𝐑𝐢𝐭𝐮𝐚𝐥 𝐆𝐮𝐧𝐮𝐧𝐠 𝐊𝐞𝐦𝐮𝐤𝐮𝐬 (𝐁𝐚𝐠.𝟓 𝐏𝐞𝐫𝐭𝐞𝐦𝐮𝐚𝐧 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐞𝐣𝐮𝐭𝐤𝐚𝐧)


Jam 10 siang aku terbangun, kulihat Mbak Wati duduk membelakangiku dalam keadaan bugil sambil menyisir rambutnya yang panjang dan basah, tercium bau sabun dan shampo. Aku menggeliat merenggangkan otot ototku, momen yang tidak mungkin aku sia siakan, tanpa meminta izin aku meraih toket besar Mbak Wati dengan gemas aku meremasnya membuat Mbak Wati terpekik kaget. Belum hilang rasa kaget Mbak Wati, aku sudah mencaplok pentil toketnya dengan rakus aku menghisapnya, sunggu sarapan pagi ternikmat.

"Ujang, bangun tidur kok langsung nyusu ? Mandi dulu, sana...!" protesnya tidak sesuai dengan kenyataan. Tangannya malah menekan kepalaku semakin terbenam di payudaranya yang hangat. Membuatnya seperti sedang menyusui anaknya yang terbangun dari tidur karena lapar.

"Habis Mbak juga, sih. Aku bangun tidur disuguhi susu Mbak yang indah." kataku kembali membenamkan wajahku di payudaranya yang menggantung indah. Aku tidak bosan dan tidak akan pernah bosan melakukannya, semuanya salah Mbak Wati yang membuatku ketagihan oleh susunya. Aku lebih suka menyebutnya susu.

"Ya udah, sana kamu mandi dulu." katanya sambil mendorong kepalaku dan mengambil handuk yang masih lembab karena bekas dipakainya dan menyodorkannya kepadaku.

"Mbak, aku pengen..!" kataku merengek seperti anak kecil. Tanganku terulur meraba memeknya yang sudah menodai keperjakaanku.
Memek yang sudah memberiku kenangan terindah.

"Nakal ya, mandi dulu. Memek Mbak gak akan ke mana mana..!" jawab Mbak Wati menutup wajahku dengan handuk yang dipegangnya.

Aku beranjak malas, aku belum puas bermain bermain dengan payudaranya. Aku menatap Mbak Wati berharap dia menawarkan tubuhnya untuk kunikmati sebelum mandi. Kontolku kembali bangkit tanpa dapat aku cegah.


"Mandi dulu, nanti tak kasih memek...! Kata Mbak Wati seperti mengerti apa yang aku pikirkan, terlebih melihat kontolku yang menonjol dari balik celana.
Janji yang membuatku tersenyum senang.

"Iya, Mbak cantik..!" godaku sambil mengelus pipinya yang tidak bisa dikatakan halus, pipi wanita pertama yang aku cium. Pemilik pipi chubby yang mengajariku kenikmatan terlarang yang berkedok ritual. Aku ragu, ini sebenarnya ritual atau sekedar mengumbar nafsu birahi, bagiku sama saja karena kedatanganku justru ingin menikmati tubuh indah Mbak Wati.

Aku berjalan ke kamar mandi. Di depan kamar mandi aku berpapasan dengan Ibu pemilik warung yang tersenyum, entah apa arti senyumnya setelah semalam dia gagal menikmati kontolku.


"Kasian deh, kamu. Gagal ngecrot di memeknya ,Lastri." bisik Ibu pemilik warung sambil meninggalkanku yang tersipu malu mengingat kejadian semalam, kejadian yang tidak pernah kuduga sebelumnya.
Bukannya ibu warung yang gagal menikmati kontolku.

Aku segera masuk kamar mandi yang kecil, kamar mandi sederhana untuk para peziarah yang datang menginap. Belum sempat aku menutup pintu kamar mandi, tiba tiba Lastri muncul, nyerobot masuk kamar mandi tidak menghiraukan keberadaanku.

"Nanti dulu, aku kebelet pipis." katanya, tanpa risih membuka celana di depanku lalu jongkok. Serrr, suara air kencing keluar dari memek Lastri membuatku melihat ke arah selangkangannya, sebagaian air kencingnya mengenai telapak kakiku, terasa hangat. Aneg, aku sama sekali tidak merasa jijik.

"Kamu gak malu, kencing di depanku ?" tanyaku menatapnya, berusaha melihat memeknya yang terhalang oleh celana di pahanya.

"Gak Lah, kan semalam kamu udah ngentot memekku..." katanya cuek, karena dia sudah terbiasa memperlihatkan seluruh bagian tubuhnya ke pria yang baru dikenalnya.

"Iya, tapi aku belum ngecrot di memek, kamu." kataku, teringat dengan perkataan ibu warung. Lastri tertawa mendengar perkataanku, dia mengambil air dengan gayung untuk membersihkan memeknya.

"Kalau mau ngecrot di memek Lastri, harus bayar..!" kata Lastri berdiri memperlihatkan memeknya kepadaku dan mengelus elusnya, Lastri langsung menaikkan celanya saat aku akan menyentuh memeknya, membuatku mendongkol dan meninggalkanku yang menatap kepergiannya.

Percuma membayangkan memek Lastri, masih ada memek Mbak Wati yang bisa kunikmati sepuasnya. Aku segera mengguyur kepalaku dengan air yang berada di kolam.

Selesai mandi, badanku terasa segar. Di kamar Mbak Wati sudah berpakaian lengkap, mengenakan kaos lengan panjang warna biru dan celana panjang jeans ketat mencetak pahanya yang montok terlihat jelas. Rambutnya yang panjang, dibiarkan tergerai membuatnya terlihat lebih cantik alami tanpa polesan. Penampilannya seperti seorang gadis, wajahnya terlihat lebih muda dibandingkan dengan penampilannya selama ini.

"Mbak, katanya setelah aku mandi mau ngentot?" tanyaku kecewa.

"Makan dulu, Jang. Mbak lapar." jawab Mbak Wati tertawa geli melihat nafsuku yang sangat besar. Dengan setengah jengkel, aku mengangguk menyetujui ajakannya.

Selesai berpakaian, kami keluar kamar. Di depan kami melihat Ibu Warung sedang asik ngobrol bisik bisik dengan Lastri, entah apa yang mereka bicarakan, sepertinya mereka sedang membicarakan kejadian semalam, buktinya mereka ngobrol dengan cara berbisik bisik. Biarlah, aku pura pura tidak ada kejadian apa apa semalam, jangan sampe Mbak Wati curiga

"Kopi, teh manis dan sarapan ya, Mbak ? Tanya Ibu warung ke Mbak Wati, sepertinya dia langsung hafal apa yang akan kami pesan, pengalaman selama mengelola penginapan mesum hampir semua yang menginap di sini hanya keluar kamar untuk makan dan minum kopi. 

"Iya, Bu." jawab Mbak Wati sambil menarikku duduk di sampingnya, di kursi kayu panjang yang biasa ada di warung pinggir jalan dan bisa menampung beberapa orang sekaligus sehingga tidak memakan banyak tempat.

"Habis sarapan kita jalan jalan liat waduk, ya!" kata Mbak Wati. Tangannya memeluk pinggangku dengan mesra, seolah aku adalah kekasihnya. Ya, selama di sini ada keyakinan bahwa pasangan ritual adalah suami istri, walau pada kenyataannya mereka hanyalah pasangan mesum untuk kesempurnaan ritual. Padahal jelas jelas kehadiran merek tidak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Dewi Ontrowulan, mereka bukan DEMENAN.

"Jang, dari tadi kamu liatin Lastri terus, pengen ya?" goda Mbak Wati berbisik setelah menyadari arah tatapanku.

"Eng enggak, Mbak" jawabku gugup. Siapa juga pria yang tidak akan melirik ke arah gadis cantik dengan sepasang lesung pipit di pipinya saat tersenyum. apa lagi setelah kejadian semalam, kejadian yang membuatku sport jantung sehingga aku tidak bisa menikmati.

"Kalau kamu mau, bilang aja. Asal kamu punya uang..!" bisik Mbak Wati menggodaku. Sepertinya Mbak Wati tahu banyak situasi di sini.

Aku tidak menjawab, tanganku langsung mengambil sendok di piring nasi yang sudah tersaji di hadapanku. Tidak banyak yang kami obrolkan selama sarapan. Kami lebih asik dengan menu sarapan, nasi yang masih hangat, orek tempe, sayur sop dan ikan goreng yang katanya hasil tangkapan dari waduk yang mengelilingi Gunung Kemukus.

Saat kami asyik menyantap makan, datang 2 orang yang langsung duduk di hadapan kami. Aku terkejut melihat kedatangan dua orang yang sangat kami kenal. Tidak salah lagi, wanita berjilbab pink dan gamis yang juga pink itu adalah Lilis langganan mie ayamku dan Suaminya Pak Budi tetangga kami 1 RT di Bogor.

Seperti halnya kami, Lilis dan suaminya tampak terkejut melihat kami, beberapa saat kami hanya saling pandang tidak percaya dengan pertemuan di Gunung Kemukus, tempat ziarah mesum yang sudah sangat terkenal. Mereka tentu merasa malu karena bertemu kami di sini, tempat mesum. Mereka orang yang terhormat dan terpandang, tempat ini terlalu kumuh untuk mereka.

"Loh, Mbak Wati,Ujang kalian di sini ?" tanya Pak Budi yang sudah bisa mengendalikan diri dari keterkejutannya.

"Iya, pak. Kami sedang ziarah." kata Mbak Wati dengan suara pelan. Malu bertemu di tempat mesum seperti ini dengan orang yang kami kenal.

Lilis menunduk malu, wanita yang kukenal alim dan aktif di pengajian. Wanita yang cantik dan anggun yang selalu mengenakan jilbab dengan kecantikan khas wanita priangan, kulitnya yang kuning langsat. Tapi sepertinya dia tidak perlu merasa malu karena datang bersama suaminya. Itu artinya dia datang dengan tujuan untuk berziarah, bukan untuk melakukan ritual mesum.

"Dari kapan kalian di sini?" tanya Pak Budi, lagi. Nada bicaranya normal, seolah bertemu di tempat ini adalah hal yang biasa. Matanya melihat ke arahku dengan tatapan mata menyelidik membuatku menunduk malu, sepertinya Pak Budi tahu aku terus menatap wajah Lilis yang menunduk.

"Dari kemarin, Pak " kata Mbak Lastri yang sudah kembali tenang. Torch Pak Budi dan istrinya kesini juga pasti mau ritual juga. Jadi, buat apa harus malu. Yang jadi pertanyaan, kenapa Pak Budi datang dengan istrinya ? Bukankah menurut keyakinan, ritual sex harus dilakukan dengan pasangan tidak sah. Bisa saja mereka janjian dengan pasangan lain untuk melakukan ritual.

"Bu, masih ada kamar kosong ?" tanya Pak Budi ke Ibu Warung. Sudah jelas sekarang, kedatangan mereka untuk melakukan ritual.

