BUDI HARTAWAN The TRILOGY ( TAMAT )

Model : Miss olyvia jouvan


Selesai sarapan kami segera berkemas, setelah semua siap, sebelum menaiki mobil, kami pamitan pada Budhe Anah dan Siti. Saat itulah aku dengan nekat mencium bibir Budhe! Di hadapan ibu dan Bu Hesti, bukan di pipinya, tapi di bibirnya! Perempuan paruhbaya berwajah manis itu tampak sangat kaget, tak menyangka aku akan melumat bibir sebelum menyalaminya.

“Aaaahhhhh den Budi nakaaaaalllllllll!!! Jeritnya seperti merengek sesaat setelah lumatanku berakhir. Budhe pura-pura marah, dan dengan wajah lucu ia berteriak pada Bu Siska...

“Nyaaaaahhhhh Den Budi nakaaallllll!!!” jeritnya, Budhe mencubit perutku.

“Awas ya? Nanti Budhe balas!” candanya, kulirik ke arah ibu yang sudah berada di dalam mobil, ia cuma tersenyum lucu pada kami sambil menjulurkan lidah, ia tertawa dan mencandai Budhe Anah. Pastinya ibu tidak marah.... malah tampak senang...

“Si Budi naksir kamu Mbak!” Bu Hesti menambahi, mendengar itu Budhe malah melongo beberapa saat sebelum melambaikan tangan ketika mobil itu mulai melaju menuju gerbang villa.



Kali ini Bu Hesti yang menyetir, Ibu duduk di bangku kiri depan, aku di belakang. Sampai di jalan tol, ditengah keasikan mereka mendengar musik dari audio mobil itu, aku meraih susu ibu dari arah belakangnya. Kususupkan tangan dan meraih putingnya, langsung memelintir.

“aaauuuhhhhhh Budiiiihhhhhh..... masih kurang juga kamu sayaaang???”

“Hehehe.... rasain lu Sis, punya anak laki nafsu gede begini.... repot kan?” Ujar Bu Hesti sambil menyetir.

Aku malah pindah kebelakang bangku dosenku itu, melakukan hal yang sama terhadapnya.

“Aaauuuwwwww Buddiiiiiiihhhhh kurang ajjar kamuuuhhh aaahhh,” Ia menjerit saat tanganku berhasil meraih susunya yang ternyata tak disangga BH.

“Ini susu gondal gandul nantang banget jadi pengen jepit kontol disini” jawabku tak mengacuhkan ocehannya. Tangan kiriku malah meluncur kearah selangkangan Bu Hesti yang sedang menyetir, jemariku meraba-raba dan woowww! Bu Hesti juga tak pakai celana dalam rupanya.

“Ah Tante ini gak pakai cd, pasti ada maksud nih... hehehe... biar gampang ngentot dijalan yak?” Kataku spontan

“Hahahahaha.... kebongkar kartu Lu Hes!!” Ibu ikutan mengejek Bu Hesti

“Emang kalau iya kenappaahhhh...??? Lu mau liatin gue ngewek dalem mobil?” Jawab Bu Hesti, kepalang basah rupanya. 2 Jemariku kini malah sudah ada dalam celah memeknya.

“Boleeeh kalau emang lu mau.... gimana Bud? Siap?” Tanya ibu padaku.

“Budi mah mau aja Bu, siapa yang nolak diajak enak....” sahutku santai.

Bu Hesti menginjak pedal rem, mobil itu menepi dengan perlahan, kami sudah memasuki tol. Ibu mengambil alih steer sekarang, Bu Hesti pindah ke bangku belakang. Mobil melaju... Bu Hesti yang rupanya memang bermaksud ingin dientot dalam mobil itu segera melorotkan celana pendekku sampai lutut. Aku tak memakai cd, karena kupikir toh kami akan langsung pulang ke rumah.

Segera setelah mendapati kontolku yang ternyata sudah pula tegang maksimal, Bu Hesti langsung berjongkok, kaki, lutut dan pahanya mengapit pahaku. Otomatis posisi kontolku jadi tepat berhadapan dan siap memasuki memeknya. Sleeppp Blesssss!!! Masuk dan ia langsung menggenjot turun naik diatas pahaku. Kulepas ikatan tali bahu dan melorotkan daster pendek yang dikenakannya itu kebawah, maka payudara panjang yang sering kupakai jepit kontol itu tersaji tepat di depan wajahku. Langsung kuterkam dan dengan ganas menyerbu puting susunya kiri kanan, sedot, remas, jilat.... pemiliknya asik menggoyang turun naik sambil berteriak teriak mirip orang kesurupan!

“Oooouuuoooohhhhhhhh settaaaannnn anjiiiingggggg kontoolll loe ennaak bangeeettttttttt budiiiihhhhhhh aaahhhhh yeessss yeesss yesss yess oouuhhh Siskaaaa!!! kontol anak loe ennaaakkkkk!!! aaahhhhh kontooll kontool kontoolll innih pernah bikin memek gue robbeekk sisssss aahhhhh settaaaannnn anjiiing bangsaaatttt!!! ooohhhhh buddiiihhhh enaak banget kontolmuuu bangsaaaattttttttt!!!!” jeritnya keras mengalahkan suara musik Rock&Roll dari audio mobil. Kulirik ibu yang sedang menyetir sambil tertawa menyaksikan gilanya aksi Bu Hesti. Kaca spion tengah mobil diarahkan ibu agak kebawah, maksudnya agar ia lebih jelas bisa menonton semua adegan ngentot kami sambil tetap menyetir.



“Aaaaaahhhhhh ayyooohhhh dosen binalllkuuuhh ayyooh genjotin memekmu yang keras bu dosen lonteeeeee!!! Kamu Dosen pecun anjing betina memek sempit ooouuhhhhh enaknyaah memek mu Tante Hestikuuh lontekuuhhh!!” aku balas berteriak tak mau kalah seru menimpali kata-kata joroknya.

“Hiiiyaaahhhh lu lonte pecun laki budi anjing bangsat kontol lu enak bangeeetttt anjiiing aaahhhhhhh, Gue pengen telen kontol lu yang enak ini anjing bangsaaattttttt!!!! Aaaaaaaaaaaaaahhhhhh yessssss aaahhh yesssss aaaahhhhhh”

“woooowww mantaaapppppp!!!” teriak Bu Siska dari arah depan.

Seperti yang kulakukan dengan ibu saat perjalanan dari Jakarta ke Villa enam hari lalu, main di dalam mobil yang sedang berjalan memang sangat asik. Berteriak sekencang kencangnya sambil menggenjot kemaluan lawan dan memandangi mobil yang lalu lalang di sekitar kita.

Sayangnya, saat kuhitung baru 100 kali kocokan kontolku di memeknya, Bu Hesti sudah orgasme. Rupanya ia terlalu semangat menggenjot hingga tak sempat mengontrol diri, tapi itulah seninya ngentot, tak perlu membatasi diri dengan waktu dan daya tahan, yang penting puas puas dan puas!



Setelah nafasnya agak tenang, Bu Hesti menarik pantatnya dan melepaskan jepitan memeknya pada kontolku. Ia lalu terduduk lemas disampingku dengan nafas masih ngos ngosan.

“Sis, lu gak pengen?” Tawarnya pada ibu.

“Emang lu udah siap nyetir lagi?”

“Iyyaaaaahhhhh...”

Ibu pun melambatkan laju mobil dan menepi, berhenti sejenak untuk menukar posisi. Bu Hesti kembali mengambil alih steer mobil, ibuku pindah ke belakang.

Mobil kembali berjalan, aku dan ibu memulainya dengan ciuman...

“Yang santai aja sayang, paling cepat kita nyampe di rumah 1 jam dari sekarang....” katanya disela-sela bibir kami yang saling sedot.

Tanganku kebawah dan meraih ujung gaun yang ia kenakan, kuangkat sebatas pinggang, ibu rupanya memakai pakaian dalam lengkap dibalik gaun pendek model konservativ itu, maka kulorotkan celana dalamnya hingga terlepas. Kulepas dua buah kancing yang ada di bahu gaun itu, otomatis terbuka bagian atas tubuhnya, BH nya kubiarkan, hanya melorotkan penyangga susu itu ke bawah dengan cara menyisihkan talinya saja dari kedua bahu ibu. Tersembullah payudara besar berukuran 40B itu. Aku langsung menerkam puting susunya yang kanan, ibu mendesah, lalu tangan kiriku meremas buah dada yang lain, begitu terus selama 5 menit. Ia hanya bisa membalas dengan meremas-remas kontolku.

Puas memainkan buah dada, aku memintanya berbaring telentang di jok belakang yang panjang. Ibu mengerti kalau aku ingin menjilat memeknya. Maka aku berjongkok di lantai mobil dengan kepala mendekati selangkangannya yang terbuka lebar seolah menunggu serbuan lidah dan mulutku. Dan mulailah aku menjilat kemaluan perempuan beranak dua yang segera akan mengandung bayi dari hasil entot-entotan ku selama 2 minggu terakhir sejak ia melepas alat kontrasepsi. Cukup lama kuservice ibu dengan menjilat sekujur luar dalam memeknya, daerah seputaran kemaluan itu pun tampak bercak-bercak merah akibat kucupang dengan sedotan-sedotan keras mulutku. 15 menit setelahnya ibu tak tahan lalu minta segera kusetubuhi.

Tak seperti Bu Hesti yang menduduki kontolku, ibu ingin dientot dengan posisi dibawah, alasannya agar jika aku sampai orgasme maka spermaku bisa langsung masuk ke rahimnya. Ibu benar-benar serius ingin dibuntingi oleh aku! Anak angkatnya, calon menantunya, selingkuhannya, suami gelapnya, pemuas nafsu birahinya, tukang ngentotin memeknya dan calon ayah dari bayi yang dikandungnya!

Kugenjot dengan pelan pada awalnya, berbeda dari permainan Bu Hesti tadi, kami melakukannya dengan santai, lembut, dan mesra, diiringi desahan-desahan pendek dan kata-kata sayang.....

