namun aku setuju dengan pak Hasan. Nasib vaginaku terancam kalau aku telanjang bulat di sini lebih lama lagi.

Aku yang masih telanjang bulat kemudian berjalan keluar untuk melihat sudah seberapa gelap keadaan di luar. Sepertinya masih sekitar dua jam lagi matahari tenggelam, namun suasana saat ini memang berbeda dengan saat kami datang. Lebih dingin, lebih sepi, dan lebih terkesan horror. Hanya suara-suara daun bambu yang tertiup angin yang terdengar.

“Gimana Ra? Ada nampak hantunya? Hehehe,” tanya Dodi sembarangan.

“Kenapa? Jangan bilang kalau kamu juga pengen ngajak hantu itu foto-foto denganku nanti,” balasku sambil tertawa. Dodipun ikut tertawa. Hanya pak Hasan yang berwajah serius! Pak Hasan tidak bohong ternyata! Aku pikir dia tadi bercanda. Aku tiba-tiba merinding. Entah ini cerita dongeng belaka atau tidak, tapi aku dan Dodi yang bukan orang sini seharusnya tidak menganggap remeh cerita warga sini. Aku rasa yang ditakuti pak Hasan itu bisa saja memang benar. Kalau dia mau dia pasti masih pengen lanjut foto-foto seperti ini denganku, kalau bisa dia ingin terus menempel denganku sampai malam, atau mungkin sampai dia berhasil menyetubuhiku. Ish, jangan sampai deh kalau itu.

Kamipun siap-siap kembali. Segera kupakai kemeja dan celana panjangku tadi, dan kukembalikan bajunya pak Hasan. Dodi sepertinya sudah mendapatkan apa yang dia mau. Pak Hasan juga sudah cukup bersenang-senang. Aku juga sudah puas merasakan nikmatnya bertelanjang di hadapan mereka. Harus ku katakan kalau apa yang terjadi hari ini sungguh gila. Aku sudah bertingkah amat murahan hari ini. Mau-maunya aku difoto tak senonoh seperti itu. Aku bersyukur masih bisa ngendaliin rasa horni. Hampir saja aku terbawa nafsu dan pasrah untuk disetubuhi tadi.

~~

~~

Setelah kembali ke desa, kami berpamitan dengan pak Hasan. Aku meminta dia agar jangan bilang siapa-siapa. Aku tidak ingin warga desa ini tahu kelakuanku. Mungkin saja suatu saat nanti aku akan kembali lagi ke sini untuk liburan.

Aku kemudian berganti pakaian di dalam mobil. Ku kenakan pakaian yang lebih pantas karena aku akan langsung menuju ke tempat orang tuaku. Aku kembali memakai dalaman dan tentunya kembali memakai jilbab. Kamipun melanjutkan perjalanan tepat ketika magrib. Capek sekali rasanya. Meski capek, di perjalanan aku menyempatkan untuk melihat foto-foto yang telah Dodi ambil. Aku suka hasil foto-fotonya. Tampak sangat berseni. Untuk foto-foto mesumnya juga terlihat sangat mesum. Jangan sampai orangtuaku melihat foto-fotoku yang seperti ini >.<

Tiga jam kemudian akhirnya kami sampai juga di rumah orangtuaku. Hari ini sangat melelahkan.

“Makasih yah Dod udah mau antarin aku...” ucapku pada Dodi saat mobil berhenti di depan pagar rumah orangtuaku.

“Iya, sama-sama... makasih juga ya Ra udah mau aku foto-foto” ucapnya.

“Haha... Iya, sama-sama” balasku tersenyum. “Kamu mau langsung pulang atau gimana?” tanyaku kemudian.

“Kayaknya aku mau langsung pulang saja, tenang saja, dua hari lagi aku jemput kok” jawab Dodi.

“Iyaaa, jangan lupa ya, hihihi”

“Hehehe, sip, gak bakal lupa” ucapnya mengacungkan jempol.

Kami diam selama beberapa saat.

“Sekali lagi makasih untuk hari ini,” ucapku kemudian mengecup pipinya. Dodi cuma mesem nggak bilang apa-apa. Aku jadi tertawa dalam hati melihat ekspresinya itu. “Bye...” Akupun kemudian turun dari mobil.