"Masih, Pak. Mari saya antar." jawab Ibu Warung yang terlihat senang, kamar yang disewakannya kembali terisi, itu artinya pundi pundi uangnya bertambah.

"Mbak, Jang, aku tinggal sebentar ya !" kata Pak Budi mengambil tas berisi baju diikuti Lilis sambil melemparkan senyum kepada kami. Aku memperhatikan kepergian mereka mengikuti Ibu pemilik warung, Lilis menoleh ke arah kami dan kembali memamerkan senyum yang membuatnya semakin cantik.

"Mbak... Ko Pak Budi sama Teh Lilis juga ke sini, ya? Kan mereka udah kaya ya. " kataku tidak bisa menyembunyikan rasa ingin tahuku, menurut kami Pak Budi sudah cukup kaya, kehidupan mereka terlihat berlimpah. Hanya kekurangan mereka itu belum dikaruniai anak. Kalau mereka berniat melakukan ritual seperti kami, sungguh beruntung pria yang menjadi pasangan ritual Lilis, andai pria itu adalah aku.

"Mungkin pengen lebih kaya lagi, Jang. Hayo, kamu mengharapkan ritual dengan Teh Lilis, ya? " goda Mbak Wati yang bisa menebak pikiran ku, jangan jangan dia punya kemampuan supranatural sehingga tebakannya selalu tepat.

"Tapikan mereka suami istrikata Mbak, ritualnya harus dilakukan dengan pasangan tidak sah?"tanyaku, penuh harap mendapatkan durian runtuh, menjadi pasangan ritual Lilis.

Belum sempat Mbak Wati menjawab, Pak Budi muncul memanggil kami. "Mbak Wati, Ujang, kita ngobrol di kamar dulu, yuk !" kata Pak Budi menghampiri kami yang sudah selesai makan dan menikmati kopi dan teh manis.

"Iya Pak, sebentar..!" jawab Mbak Wati menarik tanganku mengikuti Pak Budi kembali masuk kamar, entah apa yang akan dibicarakannya.

"Begini Mbak, kami kesini belum punya pasangan ritual. Bagaiimana kalo kita tukar pasangan?" tanya Pak Budi membuat jantungku berdegup sangat kencang, apa yang dimaksud Pak Budi adalah aku menjadi pasangan ritual Lilis sementara dia berpasangan dengan Mbak Wati?
Aku nyaris tidak bisa bernafas membayangkan Lilis akan menjadi pasangan ritualku, hal yang sempat terlintas oleh pikiranku beberapa saat tadi dan sepertinya akan terjadu, sekarang semuanya tergantung Mbak Wati, dia akan bersedia atau tidak. Aku menoleh ke arah Mbak Wati, nenunggu jawaban yang akan keluar dari bibirnya.

"Maksudnya, Pak ?" tanya Mbak Wati, membuatku merasa jengkel. Ajakan Pak Budi sudah sangat jelas jadi tidak perlu dijelaskan lagi. Mbak Wati hanya perlu menjawab Ya Ya dan Ya, semoga Mbak Wati tidak menolak ajakan Pak Budi.

Dia menoleh ke arahku yang gelisah, seperti seorang pesakitan yang menunggu vonis dari hakim dan hakim itu adalah Mbak Wati, cepat keluarkan vonismu sebelum aku jatuh pingsan.

"Maksudnya, Mbak jadi pasangan saya, Ujang jadi pasangan Lilis. Kan aturan Ritual Gunung Kemukus harus bersetubuh dengan orang lain. Tadinya kami sengaja datang hari ini, biar besok kami leluasa mencari pasangan. Kebetulan kita bertemu disini, ya sudah kita tukar pasangan saja. Apalagi kita ini tetangga, jadi kalo salah satu diantara kita berhasil, kita bisa bantu pasangan Ritual kita dan situasinya bisa jadi lebih mudah daripada kami harus mencari pasangan yang belum kami kenal." kata Pak Budi, panjang lebar. Aku melihat ke arah Lilis yang tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Tuhan, seberuntung apa aku sehingga ada bidadari yang menawarkan tubuhnya, semuanya kembali kepada keputusan Mbak Wati. Semoga keberuntungan yang berada di hadapanku tidak hilang karena keputusan Mbak Wati yang salah 

"Saya sih mau saja, Pak, nggak tahu kalau Ujang." kata Mbak Wati, menoleh kepadaku. Padahal Mbak Wati tidak perlu bertanya kepadaku, sudah jelas aku akan sangat setuju. Kenapa dia sekarang nenyerahkan semuanya kepadaku, hal yang tidak seharusnya dia lakukan.

"Gimana, Jang ?" Pak Budi bertanya padaku, nafasku serasa berhenti.

"Iy, iya, Pak.!" jawabku gugup, siapa yang tidak akan gugup bila seorang suami memintaku menggauli istrinya yang cantik. Aku benar benar mendapatkan durian runtuh, hal yang tidak akan kudapatkan dalam situasi normal. Sebuah cubitan kecil dari Mbak Wati sama sekali tidak bisa menyakitiku.

"Ya sudah, kamu ambil pakaian kamu bawa ke sini, aku pindah ke kamar, Mbak Wati. Aku siapin pakaianku dulu, Jang. Selama di sini, Mbak Wati jadi istriku dan Lilis jadi istri kamu. Habis ini kita mandi di Sendang Ontrowulan dan ziarah ke makam Pangeran Samudra." kata Pak Budi yang bergerak cepat, tidak mau waktu terbuang percuma.

Aku dan Mbak Wati keluar kamar menuju kamar yang kami tempati sejak kemarin. Hanya terpisah oleh 2 kamar. Aku mulai memasukkan semua pakaianku ke dalam ransel dan ingin secepatnya pindah ke kamar sebelah. Setelah selesai, aku keluar menuju kamar Teh Lilis.

"Enak kamu bisa ritual dengan Lilis..!" kata Mbak Wati suaranya terdengar ketus. Aku nenoleh heran. Kenapa Mbak Wati terlihat jengkel karena menerima ajakan Pak Budi bertukar pasangan, bukankah itu atas persetujuannya.

"Mbak juga enak bisa ritual dengan Pak Budi yang ganteng dan kaya." kataku tertawa senang, swberbtar lagi aku akan bisa nebdekap tubuh seorang bidadari yang tubuhnya harum. Percakapan kami terhenti saat mendengar langkah kaki mendekati kamar.

"Jang, titip Lilis, ya !" kata Pak Budi yang masuk tanpa mengetuk pintu, semoga dia tidak mendengar percakapanku dengan Mbak Wati.

"Iyyya. pak..!" jawabku tidak berani membalas tatapan Pak Budi.

"Selama di sini, perlakukan Lilis sebagai istrimu." kata Pak Budi sebelum aku keluar kamar. Aku hanya mengangguk, kenapa hanya beberapa hari bisa memiliki Lilis, bukan untuk selamanya. Beberapa hari, seharusnya lebih dari cukup, seharusnya aku bersyukur.

Bergegas aku menuju kamar tempat Lilis menunggu, di depan pintu kamar aku ragu membukanya. Ini masih seperti mimpi buatku, berpasangan dengan Lilis melakukan ritual mesum. Aku mencubit pergelangan tanganku untuk memastikan bahwa ini bukanlah mimpi, ini nyata dan aku bersyukur telah mendapatkan bidadari di tempat ini. Aku berdiri termangu di depan pintu yang sedikit terbuka.


"Masuk Jang, kok kamu malah bengong di luar..?" kata Lilis dengan suaranya yang merdu menyadarkanku. Perlahan aku masuk dan duduk di sampingnya, kali ini aku tidak berani menatap wajahnya yang menurutku terlalu cantik. Aku merasa seperti anak itik buruk yang bersanding dengan angsa yang cantik dan menjadi pusat perhatian.

Lilih tersenyum. Ada susu hangat di meja dan air mineral botol serta roti. Tatapan matanya masih sama seperti saat kami ngobrol di Bogor sambil membuat Mie Ayam, obrolan yang selama ini kuanggap sebagai basa basi dari pelanggan Mie Ayam ku. Tapi sekarang bukan hanya sekedar mengobrol, bahkan lebih daripada itu aku bisa menikmati tubuhnya, bagian paling rahasia.

"Duduk dulu, Jang. Teteh minum susu dulu, baru kita mandi di Sendang dan ziarah. " katanya sambil meminum susu hangatnya, perlahan lahan.

"Kamu mau, Jang?" Lilis memberikan gelas susu yang tersisa setengah. Aku terpaku melihat ke arah gelas yang berada dalam genggaman tangannya.

"Minum, Jang..!" Lilis menempelkan gelas pada bibirku, bibirku terbuka sedikit saat susu mengalir masuk ke mulutku. Semuanya seperti mimpi, Lilis memperlakukanku seperti seorang kekasih, sayang aku hanya akan mengalaminya selama di Gunung Kemukus saja, tidak akan pernah saat kami pulang.

"Kamu kenapa Jang, kelihatan tegang?" tanya Lilis, tanganya yang halus mengusap keringat yang tiba tiba membasahi pelipisku, membuat keringat semakin banyak keluar dari pori poriku.

"Kamu sudah berapa kali kesini sama Mbak Wati, Jang?" tanya Lilis berusaha mencairkan suasana yang terasa kaku.

"Baru sekali, Teh. Teteh kan sudah kaya, ko masih kesini ?" tanyaku mulai bisa mengendalikan diri. Hal yang pertama kali aku tanyakan adalah hal yang juga aku tanyakan ke Mbak Wati begitu melihat mereka di sini.

"Kami sudah 10 tahun menikah, tapi hingga sekarang kami belum dikaruniai seorang anak, padahal sudah semua cara kami coba tapi nihil. Kalo kata dokter, aku dan A Budi sama sama mandul, kami kesini karena ingin aku bisa hamil." kata Lilis menerangkan maksud kedatangannya ke sini. Ternyata dia datang agar bisa hamil.

"Och begitu, Teh..?" jawabku singkat, apakah itu berarti aku harus bisa menghamili, Lilis. Kalau benar Lilin bisa hamil olehku, anak kami pasti akan mempunyai wajah rupawan, tanpa sadar aku tersenyum membayangkannya.

"Jang, rencananya Teh Lilis mau ritual sampe malam Jum'at Kliwon. Jadi 9 hari di sini. Kamu mau kan, menjadi pasangan ritual Teteh selama di sini ? Semua biaya yang menanggungnya, kamu hanya menemani Lilis ritual, semoga kamu bisa menghamili Lilis." tanya Lilis, sebuah ajakan yang tidak mungkin aku tolak, 9 hari bersama wanita secantik Lilis, seperti sedang berbulan madu apa lagi aku harus bisa menghamilinya.

"Pak Budi, juga sampe Jum'at Kliwon, Teh?" Tanyaku.

