Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 12 : Pengakuan Rani dan Rini)

Model : Aisyah


"Ambu...!" seruku kaget dan segera mencium tangan ibu mertuaku yang cantik dan sempat memberikan kenikmatan sex yang tidak akan terlupakan.

"Maaf Jang, Ambu pasti ngagetin kalian datang tanpa ngasih kabar dulu. Ambu baru sempat ke sini, waktu Mang Udin kecelakaan." kata Ambu mengikutiku masuk ke ruang keluarga.

Lilis sudah keluar kamar dan menunggu di ruang keluarga. Rambutnya masih terlihat kusut mungkin kaget mendengar suara Ambu yang datang malam malam tanpa memberi kabar. Ternyata Ningsih ikut terbangun, matanya masih terlihat mengantuk.

"Ada apa, Ambu" Lilis bertanya dengan penuh kehawatiran. Tidak biasanya Ambu datang tanpa memberi kabar lewat telpon. Di rumah Ambu sudah terpasang telpon.

"Ada apa, Ambu?" Ningsih lebih panik melihat kehadiran Ambu yang sangat tiba tiba.

Aku segera menenangkan Lilis dan Ningsih, menyuruh Ningsih membuatkan teh hangat.

"Gak ada apa apa, Ambu ke sini cuma mau bezuk Mang Udin karena baru sempet sekarang. Kemarinkan habis panen. Maafin Ambu kalau gak ngasih kabar kalian, jadi bikin kaget kalian." Ambu menerangkan sambil memeluk dua anak gadisnya yang sedang hamil. Wajahnya terlihat bahagia karena sebebtar lagi akan segera mempunyai cucu dari ke dua anaknya.

"Ambu, ngangetin Ningsih, aja." Ningsih memeluk manja.

"Ya udah, Ambu sekarang istirahat. Bezuk Mang Udin besok pagi pagi. Mang Udin sudah di rumah." kata Lilis memeluk Uwa yang sudah merawatnya sejak ibu kandungnya meninggal. Uwa yang menjadi ibh terbaik yang dimilikinya.

"Ambu tidur sama Ningsih, ya!" Ningsih menggelayut manja.

"Ambu tidur di sama kamu. Ujang tidur di mana?" Ambu mencubit paha Ningsih pelan. Matanya melirik selangkanganku yang terlihat menonjol karena desakan kontolku yang masih berdiri sempurna dan aku menyadarinya saat Lilis menendang kakiku dan memberi isyarat. Aku malu menyadarinya, segera aku mengambil bantal kursi menutup selangkanganku.

"Sama Teh Lilis. Tadi waktu Ambu dateng, A Ujang pasti lagi naekin Teh Lilis. Iyakan, Teh?" Ningsih tersenyum menatapku. Ebtah kenapa aku tidak melihat kecemburuan di wajahnya. Atau Ningsih sudah menganggapnya sebagai hal yang wajar.

"Iya, baru juga masuk, Ambu dateng." Lilis tertawa geli. Tanpa menunggu Ambu masuk kamar, Lilis bangun menarikku masuk kamar tanpa merasa malu melakukannya di hadapan ibu dan adiknya.

Sampai kamar, Lilis segera membuka kembali gaun tidurnya, polos seperti tadi. Berlomba denganku yang juga membuka pakaianku. Tentu saja Lilis menjadi pemenangnya. Lilis mendorongku rke atas springbed empuk.

Tanpa mengulang pemanasan seperti tadi, Lilis menunggangi kontolku yang sukses menerobos memeknya tanpa hambatan. Memeknya masih basah karena birahinya yang terjaga.

"Ennak A, sampe mentok." wajah Lilis terlihat semakin cantik saat retina matanya ke atas meresapi kontolku menusuk hingga dasar memeknya. Lilis memacuku perlahan.

Payudaranya yang indah menggodaku untuk meremasnya dengan lembut. Terasa halu dan kenyal. Payudara yang akan menjadi sumber kehidupan calon anakku yang masih dalam kandungannya.