“Eh... iya, bye...”

Dodi kemudian pergi. Akupun lalu masuk ke dalam rumah.

Aku senang bertemu kedua orangtuaku lagi. Merekapun tampak senang aku datang, hanya saja mereka tidak tahu apa yang baru saja anak gadisnya ini lakukan sebelum sampai ke sini. Mereka tidak akan pernah membayangkannya. Kelakuanku hari ini begitu berbanding terbalik dengan yang selama ini mereka ajarkan. Memang ada perasaan bersalah, tapi aku menikmati kelakuanku yang salah tersebut. Aku senang bisa melakukan apa yang aku mau tanpa terikat aturan.

Aku akan di sini selama dua hari. Selama dua hari ini akupun harus bersikap layaknya gadis baik-baik. Sebenarnya aku memang gadis baik-baik kok, hanya kadang sering khilaf saja pamer aurat, hihihi. Aku tidak bisa keluyuran telanjang bulat di dalam rumah seperti biasanya. Palingan hanya di kamarku saja ketika aku selesai mandi, itupun hanya sebentar. Aku tidak bisa bebas di sini.

Meski baru satu hari di sini, aku sudah kangen pulang. Aku kangen sensasi keluyuran telanjang bulat di rumah. Aku kangen sensasi nunjukin ‘sedikit’ auratku pada laki-laki. Aku juga kangen dengan seseorang. Aku... kangen Eko. Ish, kok bisa bisa ya!? >.<




“Tidak ada,” jawabku tersenyum. Tidak mungkin kujawab kalau aku memikirkan diriku diperkosa. Cewek berjilbab kok memikirkan hal begituan sih, hahaha. Aku lalu melanjutkan makanku. Sambil makan, aku mencoba menyimak kembali apa yang sedang teman-temanku bicarakan. Mereka sedang sibuk membicarakan rencana liburan di akhir pekan ini. Mereka sudah mempunyai rencana sendiri-sendiri. Akupun demikian. Aku juga sudah punya liburan. Libur panjang akhir pekan ini aku ingin pulang ke rumah orangtuaku.

~~

Sore hari sepulah dari kuliah, aku langsung sibuk memilih pakaian yang akan ku masukkan ke dalam koper untuk ku bawa besok. Aku sebenarnya tidak terlalu sehat. Aku lagi kena flu. Agak meriang juga. Sepertinya akibat karena aku terlalu banyak telanjang kemaren, hehehe. Aku ragu apa aku bisa nyetir mobil sejauh itu. Lumayan melelahkan kalau nyetir sendirian. Sekitar 4 jam lamanya perjalanan dari sini ke tempat orangtuaku. Tapi daripada aku cuma diam di rumah mending aku paksakan pergi. Temanku Shinta ngajak liburannya juga baru seminggu lagi, bukan akhir pekan ini.

Sewaktu memilih pakaian yang ingin ku bawa, aku menemukan pakaian-pakaian yang tadi malam aku kenakan di hadapan Eko dan teman-temannya. Aku jadi senyum-senyum sendiri mengenang kejadian semalam. Betul-betul menegangkan. Tentu saja menegangkan, aku yang kesehariannya berjilbab malah berpakaian asal-asalan, telanjang, bahkan hingga membiarkan tubuh telanjangku dipeluk dan digerepe bergiliran oleh para abg itu. Untungnya hanya sebatas pegang-pegang. Kalau aku sampai diapa-apakan mereka gimana coba. Tapi aku menikmati suasana menegangkan itu. Meskipun kejadian semalam berakhir dengan kurang nyaman. Aku tidak tahu kenapa aku bisa semarah itu semalam. Aku kesal banget mendengar Eko yang sudah punya pacar, apalagi mendengar dia sampai ML dengan ceweknya. Aku juga tidak tahu apakah aku marah karena aku memang peduli padanya, atau karena akunya yang tidak suka dia berbuat itu sama cewek lain.