"Suami Lilis hari Jum'at pulang. Kan banyak kerjaan. Mau ya, Jang. Nemenin Lilis selama di sini.?" Tanya Lilis memohon padaku. Oh Tuhan, wanita secantik Lilis memohon padaku, aku merasa menjadi seorang pangeran.

"Iyya Teh, Ujang mau..!" ajakan yang tidak mungkin aku tolak, ini adalah hari keberuntunganku. Teh Lilis langsung memelukku disertai sebuah ciuman pada pipi ku, sehingga aku bisa mencium tubuhnya yang harum.
Lilis menciumku? Apa ini hanya mimpi.

"Lis, sudah siap belum? Kita berangkat ke Sendang Ontrowulan." Tiba tiba Pak Budi mengetuk pintu, menyadarkanku bahwa yang kualami bukanlah mimpi.

"Iya A, tunggu sebentar..!" jawab Lilis kembali menciumku dan kali ini dia mencium bibirku membuatku shock, langganan Mie Ayamku yang cantik mencium bibirku, Lilis begitu agresif.

"Jangan bengong aja, yuk..!" Lilis menarik tanganku berdiri dan keluar dari kamar yang tersa pengap.

Kami berjalan mengikuti Pak Budi dan Mbak Wati yang berjalan lebih dahulu menuju Sendang Ontrowulan, ada kebanggan yang tidak bisa kusembinyakan berjalan bergandengan tangan dengan wanita secantik Lilis. Orang orang yang sedang mengobrol di warung warung yang berjejer sepanjang jalan melihat ke arahku dengan perasaan iri dengan keberuntungan ku. Suasana masih belum begitu ramai, tapi besok para peziarah akan datang dari semua penjuru menyambut malam Jum'at Pon, malam yang dianggap paling sakral untuk ngalap berkah khususnya para pelaku pesugihan.

Di dekat sendang, Pak Budi membeli 4 bungkus kembang untuk mandi. Kami berempat segera masuk bilik sendang ontrowulan, karena suasana sepi kami bisa mandi bareng tanpa terganggu oleh peziarah lainnya. Awalnya Lilis menolak mandi bareng, dia ingin mandi sendiri karena masih malu. Namun Pak Budi meyakinkan untuk mandi bersama sama, ini salah satu syarat ritual. Akhirnya Lilis setuju.

Di dalam, Mbak Wati orang pertama yang melepas pakaian hingga bugil, tidak ada rasa risih sedikitpun mempertontonkan tubuhnya yang montok, payudaranya yang menggantung seperti pepaya terekspos membuat mata Pak Budi melotot takjub. Karena payudara Mbak Wati adalah bagian yang menurutku paling indah dan menggoda iman dan selalu menarik perhatian teman temanku termasuk aku. Pak Budi ikut ikutan melepas semua pakaiannya. Di usianya yang ke 40, perutnya mulai membuncit.

"Kok kalian belum buka, baju?" tanya Pak Budi menatap Lilis yang terlihat ragu untuk melepas pakaiannya, lalu beralih menatapku.

"Kalian dulu yang mandi, nanti aku berdua saja dengan Ujang. Kan harus berpasangan." kata Lilis menolak membuka pakaiannya di depan Mbak Wati atau mungkin dia merasa sungkan dengan kehadiran Pak Budi yang akan melihat tubuh istrinya telanjang di hadapan pria lain.

"Okelah kalau begitu." jawab Pak Budi yang tidak mau berlama lama di kamar mandi dalam keadaan telanjang. Dengan cepat Pak Budi dan Mbak Wati melakukan prosesi ritual mandi kembang, bergantian mereka saling memandikan.

"Aa dan Mbak Wati keluar dulu, sekarang giliran Lilis mandi." kata Lilis setelah Pak Budi dan Mbak Wati selesai mandi. Pak Budi hanya mengangkat bahu dan keluar bersama Mbak Wati meninggalkan kami berdua di dalam sendang.

Aku melepas pakaianku mempertontonkan kulitku yang hitam karena setiap hari terjemur matahari. Walau tubuhku kurus, tapi kontolku membuat Teh Lilis menjerit kecil. Mungkin kaget melihat ukurannya.

"Idih, Ujang. Gede amat !!!" Teh Lilis terbelalak melihat kontolku yang setengah tegang, tangannya menutup mulut. "Jang, jangan liahat, Lilis mau buka baju..!" kata Lilis menyuruku membelakanginya. Aku memandangnya heran, kenapa aku tidak boleh melihat tubuh indahnya, bukankah ritualnya harus dalam keadaan bugil.

"Kok!" seruku heran, aku tidak mau membiarian momen pertama melihat Lilis membuka bajunya. Aku sangat ingin melihatnya.

"Lilis malu, Jang, belum psrnah telanjang di hadapan pria lain." kata Lilis menunduk malu. Heran, bukankah dis sudah terbiasa telanjang di hadapan Pak Budi, kenapa haru malu telanjang di hadapanku yang sama sama pria.

"Ujang, disuruh jangan lihat malah melotot begitu." kata Lilis dengan mata mendelik, namun aku bisa melihat senyum samar di bibirnya yang basah alami.

"Aku ingin lihat," jawabku kecewa. Aku meraih timba dan mulai mengambil air dari dalam sumur, membiarkan Lilis membuka pakaiannya tanpa merasa malu, toch pada akhirnya aku bisa melihat sekujur tubuh indahnya sebagai syarat mutlak ritual. Aku hanya perlu sedikit bersabar.

"Sudah penuh, Jang..!" kata Lilis menyadarkanku bahwa ember yang kuisi sudah penuh dan tidak mampu menampung air yang terus kutimba. Aku berbalik menghadap Lilis dan aku menatap takjub tubuh polos Lilis yang berdiri tanpa beruasaha menutupi bagian vital tubuhnya dengan tangan sperti layaknya orang yang sedang malu. Ternyata di balik gamisnya yang besar, menyimpan kemolekan tubuh yang nyaris sempurna. Kulitnya kuning langsat, halus tanpa cacat. Payudaranya sedang, tidak besar dan juga tidak kecil namun justru sangat indah, perutnya rata tanpa lemak, pinggangnya ramping, pinggulnya bulat dan berisi. Benar benar tubuh yang nyaris sempurna dan sebentar lagi aku akan bisa mencicipinya dan menikmatinya selama 9 hari ke depan. Perlahan kontolku menegang sempurna.

"Kenapa Jang, melihatnya seperti itu? Jang, kontol kamu makin, gede." kata Lilis, dia mulai berani melihat kontolku, bahkan dia mulai berani menggodaku dengan menoel kontolku membuatku menahan nafas dengan godaannya. Wanita yang kukenal alim ternyata bisa berbuat mesum.

"Kita jangan lama lama, Lilis dingin..!" kata Lilis, terlihat jelas puting payudarany mengeras.
Aku hanya mengangguk untuk segera memulai ritual mandi.

Setelah selesai ritual mandi kembang di sendang Ontrowulan, kami segera ke makam Pangeran Samudra untuk berziarah. Seperti kemarin saat ziarah dengan Mbak Wati, kami ditanya nama oleh kuncen, cuma bedanya pasanganku sekarang Lilis, dan Mbak Wati berpasangan dengan Pak Budi.

Di dalam bangsal sonyoruri makam Pangeran Samudro, kami menaburkan bunga lalu mulai berdoa dengan khusuk. Seperti kemarin, bulu kudukku merinding. Seperti ada makhluk gaib yang melihat ke arah kami. Detak jantungku semakin kencang. Keheningan itu terasa lama, sehingga aku bisa mendengar detak jantungku, suara nafasku terasa berat.

Keheningan itu pecah oleh isakan tangis Mbak Wati dan rupanya isak tangis Mbak Wati menular ke Lilis. Suara isakan Mbak Wati dan Lilis membuatku semakin merinding.

Bersambung

Bonus Bokepnya Klik Tombol Dibawah


Tak Terpikirkan (No Sara) Bag. 1 ~ Perkenalan Dengan Bu Haji

Alunan musik system of a down yg gahar meliuk liuk mengguncang rumahku. Lagu prison song yg kusetel menambah semangat pagi ini, aku gerakan badanku mengikuti iramanya.

They try to build the prison
They try to build the prison
For you and me to live in

Another prison system 
Another prison system
Woooarghh

Gahar sngat vokalis serj tankian ini, tak ayal musiknya yg tottaly original keras sangat kugagumi.

Tiap pagi aku berolah raga dirumahku, disamping agar menjaga tubuh sehat. Aku pun memang senang mendengarkan musik gahar agar lebih semangat menjalani hidupku. Ini adalah rutinitas pagi ku sbelum brangkat ke proyek.

Ketika aku push up. Tiba tiba ada yg mngucapkan salam di pintu rumahku,

Assalamualaikum '

punteeeen a'

Terdengar suara wanita, 
Akupun mematikan musikku, beranjak membukakan pintu. Terlihat ibu ibu brjilbab coklat dgan daster hitam, trlihat segar, mungkin skitar 35-40 tahun. Ia mententeng bon warna merah dan tersenyum. 

'de.. Punten sya istri na pak haji malik, yg kemaren ade mesen pasir sma bpak'

Ia tersenyum simpul kepadaku

'ooh.. Iya buu kmaren udah ngomong ke pak haji malik, katanya dianternya sekarang, emg kmana pa haji na

'lagi nganterin order de, mangkanya ibu yg ksini

Ahh istrinya juragan pasir rupanya,

aku pun menghampirinya, lupa saat itu stelah olah raga aku belum memakai baju. Si ibu melihat tubuhku, penuh dgan keringat

'mantas olah raga nyah de, sampe kesangan (keringetan) gitu'

Si ibu tersenyum dgan logat sundanya sambil ngeliat badan atletisku.
Aku pun merasa malu dan baru ingat aku belum memakai baju, aduh ga sopan amat.

"aduh ibu punten jasaa.. Tadi mantas (abis) gerak gerak, baru inget belum babajuan"

Wios dee teu nanaon sehat (gpp dee sehaat).

Si ibu memperhatikan, aku pun malu

'sakedap nyah bu abdi bade nyokot pulpen sareng nyandak acuk (sbentar yah bu aku mw ambil pulpen sma baju)'

'oke dee

Aku pun kedalam, setelah lima menit aku keluar..
Memakai kaos led zeppelin hitamku. Ketika keluar aku melihat si ibu wanita setengah baya itu berdiri menyamping, terlihat pantatnya ke belakang yg dibungkus daster warna hitam ketat miliknya, kontolku perlahan menggeliat di celana. aku pun menghampirinya

'punten bu , mw saya tanda tangan bonnya,'

Tadinya aku hanya suka, tpi ktika dekat, aku mencium wangi tubuhnya.

Ahh..yaa betul.. Bau khas wanita stengah baya, 
yg membangkitkan kontolku.