Hmmmm... dengan Bu Hesti tadi aku NGENTOT, sekarang dengan Bu Siska kami bercinta...

40 menit lebih kami bersetubuh dalam mobil yang berjalan, disetiri oleh ibu dosen binal itu. Akhirnya aku melepas juga secara bersamaan dengan ibu yang tengah meraih orgasme. Kutahan kontolku 5 menit sejak spermaku menyembur, kami berpelukan erat, tujuannya agar sel-sel sperma dan sel-sel telur kami benar-benar bertemu dan membentuk benih bayi yang akan tumbuh dalam rahimnya nanti.

Bu Hesti kulihat sampai menggeleng-gelengkan kepala dan mengungkapkan kekagumannya pada teknik bercinta kami. Ia minta suatu saat bisa diperlakukan semesra itu olehku. Bu Siska pun mengiyakan. Apa yang diinginkan Bu Hesti memang selalu didukung oleh ibu, sebagai sahabat sejati mereka benar-benar kompak. Hal ini bisa terlihat dari kisah-kisah petualangan seks kami selanjutnya.

Tak lama setelah aku dan Bu Siska tuntas bercinta, mobil sudah memasuki halaman rumah. Kembali sudah kami ke Jakarta, masih tersisa 2 hari lagi aku akan masuk kuliah.



Acara pesta seks bertiga atau 3some party antara aku, Bu Siska dan Bu Hesti selama enam hari di villa itu berlangsung dengan seru, banyak variasi-variasi ngentot dan bercinta gaya baru yang sebelumnya tak pernah kami lakukan terjadi disana. Namun demikian kami sepakat mengakhiri cerita berjudul TRILOGY diatas sampai disini agar tak jadi membosankan karena cuma mengisahkan permainan kami bertiga. Kata Trilogy yang berarti 3 kisah/sudut pandang (logy) juga sebenarnya sudah tuntas dengan masuknya Bu Hesti menjadi partner seks tetapku setelah aku mengenal permainan birahi dengan Rani calon istriku dan Bu Siska ibu angkatku yang kini bahkan akan menjadi ibu dari anak pertamaku, karena sebulan sejak acara 3some di villa itu, ibu positif hamil.

TRILOGY TAMAT SAMPAI DISINI

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


BUDI HARTAWAN The TRILOGY (Perspektif Budi 2)

Model  : Cathrine ernawati



Satu yang masih mengganjal dan jadi keinginan kuatku sejak hari itu adalah menikmati tubuh Budhe Anah, kepala asisten rumah tangga ibuku!

Bodynya yang baru akhir-akhir ini sering kuperhatikan, walau sesaat, bukanlah body biasanya perempuan desa, apalagi di usia yang tak lagi terbilang muda, Budhe Anah ternyata tak sama sekali menunjukkan gejala tak sedap lagi untuk dinikmati secara birahi. Sebaliknya, Budhe Anah yang setahuku berusia 6-7 tahun lebih tua dari Bu Hesti dan Bu Siska, masih terlalu banyak menyisakan pesona seksual (sex appeal) bagi setiap lelaki penikmat STW seperti aku. Kulitnya yang putih bersih cenderung kuning langsat dan cerah tampak sangat mulus terawat. Dari sekelebat pengelihatanku saat ia tadi berciuman dengan Bu Hesti aku juga bisa menebak kira-kira seperti apa mulusnya badan Budhe dari penampakan kulit punggung lehernya. Pun ketika ia menyajikan hidangan santap siang kami hari ini, diam-diam kutatapi wajah manisnya sambil menilai seberapa menggiurkan ‘dalaman’ badan yang sering berbungkus pakaian kebaya itu melalui tangan dan jemarinya. Ah, kuyakin sekali, tubuh dan memek perempuan paruhbaya ini tak kalah molek dan merangsangnya jika dibanding ibuku dan Bu Hesti! Maka kuputuskan mulai saat ini aku akan berusaha mendapatkan kesempatan memasukkan dan menjejalkan kontol besarku kedalam memeknya yang pasti tak kalah tembem dari memek Bu Siska!

Hari itu dan hari-hari selanjutnya sampai hari keenam, kegiatan kami tak lebih dari ngentot, tidur dan makan. Lebih sering ngentot bertiga tapi diselingi ngentot berdua saat salah satu dari Bu Hesti atau ibuku terlalu lelah untuk melanjutkan. Aku lebih sering main berdua dengan ibuku, karena disamping staminanya lebih kuat dari Bu Hesti, aku juga benar-benar serius ingin menghamili ibu angkatku sekaligus calon mertuaku dan juga istri gelapku ini... Masalah bagaimana dengan Rani itu urusan belakang, nanti ibu yang akan mengatur segala sesuatunya. Pokoknya tugasku hanya bercumbu, bercinta, mengentoti dan menghamilinya!

Pengalaman pesta seks di villa itu membuatku punya obsesi baru, ngentot di alam terbuka! Disamping tentunya obsesi untuk bisa menikmati tubuh montok Budhe Anah. Itu gara-gara Bu Siska seringkali minta disetubuhi di halaman belakang villa yang luasnya mencapai 1 hektar lebih! Dengan tembok keliling yang tingginya 3,5 meter, tentu apa yang kami lakukan disana jadi tak tampak oleh orang lain yang berada diluar komplek villa. Juga demikian halnya dengan perumahan pekerja villa yang memang berlokasi di tempat sama di sisi paling belakang halaman, antara taman luas dan perumahan itu terpisah tembok tinggi dengan pintu masuk yang hanya dipegang oleh Budhe Anah. Itu juga tadinya aku sempat bertanya-tanya yang akhirnya kutahu ternyata Budhe Anah sebenarnya adalah orang ke 3 yang sangat tahu hubunganku dengan Rina, ibu dan Bu Hesti. Suatu ketika, ibu memang menceritakannya padaku bahwa sejak lama Budhe Anah adalah satu-satunya orang tempat ia sering curhat di rumah. Ibu bilang, ia sudah merasa seperti adik Budhe sehingga seringkali Budhe menjadi orang tempat ia menumpahkan kesedihan tatkala ibu bertengkar dengan Om Jimmy. Tentu sebelum aku dan ibu jadi ‘suami istri’ seperti sekarang. Dan meski Bu Hesti, sahabat terdekat ibu itu kini hadir dalam kehidupan sehari-harinya dan menjadi tempat curhat bahkan berbagi kenikmatan, karena mereka berdua sama-sama wanita karier yang sibuk, di waktu luangnya, ibu tetap saja lebih sering ngobrol berlama-lama dengan Budhe Anah. Baginya, Budhe Anah adalah kakak yang bijak dan sangat perhatian.

Setelah mengerti benar kedekatan ibu dengan Budhe Anah, aku tak canggung lagi bermesra-mesra bahkan mencabuli ibu di depannya, disamping karena aku sering tak tahan menyaksikan pantat ibu dari belakang saat ia memasak di dapur, mencumbui ibu di depan Budhe Anah juga kumaksudkan agar perempuan bersusu besar itu ikut terangsang! Dengan kenyataan diatas maka tak aneh pula bila ibu tak sama sekali keberatan akan hal ini, ia tanpa malu-malu membalas kecabulanku di depan Budhe.

Seperti yang terjadi pagi ini di hari terakhir kami berada di villa. Ibu sedang asik memasak, aroma seafood dari sup sayur bercampur udang yang sedang dibuatnya itu mengundangku berjalan dari arah kamar menuju dapur. Sampai disana kulihat ibu sedang mengaduk masakan, sementara Budhe Anah sedang mencuci piring-piring kotor sisa makan kami semalam. Mereka berdiri saling membelakangi.

Aku masuk ke dapur dan langsung mendekati ibu, memeluknya dari belakang lalu langsung menjilat dan mencium permukaan lehernya persis diatas punggung.

“Heeeeehhhhhh.... kamu sudah bangun rupanya....,” kata ibu setengah mendesah.

“Gimana tidurnya sayang?” lanjutnya bertanya sambil menggerakkan tangan kearah belakang, meraba dan langsung meremas kontolku dari luar celana kolor yang kukenakan.

“Enak lah Bu, tidur sambil netekin susu Bu Hesti.... hehehe...” jawabku, sengaja dengan suara agak keras agar terdengar jelas oleh Budhe yang ada persis di belakang kami.

“Duuhhhh ini barang cepat banget bangunnya....” ujar ibu merasakan kontolku yang memang sudah keras sejak bangun tidur tadi.

Aku merabai pantat ibu, masih dari luar daster tipis yang ia kenakan. Kuremas dengan cukup keras menggunakan tangan kiri, sementara tangan kananku kedepan badannya dan meraih susu ibu, lalu meremas juga.

“Auuuhhhh sssss hhhhh” desah ibu tanpa menoleh kebelakang, kulihat matanya terpejam menikmati rabaan di pantat dan remasan di susunya. Kuyakin Budhe Anah pasti sedang memelototi kelakuan kami saat ini.

“Ada Budhe Anah tuh, gak malu apa.... mbak ini loh, anakku ini nakal banget sih, ibunya lagi masak kok digangguin begini....” Kata ibu, sekarang dia menoleh kearah Budhe yang masih mencuci piring. Akupun ikut menoleh kearahnya, Budhe tersenyum saja... tapi tatapan matanya padaku membuat kuberpikir bahwa perempuan itu sepertinya iri dan tergiur ingin juga diperlakukan sama dengan nyonya bossnya...

“Iya ih den Budi... masa ibu sendiri diusilin gitu.... hihihi.... nakal banget anak laki nyonya...” kata Budhe akhirnya bersuara.

Kulihat pandangan mata Budhe tertuju pada tanganku yang tengah meremas-remas pantat ibu.

Remasan dan rabaan pada pantat dan susunya rupanya membuat ibu jadi tak tahan, terbukti saat aku mencoba menyusupkan tangan ke celah bagian atas daster yang ia kenakan, lalu menjepit puting susunya yang sudah terasa keras, ibu mendesah tanpa malu-malu...

“Auuuhhhhh sayaaang..... ayo di kamar....” ujar ibu sambil menarik tanganku, kami berjalan menuju ruang tengah.

