Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 23 : Introgasi)

Model : Miss arralim


"Siapa?" tanyaku heran.

"Lastri, dia yang memancing A Ujang keluar agar mereka punya kesempatan menikam A Ujang. Tujuannya agar Ayah Gobang marah dan menantang Shomad duel hidup dan mati. Saat duel itulah seseorang akan memanfaatkan kesempatan." Lilis menerangkan panjang lebar. Wajahnya tenang tidak terkejut kalau Lastri yang melakukan penghianatan itu.

Aku benar benar terkejut bagaimana bisa Lastri menghianatiku dan menyebabkanku hampir tewas. Apakah Anis pun akan menghianatiku seperti Lastri menghianatiku? Tapi aku berharap dengan kematian ayahku semuanya akan berahir.

"Setelah kematian ayah semuanya sudah berahir..!" kataku berusah mengabaikan Lastri yang sudah berhianat. Bisa saja dia tidak tahu apa apa.

"Belum berahir, A. Mereka masih menginginkan sesuatu yang Ayah Gobang simpan dan kunci mendapatkannya justru ada di tangan Ujang." Lilis menerangkan semua yang dia tahu bahkan tidak aku ketahui sama sekali.

"Kunci apa? Aku tidak tahu apa apa."kataku heran. Mereka mengincar sesuatu yang tidak aku ketahui. Aku yakin yang mereka incar adalah emas yang tersimpan entah di mana.

Ting tong, bel membuat percakapan kami terhenti. Lilis segera memakai pakaiannya lengkap dengan jilbab. Ningsih masuk kamar dengan membawa pakaiannya yang berserakan di lantai. Aku yang paling cepat memakai celana pangsiku tidak memerlukan waktu sampai satu menit.

Aku segera membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang datang. Ternyata Lastri diapit oleh dua orang pria yang selalu berjaga di rumah yang berhadapan dengan rumah yang kutempati.

"Ada apa ini?" tangaku heran. Walau menurut Lilis, Lastri adalah orang yang menghianatiku. Tetapi aku tidak melihat sebuah kejanggalan atau belum menemukan sebuah alasan yang tepat untuk memahaminya. Bisa saja penghianat itu salah satu orang yang dikirim mendiang ayahku untuk berjaga jaga mengawasi kami dan itu alasan paling masuk akal.

"Masuk, Las.. Dan kalian boleh kembali ke pos kalian." Lilis berkata dari belakangku. Lastri berjalan masuk. Wajahnya menunduk ketakutan. Lastri duduk dengan wajah tertunduk. Lilis duduk di hadapan Lastri. Sesaat tidak ada yang berbicara. Lilis hanya memperhatikan gerak gerik Lastri.

"Las, kamu yang ngasih informasi saat aku hampir tewas karena tertusuk? Atau nungkin kamu sengaja nyuruh aku datang ke kios agar seseorang bisa membunuhku" tanyaku meniru gaya di film film saat sang mengintrogasi musuhnya walau gaya introgasiku terkesan sangat amatir.

"Saya cuma disuruh..." singkat sekali jawaban Lastri yang tidak berani menatap wajah kami.

"Siapa yang nyuruh?" Lilis bertanya dengan nada suara datar.

"Gak tahu." dua kata, hanya dua kata yang tidak menunjukkan apa apa.

"Untuk apa?" Lilis kembali bertanya menggunakan dua kata sama halnya dengal Lastri.

"Gak tahu," jawaban yang sama seperti yang tadi.

Lilis tertawa kecil mendengar introgasinya yang mungkin sia sia. Amatir, pikirku. Mungkin Lilis cerdas, tapi apa kecerdasanya bisa digunakan untuk mengorek sebuah informasi. Sedangkan aku tidak tahu bagaimana cara mengintrogasi seseorang. Apa harus menggunakan kekerasan atau dengan ancaman seperti dalam film film. Sepertinya aku tidak bisa melakukan ke duanya.

Ningsih muncul dengan membawa nampan berisi minuman dan makanan ringan untuk tiga orang. Minuman dan makanan ringan, sebenarnya kami sedang menjamu seorang tamu atau sedang mengorek keterangan dari orang yang katanya penghianat. Atau mungkin ini cara introgasi ala Lilis.

"Minum dulu, Las." Lilis menyuruh Lastri minum. Tidak terlihat adanya tekanan yang seharusnya dilakukan dalam sebuah introgasi. Ini seperti sebuah jamuan untuk seorang teman yang sedang berkunjung.