“Ish, ini baju Eko kok ada di lemariku sih?” Ku ambil baju tersebut dan ku sisihkan. Setelah ku ingat-ingat bagaimana bisa baju bocah itu bisa ada di lemariku aku baru ingat kalau aku dulu pernah mencucikan bajunya. Ku periksa lagi tumpukan bajuku kalau-kalau ada bajunya yang lain. Untungnya hanya satu itu saja. Ku pikir tadi celana dalamnya juga bakalan nyelip di antara celana dalamku.

“Dasar Eko mesum, kecil-kecil udah ML,” gumamku sambil meletakkan bajuku yang terakhir ke dalam koper, lalu menutup koper tersebut. Semua sudah beres, pakaian yang ingin ku bawa sudah dipacking semua. Tinggal berangkat saja besok.

Aku kemudian mandi. Seperti biasa, setelah mandi aku memutuskan untuk tetap telanjang bulat. Gadis yang kesehariannya berjilbab kembali keluyuran di dalam rumah tanpa mengenakan sehelai pakaianpun. Untungnya hanya foto orangtuaku yang ada di sini yang jadi saksi bisu kelakuanku, kalau mereka melihat langsung bagaimana kelakuan anak gadis mereka ini aku pasti kena tampar. >.<

Saat sedang mencuci piring, tiba-tiba handphoneku berbunyi. Ternyata dari Dodi, salah satu penggemarku yang beruntung ku izinkan mengambil foto-foto tidak senonoh diriku. Sudah lama juga dia tidak ada kabarnya. Tentu saja alasan dia menelponku kali ini masih sama seperti biasanya.

“Aku pikir kamu sudah punya cewek lain...” ucapku mengingat cukup lamanya dia tidak menghubungiku. Sekarang, tiba-tiba berkata kangen mengambil foto-fotoku lagi.

“Ya nggak lah, cuma kamu kok satu-satunya, aku juga maunya cuma kamu, soalnya dari semua cewek yang ku kenal cuma kamu yang paling cantik, hehe” balasnya malah menggombal. Tapi ku rasa tidak cuma itu, sepertinya dari semua cewek yang dikenalnya hanya akulah yang mau difoto demikian. -,-

“Hahaha, terus? Kapan?” tanyaku kemudian. Kok justru aku yang antusias yah.

“Maunya sih sekarang, bisa?”

“Heh... Sekarang?” Aku tentu saja keberatan. Aku ingin istirahat. Soalnya besok kan aku mau pergi.

“Iya, sekarang, sore ini” tegasnya.

“Hmm... Kayaknya gak bisa deh, maaf yah” tolakku halus. Kalau bukan karena besok mau pergi mungkin akan kupertimbangkan. Lagian dia pasti gak akan sebentar. Pasti nanti akan sampai malam juga. Pasti sangat melelahkan.

“Kamu sibuk ya?” tanyanya kemudian.

“Nggak sih, tapi aku pengen istirahat aja sekarang, soalnya besok aku mau ke rumah orangtuaku,” jelasku. Lalu kusebut kota dimana orangtuaku tinggal.

“Ohh... kamu perginya sendiri, Ra?”

“Iya”

“Jauh juga lho itu, aku yang antarin mau nggak?”

“Ngantarin?”

“Iya, aku antarin, kalau perlu aku jemput juga”

“Baik banget... terus sebagai gantinya?” Ku yakin dia minta imbalan. Tidak mungkin dia mau antar jemput aku begitu saja.

“Ya itu tadi, aku mau ambil foto-foto kamu” jawabnya.

“Ngotot banget sih? Kangen banget ya?”

“Iya, hehehe... kalau kamu gak mau sekarang, besok saja gimana?”

“Kok malah besok?” tanyaku bingung.

“Iya, di perjalanan besok saja aku sekalian ambil foto-foto kamu”

“Ohh...”

“ Jadi gimana Ra? Mau kan kalau besok? Sekalian ku antar,” tanyanya lagi ngotot.