Gerakan Lilis begitu lembut dan tidak terburu buru, wajahnya yang cantik terlihat menikmati setiap mili gesekan yang sedang terjadi. Wajahnya terlihat semakin cantik. Tidak perlu waktu lama buat Lilis mendapatkan orgasme pertamanya. Dia begitu cepat meraihnya, tangannya mencengkeram dadaku hingga meninggalkan tanda merah.

Dalam keadaan biasa mungkin aku akan menggulingkan Lilis ke samping dan langsung menindihnya mengambil alih posisi. Tapi melihat perutnya yang semakin besar, aku tidak berani melakukannya. Kubiarkan Lilis menikmati sisa sisa orgasmenya hingga tuntas.

"A, Lilis di bawah ya, di pinggir ranjang, A Ujang ngentotin Lilis diri ya!" tanpa menunggu jawaban, Lilis duduk di pinggir ranjang, aku turun mengambil posisi yang diinginkan Lilis.

Kontolku kembali tertelan memek sempit Lilis yang rebah dengan kaki mengangkang lebar. Aku memompanya dengan lembut agar anakku tetap nyaman dalam perut ibunya tanpa terganggu oleh aktifitas ayah dan ibunya yang sedang berpacu birahi.

Agak lama aku memacu Lilis membuat calon istriku itu mendapatkan orgasme ke dua dan ke tiganya. Hingga ahirnya aku sebdiri tidak mampu bertahan lebih lama lagi. Bendungan pejuhku jebol membanjiri dasar memek Lilis yang berteriak histeris mendapatkan orgasmenya lagi. Wajahnya terlihat puas dan bahagia.

"A, nanti Lilis pengen 3some sama Ambu." kata Lilis membuatku terkejut dengan keinginanya yang aneh.

******

Pov Gobang

Gobang membaca berkas penyerahan kekuasaan Jalu anaknya, ada rasa bersalah karena telah merampas milik anaknya setelah belasan tahun dia tidak memenuhi kewajibannya sebagai seorang ayah. Sekarang dia justru merampas apa yang menjadi milik anaknya.

Gobang menggelengkan kepalanya dengan keras, berusaha mengusir rasa bersalahnya dan sekali lagi berusaha meyakinkan dirinya seperti yang sudah dilakukannya ratusan kali bahwa yang dilakukannya adalah untuk menyelamatkan orang orang yang dicintainya. Untuk melindungi mereka. Hanya ini satu satunya cara. Orang itu terlalu licik untuk dihadapi secara berhadapan. Dia bukan seseorang yang menjunjung tinggi jiwa satria.

Dhea mengambil berkas dari tangan Gobang, sudah lebih dari satu jam Gobang tidak selesai membaca berkas. Dhea duduk di pangkuan pria yang diam diam sangat dicintainya, sehingga dia rela melakukan apapun untuk Gobang. Bahkan menjadi seorang pelacur untuk anaknya Jalu.

Gobang membiarkan Dhea duduk di pangkuannya, bibirnya menyambut ciuman Dhea yang penuh gairah. Mungkin dengan menikmati tubuh indah Dhea akan membuatnya sedikit rileks dan melupakan beban hidupnya yang terlalu berat.

Tangannya mulai melepaskan kancing kemeja Dhea yang tidak mampu menutupi tonjolan dadanya yang besar. Dada yang sangat dikaguminya.

Suara ketukan di pintu membuyarkan keasikan Gobang. Suara Japra tidak mungkin diabaikan begitu saja. Sahabatnya itu pasti membawa berita yang penting. Dhea sudah begitu paham, sehingga wanita itu segera turun dari pangkuannya. Sambil memakai kancing yang sempat terlepas, Dhea berjalan ke pintu dan membukanya.

Tanpa menoleh ke Dhea, Japra masuk dan duduk di hadapan Gobang. Wajahnya yang selalu serius terlihat lebih tegang dari biasanya.