Sebelum keluar dapur ibu sempat bilang ke Budhe Anah.

“Mbak, aku tidurin si nakal ini dulu ya? Biar gak rewel gini... hihihi” Kata ibu

“Njih Nyah.... kasi pelajaran dia Nyah, dijewer aja.... hehehe” sahut Budhe Anah.

Sebelum keluar dari pintu dapur, kusempatkan mengedipkan mata kearah Budhe, tatapan mata kami bertemu, meski sebentar, tampak ia tersenyum sambil menggeleng... matanya seperti berkata padaku “kapan giliran Budhe, deennnnn???”

“Aden nakal....” katanya padaku sambil pura-pura mendelik. Kujulurkan lidah tanda mencandainya....

“Budhe mau ikutan?” kataku sambil terus berjalan mengikuti langkah ibu.

“Hussshhh ngawur aja... anak nakal!” Katanya. Budhe membalikkan badan dan kembali asik dengan pekerjaan dapur. Kuyakin setelah ini, Budhe pasti akan berlari ke kamarnya, mencolok-colok memeknya dengan terong atau buah pare, bermasturbasi sambil membayangkan aku menindihnya! Hehehe....GR banget sih gue???

Sementara, sesampai di ruang tengah, ibu langsung membantingku ke tempat tidur luas bersprei putih bersih itu. Ditariknya celana kolor yang kukenakan, lalu tanpa meminta persetujuan, ibu langsung menyedot kontolku yang sudah tegang itu dengan mulutnya.

Aku balas meraih kepala itu, menjambak rambutnya dan menekan-nekan kepalanya sehingga kontolku jadi terasa membentur dinding bagian terjauh dalam mulut atau ujung atas tenggorokannya, mungkin itu yang dinamakan deep throath! Mulutnya tampak sesak dijejali kontol besarku, Ibu sampai tersedak dan mengeluarkan penis yang sudah tegang itu, ia terbatuk 2 kali. Tapi sesaat kemudian ia kembali menjilat, mengulum dan menyedotnya berulang-ulang.

Maka bermainlah kami satu ronde sebelum sarapan pagi, Bu Hesti masih tidur di kamar, aku dan ibu ngentot di kasur ruang tengah yang terletak di pinggir kolam indoor tempat kami ngentot bertiga pada hari pertama.

Diawali gaya missionaris, aku memompakan kontol ke memek ibu dengan keras, ibu berteriak, ganti gaya nungging, ibu semakin histeris, ganti lagi gaya miring sambil berbaring, ibu menjerit. Sampai 15 menit kemudian, kutuntaskan birahi wanita stw yang juga ibu angkat dan calon mertuaku itu sampai 5 kali ia orgasme!

Aku belum! Dengan tergesa-gesa aku mencabut kontol dari memeknya dan berjalan kearah kamar tidur, Bu Hesti rupanya sudah bangun, tanpa pemanasan sedikitpun, langsung kutindih dia dan mengangkangkan kedua kakinya kearah kiri kanan, memeknya terbuka, kuludahi sedikit bibir memek yang masih tampak tertutup itu agar tak perih saat nanti dimasukin kontolku, ditambah juga kontolku masih belepotan lendir dari memek ibu sehingga tak terlalu susah saat kumasukkan kedalam memek Bu Hesti.

Sreeeeppppp Bleessssss!!!! Aku langsung bergoyang turun naik, mengocok kemaluan sempit dosenku itu. Mulanya ia sekedar mendesah keenakan, namun jadi berteriak kemudian saat ritme kocokan kontolku di memeknya kunaikkan semakin cepat, ia berteriak panjang, pahanya terasa merapat ke tubuhku, kemaluannya terasa menjepit didalam sana, aaahhh... baru 300an kali kocokan saja dosenku itu sudah menggelepar meraih orgasme!

Aku belum, dan ini terasa tanggung karena sebetulnya aku sudah menjelang puncak juga, maka aku kembali keluar kamar menuju ibu yang masih tergolek di tempat tidur samping kolam. Kuentot lagi ia dengan mesra disana, aku menggenjot kuat, ibu kembali mendesah dan menjerit. Hampir hampir hampir dan.... bersamaan setelah orgasme kelima baginya itu, aku juga melepas spermaku dalam rahimnya! Yesssss!!! Nambah lagi bibit anakku! Ibupun melepas untuk kali kelima pagi ini. Kami puasss!

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


BUDI HARTAWAN The TRILOGY (Perspektif Budi)

Model : Miss Chantal devi



BUDI POV
Terkapar sudah ibuku pagi ini, puas rasanya menyetubuhi perempuan paruh baya bertubuh bahenol dengan susu besar itu. Saking lelahnya, ia cepat sekali kembali terlelap setelah memeknya kujilati sampai kering dari sisa-sisa lendir yang keluar dari hasil orgasme kami tadi.

Aku menuju kamar mandi untuk membersihkan dan menyegarkan badan. Tak mandi, hanya sekedar meraup wajah yang terasa lengket karena keringat dan sisa lendir yang kujilati dari memek ibu.

Aku keluar kamar menuju taman belakang villa, maksudku ingin makan karena perut terasa lapar setelah semalam suntuk ngentotin kedua ibu-ibu paruhbaya bertoked gede dan bermemek lezat itu.



Namun belum sampai pintu ruang belakang yang menuju teras, pandanganku terbentur pada adegan erotis dua orang perempuan paruhbaya yang sangat kukenal, Bu Hesti yang duduk di korsi makan teras belakang, sedang dijilatin memeknya oleh Budhe Anah yang masih berpakaian kebaya lengkap!

Oumaigaaattt!!! Tak kusangka ternyata Budhe Anah adalah perempuan yang cukup binal! Atau jangan-jangan ia dipaksa menjilati memek ibu dosenku yang gatelan itu? Ah aku tak ingin main tuduh. Lebih baik menyaksikan adegan itu dari balik jendela besar berkaca gelap dan berlapis gorden transparan ruang belakang ini. Mereka tak mungkin tahu aku sedang menontonnya karena cahaya diluar lebih terang daripada pencahayaan di dalam bangunan villa ini.

Bu Hesti terlihat mendongak-dongakkan wajah menahan nikmatnya jilatan Budhe Anah pada memeknya, sementara wajah Budhe Anah tertutup oleh kepitan paha besar ibu dosenku yang kini berteriak-teriak histeris menikmati setiap milimeter jilatan lidah dan mungkin juga sedotan mulut Budhe yang berbibir seksi itu.

Benar-benar kejutan indah untukku di pagi yang cerah ini, karena baru kutahu ternyata Budhe Anah bisa diajak ber’binal-ria’ seperti yang kulihat, bahkan ‘main jorok’ menjilati memek sahabat nyonya besarnya sendiri yang tanpa malu-malu berteriak-teriak keras sambil menjambak rambut Budhe yang masih disanggul gaya Jawa! Aaaaahhhh! Sungguh pemandangan yang luar biasa sensasional!!!

Kontolku yang tadinya mulai menunduk usai membantai memek ibu berkali-kali di tempat tidur, jadi bangun, mengeras dan tegang lagi! Bagaimana tidak, melihat pantat besar Budhe Anah bergoyang-goyang sambil menyedot memek Bu Hesti dengan posisi kepala Budhe terjepit paha itu membuat aku teringat akan kejadian 2 bulan lalu saat ‘memperkosa’ Bu Siska di Hotel Patra Jasa Semarang waktu menghadiri pesta pernikahan anak sahabatnya!! Ketika itu ibu masih mengenakan pakaian kebaya lengkap!!!

Kupegangi kontolku dan membelai sambil membayangkan diriku mengangkat kain jarik Budhe keatas, lalu melepas celana dalamnya dan menusuk memek yang pastilah tembem plus empuk seperti memek ibuku! Baru kusadari juga ternyata pantat perempuan desa berumur paruhbaya itu lebih besar dari bokong ibu, kulitnya juga ternyata sedikit lebih cerah dari Bu Hesti, kulit mulus yang membuatnya tak pantas dibilang ‘orang kampung’ karena tampak begitu sempurna terawat!

Rasanya sudah tak sabar ingin bergabung dengan mereka! Tapi aku ragu dan langsung ingat janjiku pada diri sendiri bahwa setiap aku ingin ngentotin wanita lain, aku harus meminta ijin atau istilah Jawa nya kulo nuwun pada ibu sebagai ‘pemilik sah kontolku’ (selain Rani tentunya... hehehe). Jadi kuurungkan niat tersebut dan cuma bisa menonton, menunggu mereka selesai...

Seperti biasa, tak sampai 10 menit dijilati seperti itu, Bu Hesti sudah orgame dengan hebat! Ia menekan dan menjejalkan wajah Budhe Anah di pangkal selangkangannya, pahanya menjepit wajah perempuan yang lebih tua darinya itu dengan keras, matanya terpejam menahan ledakan puncak birahi hasil tarian lidah Bude di memeknya!!!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhh akuuu kellluaarr mbaaaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkk!!!! Ooooooohhhh ennaknyaaahhh!!!” Jerit Bu Hesti panjang.

Sesaat kemudian tampaklah wajah Budhe Anah menjauh dari jepitan paha Bu Hesti. Secercah senyum Budhe tampak manis sekali ia berikan pada sahabat bossnya yang baru saja ia puaskan. Oumaicrot!!! Manis sekali wajah Budhe!

Tak cuma sampai disana, Bu Hesti lalu meraih pipi Budhe dengan kedua tangannnya, menariknya keatas, saling mendekatkan wajah... Mereka berciuman, berebut saling menyedot lidah, mengadu bibir penuh gairah! Bu Hesti menjilati sekujur wajah Budhe Anah yang dengan antusias juga meremas-remas susu ibu dosenku itu. Bu Hesti masih dalam keadaan setengah telanjang, hanya mengenakan seutas BH hitam penyangga susu.

Damn!!! Meski hampir tiap hari sudah sering meremas tetek mirip pepaya Solo itu aku masih saja gatal ingin meremas payudara Bu Hesti! Menjepitkan kontolku disana dan menyemprotkan sperma ke mulut seksi milik dosen akuntansi bertubuh sintal itu!