Campur keringatnya mungkin, 
kaya parfum untuk pembangkit syahwat. Aku pun melihat toketnya si ibu.. Terlihat menggelembung ditutupi jilbab coklatnya

'namanya siapa bu

Bu haji eliss de'

Ade masih muda tpi udh sukses yah' tanyanya

Aku hanya trsenyum.. Bakat bu' hehee

Umurku 28 tahun, namun sdah menjalani proyek perumahan cluster kecil kecilan di kampungku. Bu haji ini adalah istri dari pak H malik, juragan pasir langgananku, dimana aku memesan pasir pasti lngsung mnelepon ke beliau, biasanya yg dateng pak haji malik langsung

Malah beliau mengirim istrinya yg montok ini kpadaku..

Ahh.. Aku memang punya gairah nafsu yg besar.. Mana kala melihat wanita yg trlarang didekati oleh siapa pun ini, namun mata ku jelalatan menikmati tubuh montok berjilbabnya ini.

Perkenalan Bu haji

Dulu.. Waktu umurku 20an.. Aku masih ikut usaha kluargaku sbgai manager bengkel.
Skarang aku sdah pisah mapan dan pindah rumah.
Aku pernah menceritakan hubunganku dgn si may di forum ini, seorang kasir cantik yg akan mnikah berjilbab besar (skrang masih dlam proses mnulis hehe)

Skarang aku sdah mapan, pnya rumah sndiri, pnya proyek sendiri. Dan pindahnya pun lumayan jauh ke daerah pinggiran kota bogor. Namaku ryan, aku blm menikah bukan berarti aku tak laku, masih ingin bebas ingin main main.

Tapi aku slalu mnjaga karisma dan kesopanan ku. Meski nafsuku besar, aku bukan pmangsa gila, yg ingin langsung melahap wanita incarannya.

Banyak wanita wanita yg pernah ku teguk cairannya justru karena kedewasaanku.

Ahh.. Aku tak tau.. Karna kdewasaanku.. atw karna memang mereka ingin mengusap usap Kontol besarku..

Yg jelas mereka nyaman dganku
Mereka mrasa nyaman.

Punya kelebihan nafsu besar membuatku sering pusing.
Pusing klo melihat lihat wanita kesukaanku berbicara didpanku.
Salah satunya eperti ibu haji elis ini,
ibu ibu haji sekal yg trlihat segar untuk dicicipi.
Istri juragan pasir ini memberikan wangi tubuhnya yg membangkitkan kontol.

'ngarana ryan lin (namanya ryan bukan)

'enya bu ryan' iya bu ktaku

'koq ibu haji ga pernah kliatan ryan yah klo lagi blanja pasir kw rumah bapa.' aku balik brtanya. Beliau pun mnjawab

" ibu mah dirumah aja ryaan ga prnah kmana mana, ga boleh kmana mana ama pak haji, paling klo pa haji lagi ada order aja mangkanya nyruh ksini.'

Ahhh, anda datang ke orang yg tepat bu hajii (kataku dalam hati).
Pak haji diem diem mwmiliki istri yg bohay montok bgini. salah besar klo kesayangannya ini disuruh ktemu dgan ku.

Kontolku mengembang di balik celana

Aku stay cool
Tidak menunjukan aku itu lelaki sange gelo. Tetap dgan attitude ku yg sopan.

'hmmm pantes bu, ryan kaget ktemu ibu, blom pernah liat sih

'klo sya suka ngeliat ryan dri rumah klo ryan blanja' katanya

'masa buu, kan yg blanja banyak

'iyaa tpi, ibu ga bakal lupa klo ama planggan yg ganteng mah, ibu jga ga tua tua amat'

Kita pun trtawa brsama sma

'bisa aja ibu haji niih.. Jadi isin (malu) abdi(aku)

'ngomong2 hatur nuhun ryan atos sering blanja di rumah ibu

'sami sami bu haji

Akupun tak tinggal diam

'bisa mnta no na bu, enak kan klo pak haji ga ada bisa ngehubungi ibu pesen pasirnya

'boleh atuhh, hmm ryan blom mandi yah

Malu malu aku jawab 'hehee blom atuh bu kan lagi olah raga

'tpi gpp sih sehat, masih muda bdannya alus.

Pas bilang alus (bagus) mukanya menunduk, menahan malu atw emg kceplosan aku tak tau

'bu haji jga geulis pisan (cantik bgt) pantesan suruh dirumah trus sma si bpa, takut harta karunnya ada yg nyomot

Bu haji pun trtawa lepas

'hahaa atos boga anak dua kiye masa harta karun yan

Tak sngaja smbil dia bicara.
mataku melirik lirik susunya yg bergoyang menggetar getarkan jilbab coklatnya

Ooh bu haji kataku dalam hati

Ditambah wangi tubuh khasnya.

Akupun trtantang.. Kontolku ngaceng.. Dan pusing mncari cara untuk bisa mnyomot istri haji yg trlarang ini.

Ni ryan no nya'

Ia pun memberikan nonya, aku save

'hatur nuhun bu haji nanti sya
Kabaran

Sip atuh punten ryan bu haji pamit dulu.. Assalamualaikum '

'enya bu mangga.. Walikum.salamm

Ia pun pergi mninggalkan ku naik truk pasir yg ber ac miliknya.
Aku kenal baik dgn pa malik.
Dia tipikal pria stengah baya berumur 45 tahun. Brbadan kurus. Trlihat garis tua di wajahnya yg berkulit gelap itu, mngkin karna org lapangan ia sering papanasan. Aku sering dikasih potongan harga olehnya, alasan itulah yg membuat aku menjadi planggannya.

Dia pernah ngobrol bersamaku tentang bnyak hal, namun tak prnah dia bicara tntang istrinya

Tentang istri sekalnya yg mengundang selera kontolku.

Dia sering mncari cari obat alternatif untuk pnyakit diabetesnya. Aku sering bcandain dia.

'pak, nikah lagi atuhh ama perawan geulis biar krasa kenceng lagi

Kita pun trtawa lepas bersama

Sudah lima tahun ia trkena diabetes, namun ia tak ingin brobat ke dokter, slalu ingin mncari pngobatan alternatif, biar lebih aman katanya. Aku pun sering memberikan macem macem jamu yg aku tw, dilapanganpun kita sering ngobrol bareng.

Namun waktu aku inget istrinya kontolku ngaceng, masih trcium wangi tubuhnya yg membangkitkan syhwatku. Ohh bu hajii, semokk bener, aku pun mengusap usap Kontol besar beruratku di balik celana, ku keluarkan dan ku kocok kocok

Untuk Bonus Bokep Klik Tombol DIbawah



𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐂𝐢𝐭𝐫𝐚 𝐩𝐚𝐫𝐭 𝟐𝟐 | 𝐊𝐞𝐧𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐝𝐢 𝐊𝐚𝐦𝐚𝐫 𝐆𝐚𝐧𝐭𝐢


Sambil berjalan-jalan, Muklis tak henti-hentinya menggandeng tangan Citra seerat mungkin, bahkan ia sengaja memeluk pinggang Citra, seolah Citra adalah benar-benar istrinya. 

"Kamu mesra banget Klis nggandeng mbak...?" Celetuk Citra, "Nggak malu apa jalan ama wanita hamil kaya mbak gini...?"
"Hehehe... Ngapain malu mbak..... Punya Mbak yang cantik dan seksi kok malu... Justru aku malah pengen mamerin Mbak semokku ini ke orang-orang..." Jawab Muklis
"Hihihihi.... Iya deh klis.... Terserah kamu aja..."

Mendengar 'ijin' Citra, seolah membuat Muklis makin merasa jika Citra adalah istri tercintanya, sehingga ia pun semakin mendekap Citra erat-erat. Tak jarang, Muklis juga mengelus perut buncit Citra, seolah itu adalah anak kandungnya.

"Klis... Mbak nggak bakalan lari kok... Jadi nggak usah kamu rangkul Mbak kenceng-kenceng gini..."
"Hehehe... Ini tandanya Muklis sayang banget ama kamu mbak..."
"Sayang apa nafsu...? Wong ngerangkul kok tangannya disenggolin ke tetek mbak mulu..."
"Hehehe.... Berasa ya mbak....?"
"Iyalah... Dasar ipar mesum.... " Celetuk Citra, "Udah ah.. Kamu tunggu sini aja ya.... Mbak mau pilih-pilih beha dulu..."

Tak beberapa lama, Citra pun akhirnya sibuk memilih beha yang ia inginkan. Beberapa kali ia mencoba memasang dan melepas beha diluar dressnya, sekedar mencari tau, ukuran cup apa yang paling nyaman untuk payudaranya yang ekstra besar.

"Kalo yang ini....Cocok nggak Klis...?" Tanya Citra
"Mana coba... Mmmm... Tetekmu mbaaak.... Makin empuk aja...Hehehehe.... " Kata Muklis yang alih-alih mengomentari penampilan Citra, ia malah meremasi payudara Citra keras-keras.
"Iiiih... Muuklissss... Hihihii...." Jerit Citra yang sibuk menepisi tangan jahil Muklis dari payudaranya sambil tertawa geli, "Udah ahh... Makin lama kamu makin gila Klis.... Berani-beraninya kamu meremasi tetek mbak di tempat umum kaya gini..."
"Hehehe... Habisan aku selalu gemes Mbak liat tetek besarmu ini...." Jawab Muklis, "Kok sekarang jadi makin besar gitu ya mbak....? Jauh lebih besar daripada sebelum-sebelumnya....?"
"Hihihi... Khan aku lagi hamil Klis... Wanita... Kalo lagi hamil ya gini Klis... Teteknya membesar.... " Jelas Citra, " Khan isinya asi.... Buat persiapan besok kalo si dede bayi pengen netek..."

"Emang kalo asi khusus buat dede bayi ya mbak....?" Tanya Muklis
"Hiya lah..." Jawab Citra sambil mengelusi perutnya yang makin membulat, "Asi mah khusus buat dede bayi...."
"Kalo aku pengen asi gimana mbak...? Minta netek ama mbak boleh juga khan....?"
"Hush...pamali ah.... " Jawab Citra, "Kalo kamu mau netek....Minta noh ama sapi.... Hihihihi...." Jawab Citra sambil meninggalkan Muklis guna kembali memilah-milah beha yang ia suka.

Merasa agak dicuekin, Muklis pun memilih duduk di kursi tunggu dan memainkan handphonenya. Sambil melihat-lihat photo Citra yang ia ambil dalam berbagai kesempatan, Muklis pun mulai tenggelam dalam lamunan joroknya. 

"Itu istrinya ya Dek...?" Celetuk Yadi, penjaga counter berusia 32 tahunan, yang entah sejak kapan sudah berdiri di disamping Muklis.
"Eeeh.... Bukan... Itu Mbak ipar saya Mas... " Jawab Muklis enteng tanpa melihat kearah Yadi, ia masih sibuk melihat-lihat photo Citra.
"Cantik banget ya.... " Jawab Yadi spontan, "Beruntung banget ya Dek... Cowo yang jadi suaminya... Setiap hari bisa........." Kalimat penjaga counter itu sengaja tak diteruskan.
"Ngggg.... Beruntung setiap hari gimana Mas....?" Tanya Muklis sambil menghentikan lamunannya dan menatap kearah Yadi.
"Hehehe... Masa kamu nggak ngerti sih.... Ya beruntung bisa..... Kaya itu tuuuhh.... Hehehe...." Jawab Yadi sambil menunjuk kearah layar handphone Muklis yang sedang memperlihatkan gambar wanita hamil disetubuhi oleh seorang pria, "Hehehe... Kaya kamu nggak tau aja...."