Lastri terlihat bingung melihat Lilis yang tidak menunjukan ancaman ataupun tekanan. Bahkan yang terlihat adalah tawaran persahabatan. Bukan hanya Lastri yang jelas jelas terlibat bingung, aku lebih bingung lagi.

Dengan ragu Lastri meminum air sirup yang mampu menyegarkan tenggorokannya. Atau bisa membuatnya lengah dengan maksud tersembunyi Lilis.

"Aneh ya, kamu gak tahu siapa yang nyuruh kamu dan maksudnya apa, tapi kok kamu mau?" Lilis berkata, nada suaranya yang tadi datar berubah menjadi dingin. Aku bisa merasakan sebuah ancaman tersembunyi yang mulai diarahkan ke Lastri.

"Pak.Japra..!" Lastri mulai mengatakan sebuah nama. Sebuah nama yang membuatku takjub karena tidak menyangka orang itu yang menyuruh Lastri.

"Kamu kenal Japra di mana?" desak Lilis.

"Di Gunung Kemukus." tanya jawab yang menjengkelkan. Lastri hanya menjawab apa yang ditanyakan bukannya menceritakan kronologinya secara gamblangbsehingga aku tidak perlu menebak nebak arah yang sebenarnya.

"Kamu pernah di Gunung Kemukus?" tanya Lilis kaget. Lilis tentu saja tidak tahu kalau Lastri pernah jadi penghuni Gunung Kemukus karena ini hanya rahasia kami. Makanya aku tidak heran kalau Lastri mengenal Japra.

"Iya, saya pernah beberapa bulan tinggal di Gunung Kemukus. Bukankah kita pernah ketemu di sana?" tanya Lastri yang mulai berani menatap Lilis.

"Sudah kuduga Japra yang menyuruh kamu.. Tugas kamu apa?" tanya Lilis.

"Mengawasi Kang Ujang." lagi dan lagi Lastri hanya menjawab pertanyaan dari Lilis. Seperti tanga jawab di selembar kertas ujian. Dan ini benar benar membosankan.

"Coba ceritakan bagaimana kamu sampai disuruh mengawasi aku dan berapa kamu dibayar?" tanyaku. Kesabaranku sudah habis dengan tanya jawab yang hanya membuang buang waktu dan tenaga saja.

Lastri melihatku, dia terlihat ragu untuk menceritakan kejadian yang sebenarnya. Apa dia dibawah ancaman yang bisa membahayakan jiwanya? Itu bukan urusanku. Yang jadi urusanku adalah kenapa dia mengawasiku dan bahkan hampir menyebabkanku hampir tewaa.

"Pak Japra hanya nyuruh saya ngawasi Kang Ujang, saya bersumpah. Hanya itu tugas saya. Saya mau karena saya ingin bisa kuliah." aku tidak tahu apakah Lastri menjawab jujur atau hanya mencari selamat.

"Kamu kenal Pak Gobang?" Lilis bertanya lagi. Akuntidak kenapa Lilis menanyakan hal itu.

"Kenal, beliau tokoh masyarakat yang sangat dihormati di Gunung Kemukus. Beliau orang dermawan dan selalu siap bila dimintai bantuan." Lastri menatapku. "Wajah Kang Ujang sangat mirip dengan Pak Gobang." lastri melanjutkan perkataannya.

"Dan kamu hampir saja membuat Kang Ujang hampir terbunuh karena informaaimu. Siapa yang menyuruhmu menelpon Kang Ujang sebelum Kang Ujang ditikam seseprang?" tanya Lilis. Heran, hanya untuk menyakan siapa yang menyuruh Lastri menelponku agar datang ke kios harus melakukan pertanyaan yang berbelit belit seperti ini. Kenapa tidak ditanyakan sejak tadi, pasti sekarang intrigasinya sudah selesai.

"Ada seseorang yang menitipkan ini untuk Kang Ujang." kata Lastri memberikan sebuah amplop yang mungkin berisi surat. Aneh, kenapa tidak memberikannya langsung kepadaku. Dan siapa orang yang menitipkan suratnya kepadaku.

Aku seger mengambil surat dari tangan Lastri dan langsung membukanya. Aneh, ini adalah surat dari ayahku, kenapa harus dititipkan ke Lastri, kenapa tidak menyuruh anak buahnya memberikan surat ini untukku.