"Shomad sudah keluar dari sarangnya, saat ini dia sudah berada di Jakarta. Dan menurut informasi, yang membunuh Codet adalah orang kita yang berhianat dan membelot ke Shomad." Japra terlihat gelisah. Shomad sudah menjadi momok yang menakutkan.

Gobang berusaha tenang walau hatinya agak gentar mendengar Shomad sudah keluar dari sarangnya. Ini adalah pilihan yang sudah direncanakannya selama belasan tahun. Ternyata hatinya tetap saja nerasa gentar menyebut nama itu.

"Kirim seseorang untuk mendekati anak anak Codet yang sekarang berada di markas Karta, pancing ke dua gadis itu untuk keluar dari sana. Pasti mereka telah memberikan sesuatu yang membuat Karta sangat bernafsu ingin membunuhku." Gobang sendiri merasa ragu akan mendapatkan sesuatu dari anak gadis Codet. Tidak ada salahnya mencoba.

Harusnya ke dua gadis itu tetap di tangannya, tapi kenapa Dhea menyerahkan ke dua gadis itu ke tangan Jalu. Jalu masih terlalu polos, dia tidak tahu apa yang sedang dihadapinya.

"Maafkan saya Kang, suduah menyerahkan ke dua anak gadis Codet itu ke tangan Jalu." Dhea seperti bisa membaca pikiran Gobang.

"Jalu masih terlalu polos," gumam Gobang mengabaikan perminraan maaf Dhea.

Japra bangun tanpa bersuara meninggalkannya berdua dengan Dhea. Japra sangat hafal dengan sifat Gobang yang akan segera tenang setelah melampiaskan nafsu sexnya.

Melihat Japra keluar, Dhea segera mengunci pintu, lalu tangannya dengan cekatan membuka seluruh pakaiannya sambil berjalan perlahan mendekati Gobang yang duduk memandangi gundiknya yang bertingkah binal. Pakaian Dhea berceceran di lantai dan tubuhnya sudah polos saat berada tepat di hadapan Gobang.

Ini hal yang paling Gobang sukai dari gundiknya ini, kebinalan yang mampu menyeretnya menjadi kuda jantan liar. Ini pula yang membuat Gobang bisa sejenak melupakan kepedihannya kehilangan orang orang yang dicintainya.

Dengan kasar Gobang mengangkat tubuh montok Dhea yang dibopong masuk kamar dengan diuringi tawa cekikin Dhea. Gobang tahu, Dhea sangat suka main kasir. Mereka pasangan yang cocok, karena pada dasarny Gobang seorang yang kasar dan terbiasa memaksakan kehendaknya untuk mendapatkan sesuatu. Mereka bisa saling melengkapi tanpa mereka sadari.

Gobang yang selama belasan tahun dalam pengasingannya selalu dihantui oleh rasa bersalah terhadap keluarganya tidak menyadari bahwa dia mulai jatuh cinta kepada gundiknya yang rutin mengunjunginya 2 minggu sekali. Dia selalu berusaha meyakinkan dirinya bahwa Dhea hanyalah bekas seorang pelacur yang diangkat derajatnya demi kepentingannya.

Gobang melempar tubuh bugil Dhea ke atas springbed besar, dengan tergesa gesa dia melepaskan seluruh pakaiaannya. Lalu menyusul Dhea naik springbed yang bergiyang. Tangannya dengan kasar meremas dada jumbo Dhea membuat wanita itu menjerit nikmat, terlebih saat putingya yang mengeras dihisap dengan rakus oleh Gobang.

Memeknya yang beberapa hari terahir ini rutin dicukur menjadi sasaran empuk jemari Gobang yang masuk ke dalamnya. Dengan kasar jari Gobang mengocok memek Dhea, hal yang tidak akan berani dilakukannya kepada Kokom mantan istrinya. Ya, Kokom bukan lagi istrinya, karena dia sudah meninggalkannya selama belasan tahun. Semua orang menganggapnya sudah mati.