Braakkk! Tak sengaja tanganku menyenggol gelas yang ada di meja dekat tempatku berdiri mengintip mereka. Bunyi itu terdengar Budhe Anah yang rupanya langsung menghentikan aktivitasnya, ia baru saja mulai menyedot puting susu Bu Hesti. Tergesa-gesa pembantu paruhbaya bertubuh bohay itu berdiri lalu merapikan kebaya dan kain jariknya yang awut-awutan. Kemudian tanpa permisi berjalan cepat kearah kamarnya jauh di belakang sana meninggalkan Bu Hesti yang tampak dengan tenang mengenakan kembali lingerie yang tadi terlempar berserakan di meja makan besar itu.

Aku tergopoh-gopoh masuk ke kamar mandi yang berada di dekat pintu keluar menuju teras tempat mereka memadu seks sejenis itu dengan maksud jika kepergok Bu Hesti, aku pura-pura saja baru habis kencing. Dalam otakku, dengan cepat tersusun rencana mengentotnya di meja wastafel depan kamar mandi itu.

Benar saja, kuintip dari balik pintu toilet yang terbuka sedikit, Bu Hesti berjalan masuk dari arah teras dan celingukan memeriksa sekiranya bunyi gubrak apa yang tadi membuyarkan keasikan mereka. Tapi telat, aku sudah merapikan gelas yang jatuh tadi ke tempat sampah di toilet ini. Jadi ia tampak bingung lalu melangkah memasuki toilet tempatku berada, namun begitu ia sampai di depan wastafel, aku muncul dari arah belakang dan langsung menyergap, memegang pinggulnya dan sedikit menggerakkan badan sintal dosenku itu agar mendekat kearah meja beton wastafel berlapis marmer disana. Meski sempat sejenak gelagapan, ia mengerti juga keinginanku. Bu Hesti naik dan duduk dengan kaki yang sebelah menjuntai dan sebelah lagi dinaikkan ke pinggir meja wastafel. Otomatis pahanya terbuka, menunjukkan memeknya yang tampak masih basah.

“Kamu ngapain di toilet sini sayang?” ujarnya bertanya sambil meraih batang kontolku yang sudah tegang.

“BAB tante..., di kamar tadi ibu pakai toilet, jadi saya kesini... sudah gak tahan... hehehe....” jawabku sekenanya

“Kamu pasti abis ngentotin ibumu ya, nih masih keras gini....” katanya mengomentari kontolku yang mengacung-acung kearah memeknya.

Ia lalu menempelkan kepala kontol itu di bibir memeknya, aku langsung menusuk masuk dan menggoyang.

“Aaaahhhh iyyah tanteee.... tadi ibuku sudah KO, sekarang giliran tante... memek tante kenapa sudah licin juga?” tanyaku

“Iyyah sayaang aaauuuhhhhh..... tante juga dari tadi terangsang, abis renang pengen diewek kamu... uuuhhhh yeeesssssss” katanya berbohong, padahal itu kan bekas jilatan Budhe Anah... Hehehe....

“Nanti setelah tante orgasme aku jilatin ya? Aku pengen banget minum lendir tante, sejak kemarin kan aku belum sempat sedotin lendir dari memek tante ini...” celotehku sambil terus bergoyang maju mundur.

Tinggi permukaan meja beton berlapis marmer alam berwarnya krem itu memang sejajar dengan posisi kontolku jika aku berdiri, dan memek Bu Hesti persis berada diatas dan agak menempel di pinggir meja beton berlapis marmer mahal itu.

“iyyaaaah Buuuddd, kamu mauuu minum cairan memek tante?”

“Ya dong....”

“Kalau gitu ayo genjot yang keras dan cepat, tante sudah sebentar lagi rasanya....”

Akupun menambah kecepatan bergoyang maju mundur dan memperkuat hempasan pinggangku, membuat ujung kepala kontolku sangat terasa membentur dasar liang memek wanita paruhbaya yang mudah orgasme ini.

Lima menit saja setelah kugoyang dengan lebih cepat, Bu hesti sudah berteriak keras, orgasme dahsyat melanda seluruh tubuhnya, wanita itu bergetar hebat sambil berteriak panjang menyebut kata-kata kotor tentang kelamin dan senggama yang dalam bahasa gaulnya kontol-memek dan ngentot atau ngewek!

Seperti permintaanku yang diiyakan Bu Hesti tadi, segera setelah nafasnya tenang, kulepas tautan antara memeknya dan kontolku lalu aku berjongkok dengan lutut sebagai tumpuan berdiri. Wajahku jadi sejajar dengan pangkal paha Bu Hesti, ia mengangkang, menunjukkan betapa merangsangnya dinding dan isi dalam vagina yang kini menganga lebar di depanku. Mulailah aku menikmati tetes demi tetes cairan kental yang mengalir dari dalam kemaluan perempuan berjembut itu. Kujilat, kuemut dan kusedot semua lendir yang mengalir ataupun menempel di daerah paling sensitifnya, sementara pemilik memek itu mendesah desah dan terkadang berteriak kegelian.

Tak lama setelah kuhisap habis sisa-sisa lendir di memeknya, permukaan pangkal selangkangan Bu Hesti terasa agak kesat. Lendirnya habis kutelan, rasanya kadang asin kadang tawar, baunya bercampur dengan wewangian mewah dari parfum mahal yang ia kenakan dan aroma keringat wanita berlibido tinggi itu. Aaah, jilat memek atau disingkat JILMEK ini memang aktivitas seksual yang sangat kugemari, hingga setiap kali sebelum ngentotin siapa saja, aku selalu menyempatkan diri melakukannya! Malah kadang wanita yang kujilati itu mengalami orgasme berkali-kali sebelum akhirnya kuentot....

Puas menjilati memek nikmat Bu Hesti, kuminta ia turun dari meja dan menungging membelakangiku, posisinya menunduk berpegangan pada pinggiran wastafel, aku masuk lewat belakang, tetap sambil berdiri dan mengocok kemaluan nikmat milik ibu dosen binal yang diluar kampus kupanggil tante ini.

Oiya, sejak beberapa waktu belakangan, karena Bu Siska seringkali bertanya berapa kocokan yang kulakukan sampai aku berhasil membuatnya orgasme, aku jadi sering menghitung sambil mengentot. Kalau selama ini kami menghitung daya tahan masing-masing dengan satuan menit atau jam, kini kami jadi punya satuan lain yaitu kocokan kontolku ke memek wanita-wanita haus seks itu. Beberapa kali aku mengocok sambil menghitung di kocokan yang keberapa mereka biasanya orgasme, aku jadi tahu kalau Bu Siska biasanya mencapai klimaks di kocokan ke 800 hingga 1000 kali dengan 2-3 kali perubahan gaya ngentot. Sementara Bu Hesti lebih singkat, seringkali ia sudah kejang-kejang orgasme saat kocokanku di memeknya baru mencapai angka 700.

Begitu pula saat ini ketika aku melakukannya dengan posisi semi doggy style di dalam rest room villa, pada kocokan ke 291 Bu Hesti ternyata sudah muncak lagi untuk yang ketiga kali.

Karena ia bilang lelah berdiri maka kutunda berejakulasi lalu mengajaknya menemani aku sarapan, ia sendiri bilang sudah menyantap makan paginya sejam yang lalu akibat terlalu lapar.

Kunaikkan celana kolorku yang tadi melorot sebatas lutut saat mengentotinya dan bertelanjang dada kusantap sarapan yang telah disiapkan Budhe Anah di meja makan. Bu Hesti menemani, duduk di sebelahku sembari menikmati beberapa irisan buah segar. Sesekali ia menyuapi aku diselingi dengan keusilannya mencium dan menjilat dadaku. Aku paham maksudnya, mungkin agar kontolku tetap tegang hingga selesai sarapan dan ia juga sudah siap kuentot kembali.

Benar saja, setelah menghabiskan sepiring sarapan sehat, Bu Hesti menarik tanganku menuju sebuah pojokan di sudut taman belakang villa, dari sana kami bisa melihat semua area seluas kira-kira 2000 meter persegi yang merupakan halaman belakang samping kiri bangunan utama. Bu Hesti membawa matras selebar 1,5m dan panjang 2m yang entah dimana ia dapat, lalu sesampai di sebuah area terbuka yang dikelilingi pohon bonsai berdaun cukup lebat dengan rumput ditengahnya, ia menggelar matras itu disana.

Seperti tak sabaran ingin segera dicoblos, Bu Hesti berbaring telentang menghadap atas beralaskan matras tadi, kedua kakinya ia angkat keatas dan dibentangkan kiri kanan, pahanya terbuka lebar menunjukkan padaku betapa sensasionalnya posisi ‘nantang’ itu!

Akupun dengan sigap menempatkan diri diatas tubuhnya, memasukkan kontolku ke memeknya dan mulai memompa sambil mendesah-desah keenakan, demikian pula ia. Ibu dosen binal itu meraih pinggangku dengan kedua tangannya, seperti menuntun gerak pinggulku dan ingin mengatur kecepatan kocokan kontolku keluar masuk memeknya sekaligus menekan keras saat aku menghempaskan paha ke selangkangannya.

Dengan gaya missionaris itulah, pagi ini aku tuntaskan birahi wanita paruhbaya kedua yang merupakan partner seks utamaku setelah Bu Siska.

2 jam saja di pagi ini aku sudah membuat Bu Siska 4 kali orgasme, dan Bu Hesti 3 kali (itu yang kurasakan dari denyutan memeknya saat kuentot tadi, padahal menurut pengakuannya ia sudah 5 kali ngecrot didalam sana). Sementara aku sendiri tak menuntaskan birahiku di memek Bu Hesti, karena memang sejak pertama mengenal seks, seperti juga yang sering dipuji oleh perempuan-perempuan penikmat kontolku, salah satu kemampuan lebih yang kumiliki dalam hal senggama adalah kemampuan mengatur kapan mau klimaks dan menyemprotkan spermaku, aku sudah bisa memisahkan antara ejakulasi dan klimaksku sendiri. Aku bisa merasakan kepuasan ngentot tanpa harus mengeluarkan sperma. Itulah salah satu keistimewaan yang kumiliki secara alami, tanpa pernah belajar atau latihan, sejak awal memang begitu, entah kenapa!