"Jangan tanya kenapa aku menitipkan surat ini ke Lastri, karena hanya inilah cara paling aman untuk kita berkomunikasi. Hati hatilah dengan orang sekelilingmu.

Mereka tidak membutuhkan emas yang tersimpan aman. Tapi tujuan mereka yang sebenarnya adalah sebuah buku berisi nama nama yang terlibat dalam sebuah jaringan besar yang melibatkan nama orang orang penting. Buku yang bisa membuatmu terbunuh karena mengetahuinya. Berkas itu tersimpan bersamaan dengan emas hasil rampokan yang sempat disembunyikan Codet, tapi aku berhasil mengambilnya kembali dan sekarang tersimpan aman.

Hati hatilah dengan orang orang yang berada di sekitarmu.

Ayahmu

Aku memberikan surat dari ayahku ke Lilis yang langsung membacanya. Semoga Lilis bukan salah satu orang yang dicurigai oleh ayahku. Rasanya Lilis tidak mungkin menghianatiku. Aku percaya itu.

********

Aneh, kenapa Lilis menyuruhku pengantar Lastri pulang ke kontrakannya? Bukankah dia yang.dari kemarin melarangku ke kios sekedar melemaskan otot. Bahkan sekarang kenapa aku harus pergi tanpa pengawalan padahal dia juga yang menganjurkanku selalu dikawal ke manapun aku pergi. Benar benar aneh. Apakah aku sudah benar benar aman sekarang?

Ahirnya aku sampai di kontrakan Lastri yang masih terkunci karena Heny pasti belum pulang kerja. Aku duduk di atas karpet yang terhampar di lantai, sementara Lastri membuatkanku minuman. Untung Lilis tidak menyuruhku langsung pulang sehingga aku bisa mengorek keterangan yang belum aku mengerti.

"Minum dulu, A..!" Lastri memberiku segelas kopi susu, padahal aku tidak suka kopi susu. Kecuali susu wanita tentunya. Apa lagi susu perawan.

"Berarti kamu kenal ayahku?" tanyaku.

"Semua penduduk Gunung Kemukus pasti kenal dengan Pak Gobang dan Pak Japra." Lastri tersenyum menatapku. "Alhamdulillah A Ujang selamat dari orang yang berniat jahat. Untung yang nusuk A Ujang sudah ditangkap polisi." kata Lastri sambil memelukku.

Orang yang menangkapku ditangkap polisi? Kenapa aku baru mendengar kabarnya sekarang? Seharusnya kalau benar orang itu tertangkap, seharusnya polisi menghubungiku untuk meminta keterangan. Kenapa ini tidak ada kabar sama sekali.

"Siapa yang bilang orang yang menusukku sudah tertangkap?" tanyaku heran.

"Eh..ittu...kirrrain Lastri sudah tertangkap." Lastri menjawab gugup. Untuk menutupi kegugupannya Lastri mencium bibirku dengan mesra. Sepertinya dia ingin mengalihkan perhatianku. Gadis ini tidak tahu aku sangat ahli mengorek keterangan saat berhubungan sex.

Aku membalas ciuman Lastri sementara tanganku meremas dadanya yang mungil. Ciumanku beralih ke lehernya yang jenjang. Aku menciuminya dengan lembut membuat Lastri menggelinjang nikmat.

"Kamu dapat informasi dari man, Las?" tanyaku berbisik disertai jilatan di belakang telinganya.

"Gak ada, A. Lastri kirain sudah tertangkap...!" Lastri masih berusaha mengelak dari pertanyaanku.

Keras kepala, gadis ini masih berusaha tidak mengakuinya. Harus aku beri pelajaran. Aku segera menggendong Lastri masu kamar, tapi aku salah kamar, karena kamar yang aku masuki ternyata kamar Heny kakaknya.

"Salah kamar, A..!" Lastri mengingatkanku. Peringatannya terlambat karena aku sudah membawabya masuk ke dalam kamar Heny. Ada sebuah photo Heny yang membuatku terkejut.

Aku segera keluar kamar Heny dan masuk kamar Lastri yang berada di sebelahnya. Perlahan aku menaruh tubuh Lastri ke atas kasur busa di atas lantai. Aku segera membuka pakaian Lastri yang pasrah tubuhnya kutelanjangi. Tidak ada nada protes.