"Hoalah... Ini toh.... Beruntung bisa ngentotin Mbak ipar saya...? Gitu Maksudnya...? Hahaha..." Kata Muklis vulgar sambil tertawa renyah. " Yaiyalah... Mas juga kalo punya istri pasti bakalan bisa ngentotin istri mas tiap hari...."
"Hehehe.... Tapi istri saya nggak secantik Mbak iparmu Dek..." Kata penjaga counter itu, "Enak banget kali ya Dek... Bisa tiap hari begituan ama Mbak iparmu...." 
"Hehehe Iyalah...." Jawab Muklis sambil menatap kearah Citra yang masih terlihat sibuk memilah-milah barang pilihannya. 
"Pasti.... Beruntung banget tuh suaminya....Punya istri secantik Mbak iparmu Dek..." Puji Yadi.
"Ngggg.....Tapi... Suaminya juga nggak seberuntung itu kok Mas... " Kata Muklis 
"Hah....? Maksudnya...? 
"Hehehehe......" Selain Masku... "Aku juga bisa kok ngentotin Mbak iparku setiap hari...."

Dengan tatapan heran, penjaga counter itu menatap kearah muklis dengan mulut yang menganga lebar.
"Serius.....? Kamu selingkuh dengan Mbak iparmu...?"
"Hehehehe.... Iya....Mas nggak percaya....? Mas mau bukti....?" 

Tak mampu menjawab, Yadi hanya bisa diam sambil menganggukkan kepalanya, 
"Hehehe... Kalo aku bisa kasih liat... Mas jangan sampe pengen ya....?" Goda Muklis ketika melihat Citra melangkah mendekat ke posisinya duduk.

"Eh klis... Beha yang kaya gini bagus nggak Kalo Mbak pake...?" Tanya Citra sambil menunjukkan beha pilihannya.
"Aaah.. Bagusan mah ga pake beha mbak..." Kata Muklis sambil berdiri dan mendekat kearah Citra.
"Iiihh.. Nakal kamu ya... genit...." Canda Citra sambil melirik ke arah Yadi, si penjaga counter, "Kalo yang ini Klis...?"
"Jelek mbak... Serius deh... Mbak nggak cocok kalo pake beha yang itu..."
"Iiiihh... Mukliiiisss... Kalo nggak ada yang cocok, trus Mbak cocoknya pake beha yang mana dong....?"
"Hehehe... Mbak Citraaa... Khan udah aku bilang daritadi... Bidadari kaya kamu mah harusnya nggak pake beha Mbaaak.... Cantiknya tuh telanjang.... "Goda Muklis, "Bener nggak mas....?" Tanya Muklis pada penjaga counter yang sedari tadi mengamati percakapan Muklis dan Citra.
"Eeeh.... Hiya Dek...."
"Tuuuuh... Khaaannn... Bener apa kataku Mbak.... Kamu memang lebih cakep kalo bugil..."
"Iiiihh... Apaan sih Klis...." Balas Citra genit, "Dasar otak mesuuuummm.... Awas ya... Ntar mbak gigit loh kontol kamu...." Bisik Citra sambil mencubit pinggang Muklis.
"Aaaawwww....Hehehe.... Kaya berani aja kamu mbaak.." Balas Muklis sambil berbisik ke telinga Citra.
"Iiiihh... Nantangin yaaa...."

"Iya dooong... Nih... Gigit aja kalo berani...." Kata Muklis yang tanpa malu karena masih ada Yadi disampingnya, tiba-tiba menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan batang penis besarnya
"Heeeeehhhh.... Muklisss..." Bingung Citra panik.
"Ayoooo... Ini gigit... Katanya berani...." Goda Muklis sambil menepuk-tepukkan penisnya yang mulai ereksi kepaha kakak iparnya.
"Adek ipar gila... Ini khan ditempat umum Kliss...." Kata Citra yang buru-buru memeriksa kondisi sekitar.
"Hehehe... Ayolah Mbak... Kita ngentot ditempat umum yuuukkk... "

"Apaan sih...." Jawab Citra malu-malu karena tatapan Yadi yang sedari tadi tak henti-hentinya tertuju padanya.
"Ayolah Mbaaak.... Habisan daritadi aku dikasih liat tetek besarmu mulu.... Aku jadi pengen banget ngentotin kamu nih.... " Kata Muklis yang terus menepuk-tepukkan batang penisnya ke paha Citra.
"Hihihi... Iya iya... Nanti yaa... Sekarang kamu bantu mbak cari beha yang cocok buat mbak..."
"Nggak mau ah... Aku pengennya ngentotin memek sempitmu sekarang Mbak.... " Kata Muklis sambil merogoh kearah celana dalam kakak iparnya.
"Masa sekarang sih Klis...?" Bingung Citra.

"Eh Mas... Kamar ganti ada dimana sih....?" Tanya Muklis sengaja bertanya kepada Yadi.
"Nggg... Di pojokan sana Dek...." Jawab Yadi.
"Hehehe... Makasih Mas...." Jawab Muklis sambil mengedipkan matanya kearah Yadi.

"Yuk Mbak... Ikut aku..." Ucap Muklis sambil menggandeng tangan Citra dan menuju ke ruang ganti pakaian.

Tanpa memasukkan penisnya yang sudah menjulang tinggi, adik ipar Citra itu buru-buru bergegas menuju keruangan ganti dan itu segera masuk kedalam ruangan paling pojok. 

"Iihh... Muklis... Apa-apaan siiihhh....?"
"Ayolah Mbaaak... Aku pengen banget nih nyobain ngeseks di tepat umum..."
"Tapi aku khan malu Klisss.."

Mendadak, Muklis tersenyum. "Aahhh... Nggak mungkin... Mbak suka kok..."
"Yeee... Kata siapa....?"
"Kata Mas Seto.... Dia bilang mbak suka banget dientotin ditempat umum..."
"Hadeeeeh... Dasar tetangga comel...."
"Yaudah mbak... Ayo sekarang isep kontolku... Aku pengen ngentotin kamu niiiihhh..."

Sambil celingak-celinguk, Citra lalu mengintip keluar.
"Tapi nanti kalo disamping ada orang gimana Klis... Kalo dia denger gimana...?"
"Hehehe... Yaudah... Diajak aja sekalian mbak..." Jawab Muklis enteng sambil menekan pundak Citra turun, berusaha membuat Citra segera jongkok di depan selangkangannya.
"Iiihhh... Daaassssaaaar... Daritadi kok kamu maunya ngajakin orang buat ngentotin mbak sih...? Emang kamu suka ya kalo mbak dipake ama banyak orang...?"
"Hehehe... Yaaah... Namanya juga imajinasi mbak..."

"Emang kamu rela memek mbak dientotin banyak lelaki lain...?"
"Yaaa.. Kalo itu sih suka-sukanya Mbak aja... Kalo mbak mau... Kenapa harus ditolak... Hehehe..."
"Sumpah ya Klis.... Otak mesummu itu loh... Kok nggak pernah ada habisnyaaa..."
"Hehehe... Ayo mbak... Jongkok... Kontolku udah nggak tahan lagi nih... Udah senut senut..."
"Ye iyeee...."

Buru-buru Citra segera menarik penutup ruang ganti itu. Namun karena tarikannya terlalu keras, sisi kain diujung satunya jadi sedikit tertarik, dan membuat penutup kain itu terbuka sedikit. 
"Aaaaaa... Haaaeeemmm... Sluurp sluuurp.." Suara mulut Citra mulai beraksi.
"Huuoohh enak banget mbaaaaak..." Lenguh Muklis keenakan.

"Sluurp... Cup cup.... Puas Klis....?" Tanya Citra, "Haaaeeemmm... Sluuurrppp...."
"Huooohhh.. Puas Mbaaaak..... Uhhh...." Ucap Muklis, "Ini teteknya jangan ditutupin gini ya mbak.... Dressnya diturunin aja..." Tambah Muklis sambil mempelorotkan dress kemben Citra. "Naaah... Kalo gini khan makin seru... Bisa diremes-remes..."
"Ssssttt.... Klisss....Remes teteknya pelan-pelan.... Tetek mbak ngilu nih..."

"Hehehe... Ngilu apa pengeeenn... Eh Mbak... Udah ah isep-isepnya... Ayo bangun... Aku udah nggak tahan pengen cepet-cepet ngontolin memekmu nih..."

Buru-buru, Citra segera berdiri dan membalikkan badannya menghadap cermin. Dengan hanya menyampirkan sisi celana dalamnya kesamping, Muklis pun menempatkan kepala penisnya pada vagina kakak iparnya. Dan dalam hitungan detik, lelaki ceking yang masih berpakaian lengkap itu segera mendorong kepala daging kebanggaannya itu kuat-kuat ke vagina Citra.

SLLEEEEEEEEP..

"Uuuuhhhh.... Muukk.....Kliiisss.... Pelan-pelan sayang.... Ssshh... Oohh...." Lenguh Citra keenakan ketika kepala penis adik iparnya menyeruak masuk kedalam sempitnya liang senggamanya.
"Huoohh... Mbaaak... Banjir banget gini memekmu... Kamu udah sange juga ya ternyata...?"
"Hihihi... Kalo hamil ya gini Klis... Memek Mbak jadi gampang banget banjir.... Hihihi...."
"Aaah.... Tipu..... Bilang aja kalo memek nakalmu udah kangen banget ama sodokan kontol adik iparmu ini Mbak.... Hehehe..."

Dengan kasar, Muklis segera menyodokkan sisa batang penisnya dalam-dalam ke liang vagina kakak iparnya. Tusuk, cabut, tusuk, cabut, tusuk, cabut. Dan setelah dirasa batang penisnya cukup basah, ia pun mulai membombardir vagina sempit Citra dengan kuat. Saking kuatnya sodokan penis Muklis membuat dinding kamar ganti itu ikut-ikutan berderit berisik.

KRIET... KRIET... KRIET...
PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK

"Sssttt.... Klisss... Uhh... Uhhh...Nyodok memeknya jangan kenceng-kenceng Kliiiissss..." Tegur Citra sambil menggapai pinggang adik iparnya, "Nanti ada orang yang dengeeer looohh..... Uhh... Uhhh..."

Benar saja, dari pantulan cermin yang ada dihadapannya, Citra bisa melihat jika diluar kamar gantinya, ada orang yang mengintip melalui tirai yang tak tertutup itu. 
" Uhh... Uhh... Klisssss.... Pelan-pelan nyodoknya Klisss.... Diluar... Uhh... Uhh..... Ada orang...." Kata Citra berusaha mengingatkan adik iparnya.
"Nggak apa-apa mbak... Kamu santai aja...." Kata Muklis yang walaupun mendengar peringatan Citra, ia hanya tersenyum. Malahan tak jarang Muklis malah sengaja semakin memperkeras sodokan pinggulnya, seolah benar-benar ingin memperlihatkan persetubuhan kasarnya itu kepada si pengintip.