“Hmmm...” Aku pikir tawarannya untuk mau mengantar jemput aku ada bagusnya. Tidak perlu pakai mobilku, tidak perlu keluar duit bensin, dan yang paling penting tidak perlu nyetir sendirian. Soalnya aku lagi kurang sehat. Takut juga kalau kenapa-kenapa di jalan. Kalau dia mau antar jemput tentunya itu membantu banget, walaupun aku harus memuaskan fantasinya lagi dengan mau difoto tak senonoh. Tapi seperti biasa, sebagian diriku kembali mengharuskanku agar berpikir lagi. Aku seharusnya tidak semudah itu mempertontonkan aurat, apalagi sampai membiarkan foto-foto diriku yang buka-buka aurat begitu diambil. Perbuatanku ini seharusnya tidak pantas dilakukan oleh gadis dari keluarga baik-baik sepertiku. Kalau suatu saat foto-fotoku itu tersebar gimana coba, bisa malu besar keluargaku.

“Hmm... Lihat besok deh, kalau fluku belum sembuh aku mau kamu antarin, kalau udah sembuh ya gak jadi,” kataku. Aku sebenarnya berharap agar besok masih kurang sehat biar bisa diantarin.

“Nah gitu dong... hehe, makasih Dira cantik...” ucapnya terdengar girang. Padahal aku tidak bilang mengiyakan. “Ya udah, sembuh gak sembuh besok pagi aku tetap ke rumah kamu, anggap aja aku jengukin kamu, hehe”

“Hahaha, terserah deh” Teleponnyapun aku tutup.

Aku kembali melanjutkan acara nyuci piring yang belum selesai. Padahal aku tinggal sendiri, tapi piring kotor kok bisa numpuk gini ya. Eh iya, aku baru ingat kalau tadi malam rumahku diramaikan oleh gerombolan bocah SMP itu. Biasanya sih memang mereka yang mencuci piring, tapi kali ini terpaksa aku yang melakukannya. Seharusnya mereka ku suruh cuci piring dan beres-beres rumah dulu ya sebelum ku usir. >.<

Setelah puas beres-beres rumah sambil telanjang bulat, aku kemudian berpakaian. Aku mau pergi ke mini market. Membeli jajanan untuk di perjalanan besok. Gak butuh waktu lama, aku yang tadinya bugil kini sudah berpakaian lengkap dengan jilbab. Kontras banget pemandangannya dengan yang tadi. Tentunya aku juga memakai dalaman, aku tidak mau cari masalah.

Keasikan ambil ini ambil itu, ternyata belanjaanku sampai 100 ribu juga. Boros banget yak aku. Setelah membayar di kasir aku langsung pulang. Langit sudah semakin merah. Matahari sudah hampir tenggelam. Rumahku rasanya sepi sekali. Aku biasanya tidak sendirian di waktu seperti ini. Biasanya selalu ada yang menemani. Ya, sore ini Eko tidak datang.

~~~

~~~

Besoknya Dodi datang ke rumahku pagi-pagi sekali. Aku bahkan belum mandi. Sepertinya dia udah gak sabaran banget.

“Cepat amat datangnya...” ucapku sambil mengucek-ucek mata. Bukan hanya belum mandi, aku juga baru bangun. Kalau saja Dodi tidak datang, mungkin baru jam sembilan nanti aku bangun. Aku sebenarnya sudah bangun sih subuh tadi, tapi kemudian tidur lagi. Jika hari libur aku memang biasanya nyambung lagi tidurnya, hihihi.

Aku persilahkan Dodi masuk dan duduk. Ku lihat matanya terus menatapku. Sepertinya tergoda dengan kondisiku yang acak-acakan. Saat ini aku memakai baju kaos tanpa ada apa-apa lagi di baliknya dan tanpa bawahan. Pakaian yang lagi-lagi begitu sembrono untuk ku kenakan di depan pria yang bukan muhrimku. Aku bahkan bisa saja tadi menyambutnya tanpa memakai pakaian sama sekali karena tadi aku tidurnya gak pakai baju. Lagian dia sudah pernah melihatku bugil. Namun aku memutuskan untuk tetap memakai sesuatu untuk menutupi tubuh telanjangku biar dia nggak kege-eran. Tapi sebaiknya aku juga memakai celana ya tadi. Lihat saja, matanya terus tertuju ke pahaku. Untungnya vaginaku masih bisa tertutupi oleh baju kaos ini.

