Prank Call (Episode 10: Dita dan Tukang Sayur Langganannya) Tamat

 


Aku edit rekaman adegan tadi menggunakan laptopku. Aku blur muka abang ojek itu dan aku potong bagian dia meremas susuku dan adegan setalahnya. Jadi yang aku kirim hanya saat abang itu datang membawa pizza sampai aku menurunkan handuku. Suara juga aku hilangkan, agar tidak terdengar percakapan Pak Muklis meminta meremas susuku.

Sent. Video itu terkirim ke email si penelepon. Tak lama kemudian telepon rumahku berdering.

”Halo” dengan ragu aku menyapa

“hahahahhhaaa.... sungguh berani sekali kamu sayang, seorang istri cantik, memamerkan tubuh indahnya kepada orang lain. Hahhahha”

“Diam KAU. Ini semua karena ulahmu” aku membentak

“hehehehe... tapi kamu suka kan sayang?”

“....”

“aku yakin sekarang vaginamu sudah basah dan minta disodok sex toys ku kan?”

Aku ragu untuk menanggapi perkataannya. Aku sudah terpuaskan tadi dengan permainan lidah dan mulut pak Muklis, sampai lututku lemas sekali, aku sudah tidak perlu sex toys darinya sekarang ini. Kalau aku salah bicara, bisa-bisa dia curiga aku telah berbuat lebih dengan Pak Muklis.

“bo...lehkah?” aku pura-pura meminta persetujuaanya untuk menggunakan sex toys.

“HAHHAHAAAA... sudah kuduga sayang. Kamu tidak bisa bohong kan? Jawabannya tentu saja TIDAK BOLEH. Tapi kamu boleh masturbasi dengan alat lain, selain sex toys yang aku berikan.”

“maksudnya” aku tidak mengerti

“Kamu boleh pake alat yang ada di rumah kamu sayang, seperti TERONG atau TIMUN, jangan lupa pilih yang ukurannya lebih besar dari ukuran penis suamimu. HAHHAHHAAAA” dia puas sekali mempermalukan aku.

“DASAR GILA! Mana mungkin aku mau melakukan itu”

“terserah, daripada kamu tersiksa. Silakan menikmati sensasi sodokan baru dari alam, aku juga mau menikmati tubuh indahmu dalam adegan bersama abang ojek. hehehehehe”

Dia menutup teleponnya.

Kamis, 24 April

Bi Indri pagi ini datang hanya untuk mengabarkan bahwa anaknya sedang sakit, jadi dia tidak bisa bekerja seharian di rumah. Bi Indri hanya menyiapkan sarapan seadanya, dan kemudian pamit pulang lagi. Aku memakluminya, karena aku juga punya anak kecil, pasti pikirannya tidak akan bisa konsentrasi untuk bekerja.

Menjelang siang, aku berencana untuk memasak. Tadinya aku pikir lebih gampang memesan makanan lewat ojek online aja, tapi aku ingat kejadian kemarin, dan sedikit takut jika nanti yang datang adalah Pak Muklis lagi.

Aku pergi ke dapur untuk memeriksa bahan makanan, ternyata bahan sayuran sudah habis, berarti kemarin aku lupa menuliskan di list belanjaan. Untung abang sayur sebentar lagi lewat, biasanya jam segini dia sudah mangkal di ujung gang. Aku lihat ke luar, memang sudah ada abang sayurnya, dan sedang dikerubuni oleh ibu-ibu. Jika keluar sekarang aku sangat malu, karena hanya memakai daster tanpa daleman. Bisa-bisa aku jadi bahan gunjingan ibu-ibu sekomplek. Aku berniat menunggu sampai ibu-ibu itu pergi dulu.

Setelah cukup sepi, aku cepat-cepat pergi ke kamar untuk mengambil dompet. Sewaktu melewati cermin aku melihat pantulan tubuhku di cermin, sangat seksi sekali. Aku tidak menyangka sekarang aku terbiasa berpakaian seperti ini, tidak hanya di dalam rumah, tapi di luar rumah. Aku coba angkat bagian bawah daster dan menurunkan bagian atasnya.

Sungguh beruntung abang tukang sayur jika bisa melihat poseku sekarang. Aku rapikan kembali pakaianku dan pergi untuk belanja.

“mas, sayurannya masih ada?” aku hampiri abang sayur yang sedang sibuk membereskan dagangannya setelah diserbu ibu-ibu.

“ada mbak” alangkah terkejutnya ekspresi yang ditunjukan abang sayur.