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
KRIET... KRIET... KRIET...

"Ssssttt... Kliiisss.... Pelan-pelan Klissss... Ooohh... Ooohh... Ooohh..." Lenguh Citra yang biarpun ia tahu jika ada pengintip diluar kamar gantinya, ia tetap saja menikmati persetubuhannya. Malah anehnya, sensasi diintip itu membuat dirinya semakin bernafsu. Membuat dirinya entah kenapa ingin memamerkan kenakalan dirinya lebih jauh lagi. 

Dengan gerakan erotis, Citra berusaha menstimulus titik birahinya dengan kedua tangannya. Tangan kanan mengobel klitoris dan tangan kiri mencubit serta meremasi puting payudaranya.
"Ooohh... Klissss.... Terus sodok memek mbak sayang.. Terussss...." Pinta Citra manja. "Terus entot memek Mbakmu yang sedang hamil ini Klisss... Terus entooottt.... Oooh... Oooh..."

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK
KRIET... KRIET... KRIET...

" Hhh.... Kamu suka ya mbak..? Dientotin adik iparmu....?"
"Ssssshh.....Suka Klis.... Ssuka bangeeet.... Oooh... Oooh..."
"Jadi.... Enak mana mbak...? Dientot kontol kecil Mas Marwan.....? Atau... Dientotin ama kontol besar adik iparmu...?"

"Uuuuhhhh... Muklis aaaahhhh....." Jawab Citra genit tanpa menyebutkan siapa yang lebih enak.
"Hehehe.... Ayolaaaah ..... Jawab aja mbaaakk..." Ujar Muklis yang tiba-tiba menghentikan sodokan penisnya, "Kalo kamu nggak jawab..... Aku ajak mas-mas yang ada diluar buat mbantuin aku ngentotin memek hamilmu loh.... Hehehehe...." 
"Uuuhhh... Apaaan sih Klisss....."
"Hehehe... Makanya... Buruan jawaab Mbak.... Enak mana...? Dientot kontol kecil suamimu.....? Atau... Dientotin ama kontol besarku...?" Tanya Muklis yang tiba-tiba, menjilat telunjuknya lalu menusukkannya kedalam anus Citra.

CLEP

"Uuuuuoooohhhh..... Kliiiisssss.... Ampuuuunnnn...... Jangan siksa Mbak kaya gini doooong...." Lenguh Citra yang merasakan gelijang nikmat ketika telunjuk Muklis mulai dimainkannya di lubang anusnya. Masuk, keluar, masuk, keluar, masuk, keluar, masuk...."

"Ampuuun Kliiiiissss... Ampuuunnnn..." Erang Citra yang merasakan orgasmenya akan segera tiba.
"Hehehe.....Makanya... Ayo buruan jawab Mbaaak...."

"Iyaaa... Enakan dientot ama kamu Klis...." Seru Citra sambil menggerak-gerakkan pinggulnya, berusaha mengais kenikmatan dari penis Muklis yang masih diam menyumpal mulut vaginanya.
"Enak ama aku gimana maksudnya Mbak....? Hehehe...." Goda Muklis makin mempercepat tusukan jari telunjuknya pada anus Citra.

"Oohh... Ooohhh... Ngentot kamu Klis.... Ngeeeentooooottt....Enakan kontolmu Klis.... Enakan dientot kontol besarmuuuuu..... Ngeeentott...." Jerit Citra yang dengan tubuh menggelijang tak beraturan. "Ayo entot memek Mbakmu lagi Kliissss..... Entot memek istri Masmu iniiii.... Mbak udah nggak kuat klis.... Mbak udah nggak kuat lagiiii...... " Erang Citra keras, seolah tanpa malu lagi meminta Muklis untuk segera menyetubuhinya keras-keras.

"Naaaah.... Kalo ngaku gitu khan enak Mbaaaak.... Hehehehe..." Ucap Muklis yang dengan kecepatan tinggi, segera mengabulkan permintaan mesum Citra. "Rasain sodokanku kontol besarku ini Mbaaak.... Rasain tusukan kontol adik iparmu ini...."

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK 

Dengan geraskan kasar dan cepat, batang penis Muklis yang berukuran ekstra besar itu segera menyetubuhi vagina sempit kakak iparnya. Membuat vagina tanpa bulu Citra tak henti-hentinya mengeluarkan pelumas bening guna memperlancar persetubuhan mereka. Saking banyaknya, lendir bening itu berubah menjadi busa keputihan.

PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK PLAK 

"Sssshhh... Ngentot kamu Klisss... Kontolmu enak bangeeeettt..... Oooohh..... Ngentooottt..... Klisss.... Mbak mau keluar... Uhh... Uhhh... Uhh... Uhhh..." Jerit Citra dengan mata merem melek keenakan.
" Uhh... Uhhh..... iya mbak... Aku juggaaaahhh.... Memek lontemu yang sempit ini aku juga bikin aku mau keluar mbaaak... Pengen buru-buru ngecrotin memekmu Mbaaakkk.... " Kata Muklis yang disela-sela tusukan brutal penisnya, masih saja mempermainkan lubang anus Citra. "Aku mau keluar Mbaak..."

"Oohh ohhh ohhh... Keluarin di dalem bo'ol Mbak aja klis... Jangan dimemek.... Dibo'ol aja yaaaahhh...."
"Ooohhh... Nggak bisa Mbak.... Aku udah nggak tahan mbak... Aku mau keluaaarrr..."
"Yaaah..... Tahan bentaran Klis... Buang dibo'ol Mbak aja.... jangan di memek... Uuuh.... Uhh... Uhhh...."
"Aaahhh... Aaaahh.... Ngeeentooottt.....Aku nggak kuat lagi mbaaakk....Ngeeenttooooooottttt..... Mbaaaak Ciiitraaaa..... Aku keluar Mbaaakkk....."

CROOT... CROOOT....CROOOCOOOT....
Terlambat... Sperma hangat Muklis sudah terpancar deras menyerbu rahim Citra.

" Ooohh.... Ooohh.... Ngeentoottt kamu Kliiiiisssss.....Ngeeeentooooottt... " Gerutu Citra sambil terus menggoyangkan pinggul semoknya. Berusaha menyusul Muklis yang sudah orgasme duluan.
"Maaa'aaaf Mbak... Memekmu bener-bener buat kontolku nggak tahaaan.... Hhhh.... Hhhh...." Erang Muklis sambil menghentak-hentakkan pinggulnya, menguras semua persediaan spermanya.

"Ssshh.... Ngeentoooott.... Yaudah... Goyang terus kontolmu Klissss.... Mbak juga mau keluaaaarr sekarang..... Ooohhh.... oohhh... Terus Klisss... Mbak mau keluaaar... Ooohh... Mbak mau keluaar .... Ooohhhh... Ngeeeeeenttttoooooooottt..... Oooh... Oohhh..."

CREEETT... CREEEEETTT....CRREEEEECEEEEEETTTT....

Mendadak. Tubuh hamil Citra pun bergetar hebat. Pantatnya bergoyang-goyang, kakinya menekuk-nekuk dan lututnya melemas. Tak lama, iapun ambruk kebelakang, menimpa tubuh Muklis yang juga ikutan terjatuh ke lantai kamar ganti. Sejenak. Mereka berdua diam bersimpuh, mencoba mengatur nafas dan menikmati sisa denyut orgasme yang baru saja mereka dapatkan.

"Ooohh... Ngentoott kamu Kliss... Pake keluar didalem memek Mbak.... " Ucap Citra lirih dengan nafas putus-putus. Matanya terpejam dengan gigi menggigit bibir, "Mana banyak pula... Oooohhhhh.....".

"Hehehe.... Habisan kamu cantik banget sih Mbak... Juga seksi.... " Puji Muklis puas sambil mengusapi rambut panjang Citra dari belakang sembari terus meremasi payudara besar milik kakak iparnya itu.
"Ahhh.... Gombal...." Udah kena jepit memek aja langsung deh... Muji -muji.... "
"Iiiihhh... Enggak lah Mbak... aku mah kalo berkata selalu jujur... Kamu cantik...." Tambah Muklis lagi sambil mengecupi pundak Citra dan tersenyum yang melihat ekspresi kepuasan orgasme di wajah istri kakak kandungnya dari pantulan cermin, "Dan sumpaaah mbaaakkk.... Memekmu..... Enak baaangeeeetttt...." 
"Hihihi.... Enak ya Klis...?"
"Huenak banget Mbak.... Bikin nagih mulu..." Kata Muklis sambil mengejan-ngejankan otot penisnya, berusaha mengosongkan kantung zakarnya sampai habis.
"Oooohhh...... Kontolmu juga enak sayang..... Enak banget malah.... Hihihi...." 
"Hehehe.... Muklis gitu looh.... " Sombong remaja tanggung itu sambil mencoba mengangkat pantat kakak iparnya itu untuk segera terlepas dari tusukan batang penisnya. "Busyeettt... Kamu sekarang berat juga ya Mbak...?"

PLOOOP...
Suara vagina Citra ketika tercabut dari tusukan penis Muklis, memperlihatkan lubang berwarna merah segar yang menganga lebar. Seketika, lelehan sperma langsung mengalir keluar dan menetes turun menggenangi lantai kamar ganti.

"Uuuuuhhhh... Ngeentoott... Pelan-pelan Klis... Memek Mbak masih Ngilu....Hihihi..." Lenguh Citra sambil berusaha menikmati sisa gelijang orgasmenya. "Sumpah... Pejuhmu banyak banget Klisss..."
"Hehehe... Enak khan mbaak seks kilat ama aku....?" Tanya Muklis sambil buru-buru berdiri dan menepuk-tepukkan penisnya ke pundak Citra yang masih duduk bersimpuh dilantai. Lalu dengan santai, ia memeperkan batang penisnya yang masih belepotan sperma dan lendir kewanitaan Citra ke belakang dress Citra.
"Iiiiihh... Muuuuuuklisss... Khan dress Mbak jadi kotor..." Protes Citra.
"Hehehe... Nggak apa-apalah Mbak... Khan jadi bisa skalian beli dress baru...." Canda Muklis sambil menjejalkan batang penisnya yang masih belepotan sperma ke mulut mungil Citra, "Sekarang... Ayo mangap mbak.... "

"Eeh... Ehh.... Bentaaran Klis..."
"Ayo isep.... Bersihin kontolku mbak..."
"Eeh... Aheemmm.... Haaaemmmm.... Sluuurp sluuurpppp...." 

Tanpa memperbolehkan Citra berkata apa-apa, Muklis berulang kali membenamkan batang penisnya yang masih meneteskan sperma kedalam mulut kakak Citra. Memperlakukan mulut mungil kakak iparnya itu seperti tempat pencuci penis besarnya.