Gobang beringsut menuju memek Dhea, wajahnya terbenam di selangkangan Dhea yang begitu menikmati perlakuan kasar Gobang. Jerit kesakitan bercampur dengan kenikmatan terdengar terus menerus dari bibir sensual Dhea. Lidah Gobang denagan liar mempermainkan memek dan itil Dhea membuat wanita cantik itu mengeram menggapai orgasmenya.

Gobang tertawa senang bisa menaklukan gundiknya yang liar dan binal. Dia bangkit berdiri, tangannya menjambak rambut Dhea agar bangkit. Kontolnya yang besar dijejalkan ke mulut Dhea yang masih kelelahan akibat orgasme dahsyatnya.

Satu hal yang paling disukai oleh Gobang saat Dhea nenyepong kontolnya persis seperti bintang porno yang sering dilihatnya di film porno. Dhea akan berusaha memasukkan seluruh batang kontol hingga menyentuh tenggorokannya. Wanita itu akan melotot menahan nafas sekuat yang dia bisa lalu melepaskan kontolnya yang akan dikocok dengan cepat sehingga Gobang menyerah.

Gobang mendorong Dhea, lalu menindihnya. Kontolnya dengan kasar masuk memek Dhea yang sudah sangat basah.

Dhea menyambutnya dengan menaikkan pinggulnya berusaha mendapatkan orgasme secepat yang dia bisa. Dan selalu dia busa mendapat orgasme dengan cepat. Dhea mengerang dan menggigit pundak Gobang yang berotot. Heran, giginya tidak pernah bisa melukainya.

Sekali lagi Gobang merasa bangga telah berhasil menaklukkan gundiknya yang binal. Dia membalikkan tubuh Dhea agar menungging, tanganya meraih sebuah botol yang terletak di meja kecil di samping ranjang. Cairan pelumas untuk anus Dhea.

Dengan kasar Gobang menghujamkan kontolnya ke lubang anus Dhea membuat wanita itu menjerit kesakitan. Justru rasa sakit seperti itu yang membuat Dhea bisa mencapai multi orgasme yang sangat dahsyat.

Gobang begitu menikmati lobang anus Dhea, rambut Dhea dijambak untuk mendapatkan sensasi yang lebih dahsyat lagi. Yang akan membuatnya cepat mendapatkan orgasme. Dan perjuangan Gobang untuk mendapatkan orgasme tercapai, kontolnya menyemburkan cairan pejuh ke lobang anus Dhea yang juga mendapatkan orgasme terdahsyatnya.

*****

Aku terbangun dalam pelukan Lilis yang masih terlelap dengan tubuh bugil. Kebugilan kami hanya tertutup oleh selimut tebal yang hangat. Tumben, Lilis belum bangun jam 6. Biasabya dia yang pertama bangun, lalu akan membangunkan Ningsih dan aku untuk Sholat shubuh berjama'ah. Mungkin Lilis kelelahan setelah semalam aku menggumulinya hingga 4 x.

"Lis, bangun sayang. Sudah jam 6." aku membelai pipnya yang halus yang bersandar di dadaku.

"Ehmm, astagfirullah. Lilis jesiangan." Lilis langsung bangun setelah mebyadari jam di meja menunjukkan angka 6.

Kami bergegas bangun, hampir saja aku keluar kamar dalam keadaan bugil kalau Lilis tidak mengingatkan ada Ambu. Benar saja ternyata Ambu sudah bangun dan sedang memasak nasi goreng dibantu Ningsih.

"Ambu, kok Lilis gak dibangunin?. Jadi kesiangan." protes Lilis manja sambil mencium pipi Ambu penuh kasih sayang.

"Tadi udah Ningsih bangunin, Teh Lilis sama A Ujang gak bangun bangun. Semalam emangbya maen berapa ronde? Itunya A Ujang juga pasti belum dicuci." Ningsih yang menjawab porno, padahal ada Ambu bersama kami membuatku tersipu malu melihat lirikan Ambu.