“ih Mas Parjo, ampe segitunya ngeliat saya, kayak ngeliat hantu aja”

“eehh.. a..nu, kayak ngeliat bidadari”

“bidadari dari mananya sih. Biasa aja”

Aku mulai mencari-cari bahan masakan yang aku butuhkan. Sementara mas parjo sesekali curi-curi pandang ke arahku.

“mbak Dita kemana aja, baru keliatan. Sibuk urusin suami ya?”

“hehehe nggak kok, suami saya kalau siang gini, sibuk kerja, paling ngurusnya malem ama pagi aja”

Mas parjo terlihat menelan ludahnya sendiri, entah karena dia ragu untuk berbicara atau karena tak tahan melihat belahan dadaku.

“oh, emang kalau malem ngurusin apa aja, hehehehee?” dia nyengir kuda

“ya biasa lah mas, suami istri, kayak mas parjo gak pernah aja” apa yang aku katakan? Selain sudah terbiasa berpakaian tanpa daleman, sekarang aku terbiasa berkata hal yang aku anggap tabu dulunya.

“istri saya kan di kampung mbak Dita, jadi emang jarang, ehehheh”

“oalah dikampung toh, pasti kangen dong yah”

“iya mbak, kangen banget. Dah lama juga kepengen, tapi gimana lagi. Gak ada lawannya”

Sudah hentika Dita, percakapan ini tidak perlu dilanjutkan.

“mbak Dita kok dari tadi ngeliatin terong ama timun mulu”

“eh, nggak kok” Aku jadi malu dan salah tingkah. Entah mengapa sejak tadi aku memang tertuju pada terong dan timun yang dijual si abang, aku teringat si penelepon gelap yang mengijinkan aku bermasturbasi menggunakan benda itu. aku jadi penasaran bagaimana sensasinya. Aku berpura-pura mencari sayuran yang lain.

“mbak Dita ingat suami ya? Masih siang loh ini mbak” dengan suara pelan dia menusukku tajam.

Apa karena aku berpakaian terbuka dan menantang seperti ini ya, jadi mas Parjo berani menggodaku seperti itu, atau karena aku selalu menimpali perkataanya, jadi dia merasa aku biasa-biasa aja. Tapi aku akui ada sensasi menyenangkan saat berbicara masalah yang nyerempet sex dengan pria lain, selain suami.

“ah, nggak, cuman penasaran aja, ukurannya bisa gede gitu ya”

“ada yang lebih gede dari itu loh mbak, kalau mbak dita mau?”

Degh. “e..mang punya mas parjo GEDE?” tak terasa pertanyaan itu meluncur dari mulutku.

“ada tuh di plastik item di rak bawah, itu lebih gede dari yang saya taruh di atas”

Duh malu sekali, ternyata yang dia maksud memang terong sungguhan, aku kira terong yang ada di balik celananya. Mataku malah mengarah ke sana, dan sepertinya sudah tegang juga, karena sangat menonjol. Mas Parjo sudah sangat terangsang dengan pembicaraan ini, terlebih karena istrinya juga di kampung, jadi dia tidak bisa melampiaskan nafsunya begitu kepengen. Aku malah iseng ingin mengerjainya.

“mas parjo kalau lagi kepengen, gimana tuh kan istrinya di kampung?”

“ya gimana lagi mbak, palingan kalau emang gak ketahan, onani aja pake tangan”

Aku tersenyum mendengar jawaban polos dan jujurnya.

“Kayak gini ya mas?” Aku mengocok-ngocok terong di hadapan mas Parjo

Dia terdiam sejenak. “aduh jangan diterusin mbak! Ngilu liatnya”

“hahahaha bilang aja kepengen”

“hahahhaa kalau iya gimana mbak? Emang mbaknya mau ngocokin?”

Aduh aku jadi panik sendiri. Kamu sudah kelewatan dita. Cepat bayar dan pulang aja! Si abang ini juga ngomongnya asal ceplos aja, gak disaring. Apa aku yang kelewatan mancing.

“jadi berapa semuanya mas?” aku mengalihkan topik pembicaraan

“beli apa aja mbak?”

Aku menyebutkan belanjaan yang aku ambil.

“jadi totalnya 75 ribu mbak”

Aku lihat uangku hanya 50 ribu, perasaan tadi aku bawa lebih, aduh malu ini.

“eh maaf mas, aku cuma bawa 50 ribu nih, bentar ya ambil ke rumah dulu”

“eh gak usah mbak, gak apa-apa gak usah bayar. Tapi sebagai gantinya, mau gak mbak Dita kocokin terong saya kayak tadi?”