"Sluuurp sluuurrrpp.... Cuuuppp.... Muaaah... Haaaah..... Udah nih Klis.. Udah bersih...." 
"Hehehe.... Makasih ya Mbakkuuu sayaaang..... Muuuaaaahh...." Kecup Muklis pada dahi Citra dan segera memasukkan penis besarnya kembali kedalam celananya.

Dengan santai, Muklis membuka tirai kamar ganti tempat mereka menuntaskan hasrat birahinya dan melangkah keluar, tanpa mempedulikan Citra yang masih setengah telanjang dibelakangnya.

"Gimana mas....? Puas khan ngeliat pertunjukan kami....?" Tanya Muklis pada Yadi yang sedari tadi mengintipp dari luar kamar ganti.
"Eeeh... I... Iya....Hebat kamu Dek.... " Puji Yadi, "Sumpah... Kamu bener-bener hebat...." Tambahnya lagi sambil terus-terusan mengatur posisi batang penisnya yang menegang keras.

"Klis.... " Panggil Citra manja dari dalam kamar ganti, "Tungguiinnn Mbak dooong...."
"Hehehe... yaudah buruan kesini Mbak...."

Buru-buru, Citra beranjak keluar. Meninggalkan kamar ganti dan menemui Muklis yang masih terlihat mengobrol dengan Yadi
"Permisi Mas... " Ucap Citra ketika berjalan melewati adik ipar dan petugas penjaga counter itu.

Mendadak, Citra merasakan ada perasaan aneh ketika dirinya berjalan melewati Yadi. Perasaan nakal yang entah kenapa ingin selalu ia pamerkan. Dan, entah mendapat keberanian darimana, Citra ingin menggoda petugas penjaga counter itu.

"Dasar adik ipar nakal.... Masa sama Istri Mas sendiri nafsu gini sih.... " Kata Citra sembari mencubit perut kurus Muklis. " Sampe-sampe Mbak dikerjain habis-habisan dikamar ganti umum gini...."
"Aduh.... Salah Mbak sendiri punya body cantik nan seksi... Aaaawwww.... Aduuuhhh..... Hehehe.... " 
"Mbok ya kalo mau ngerjain tubuh Mbak.... Bawa ke hotel kek... Khan Mbak jadi malu kalo diintipin orang lain...." Tambah Citra sambil melirik kearah Yadi yang sedari tadi masih terdiam tegang,
"Hehehe... Habisan... Gara-gara memek Mbak juga sih... Kenapa juga rasanya enak banget.... Khan jadinya pengen ngentotin Mbak mulu.... Hehehe....".
"Huuuu.... Tega... Tega... Tegaaa...." Goda Citra terus-terusan mencubit perut Muklis tanpa henti.
"Hahaha... Udah mbak... Ampun... Ampunnn...."

Tertawa dalam hati, Citra merasa geli melihat apa yang sedari tadi dilakukan Yadi. Terlebih ketika melihat tonjolan yang ada dibalik celana kerjanya. Tak henti-hentinya, petugas penjaga counter itu mengutak atik posisi penisnya supaya terasa nyaman didalam celana kerjanya. Matanya tak berkedip sedikitpun, menatap kearah payudara putih dan kaki jenjang Citra yang begitu mulus. Mulutnya berkali-kali berusaha keras menelan ludah, berusaha membasahi ternggorokan keringnya. 

"Eh Klis.... Mbak mau ke toilet dulu ya... Mau bersih-bersihin baju ama................ Peju kamu...." Goda Citra sambil melirik kearah Yadi lagi.
"Eeehh....Yaudah sana... Bersihin yang bener yak... Biar aku bisa buang pejuh dimemek Mbak lagi...Hehehe..." Jawab Muklis diselingi candaan mesumnya.

"Nggg.... Mas.... Toiletnya dimana ya....?" Tanya Citra dengan senyum genit kearah Yadi sambil mencoba membetulkan dressnya yang terkena cipratan sperma Muklis, "Aku mau cuci-cuci memek... Eeh... Muka dulu....." Tambah Citra dengan nada menggoda.
"Ngggg... GLUP.... Ehhh.... Di.... Di... Sebelah sana Neng...." Jawab Yadi dengan nada tercekat dan kalimat yang terbata-bata.
"Makasih yaaa Maaaaas...." Jawab Citra sambil melangkahkan kaki menjauh.

Dengan perasaan riang, Citra berjalan kearah kamar mandi. Langkah kakinya berasa begitu ringan, dan gerakan tubuhnya begitu bersemangat. Bahkan, ia ingin menari saking gembiranya.

"Memamerkan tubuh tuh ternyata seru juga ya....? Menegangkan... Juga sekaligus menyenangkan..." Batin Citra sambil terus melangkah kearah toilet.

Walau pagi itu Mall masih sepi, namun tetap saja, Citra menjadi idola di mata-mata mesum para lelaki yang ada disekitarnya. Dengan wajah cantik, perut hamil, payudara besar, kulit putih dan dress yang mini, tak sedikit lelaki yang menatapi kemolekan tubuh kakak ipar Muklis itu. 

Bahkan untuk semakin menggoda para lelaki-lelaki itu, Citra sengaja menurunkan dress mininya. Sengaja memamerkan gundukan payudara besar tanpa behanya yang seolah ingin meloncat keluar dari kurungan dressnya. Tak jarang, ia juga sering sekali berpura-pura menjatuhkan dompet atau jepit rambutnya, dan mengambil barang tersebut dengan cara menungging atau membungkuk. Sengaja memperlihatkan kemolekan kaki jenjang atau pantat bulatnya kepada orang yang ada dibelakangnya.

Dan ini yang aneh. Semakin jauh Citra melakukan kenakalan, semakin membuat darah birahinya meletup-letup hebat..

"Dek..." Tiba-tiba, terdengar suara seorang pria yang terasa begitu akrab ditelinganya. 

Dengan rasa penasaran Citrapun menengok kearah suara itu berasal.

"Eeeeh....? Mas Marwan.....?" Kaget Citra ketika mendapati suaminya bersama beberapa teman lelakinya yang tiba-tiba muncul dari sudut Mall.
"Kok... Kamu nggak ngantor...?" Tanya Marwan sembari mengamati penampilan istrinya yang terlihat berantakan. Rambutnya disanggul acak-acakan, dressnya miring miring, dan wajahnya penuh keringat. "Ehhh... Anu...."
"Kok... Penampilanmu berantakan gini Dek..?" Heran Marwan, "Mirip orang yang habis berolahraga...?"

"Wah runyam ini kalo aku sampe ketahuan habis dientotin adik kandungnya..." Kata Citra dalam hati

"Eh anu... Iya mas... Ini.... Aku tadi belanja baju dulu... " Jawab citra yang buru-buru berbalik badan guna menyembunyikan lelehan sperma muklos yang masih ada di belakang dressnya.
"Lha... Trus....? Bajunya mana....? Trus kamu ini mau kemana Dek....?" Tanya Marwan lagi penuh selidik.
"Anu Mas...Bajunya.... Ada sama Muklis...." Jelas Citra, "Ini aku mau ke toilet bentar Mas.... Aku udah kebelet banget ini..." Kata Citra yang terus bergerak menjauh dari posisi suaminya berdiri.

"Ooooh gitu ya Dek... ?" Ujar Marwan sambil menghela nafas, ia lalu menengok ke samping, kearah teman-teman prianya yang sedari tadi menyenggol-nyenggol sikut Marwan. 

Sepertinya teman pria suaminya ingin berkenalan dengan Citra. Karena sedari tadi, ia tak henti-hentinya tersenyum melihat kearah Citra. 

"Dek... Kenalin ini Pak Poniran...Beliau yang punya tanah proyek di kota...." Ucap Marwan yang akhirnya memperkenalkan istrinya kepada relasi bisnisnya, "Yang dibelakangnya itu ajudannya, Yongki dan Bolod..." 
"Poniran...." Kata pria bertubuh pendek tambun itu sambil menjulurkan tangan dan mengamit tangan Citra, "Panggil saja saya Mas Iran... Hekhekhek..."

"Waduh.... " Batin Citra bingung, karena ia merasa jika tangannya masih terkena belepotan sperma adik iparnya. Namun, demi menghormati teman suaminya, Citra buru-buru mengoser-oserkan telapak tangannya ke dress, mencoba membersihkan telapak tangannya sebelum menyambut jabatan tangan pak Poniran itu.

"Citra Agustina..." Ucap Citra.
"Waaahhh... Nama yang cantik... Secantik yang punya..." Rayu Pak Poniran
"Ngg.... Makasih pak..."
"Loooh... Marwan... Kamu kok nggak cerita sih kalo binimu hamil....?" Ucap Pak Poniran yang tanpa seijin Citra tiba-tiba mengusapi perut hamilnya. "Udah berapa bulan Neng...?"
"Eeh... Anu... Udah jalan empat bulan Pak..."
"Waaaahh... Hebaaat.... " Kata Pak Poniran yang terus mengusap perut Citra sambil sesekali melirik kearah payudara besarnya. "Tapi.... Kayaknya kamu sedang nggak enak badan ya neng...?" Tanya Pak Poniran lagi," Tangan kamu dingin banget..." Tambah Pak Poniran yang kembali menggenggam tangan Citra.
"Ehhh... Ngggg... Iya Pak... " Jawab Citra sekenanya.

"Istriku Ini bandel pak... Harusnya hari ini ia ke dokter... " Omel Marwan, "Eeeehhh.... Nggak tau kenapa... Dia malah jalan-jalan ke Mall...."
"Oooo... Istrinya bandel... Hekhekhekhek...." Kata Pak Poniran sambil terkekeh, "Nggak apa-apa ya Neng... Jaman sekarang.... Istri bandel khan udah biasa yaaa... Hekhekhek...."
"Eh... Iya pak...."

Mendadak, ditengah percakapan Citra, Marwan dan Pak Poniran, Citra dikejutkan oleh sesuatu yang mengalir turun ke kaki mulus Citra. Sesuatu keluar dari vaginanya. 

"Eh Neng... Apa itu...?" Celetuk Pak Poniran sambil menunjuk kearah kaki citra," Kok sepertinya ada yang mengkilat-kilat di kaki kamu...?"
"Eh iya Dek.... " Sahut Marwan, "Kamu kenapa.... ? Kamu nggak apa-apa Dek...? Itu lendir apaan...?"
"Eh apa ya mas...?" Tanya Citra ikut-ikutan melirik kearah kakinya.

"Itu pasti pejuh sih Muklis Kampreeeet... " Batin Citra sambil pura-pura tak menghiraukannya. Karena memang benar, sperma Muklis tak henti-hentinya mengalir turun dan merayap dari paha dalam Citra hingga ke betisnya.