“Hayo liat apa?” ucapku sambil meletakkan kedua tangan di depan selangkanganku, berusaha menutupi pandangannya ke area intim tersebut. Tingkahku sepetinya membuatnya makin gemes.

“Duh Dira, bangun tidur masih saja cantiknya gak ketolongan, aku suka lihatnya, cantiknya alami”

“Masih pagi, jangan macam-macam” balasku pura-pura bete, padahal senang banget dipuji dan diperhatikan.

“Hehehe... Kamu masih sakit ya Ra?”

“Iyaaah” Sebenarnya sudah agak mendingan sih dari kemarin, tapi masih agak lemas dan juga masih pilek dikit. Seharusnya aku jangan tidur telanjang yah semalam. >.<

“Duh kasihan... Ya udah, nanti aku yang antarin ya...” ucapnya.

“Huuuu... emang mau kamu gitu kan!?”

“Hehehe, tapi kamu baik-baik aja kan? Udah minum obat? Atau kita perlu pergi ke dokter dulu?” Dodi memberondongku dengan pertanyaan yang sok perhatian.

“Gak usah, udah mendingan kok”

“Oh, oke deh... ini aku sudah bawain sarapan, bubur ayam, kamu suka kan?” katanya lagi.

“Makasiiiih... tau aja lagi lapar hehehe... tapi aku mandi dulu ya...”

“Mau ditemenin?” ucapnya cepat.

“Gak usah, aku berani kok mandi sendiri,” balasku memeletkan lidah.

“Hehe, ya deh... Eh, bentar Ra,” panggil Dodi sebelum aku beranjak. “Foto-foto dikit ya... bagus nih,” sambungnya yang sudah siap membidikku dengan kamera yang sedari tadi menggantung di lehernya.

“Ih, jangaaaan... masa kayak gini difoto sih?”

“Gak apa Ra, cantik kok... ” Dodi mulai menjepret.

Dodi kayaknya tidak mau melewatkan momen sedikitpun. Aku yang masih acak-acakan karena baru bangun tidur ingin dijadikan santapan lensa kameranya juga. Ya sudah lah. Aku turuti keinginannya. Dia terus mengambil gambarku. Aku disuruh memperagakan gaya orang yang baru bangun tidur, seperti menguap, ngucek mata, peregangan dan sebagainya. Katanya tadi hanya foto-foto sedikit, tapi malah keterusan dan lama juga. Tapi aku juga menikmati sih.

“Nggak lanjut adegan mandi kan?” tanyaku.

“Nggak usah, lama-lama di kamar mandi ntar makin menjadi pilek kamu, hehe”

“Huuuuuu... Ya udah aku mandi dulu” Akupun beranjak dari sana dan segera pergi mandi. Aku seharusnya gak mandi pagi-pagi kalau lagi sakit gini, tapi kalau gak mandi rasanya gak enak banget. Setelah mandi aku langsung berpakaian yang benar. Aku tidak ingin mengundang Dodi untuk lanjut mengambil gambarku lagi dengan masih berpakaian asal-asalan. Aku kenakan baju kemeja lengan panjang kotak-kotak dan celana panjang levis hitam. Tentunya tak lupa memakai jilbab seperti biasanya kalau pergi keluar rumah. Baik kemeja dan celana panjangku sebenarnya agak ngetat sih, tapi biar deh.

“Sip Dira, cantik seperti biasa, kamu memang cewek idolaku, sempurna” Dodi kembali memuji penampilanku.

Tanpa berlama-lama, setelah aku serapan, kamipun berangkat. Semoga perjalanan nanti lancar-lancar saja. Sesuai perjanjian, dia ku bolehkan mengambil foto-fotoku di perjalanan. Asalkan nanti aku tetap sampai ke rumah orangtuaku dengan selamat, utuh dan tidak kurang sedikitpun.

**

Di dalam mobil, Dodi berkali-kali mengambil fotoku setiap ada kesempatan. Seperti saat di lampu merah atau saat berhenti mengisi bensin. Iseng banget dianya. Kadang kami berhenti di pinggir jalan kalau ada pemandangan yang keren. Kalau yang ini kebanyakan aku sendiri yang memintanya untuk mengambil fotoku. Dodi sendiri tampaknya masih belum menemukan tempat untuk lebih mengeksplor foto-fotoku. Yang dia mau tentunya bukan sekedar foto-foto begini, melainkan sesi foto yang lebih mengumbar aurat-auratku.