“kayak gini?” aku mempraktekan lagi?

“bukan yang itu mbak, tapi yang ini” dia menunjuk penisnya sendiri. Dia memintanya dengan muka penuh belas kasihan, seperti pengemis di lampu merah. Aku jadi kasian, apalagi istrinya jauh di kampung halaman. Walaupun ragu, tapi aku tidak bisa menolaknya.

“nanti keliatan orang mas” ucapku lirih, sepertinya muka aku juga memerah karena malu.

“di sebelah situ gak bakal ada yang liat mbak, ketutupan” dia menunjuk sisi yang dekat dengan tembok.

Posisi gerobak sayur ini memang mangkal di ujung gang, dan gang komplek aku yang ini buntu, jadi terhalang tembok tinggi. Dengan posisi gerobak sayur yang sejajar dengan tembok komplek, jika mas parjo berdiri di bagian sisi yang sebelahan dengan tembok, jadi tidak akan terlihat sebagian tubuh dari perut atas sampai betisnya.

Dengan ragu aku berpindah posisi dari sisi sebaliknya menuju sisi dekat tembok. Aku pura-pura memilih-milih sayuran agar kalaupun ada yang lihat, aku keliatan seperti sedang memilih sayuran. Begitu pula dengan mas Parjo yang berpindah dari sisi belakang gerobak, yang biasa dia gunakan untuk mendorong dan mengendalikan gerobak, ke sisi dekat tembok.

Lumayan pikirku bisa menghemat pengeluaran, walau gak material juga sih. Anggap saja aku menolong mas Parjo yang kesepian karena jauh dari istrinya. Lagian aku juga udah pernah dijilatin abang ojol, apa salahnya membuat enak mas parjo.

Kini posisi kami sudah berdekatan. Aku sangat deg-degan. Kami tetap pura-pura memilih sayuran agar tidak membuat curiga. Mas Parjo melorotkan sedikit celananya, dan terpampanglah ‘terong’ hitam miliknya yang sangat besar. Lebih besar dari penis suamiku, tapi lebih kecil dari penis abah Ono. Mas Parjo meraih tanganku.

“aduh halus banget tangan mbak Dita”

Aku tersipu malu. Aku memang selalu merawat diriku mas.

Dia arahkan ke penisnya, dan membingku untuk mulai mengocok dan mengurut penisnya.

“ahhh,,, hmmmm.....” mas Parjo merem melek dengan sentuhan tanganku. Tangannya kini sudah tidak memegan tanganku, jadi tanganku yang bergerak sendiri.

Secara perlahan aku naikan kecepatan kocokanku. Membuat mas Parjo semakin dilanda kenikmatan. Sebenarnya aku tidak terlalu pandai mengocok penis. Aku bahkan jarang mengocok penis suamiku, jadi aku hanya melakukan sebisaku saja. Dia kembali meraih tanganku dan mengarahkannya ke biji zakarnya. Dia membuat tanganku mengesek-gesek dua buah bijinya, sesekali meremasnya seperti gerakan petik mangga. Ini semakin membuatnya keenakan setengah mati.

Aku kembali ke penisnya dan mengocoknya, kini dengan tempo yang tinggi. Aku juga mulai terangsang dan menikmati sensasi mengocok penis orang di tempat terbuka seperti ini.

Tapi di sela sesi yang penuh kenikmatan ini, ada seseorang yang keluar dari gerbang rumah di depan kami. Ternyata ibu Ani. Karena kaget, aku melepaskan tanganku dari penis mas Parjo, tapi ditahannya.

“siang!” dia menyapa “eh, ada mbak Dita juga. Mas sayurannya masih lengkap?”

“siang ibu Ani” aku tersenyum

“masih lengkap bu, silakan” mas Parjo begitu tenang, padahal penisnya sedang aku kocok. Iseng, aku cubit penisnya “awww” dia terperanjat kesakitan.

“eh kenapa mas?”

“gak apa-apa bu Ani, kayaknya kaki saya digigit semut”

“oh, hati-hati... ahahhaha” Ibu Ani melanjutkan pencariannya. Sementara aku hanya tersenyum karena berhasil ngerjain mas Parjo.

Selama ibu Ani berada di hadapan kami, aku masih terus aktif mengocok penis mas Parjo, pegel juga sih, karena belum keluar juga dari tadi. Sudah lebih dari 7 menit atau mungkin 10 menit, aku tidak tahu. Tapi semakin kami terlibat dalam obrolan asyik bertiga, aku juga sangat menikmati adegan ini.