Selesai mandi dan sarapan aku pamitan mau ke pasar melihat kios yang selama ini dikelola oleh Ningsih dan Lastri. Sekarang aku akan fokus di kios dan tidak perlu pusing memikirkan Club yang sudah bukan menjadi milikku lagi. 2 emas batangan yang kuambil dari brankas yang tersimpan di Gunung Kemukus bisa aku pakai untuk mengembangkan kios dan juga warung Mie Ayam ibuku.

Aku juga akan berbicara ke ibu dan Mang Udin, kalau benar hubungan mereka serius, aku akan mendesak mereka untuk segera menikah. Mang Udin akan aku suruh fokus jualan mie ayam dan bakso. Biar ibu yang masak. Tapi itu nanti akan kubicarakan setelah Ambu pulang ke Garut.

Akh mengeluarkan motor yang baru saja aku beli minggu yang lalu dan belum sempat aku pakai. Saat aku sedang memanaskan motor GL Proku, datang orang yang mengantarkan surat dari ayahku dan tiket bis ke Solo. Hm ada masalah apa lagi, ini.

Orang itu memberiku selembar kertas lalu pergi dengan tergesa gesa. Aku segera membacanya.

Aku ingin ibu kalian segera menikah dengan Udin Tompel.

Gobang Ayahmu.

Permainan apa pula ini? Kenapa ayahku seperti mengerti dengan pikiranku dan apa alasannya mengijinkan ibu menikah dengan Mang Udin? Aku harus berhati hati dengan kelicikannya.

Aku meremas kertas dari ayahku dan membuangnya ke tempat sampah. Aku mengurungkan niatku ke kios. Surat yang kuterima nengingatkanku dengan dua anak gadis Codet yang sekarang berada di markas Mang Karta. Aku tidak tahu kenapa surat yang kuterima justru mengingatkanku dengan dua gadis itu. Apa hubungannya? Nanti pasti ada jawabannya setelah bertemu dengan mereka.

Tidak memerlukan waktu lama untuk sampai markas Mang Karta. Para penjaga langsung bersiaga melihat kehadiranku. Begitu aku membuka helm, mereka segera membiarkanku masuk. Tak ada tegur sapa dariku maupun mereka. Aku segera masuk ke bagian belakang bangunan utama. Ada sekitar 10 rumah berjejer rapi dengan model yang sama. Aku memarkirkan motorku du depan rumah yang terletak di tengah.

Rani dan Rini yang sedang duduk diteras kegirangan melihatku datang. Mereka berebutan memelukku seperti sudah lama sekali kami tidak bertemu.

Aku segera menarik tangan me dua gadis itu masuk ke dalam rumah. Aku segera mengunci pintu agar tidak ada yang melihat kami ataupun menguping pembicaraan kami.

"Bukan ayah kalian yang menyuruh kalian untuk menemuiku dan memberikan surat ke Pak Karta,? Jawab dengan jujur!" kalimat yang kuucapkan membuatku kaget sendiri. Bagaimana bisa aku menuduh mereka begitu saja. Entah kenapa aku bisa berpikir begitu. Aku sendiri heran.

Kulihat wajah kedua gadis itu menjadi sangat pucat. Mereka melihatku dengan wajah ketakutan.

"Yang menyuruh kami adalah...!" Rani tidak meneruskan kalimatnya. Dia terlihat sangat ketakutan.

"Siapa..?" tanyaku berusaha selembut mungkin, tapi justru suaraku menjadi bergetar. Aku senang bisa memecahkan sebuah teka teki yang rumit walau belum tahu jawabannya.

"Mamahnay Ratna." Rini yang menjawab.

Jawaban yang membuatku sangat terkejut. Nafasku terasa sesak dan pikiranku seperti kosong.

Bersambung.....

No comments for "Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 12 : Pengakuan Rani dan Rini)"