Seperti ingin membalas perbuatanku, Lastri balas menelanjangiku dan kemudian mendorong tubuhku agar terlentang di kasur busa yang hanya cukup untuk satu orang. Lastri langsung melahap kontolku yang masih setengah tidur, dia begitu pintar menggoda kontolku hingga bangkit sempurna menunjukkan urat uratnya yang melingkar mengelilingj batangnya yang besar dan panjang.

"Ko A Ujang bisa punya kontol segede ini?" tanya Lastri sambil membelai kontolku dengan lembut.

"Kamu suka, ya?" tanyaku menggoda dengan mengedut ngedutkan kontolku sehingga bergerak.

"Suka banget, A...Lastri kembali menjilati batang kontolku dan juga biji pelerku membuatku merintih nikmat. Hampir saja pejuhku muncrat, untungnya aku bisa menahannya.

" Udah, Las....nanti kontolku muncrat.. Gantian, aku pengen jilatin memek Lastri." kataku menarik Lastri agar menjauh dari kontolku.

"Gak boleh, Lastri bekas PSK, memek Lastri kotor." Lastri selalu menolak kalau aku ingin menjilati memeknya. Lastri meraih kontolku dan berjongkok diatasnya, kontolku tepat mengarah lobang memeknya yang sudah basah siap menerima penestrasi kontolku.

"Ahhhh, ennnak, A...!" Lastri mendesis nikmat saat kontolku perlahan menusuk memeknya yang licin dan mungil hingga seluruh kontolku tertelan oleh memeknya.

Harus kuakui walaupun Lastri sering melayani berbagai macam kontol, memeknya tetap menggigit memberikan kenikmatan maksimal. Gerakannya begitu teratur mengocok kontolku dengan posisi berjongkok, tidak membuat kontolku sakit.

"Mbak Heny ternyata polisi ya, Las?" tanyaku sambil memegang pinggang Lastri membantunya agar tidak cepat kelelahan mengocok kontolku.

"Eh, iyyya, enak banget kontol A Ujang...!" Lastri mendesis nikmat. Wajahnya terlihat bahagia bisa merasakan sodokan kontolku yang perkasa.

"Kok gak pernah pake seragam?" tanyaku sambil meremas payudara mungil Lastri dengan tangan kananku sedangkan jari kiriku menggelitik itilnya agar kenikmatan yang didapatkan Lastri lebih maksimal.

"Mbak Heny reserse...!" Lastri bergoyang semakin cepat memompa kontolku.

"Ampunnnn, Las kelllluarrrrr...!" Lastri menjerit mendapatkan orgasme. Wajahnya terlihat semakin cantik. Kubiarkan Lastri menikmati orgasmenya yang dahsat.

Lastri memelukku setelah orgasmenya selesai. Aku segera membalikkan tubuhnya tanpa melepaskan kontolku dari memeknya. Sekarang aku yang berada di atas tubuhnya. Tanpa menunggu aku langsung memompanya dengan cepat.

"Mbak Heny sedang menyelidiki aku, ya?" tanyaku sok tau atau sekedar menebak.

"Mbak Heny tadinya lagi nyelidiki Pak Budi, terus A, entot Lastri.. Enak banget, A..!" Lastri mencium bibirku dengan bernafsu. Pinggulku mengocok memeknya dengan cepat.

"Pangkat Mbak Heny apa?" tanyaku. Kocokanku semakin cepat memompa memeknya. Aku merasa akan segera mencapai puncak orgasme.

"Inspektur Satu... Terus A.... Lastri mau kellluar lagi....!" Lastri menggoyangkan pinggulnya menyambut hentakan kontolku.

Aku tidak mampu lagi bertahan, kontolku menyemburkan pejuh ke dalam memek Lastri. Bersamaan dengan lastri yang juga kembali mendapatkan orgasme ke duanya. Kami saling berpelukan hingga badai orgasme kami reda.

"Lastri tahu orang yang menusuk A Ujang sudah ditangkap dari Mbak Heny, ya?" tanyaku sudah mulai bisa menebak.

."iya, Mbak Heny sudah lama mengawasi jaringan Pak Budi." Kata Lastri membuatku terkejut. Lalu kenapa aku tidak tahu orang yang menusukku sudah ditangkap.

"Las, Lastri...!" terdengar suara seorang lelaki yang memanggil Lastri disertai ketukan di pintu.

"Itu suaminya Mbak Heny...,!" wajah Lastri langsung pucat.

Bersambung...

No comments for "Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 23 : Introgasi)"