"Eeeh anu Mas... Itu.... Anu.... Aku kebelet.... " Bohong Citra, "Iya.... Aku kebelet Mas.... Aku harus kekamar mandi dulu... " Ucap Citra sambil berjalan menjauh. Berharap Marwan tak mampu mengenali sperma adik kandungnya yang semakin banyak mengalir keluar dari dalam vagina istrinya. 
"Kebelet....?" Tanya Marwan heran, "Kok kental gitu Dek...? Trus warnanya juga keruh...?" Tambah Marwan sambil menjulurkan tangannya ke paha dalam Citra. 
"Eh... Ehh.... Kamu mau apa Mas...? Jangan ah.... Pamali Mas...." Cegah Citra yang menyadari jika Marwan penasaran akan lendir yang terus-terusan mengalir turun dikakinya itu.
"Enggak.... Mas penasaran aja.... Khawatir kamu kenapa-napa dek...." Jawab Marwan yang tanpa jijik sedikitpun, meraba lendir itu dan mengamatinya secara seksama.
"Bany anyir Dek..... Miriiiipp bau................." Selidik Marwan sambil mengendusi cairan lendir yang ada di tangannya, "Kamu habis ngapain sih Dek....?" 

"Mungkin Mbak Citra sedang keputihan kali Wan...." Celetuk Yongki, ajudan pak Poniran. "Dulu ketika istriku hamil muda, dia juga sering seperti itu...."

"Beeneerr.... Eeeeh... " Jawab Citra lega, "Iya Mas.... Aku... Aku memang sedang keputihan Mas.... Trus aku kebelet... Jadi mungkin karena tercampur air pipis... Jadinya ya gitu.... Bentar Mas.... Aku... Udah nggak tahan lagi Mas... " Jawab Citra tanpa menghiraukan pertanyaan suaminya, "Aku mau ke toilet dulu yaaah...."
"Ohh.... Oke deh.... " Jawab Marwan yang masih tetap penasaran menatapi lendir Citra yang ada ditangannya, "Eeeh.... Oh iya Dek... " Panggil Marwan yang tiba-tiba menampakkan wajah seriusnya. Seolah ia sadar akan sesuatu.
"I...Iya Mas...." Jawab Citra heran sambil menatap wajah suaminya. 

"Waduh... Ada apa ini...?" Tanya Citra dalam hati. Ia hafal, jika Marwan sudah menampakkan wajah seperti itu, berarti ada sesuatu hal penting yang akan dibicarakan.

"Nanti sehabis kamu dari toilet....Mas mau ngobrol... " Ucap Marwan singkat

"Benar khan....?" Gerutu kata hati Citra. 

"Ngobrol apa Mas...?" Tanya Citra.
"Nanti aja ngebahasnya... Sekarang kamu buruan gih ketoiletnya.... Itu lendir kamu udah makin banyak tuh keluarnya... Kamu beneran nggak kenapa-napa...?"
"Eeeemmm... Iya Mas..."
"Yaudah... Nanti Mas tunggu ya di Foodcourt lantai atas ya Dek..... Ajak Muklisnya sekalian..... Mas mau ngobrol dengan kalian berdua...."
"I... Iya Mas..." Jawab Citra panik sambil berjalan mundur meninggalkan Marwan dan ketiga orang temannya.

"Apa ya yang akan dibicarakan Mas Marwan....?" Tanya Citra dalam hari, 
"Kenapa pula dia ingin mengajak ngobrol dengan Muklis....?"
"Apa dia tahu lendir ini adalah sperma...?"
"Atau mungkin dia sudah tahu....?"
"Atau jangan-jangan.... Dia sudah tahu perselingkuhanku dengan adiknya...?" 

Puluhan pertanyaan, muncul dibenak Citra...... Bingung/Khawatir/Panik . Bersambung....





Budak Nafsu Pacar Anakku Bag.9 [Kepulangan Hendro]


Pov Hendro 
Dingin, saat ini suhu di Melbourne sangat dingin. Tadi siang baru saja terjadi badai salju disini. Untunglah ini sudah memasuki libur semester, jadinya tadi siang aku ga perlu pusing mikirin bagaimana cara ke kampus. Di flat ini malam ini cuma ada aku. Biasanya aku disini berdua dengan temanku, Ridho, mahasiswa beasiswa S2 yg juga berasal dari Indonesia. Ridho baru saja pulang kemarin, sedangkan aku rencananya akan pulang besok pagi. Apa kabar ya istriku? Seminggu yang lalu aku telpon ga diangkat2, kata Dian sih lagi nemenin temennya yang liburan ke Bandung. Padahal aku Cuma ingin kasih tau kalau aku akan pulang. Ah iya, kenapa ga aku telpon sekarang aja ya? Aku segera mengambil ponselku. 

Tutt…Tuuuttt….Tuuttt….

Lama tak diangkat, istriku lagi ngapain ya? Apa udah tidur ya? Atau lagi main-main sama sextoy yang aku kirim? Hmm..aku jadi horny bayangin istriku lagi mainin vaginanya pake dildo besar itu. 

“haloo, mas..apa kabar? Maaf tadi aku lagi di kamar mandi”, terdengar suara istriku, Hany diseberang telepon.

“haloo sayang, mas sehat, kamu sehat? kangen nih, kamu lagi ngapain?”, ucapku. Senang banget bisa denger suara istriku lagi.

“hmm..iya mas,aku sehat, aku juga kangen banget mas, ini aku baru abis gosok gigi, mau tidur”.

“anak-anak udah pada tidur?”

“tadi terakhir aku lihat sih udah mas”

“sayaang, mas kangen pengen peluk kamu,cium kamu, jilatin putting kamu yg seksi itu”, aku bicara begitu sambil tanganku mulai meraih penis dibalik boxer ku.

“mas lagi horny banget ya? Sabar mas, kan mas besok udah ada disini, kita bisa bercinta sepuas mas, klo perlu seharian kita ga usah keluar kamar”, jawab Hany tak kalah nakal.

“sayang, mas pengen bercinta sama kamu sekarang, kamu bantuin mas ya?”, ucapku, entah kenapa aku terpikir untuk mengajak Hany melakukan phonesex. 

“apa aja buat mas pasti aku lakuin”, ucap Hany mantap.

“sayang, sekarang kamu coba ambil dildo yang mas kasih deh”

“iya, bentar ya mas”

“anggap dildo itu penis mas, dan sekarang kamu jilatin dildo itu sayang, mas pengen denger suara jilatan kamu”,

“mhmm…muach..”, terdengar suara Hany mencium dildo itu dan mulai menjilatinya pelan-pelan.

“terus sayang,lebih cepat…hmnggg”, aku mengocok penis ku dengan irama teratur sambil membayangkan penisku sedang dijilati Hany.

“hmmm….enghhmm,,,…hmnnnmm…”, suara Hany mulai terdengar berat, sepertinya nafsunya mulai naik.

“sekarang bayangin mas lagi ciumin kening kamu”

“enghmmm…te…russs mas?”, suara Hany mulai terdengar putus-putus.

“terus bibir mas mulai turun ke hidungmu, mulai menjilati bibirmu, turun ke lehermu dan menjilat lembut disana”

“ehmmm…enghmmm”

“kerasa ga Hany sayang?”

“nghhhmmm..iyaaa mas,,,teruusss masss…”

“bibir mas makin turun ke bawah, jilatin putting kamu sambil tangan mas meremasnya lembut”

“hmm..mass…enaak….terusmass…”, suara Hany dipenuhi desahan desahan lembut.

Bayangan percintaan panas kami kembali berputar diotakku. Bayangan wajah Hany yang menjerit-jerit seksi ketika ku sodok menghampiri pikiranku. Aku masih terus mengocok penisku dengan irama teratur.

“Hany sayang, kamu lagi ngapain disana?”, tanyaku pada istriku, aku mulai berimajinasi lagi.

“ehnghhmm….aku lagi masukin penis mas ke vaginaku mas”

“hangaat…vaginamu hangat, masih sama ga berubah”, aku meracau sambil mulai mempercepat kocokan dipenisku. 

“Ehngfhhhmmm…..iyaaa mass, cepat mas, goyang lebih cepat lagih……”

“arghhh..mas…gedee…punyaa mas gede bangeeet….hmmff”

“enghmnhgghh….aduhhh..duhhh…mas…aku keluaarrrrr”, akhirnya Hany menggeram panjang, sedangkan aku masih terus mengocok penisku dengan 
cepat. 

“lemes ya sayang?”

“iyaaa…lemes banget mas…”

“sayang tau gak, penis aku udah keras banget, aku udh ga pake celana sekarang”

“iyaa mas, aku juga udah bugil dari tadi mas..”

“Lanjut lagi yuk, bantu mas ya, biar lega”

“yuk mas, badanku udah basah banget nih”

“sekarang kamu nungging ya, mas mau gaya doggie”

“hmmm….”, Hany hanya bergumam, dan terdengar suara yang menandakan kalau Hany sekarang merubah posisinya.

“yuk mas aku udah siap”, Hany berkata lagi.

“mas masukin sekarang yaaaa”, aku berkata begitu sambil membayangkan diriku menyetubuhi Hany dengan gaya doggy.

“ehmm…eochmmm…..”, ku dengar Hany hanya merintih.

“hmm,,hangat banget vaginamu sayang”

“Ouchhh……”, Hany mengerang lebih keras.

“sekarang mas ngaduk-ngaduk vaginamu sambil menusuk-nusuk anusmu pake dua jari mas”

“hmmm…masss….enaakkghhmm”

Kami terus saja saling memuaskan hasrat masing-masing. Meskipun lebih banyak aku yang bicara sedangkan Hany lebih banyak mendesah, menggeram dan mengerang, tetapi justru aku merasa nikmat meskipun hanya mendengar desahannya. Hampir setengah jam lamanya hingga tiba-tiba aku merasa sudah ingin keluar. Ku kocok penisku lebih cepat.

“oochhh..achhgghh…masss akuhhmm mauhh nyampeee”, kudengar suara Hany terputus putus. Ternyata Hany juga udah hampir orgasme lagi.

“bareng sayaang,,,,,akhhh…..masss sampeeeee”, aku mengerang keras, dan air mani ku pun berceceran dilantai.

“aku jugaa mass…akkhhh….enaaakghhh”, hamper bersamaan kami mencapai puncak. 

Selanjutnya hanya terdengar suara nafas kami yang saling memburu. Cukup lama kami saling diam hingga nafas kami mulai mereda. Hanya hembusan nafas berat Hany yang terdengar diseberang sana. Begitu juga Hany hanya mendengar dengusan nafasku.

“gimana mas? Udah lega sekarang?”, Hany mulai membuka pembicaraan.

“mas lega banget sayang, capek juga….makasih ya sayang, kamu sendiri gimana? Enak gak?”

“enak banget mas, aku sampai keluar dua kali”

“hmmm…klo gitu udah dulu ya sayang, mas mau bersih-bersih dulu”, ucapku lagi.

“iya mas, aku juga mau mandi lagi nih, mas abis bersih-bersih langsung istirahat ya, biar besok berangkat dari sana badannya fit”

“iya sayaang, tunggu mas yaaa”

“sampai besok ya mass,,muachhh…”

“iyaa selamat istirahat sayang..muaachhh”, akupun mengakiri teleponku dan beranjak menuju kamar mandi.