Semakin jauh perjalanan rupanya semakin macet. Sudah hampir tiga jam perjalanan kami masih mentok di sini. Dodi akhirnya memilih keluar dari jalan utama dan mengambil jalan alternatif. Semoga gak tersesat deh, tapi dia tampaknya memang sudah hafal dengan jalan-jalan di sini. Beda banget denganku yang mana jalan-jalan di kota aja masih sering sesat, hehehe.

Pemandangan lewat jalan sini ternyata jauh lebih keren. Aku jadi lebih sering minta berhenti hanya untuk sekedar minta difotoin. Semakin lama, pemandangan yang tersaji memang makin keren, tapi jalanan juga makin sepi. Itu malah membuatku takut. Hutan di kiri kanan dan tidak tampak adanya rumah penduduk. Sepertinya kami masuk jauh ke tempat yang begitu terpencil. Namun Dodi meyakinkanku kalau kami tidak tersesat.

Setelah cukup lama, aku kembali bisa melihat rumah-rumah penduduk. Tapi tetap saja suasananya masih sepi. Aku tidak tahu apakah memang selalu sepi begini atau karena warganya masih sibuk berkerja di ladang. Karena sudah jam makan siang, Dodi langsung mengajakku makan siang. Katanya dia tahu tempat makan yang enak. Kamipun kemudian berhenti di depan sebuah warung makan.

“Kita makan di sini ya... ikan bakarnya enak”

“Iya, boleh aja” aku perhatikan keadaan sekeliling. Tempatnya sederhana banget. Saat kami masuk, beberapa orang di sana melirik ke arah kami. Seakan ingin mengetahui tujuan kami datang ke desa tersebut. Duh, kok malah paranoid gini sih akunya.

Dodi langsung memesan dua ikan bakar dengan nasi, ditambah es teh manis. Orang yang sedang makan di sana sepertinya kenal dengan Dodi karena mereka saling menyapa. Dodi juga terlihat akrab dengan ibu-ibu penjual nasi tersebut. Bahkan dengan anak-anak kecil yang sedang bermain di sana juga akrab.

“Kamu udah sering ke sini?” tanyaku penasaran.

“Lumayan sering juga”

“Oh... ngapain? Foto-foto cewek ya? Hayo ngakuuu” tanyaku tajam sok mengintimidasi.

“Hahaha, nggak lah... Cuma foto-foto pemandangan aja. Kamu kayak detektif aja tanya-tanya terus” jawabnya. “Kan udah aku bilang, aku demennya cuma sama kamu,” tambah Dodi. Aku senyum-senyum saja mendengarnya. Aku senang punya penggemar, apalagi penggemar yang baik kayak dia. Tapi cukup jadi fans aja. Dia gak boleh terlalu kege-eran hingga jadi suka beneran.

“Habis ini kita cari tempat foto-foto ya Ra... sumpah aku udah kangen banget” Dadaku berdebar mendengar ucapannya. Gak jelas kenapa. Aku hanya mengangguk mengiyakan, lalu tersenyum padanya. Seakan ingin mengatakan kalau aku di sini memang untuk difoto olehnya sepuas yang dia mau.

“Aman nggak?” tanyaku. Meskipun aku mau-mau saja difoto buka-bukaan, tapi aku gak mau terjadi hal yang tidak diinginkan. Dibawa ke tempat terpencil begini saja aku sebenarnya sudah takut, apalagi jika nanti harus melepas pakaianku.

“Kamu takut Ra? Ga usah takut... lagian kan bukan kali ini aku ajak kamu foto-foto di luar”

“Iya sih...” Aku memang pernah difoto oleh Dodi dengan suasana pedesaan juga dulu. Tapi tetap saja rasanya deg-degkan. Apalagi desanya terpencil begini. “Kalau ketahuan gimana?” tanyaku lagi.

“Ya jangan sampai ketahuan,” jawab Dodi. Enteng banget jawabannya.

“Dodiiii!”