Puas menggarap dan memuaskan birahi perempuan dewasa beranak 5 yang juga dosen akuntansiku ini, aku segera beranjak menuju kolam. Sejenak kulakukan pemanasan sebelum menceburkan diri dan berenang mengitari kolam yang kelilingnya saja memiliki panjang 310 meter. Aku berenang dengan berbagai gaya sampai berhasil 4 kali berputar menyusuri sepanjang garis tepian dan 2 kali diagonal kolam, artinya aku berenang total 1,5km lebih pagi ini! Badanku terasa sangat segar setelahnya...

BONUS BOKE KLIK TOMBOL DIBAWAH


BUDI HARTAWAN The TRILOGY (Bu Siska)

Model : sarah ardhelia



BU SISKA POV
(#) Seperti sudah menjadi hal rutin, hari itu aku terbangun pukul 6 pagi, kulihat disamping, tepatnya dipelukanku, Budi masih tertidur dengan mulut yang mengemut puting susuku. Tangan kanannya memeluk pinggangku dan kaki kiriku menumpangi tubuh bagian bawahnya. Jadi kami tidur berpelukan, entah kapan Budi mulai memelukku, aku tak ingat.

Dengan perlahan aku melepaskan puting susu kiriku dari mulut Budi, lalu mencoba duduk dan menatap remaja perkasa yang semalam ‘menghabisi’ aku dan Hesti ini. Decak kekagumanku bertambah saat kulihat dibawah sana kontol Budi ternyata sudah tegang dan sangat keras! Hmmm... tiap pagi memang kulihat kontolnya selalu bangun lebih dulu dari pemiliknya. Dan kata dokter ahli seksologi, pria yang penisnya tegang setiap pagi sebelum atau ketika bangun tidur itu adalah tanda pria sehat, metabolisme tubuhnya baik, peredaran darahnya lancar.

Tapi masalahnya, melihat itu, dan membayangkan sessi akhir pesta 3some semalam, aku jadi horny berat. Kata dokter kandungan juga, sperma di pagi hari itu baik untuk mengawali kehamilan!! Kuputuskan segera untuk membangunkan anakku yang perkasa itu, tapi dengan cara langsung menservice kontolnya. Aku menunduk, menjilati, mengemut kemudian menyedot keras. Beberapa saat Budi belum sadar aku sedang menikmati kontolnya dengan mulutku. Baru 3 menit begitu saja aku sudah tak tahan, memekku rasanya sudah banjir.

Kugerakkan tubuh anakku hingga posisi tidurnya jadi telentang menghadap keatas. Kedua tangannya juga diatas kepala, dan kontol itu semakin tegang saja. Segera kududuki, kumasukkan batang besar nya, dan dengan tak sabar aku langsung mengocok atas bawah, maju mundur, awalnya lambat, meningkat, semakin cepat dan makin keras hingga tiap hempasan pantatku di pangkal pahanya menimbulkan bunyi plaakkk plaaakkk plaaakkk. Akupun mulai berteriak keenakan, Budi terbangun, seketika dengan reflek langsung juga meraih buah dadaku...

“Ooouuuhhhhh buuudddiiiihhhhh oouuhhhh ibbuuhh gak tahhan liatin kontolmuh....” ujarku di sela-sela gerakan turun naik yang kuperlambat saat Budi mulai mengimbangi permainan itu dengan mengangkat angkat pinggang dan menghantamkan kontol besarnya kedalam memekku, kepala kontol besar itu, seperti biasa, terasa membentur dasar liang memekku.

“Ayyoooh Buuuuu, kita lakukan pelan dan mesra.... Budi mau kita keluar sama-sama....” Katannya sambil terus memainkan buah dadaku.

“Iyya naak, ooohhh semoga ibu bisa tahan.... tapi kamu juga jangan dilama-lamain ya....”

“baik Bu.... benar kan ibu mau hamil dan ngandung anak dari Budi?”

“Iya sayang, benar.... ouuhhhhh”

“Tapi gimana kalau Rani tau?”

“Hmmm ouuuhhh.... paling cepat, Rani dapat libur kira-kira setahun dari sekarang, jadi kalau ibu hamil, dia gak bakal tahu....”

“Uuuhhh baiklah Bu.... kalau begitu Budi akan hamili ibu...”

“Iyyah sayang, ibu sekarang jadi istri keduamu..... aahhhhh”

“Bu hesti?”

“Dia istri ketigamu....aaaahhh ayyoh Buuuddd enttooottttt ooh”

“Hmmmm aaahhhh iyyah ibuku sayang istriku kekasihku, Bu.... ouhh yaaahhhh....”

“Iyyah suamiku, anakku, kekasihku, menantuku.... Balik sayang, kamu diatas.... kalau begini terus ibu bisa cepat keluar...”

Gerakan kami terhenti sejenak, lalu dengan lamban aku merebahkan badan diikuti gerakan Budi yang bangun dan menjaga agar kelamin kami tetap bertaut.

“Ibu yakin mau jadi ibu dari anakku?”

“Iya sayang, ibu jadi neneknya sekaligus ibu dari anakmu....”

“Nenek yang binal!” Katanya lalu kemudian mempercepat kocokan kontol besar itu di memekku.

“Yessss ooouuhhhh yesss ibbuuuuhhhhkuuu kekasihkuuuuu” teriak budi lagi sambil mengecup puting buah dadaku bergilir kekiri kekanan.

“Iyyaaahhhh sayaaang.... kammuuh suami ibbuuh, juga kekasih ibbu, anak ibu, juga gigolo ibu!!! Aaaaaahhhhhhh” aku makin histeris karena saat menyebut kata gigolo itu Budi menghempas dan menusukkan kontolnya keras sekali.

“Iyyeeesssss yeessss ini kontolkuuu buuuhhhh kontol gigolomuuhh aahhhh yesss yesss yeeess kontol anakmuuhhh kontol suamimuuuhhh! Kontol menantumuuuhhhhh!!!” Jeritnya tak kalah seru

“Aaaahhhhhh ayyooohhh entot memek pelacurmuuuh innih Budiihh aahhhh ibu jadi pecun muuhhhhh pelacurmuuhhh, entoottt memek lontemuuuu budiiihhh aaahhhhhhh”

“Iyyaaaahhhhh Siska lonteekuuuhhhh, memekmu ennaaakkk aahhh memek ternikmaatttt diduniaahhhhh aaahhhh”

“Enak mannah di banding memek Rani? Aaaaahhhhhhh!!! Entoot yang kerrasssss!!!”

“Enakan memekmuuuu Siska lontekuuuuhhh!!! Memek mu paling enak diantara semua memek yang pernah kuentot Siskaaa lonteeeee!!!”

“Iyyaaahh Budiii gigoloku sayaaang!!! Kontolmu juga kontol paling enak yang pernah ngentotin memekkuuhhh ooouuuuuhhh yeeessss ayyoohh genjot terusss memek mertuamu ini Budiiihhhhh aaahhhhhhh!!! Entot memekku yang kerraasss Budiiiiiiihhhh Gigolokuuuuu!!!”

“Kontol siapa ajjah yang pernah masuk memekmuuu Siskaaaaaaa aahhh lontekuuuhhhhhh!!!”

“Kontoolll keciiilll si bangsat penipu Jimmy anjing iituuuhhhh Buddddiihhhhh!!! Sudah keciilll gak ada apapanya dibanding kontol raksasa kamu anakkuuuhhh gigolokuuuu menantukuuuuuu!!! Si bangsat itu mainnya cuma 5 menit langsung ngecroottttt diaaahhhhhh!!! Gak kaya kamu gigolokuuuuhhhhhh”

“Aaaahhhhh Siska ibu mertuaku yang binaaallllllll, pantas memekmu masih sempit ajjaaahhhhh oouuhhh ibukuuuu lontekuuuu ternyata kontol si Jimmy itu kecil yaaaahhhhh ooouuhhhhhh”

“Iyyaaahhh Budi anakku gigolokuuu.... kontolmu gak ada lawannyaah malah lebih besar dari kontol negro di film pornoohhhh!!! Makanyaah Hesti cerita memeknya sempat robek waktu pertama kali kamu entooottt ooohhhhhhh!!!!”

“Iyaahhhh habis memek si Hesti dosen binalku itu kelewat sempiittt dan lama gak dientot suaminyaaaaahhhhhhh”

“Makanyaaahhhh sekarang dia tergila gila kontolmu sayaaangku gigolokuuuuu pemuas nafsu sekskuuu Budii sayaaaangkuuuhhhh!!!”

“kammuuh masiihh lama kah Siska lontekuuuhhhhh??? Oouhhh”

“Sebentaaarrr lagiiii ibu keluaarr sayaaangggg... ayyooh Budi gigoloku kammuuuuh juga keluarin barengaaannnnn aaahhhhhhhhh suamiku kontol besarmu ennaaakkk bangeeettttttt, istrimu gak tahhaann sebentar laggiihh ngecroootttttt”

“Iyyaaahhh Siska pelacurkuuuhhhh maarrii keluarin barengaaann ya ibu mertuaku yang binaaalllll Siska lontekuuuu, siska pecun memek paling enaaaakkkkkkk!!!!” Teriaknya ketika kami bersamaan saling menggoyang makin kuat, kurasakan entotan Budi semakin cepat, semakin kerassss, dan semakin kencang menghantam dasar liang rahimku.

“Aaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhh yeeessss Buuuuuuuuhhh Budii keluaaaarrrrrrrr aku keluaaarrrrrr ooouuuhhhh Siskaaaaaaaa lontee memek ennaaakkk aaaaahhhh akkuuhh keluaarrrrr yessssssssss”

“Ooouuuhhh Budiiiii gigolokuuuu!!!! Aku keluar juggaaahhhh aaahhh yessssssss yesssss yesssssssss aaaaahhhhhhh banyaaakkk bangeeet sayaaaanggg!!! Hamili ibu mertuamumu ini Buuudddddiiihhhh aaahhhh!!! buntingin lontemu ini Budddd... ooooohhhhh masukkan pejuhmu yang banyaak dalam memekkuu Buuuddddiihhh ooohhh!!! keluariin yang banyaaak aaahhhhhh”

“Iyyaaaahhhhh Siska lonteku yang binaaaallllllllllll, kumaksukkan semua spermaku dalam memek enakmuuuu aaahhh aahhh aahhh aahhhhh ahhhhh ahhhh ahhh yeeessssssss” Teriak Budi panjang, lalu menancapkan kontolnya dalam sekali. Belasan semprotan sperma terasa memenuhi rahimku yang sedang di masa subur ini. Yes!!! Aku pasti hamil! Aku pasti bunting!! Aku dibuntingi anakku sendiri!!! Aku dibuntingi menantuku sendiri!!! Oooohhh Tuhaan nikmatnya kontol Budi anak angkatku, menantuku, gigoloku!!!



Kami terkapar setelah menuntaskan permainan yang cukup lama itu! Kulihat jam dinding, ah, ternyata baru kali ini aku bercinta dan ngentot tanpa jeda dalam waktu yang sangat panjang bagiku! Hampir sejam!

“Huuuuffffff ibbu cape Buuudddd.... kalau kamu mau lagi, ibu gak sanggup sayang... Hampir sejam ibu bertahan!” Ujarku masih dengan nafas ngos-ngosan.

“kalau kamu mau lanjut, main aja sama Hesti sayang, ibu nyeraaah, mungkin Hesti lagi berenang di kolam belakang...,” lanjutku.

“Iya Bu, sebentar Budi bersihin dulu memek enak ini, banyak banget kita berdua ngecrotnya, sampai meleleh...” kata Budi sembari membuka lebar pahaku dan langsung menjilat cairan kental yang terasa membanjiri memekku itu dengan lidah dan mulutnya.

50 menit lebih bersenggama tanpa jeda ini adalah yang pertama bagiku, hingga tenagaku rasanya terkuras tak bersisa. Sejujurnya aku tadi sudah 4 kali mengalami orgasme namun kupertahankan stamina untuk tetap dapat mengimbangi keperkasaan anak angkatku itu agar ia benar-benar merasa puas mengawali pagi yang cerah ini dengan menumpahkan sebanyak mungkin sperma pertamanya masuk dalam rahimku.

Tanpa setahu Budi, aku sudah 2 bulan belakangan mempelajari teknik-teknik yoga yang ada hubungannya dengan membangkitkan kekuatan serta daya tahan tubuh melalui pemusatan konsentrasi pikiran. Namun demikian, sebagai pemula dalam hal ini aku masih tetap saja benar-benar lemas tak berdaya menghadapi permainan panjang nan menguras tenaga melawannya, hingga setelah budi terasa usai membersihkan memekku dengan mulut dan lidahnya, aku kembali memeluk bantal guling dan segera tertidur lagi...

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 25 : Mampir Ke Cirebon) TAMAT

Model : Dewi Elianor



"Hilang ke mana mereka?" tanyaku bingung. Entah apa yang terjadi dengan ke dua anak itu. Sepertinya Lilis tidak tertarik dengan berita hilangnya Rani dan Rini.

"Kita mulai bergerak. A Ujang ke Gunung Kemukus dengan ditemani beberapa orang yang akan mengawasi A Ujang dari jauh." Lilis mulai menerangkan rencananya.

"Bagaimana dengan Rani dan Rini?" tanyaku heran.

"Ini kesempatan kita, saat perhatian mereka teralih ke Rani dan Rini. Kita bisa sedikit tenang mencari brankas itu." kata Lilis.

"Di Gunung Kemukus hanya ada brankas berisi 20 batang emas yang masing masingnya seberat 1 kg. Dan dua batangan sudah A Ujang bawa. Lilis kan sudah liat." kataku menerangkan.

"Kita tidak mencari emas, tapi mencari petunjuk brankas satu lagi disimpan. Atau lebih tepatnya mencari berkas berharga itu." Lilis kembali menerangkan.

"Kalau ada petunjuk tentang berkas itu di sana, tentu Bu Dhea sudah mendapatkannya." kataku berusaha mematahkan argumentasi Lilis. Aku harus mulai berpikir. Tidak mungkin selamanya aku bergantung dengan Lilis.

"A Ujang sekarang mulai pinter. Berkas itu tersimpan bersama emas. Atau mungkin yang dimaksud dengan emas adalah berkas itu." Lilis tertawa. Lilis berjalan membuka brankasnya dan mengambil beberapa lembar kertas sobekan Diary mendiang Pak Budi. Lalu memberikanku satu lembar.

Kurang ajar, ternyata Codet menipuku. Bukan hanya aku yang tertipu, tapi juga Shomad. Codet ternyata kebih licik dari Shomad. Emas hasil rampokan ternyata disimpan olehnya. Gobang hanya mendapatkan sebagian saja..

Aku sudah pernah membacanya. Apa ini ada hubungannya dengan Rani dan Rini? Tato yang ada di tubuh ke dua gadis itu mungkin menunjukan berkas itu berada. Berkas yang sangat berharga melebihi emas yang tersimpan dalam brankas. Tapi menurut surat yang dikirim ayahku berkas itu tersimpan aman bersama emas.

Aku ragu untuk menceritakan tato di bagian vital ke dua gadis itu ke Lilis. Bagaimana kalau Lilis murka, bukankah membuat masalahku semakin rumit. Untuk mencari ke dua gadis itupun rasanya sangat sulit. Di mana mereka berada, aku sendiri tidak tahu.

Setelah berpikir keras dan menemukan jalan buntu ahirnya aku mengikuti saran Lilis untuk pergi ke Gunung Kemukus mencari petunjuk yang mungkin belum ditemukan oleh Bu Dhea. Bisa saja petunjuk itu ada di kotak besi berisi surat surat cinta untuk ibuku yang kutinggalkan di sana tanpa membacanya. Mengingat hal itu membuatku memaki kecerobohanku. Sungguh tolok aku meninggalkan kotak besi itu di sana. Kalau benar ada sesuatu yang berharga di sana.

*******

Setelah pernikahan Ibuku yang hanya sekedar akad nikah, aku berangkat ke Gunung Kemukus dengan naek kereta ekonomi dari stasion Tanah Abang. Aku sengaja memilih naik kereta karena aku sudah bermaksud untuk menghindar dari orang yang akan mengawasiku. Aku ingin bergerak sendiri tanpa ada yang mengawasi. Aku ingin belajar menempa diriku tanpa tergantung orang orang di sekelilingku. Aku bosan menjadi boneka. Sudah saatnya aku bergerak atas inisiatifku sendiri. Aku pasti bisa.

Di dalam KRL tujuan Tanah Abang, aku berusaha memperhatikan sekelilingku. Aku sengaja memakai kaca mata hitam, agar orang tidak akan bisa melihat ke arah mana mataku melihat. Tidak ada tanda tanda yang mencurigakan. Sekali lagi aku berusaha mengingat para penumpang yang satu gerbong denganku, mungkin saja ada diantara mereka yang sengaja dikirim untuk mengawasiku

Sampai Stasion Tanah Abang aku membeli tiket ke Solo. Selasai membeli tiket aku turun ke peron kereta tujuan Solo. Aku sengaja memilih tempat yang aku anggap sebagai tempat paling strategis untuk mengawasi sekelilingku sambil menunggu kereta jurusan Solo datang.

Masih tidak ada yang mencurigakan. Atau mungkin aku belum tahu cara membedakan orang yang sedang mengikuti dan mengawasiku. Aku belum pernah belajar tentang hal itu. Aku hanya bergerak berdasarkan naluriku saja. Mungkin ini bisa membantu.

Kereta jurusan Solo sudah mau berangkat dan aku sengaja naek saat kereta mulai berjalan. Logikaku berpikir, kalau ada yang mengikuti dan mengawasiku mereka pasti akan naik setelah aku naik. Aku menarik nafas kega, karena aku adalah orang terahir yang naik, untuk sementara aku aman.

Apakah aku benar benar aman dari orang yang mengikuti dan mengawasiku? Bisa saja mereka naek lebih dulu dan mengawasiku dari atas untuk menghindari kecurigaanku. Bodoh, kenapa baru terpikir sekarang olehku. Ketakutan diikuti membuatku terlihat lemah dan seperti orang bingung. Kalau benar ada orang yang mengikutiku, mereka tentu sedang mentertawakanku sekarang. Mentertawakan kebodohanku yang terlalu berhati hati.

Tapi mereka tidak akan sadar dengan rencanaku turun di Cirebon, rencana yang hanya aku sendiri yang tahu. Aku ingin mengetahui keadaan Anis setelah Shomad mati dan juga mencari petunjuk tentang Codet. Kemungkinan Anis mengetahui tentang Codet atau bisa juga Ratna.

Sepanjang perjalan ke Cirebon, jantungku berdegup kencang karena aku tahu Anis juga terlibat dengan rencana melenyapkan Mang Karta. Aku seperti akan memasuki kandang macan sendirian, tapi aku berani menanggung resikonya. Sudah saatnya aku menunjukka tajiku, bahwa aku tidak selemah yang mereka kira. Aku berusaha tenang dan tidak menunjukka kegelisahanku, bisa saja orang yang sedang mengawasiku curiga melihat kegelisahannku dan mereka semakin waspada. Aku harus tenang agar mereka tetap menyangka aku sudah mengetahui kehadiran mereka.

Berpikir bahwa aku sudah mengetahui kehadiran mereka membuatku tertawa geli. Bodoh, bahkan aku belum tahu keberadaan mereka di mana. Hanya perkataan Lilis yang mengatakan akan mengirim orang untuk mengawasiku dan mwnjagaku dari bahaya yang menjadi patokanku. Padahal aku sama sekali tahu siapa yang mendapatkan tugas itu.