“Hahaha... Tenang aja, gak bakal ada yang apa-apain kamu kok di sini”

“Mana tahu nanti malah kamu yang apa-apain aku!” balasku.

“Hahaha, pengen banget kalau dibolehin”

“Huuuu...” Dasar dia ini. Ngomong serius malah bercanda. Kesal ih. Akupun mencoba percaya saja dengan yang diucapkannya kalau semua bakal aman-aman saja. Kalau Dodi sih aku percaya kalau dia gak bakal apa-apain aku.

“Pokoknya kamu harus jagain aku dan tanggung jawab kalau ada apa-apa!” seruku.

“Oke, kalau terjadi apa-apa aku bakal ganti rugi deh” jawab Dodi meyakinkanku. Ucapannya cukup mengembalikan rasa percaya diriku. Aku buang jauh-jauh rasa takut itu. Justru aku kini merasa tertantang. Aku malah penasaran sejauh mana aku berani nekat. Tak lama kemudian, makanan kami sudah tersaji. Akupun langsung mencicipi ikan bakarnya. Ternyata... beneran enak. ^o^

Saat sedang makan, anak-anak kecil tadi menghampiri kami. Salah satu dari mereka rupanya adalah anaknya ibu yang punya warung makan ini. Dengan polosnya dia bertanya apakah aku pacarnya Dodi, tentu saja ku jawab tidak. >.<

“Kakak itu temannya kak Dodi” jelasku pada anak itu.

“Ohh... pernah difoto sama kak Dodi nggak kak? Kami pernah lho...” ucap si anak pemilik warung itu dengan bangga sambil menunjukkan sebuah foto padaku. Di foto tersebut tampak anak-anak tersebut berpose dengan latar pemandangan yang menurutku keren banget. Ada air terjun!

“Keren! Ada air terjun yah deket sini?” seruku.

“Kenapa? Pengen ke sana Ra?” tanya Dodi.

“Iya, kita ke sana yuk...”

“Aku mau aja, tapi jauh juga lho, setengah jam jalan kaki, nggak apa?”

“Ya nggak apa” jawabku yakin. Tempat keren seperti itu sayang banget kalau gak dimanfaatin untuk foto-foto, terus dimasukin instagram, hehehe. Dodi setuju membawaku ke sana. Namun anak-anak itu rupanya pengen ikut juga. Bagus deh, memang lebih baik ada warga setempat yang ikut meskipun masih bocah-bocah semua. Dari pada hanya berdua saja dengan Dodi. Aku tidak yakin Dodi bisa menuntunku ke sana dengan baik dan benar, hihihi. Anak-anak itu ada lima orang. Semuanya cowok. Mereka sendiri masih kecil-kecil banget. Jauh lebih muda dari Eko. Umur mereka palingan sekitar 5 sampai 7 tahun.

Setelah makan kamipun langsung berangkat. Mobil kami tinggal di depan warung makan tersebut. Kamipun berjalan menelusuri ladang-ladang dan kebun-kebun warga. Belum begitu jauh berjalan, tiba-tiba ada seorang bapak yang memanggil salah satu anak. Sepertinya itu adalah bapak si anak. Penampilannya khas orang desa, dengan kain sarung yang disandangkan ke tubuhnya. Bapak itu mengenalkan dirinya. Namanya pak Hasan. Dia bertanya kami mau pergi kemana. Ya dijelasin Dodi kalau kami mau pergi ke lokasi air terjun. Si anak tersebut ternyata malah minta bapaknya itu ikut nemenin. Ya sudah, malah tambah bagus sih kalau ada orang dewasa yang nemenin.

Di perjalanan, aku berkali-kali minta Dodi mengambil fotoku. Setiap ada pemandangan yang unik dan keren aku selalu minta foto. Anak-anak itupun juga tidak mau kalah minta difoto sama Dodi. Kadang aku juga foto bersama dengan mereka. Bapak itu walaupun gak suka difoto tapi juga sering ku paksa ikutan. Foto-foto bareng begini membuat kami jadi saling kenal dan tambah akrab. Kami juga sering cerita-cerita selama perjalanan. Nama bocah-bocah itu akhirnya satu persatu mulai bisa ku hafal.