Ahirnya kereta yang kutumpangi berhenti di Cirebon, aku berusaha untuk tetap menunggu kereta melanjutkan perjalanan dan saat kereta mulai bergerak meninggalkan Stasion Cirebon, aku meloncat turun. Aku berjalan cepat memasuki sebuah rumah makan yang berada di area stasion. Segera aku memesan kopi. Seperti tidak terjadi apa apa aku duduk memperhatikan kereta yang meninggalkan stasion.

Setelah kurasa aman, aku meneruskan perjalan ke rumah Pak Shomad dengan naek becak. Setelah sampai rumah Pak Shomad aku melihat sesuatu yang janggal, teras rumah yang biasanya ramai oleh orang yang sedang berlatih silat, sekarang terlihat sepi. Lebih sepi dari biasanya.

Aku segera mengetuk pintu sambil mengucapkan salam beberapa kali. Ada jawaban dari dalam, aku yakin yang menjawab salamku adalah Ratna. Tidak lama kemudian pintu terbuka. Begitu melihatku, Ratna langsung memelukku sambil menangis membuatku bingung.

"Mamah....Mamah meninggal..!" Ratna berkata sambil terus menangis membuatku sangat terkejut mendengar kabar yang tidak terduga ini.

"Kapan?" tanyaku. Tidak ada rasa sedih maupun kehilangan, aku hanya merasa kaget. Kematian yang sepertinya datang beruntun. Kematian yang terasa sangat menakutkan.

"Ujang, masuk Jang...Ratna, ajak Kang Ujang masuk dulu." kata Bi Darsih yang muncul dari dalam. Aku melepaskan pelukan Ratna dan mencium tangan Bi Darsih yang terlihat semakin tua. Matanya terlihat cekung, mungkin menangisi kematian dua orang yang dicintainya.

Kami segera masuk ke ruang keluarga. Rumah yang besar terasa sepi dan mencekam. Bau kematian membuat bulu kudukku merinding tanpa kusadari. Entah kenapa setiap kali memasuki rumah yang baru saja mengalami kematian membuatku gelisah, merasa tidak nyaman.

Aku duduk di kursi kayu jati yang dingin sedingin hatiku yang terasa gelisah. Ratna duduk di sampingku seolah tidak mau kehilangan diriku. Ranselku kuletakkan begit saja di samping kursi. Kalau saja Anis masih hidup, dia akan segera membawa ranselku masuk kamar.

"Bibi bikin kopi dulu ya, Jang..!" tanpa menunggu jawaban dariku Bi Darsih masuk dapur, 5 menit kemudian Bi Darsih sudah keluar lagi membawa nampan berisi kopi dan makanan kecil. Mungkin sisa sisa tahlilan.

"Anis dan Pak Shomad meninggal dalam kecelakaan hampir sebulan yang lalu..." Bi Darsih memberitahu kematian Anis dan suaminya yang terjadi bersamaan.

"Kecelakaan di mana, Bi?" tanyaku dengan suara lesu.

"Di Jakarta...!" jawab Bi Darsih seperti menyembunyikan sesuatu. Mungkin karena ada Ratna sehingga Bi Darsih tidak berani menceritakan kejadian yang sebenarnya.

Tentu saja kau tahu penyebab kematian Pak Shomad yang berduel dengan ayahku. Yang mengejutkan adalah kematian Anis yang terjadi pada hari yang sama menimbulkan kecurigaan. Apa sebenarnya penyebab kematian Anis?

"Rat, ajak Kang Ujang masuk kamar sana. Biar Kang Ujang mandi dan istirahat. Nenek mau istirahat." kata Bi Darsih meninggalkan kami. Suasana benar benar sangat mencekam. Bau kematian masih terasa kental dan menakutkan.

Ratna menarik tanganku masuk kamar Anis. Kamar yang biasa kugunakan memadu kasih semalaman. Kamar yang mengingatkanku dengan kelembutan dan pelayanan ranjangnya yang maksimal. Ranjang yang biasanya hangat dan panas oleh birahi dua insan yang memadu kasih sekarang terasa begitu mencekam. Dengan ragu ragu, aku duduk di pinggir ranjang.

Ratna berdiri mematung melihat ke arahku.

"Duduk, Rat..!" aku menarik tangan Ratna agar duduk di sampingku. Ratna terlihat ragu. Aku memaksanya untuk duduk.

"Kenapa gak mau duduk, Rat?" tanyaku heran.

"Gak apa apa, Ratna masih sedih. Ratna gak tahu harus ikut siapa sekarang..?" Ratna tiba tiba memelukku dan kembali tangisnya pecah di dadaku. Kubiarkan Ratna menangis menumpahkan semua kesedihannya di dadaku.

"Mamah nitipin ini ke Ratna untuk A Ujang...!" kata Ratna melepaskan pelukanku. Dilepasnya kalung dengan liontin berbentuk hati kepadaku.

Aku memeriksa liontin terbuat dari emas, sepertinya ada celah kecil di sisi sisinya. Seperti liontin yang bisa dibuka. Penasaran aku membukanya, ternyata benar bisa terbuka dan di dalamnya ada kertas dilipat kecil. Aku mengambilnya dan membacanya.

Anis titip Ratna.. Hanya itu yang ditulis, membuatku bingung. Bagaiman caranya merawat dan memperlakukan seorang gadis seperti Ratna? Satu satunya cara yang kutahu memperlakukan seorang wanita adalah memberinya kenikmatan sex. Apa aku harus menjadikan Ratna sebagai istriku? Gila, pikirku.

"A, Ratna ikut A Ujang saja y? Ratna takut di sini..!" kata Ratna kembali memelukku seperti tidak mau kehilangan diriku. Tentu saja hal ini membuatku sangat bingung. Walau Ratna adik tiriku, tapi usianya hanya terpaut 8 tahun. Lebih cocok jadi istriku dari pada jadi anak tiriku.

Saat aku terdiam bingung apa yang harus aku lakukan dengan Ratna, tiba tiba Ratna mencium bibirku, membuatku semakin kaget. Bagaimana bisa Ratna mencium bibirku, biqr bagaimanapun Ratna adalah anak tiriku. Tidak pantas rasanya berbuat mesum dengan anak tiriku sendiri.

Tapi naluri hewaniku berbicara lain, aku malah membalas ciuman Ratna dengan bernafsu. Rasanya terlalu sayang untuk dilewatkan tawaran gadis belia yang cantik ini. Bayang bayang kehangatan saat menggumuli tubuhnya yang ranum dan kenikmatan yang akan kuperoleh. Sebuah kesempatan yang tidak mungkin aku sia siakan begitu saja.

Benar kata pepatah, jangan berduaan dengan yang bukan muhrimnya, pasti yang ketiga itu setan. Setan yang berpesta di dalam api birahiku yang bergejopak. Tanganku meraba payudara Ratna yang masih bisa terus berkembang. Payudara yang masih mengkal tapi tidak mengurangi kenikmatannya.

"A Ujang janji akan membawa Ratna keluar dari rumah ini?" Ratna menatapku penuh harap. Mata yang sperti ketakutan. Entah apa yang membuatnya takut sehingga ingin keluar dari rumah ini?

Aku hanya mengangguk. Anggukan yang terasa begitu berat karana ada sebuah tanggung jawab besar yang harus aku piku,l sedangkan masalahku sudah sangat bertumpuk dan sekarang bebanku bertambah, dengan kehadiran Ratna.

Ratna kembali mencium bibirku, tanganku dibiarkannya tetap hinggap di payudaranya.

"Ratna mau jadi istri A Ujang..." kata Ratna membuatku terkejut. Sebentar lagi aku akan menikahi Lilis, kalau aku menikahi Ratna juga berarti istriku menjadi tiga. Berat, bagaimana caranya mengatur waktu dengan tiga orang istri.

"Maukan A Ujang menikahi Ratna?" tanya Ratna meminta jawaban dariku. Jawaban yang sangat sulit aku ucapkan. Bagaimana kalau aku menolak untuk menikahinya?

~ TAMAAT ~

Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 24 : Menjebak Lastri)

Model  : Miss indah mellan


Kami segera memakai pakaian dengan tergesa gesa sebelum suami Mbak Heny curiga, persoalannya akan menjadi semakin rumi. Rupanya pengalaman selama menjadi PSK sangat berharga buat Lastri, hampir bersamaan kami sudah berpakaian lengkap. Lastri tidak perlu merapikan rambutnya yang panjang terkuncir.

Lastri membuka pintu sementara aku duduk. Seorang pria yang belum pernah aku lihat masuk dengan diikuti oleh dua pria lainnya yang bertampang menakutkan seperti yang sering aku lihat pada penampilan preman pasa

Pria yang disapa mas oleh Lastri mengajakku bersalaman, aku segara bangun menyambut uluran tangannya. Kepalan tangannya sangat keras seolang ingin mematahkan telapak tanganku. Aku bukan pria lemah, aku semakin menguatkan genggaman tanganku. Belum sempat aku menyadari situasi yang terjadis salah seorang dari dua pria yang datang bersama suami Mbak heny tiba tiba melayangkan tinjunya ke arah wajahku.

Belum sempat aku menghindar, seseorang menarik pria yang sedang meninjuku sehingga tubuhnya terjungkal ke belakang, sekilas aku melihat temannyapun ternyata sudah jatuh terkena oleh pukulan orang yang baru saja datang.

Pria yang mengaku suami Mbak Heny menoleh ke arah teman temannya yang bergelimpangan dilantai, kesempatan yang tidak kusia siakan, kepalanku menghantam hidungnya membuatnya terjungkal ke belakang.

Ternyata orang yang melumpuhkan ke dua temannya suami Mbak Heny adalah Mang Udin. Aku benar benar terkejut dengan kehadiran Mang Udin yang tidak kusangka sangka dan semakin terkejut saat Lilis tiba tiba masuk. Baru aku mengerti ternyata Lilis mengikutiku diam diam.

"Kamu mau bilang apa lagi, Las?" tanya Lilis dingin menatap ke arah Lastri yang berdiri ketakutan.

"Kamu mau ngejebak A Ujang lagi? Siapa sebenarnya yang menyuruh kamu?" Lilis kembali berkata mendekati Lastri yang mundur ketakutan.

Aku benar benar tidak pernah menduga Lilis sengaja membututiku langsung dengan Mang Udin. Wanita seperti apa sebenarnya calon istriku ini? Semuanya serba di luar perkiaraanku. Dia bisa melakukan apa saja tanpa dapat kutebak. Wanita yang sangat menakutkan.

"Tenang dulu, Lis!" Mang Udin seperti berusaha meredakan kemarahan Lilis yang terlihat jelas dari wajahnya.

"Siapa mereka?" Lilis menunjuk ke para pria yang bergelimpangan di lantai tidak berkutik.

"Mereka anak buah, Pak Gobang..!" kata Lastri tidak berani menatap wajah Lilis.

"Gobang sudah mati..!" bentak Lilis, belum pernah aku melihat Lilis semarah ini.

"Kami benar benar anak buah Kang Gobang...!" tiba tiba orang yang diakui sebagai suami Mbak Heny ikut bicara.

"Ngomong yang benar!" Mang Udin berkata sambil menginjak leher orang itu. Sebuah ancaman yang tidak main main.

"Kami disuruh mencari brankas berisi emas...!" ahirnya orang itu menyerah.

"Siapa yang menyuruh kalian?" tanya Mang Udin lagi.

Aku hanya menjadi penonton yang melihat semua adegan itu dengan tanda tanya besar.

"Kang Japra..!" orang yang mengaku sebagai suami Mbak Heny ahirnya membuka mulut.

"Kenapa kalian mengincar Ujang?" tanya Lilis tanpa berpaling dari Lastri, karena bisa saja Lastri mengambil kesempatan saat dirinya lengah dan itu sangat membahayakan jiwa dan kandungannya.

"Karena Kang Japra menyangka Jalu tau di mana emas itu berada." orang itu terlihat sangat ketakutan.

"Bukankah kalian sudah membaca surat ini?" Lilis melemparkan surat dari ayahku yang tadi aku berikan ke Lilis. Berikan surat ini ke orang yang sudah menyuruh kalian.." seperti sebuah perintah, Mang Udin mengangkat kakinya dari leher orang itu.

Orang itu segera berdiri, namun terlihat bingung melihat ke dua temannya yang pingsan.

"Barudak, bawa dua begundal ini keluar." Mang Udin berkata nyaring dan muncullah 4 orang yang aku kenal sebagai anak buah Mang Karta. Mereka langsung mengangkat dua begundal yang tergeletak pingsan karena pukulan Mang Udin yang mengenai bagian vital mereka.

"Kamu tetap kerja sama orang itu, laporkan apa yang A Ujang kerjakan. Dan kamu juga harus melaporkan ke aku apa yang mereka perintahkan ke kamu. Kamu mengerti!" kata Lilis tegas membuatku heran. Bagaimana mungkin Lilis justru menyuruh melaporkan semua yang aku lakukan ke orang yang berusaha mencelakaiku. Sebelum aku bertanya, Lilis mengajak kami pulang meninggalkan Lastri yang belum menyanggupi perintah Lilis.

Mang Udin tidak banyak bicar, dia hanya memberiku isyararat agar mengikuti rencana Lilis. Terlihat sekali Mang Udin sangat mempercayai Lilis keponakannya. Sehingga dia tidak bertanya dengan semua instruksi Lilis yang menurutku janggal.

Di luar rumah kontrakan ternyata sudah sangat banyak orang yang menonton dan salah satunya ternyata ketua RT yang segera menghampiri Mang Udin yang penampilannya sekarang lebih rapi dan wajahnya klimis. Brewok dan kuminya sudah dicukur habis bahkan potongan rambutnya cepak tidak ubahnya seperti seorang aparat kepolisian.

"Bagaimana Pak, sekarang sudah amankan?" tanya ketua RT ke Mang Udin yanv segera menyalaminya.

"Semua sudah bisa kami atasi, terduga yang akan memperkosa saudari Lastri sudah berhasil kami tangkap. Terimakasih atas partisipasi masyarakat sini, kami pihak kepolisian mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar besarnga." kata Mang Udin seraya berpamitan.

Pintar sekali Mang Udin berpura pura sebagai polisi sehingga masyarakat tidak terpancing berbuat anarkis. Aku segera menuntun motor ke tempat parkir mobil karena Lilis menolak untuk kubonceng karena takut. Di samping mobil yang terparkir ternyata sudah menunggu 4 orang yang lagi lagi aku kenal sebagai anak buah Mang Karta, ke empat orang itu memakai dua buah motor.

Lilis dan Mang Udin naik ke dalam mobil, aku mengikuti dari belakang dan dua motor lainnya berada di belakangku. Posisi ini seperti dibuat untuk melindungiku dari ancaman yang tiba tiba.

*****

"Kenapa Lilis menyuruh Lastri melaporkan kegiatan kita ke orang itu?" tanyaku heran saat kami sudah berada di dalam ruang kerja kami berdua. Ya kamar bekas mendiang Pak Budi kami jadikan sebagai ruang kerja bersama.

"Biar kita bisa saling mengawasi, minimal kita bisa menebak apa yang mereka rencanakan." Lilis terlihat tenang, seolah itu adalah hal paling benar yang harus dilakukannya.

"Berarti Lilis nyuruh A Ujang nganter Lastri adalah untuk menjebak Lastri?" tanyaku mulai mengerti apa yang diinginkannya.

"Benar, A Ujang sayang. Apapun akan Lilis lakukan untuk menyelamatkan A Ujang dari bahaya. Makanya Lilis nelpon Mang Karta untuk mengirim orang orangnya untuk mengikuti A Ujang saat nganter Lastri tadi. Setelah A Ujang berangkat, Lilis dan Mang Udin nyusul." Lilis tersenyum dan duduk di pangkuanku. Wajahnya yang cantik sangat dekat dengan wajahku sehingga aku bisa merasakan nafasnya yang halus dan terasa hangat.

"Lilis tahu apa yang A Ujang lakukan dengan Lastri?" tanyaku dengan jantung berdebar kencang.

"Cukup kita yang tahu, jangan sampai Ningsih tahu. Selama A Ujang tidak pernah meninggalkan kami, Lilis tidak masalah." Lilis mencium bibirku dengan mesra. Tidak ada rasa jijik padahal dia tahu bibirku sudah mencumbu Lastri.

"Kenapa surat itu Lilis kasih ke orang itu?" tanyaku semakin penasaran dengan strategi yang begitu asing untukku.

"Karena surat itu sudah mereka buka sebelum diberikan ke A Ujang. Makanya Lilis yakin Lastri sudah berhianat." Lilis menjawab begitu tenang.

"Dari mana Lilis tahu amplop itu sudah dibuka?" aku tidak melihat kelainan pada surat yang aku terima. Di amplop ada tulisan untuk anakku dan aku yakin itu tulisan ayahku. Amplop itu masih dalam keadaan dilem.

"Dari lem pada amplop, itu bukan bawaan lem di amplop. Karena sebelumnya amplop itu sudah dibuka, maka mereka lem lagi dengan lem kertas. Bekas lemnya agak tebal dan ada bekas sobekan kertas yang menumpuk." kata Lilis menjelaskan. Sungguh analisa yang sangat menakjubkan.

"Lalu kenapa ayah Gobang menitipkan surat itu ke Lastri? Padahal dia bisa memberikanya dengan cara yang lebih cepat.?" Lilis bertanya kepadaku. Aku berusaha berpikir dan menemukan jawabannya. Tapi aku tidak bisa menganalisanya. Ahirnya aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.

"Pertama, agar surat itu dibaca oleh orang yang menghianatinya.

Kedua, agar orang orang itu tahu bahwa A Ujang tidak tahu menahu tentang brankas berisi emas dan berkas yang mereka cari. Dengan kata lain, mereka tidak akan mengincar atau mencelakai A Ujang

Ketiga, untuk memberi petunjuk di mana berkas itu berada." Lilis menerangkan semuanya dengan segala analisa yang menurutku sangat luar biasa.

"Tapi orang yang kita hadapi tidak bodoh, dia sangat cerdas. Makanya kita butuh seseorang untuk mengawasi rencana mereka dan orang itu adalah Lastri. Setiap kali mereka menyuruh Lastri melakukan sesuatu, kita bisa menerka rencana dan gerkan mereka." Lilis menyudahi keterangannya. Kali ini aku benar benar bertekuk lutut dengan semua strategi dan analisa Lilis.

"Kenapa kita tidak menyerang mereka? Anak buah Mang Karta cukup banyak, anak buah ayah yang sekarang menjaga kita juga ada dua pulih orang." tanyaku heran. Bukankah akan sangat mudah berhadapan langsung seperti dalam film film action, dengan seorang diri atau beberapa orang mereka bisa mengalahkan penjahat yang jumlahnya sangat banyak.

"Hihihi, A Ujang lucu..!" Lilis kembali mencium bibirku dengan mesra.

"Kok malah ketawa?" tanyaku merajuk. Kucubit hidung Lilis yang mancung dengan gemas.

"Yang kita hadapi adalah sebuah jaringan yang sudah ada sebelum A Ujang lahir. A Ujang tahu, betapa hebatnya ayah Gobang dan Pak Shomad? Mereka adalah jago legendaris yang sangat ditakuti di Jakarta. Tapi dalam satu tepukan, mereka tewas dengan mudah. A Ujang bisa lihat betapa hebatnya Mang Karta dan Mang Udin, tapi mereka bisa disingkirkan dengan mudah. Ini bukan film action yang biasa kita tonton." Kata Lilis dan kembali dia mencium bibirku.

Aku membalas ciuman Lilis dengan penuh perasaan. Sekarang aku benar benar takluk dengan kemampuan calon istriku ini. Tidak ada lagi keraguan di hatiku.

Tiba tiba telpon di meja kerja berdering kencang. Dengan malas malasan Lilis mengangkarnya.

"Hallo....." Lilis terlihat serius mendengarkan si penelpon. Lalu menutupnya tanpa bersuara.

"Anak gadis Codet, Rani dan Rini hilang dari markas..!" kata Lilis membuatku kaget.

Bersambung....