Dasar ibu-ibu komplek, ibu Ani malah bergosip tentang para tetangganya yang banyak ribut sama suami. Ribut ini lah, ribut anaklah, ribut soal uang bulanan lah, bahkan katanya ada yang ribut karena urusan ranjang. Dibilang suaminya tidak bisa memuaskan istrinya di ranjang.

“hih, rumit amat ya masalah rumah tangga” dia nyerocos sendiri.

Kami berdua hanya kadang membalas ocehannya tanda menyetujui atau kadang hanya tersenyum. Yang tidak diketahui ibu Ani, bahwa tanganku sedang mengocok-ngocok penis mas Parjo sedari tadi. Tidak hanya tanganku, tapi tangan mas Parjo sekarang mulai berani meremas-remas pantatku, aku tidak bisa berbuat banyak, karena kalau aku menolak, takut ketahuan ibu Ani. Kini dia sudah menyibakan dasterku ke atas, dan memasukan jarinya ke vaginaku. Aku meringis dibuatnya. Tapi Ibu Ani hanya menangkap ekspresiku sebagai tanggapan atas ceritanya. Jadi dia tidak curiga sama sekali.

“eh kalau mbak Dita nyari sayuran apa?”

“kalau mbak Dita mah nyarinya terong GEDE bu... hahahaha” cerocos mas Parjo.

“hhahahaha.... ngapain cari terong GEDE, kayak gak punya suami aja” Ibu Ani ini ceriwis sekali orangnya, kayak gak punya beban hidup.

“cobain deh bu Ani, nanti pasti bu Ani suka” aku pencet penis mas Parjo yang membuatnya matanya melotot keluar dan tubuhnya terperanjat ke atas.

“ah gak mau ah, kalau kegedean nanti sakit” bu Ani menjawab dengan suara pelan.

“ih dasar bu Ani.. hahahahah” aku ketawa melihat ekspresinya.

Remasan tangan mas Parjo di pantatku semakin membuatku terangsang. Tangannya dengan jail juga menjamah bibir vaginaku dan mengocoknya dari arah belakang. Sambil terus menimpali gosip dari bu Ani aku menahan rangsangan kenikmatan ini setengah mati. Betapa sensasi yang sungguh membuatku terbang ke awan, saling memberi rangsangan di alam terbuka sambil bergosip tentang bersama tetangga.

Aku merasa cairan vaginaku keluar banyak, vaginaku terasa sangat becek. Setelah cukup lama mengobel vaginaku, mas Parjo mengeluarkan jarinya. Dia mengambil timun dari rak paling atas. Untuk apa pikirku, tapi sedetik kemudian aku tahu maksudnya. Dia memasukan timun tersebut ke dalam vaginaku. Ukurannya lumayan kecil, tidak sebesar terong-terong yang tersaji di hadapanku, namun tetap saja, membuat aku terbang melayang.

“awwwhmm” aku menggigit bibirku saat timun itu perlahan di dorong mas Parjo dari arah belakang ke dalam vagina basahku. Aku sedikit menungging, agar memudahkan timun itu masuk ke dalam vaginaku. Bles. Timun itu masuk tanpa kesulaitan berarti.

“mbak Dita kenapa?” bu Ani menatapku curiga.

“kayakya mag ku kambuh bu, tadi pagi telat sarapan”

“oalah, makanya bu, jangan telat sarapan. Kemarin anak saya juga mag nya kambuh karena telat sarapan bla...bla...bla....” aku sudah tidak fokus mendengar celotehan bu Ani.

Tanganku kini semakin cepat mengocok penis mas Parjo, seiring dengan makin cepat juga mas Parjo mengobel-ngobel vaginaku dengan sebuah timun. Kalau saja tidak ada ibu Ani, mungkin aku sudah mendesah hebat tak karuan. Rasanya enak sekali ternyata masturbasi menggunakan sayuran. Entah karena efek sayurannya atau karena dibantu oleh orang lain, karena selama ini aku hanya merasakan sensasi masturbasi seorang diri. Ditambah aku juga memegang benda kenyal yang sedari tadi aku kocok. Sudah cukup lama aku mengocok, dan jujur, pegal sekali, namun penis mas Parjo masih tak ada tanda-tanda akan mencapai puncaknya.

Kocokan timun di dalam vaginaku semakin cepat saja. Aku sudah tidak dapat menahannya lagi. Wajahku meringis menahan sensasi menahan orgasme.

“eh mbak Dita, kenapa, kayaknya sakit banget, mau saya ambilkan obat mag?”

“GGggg...ak U.....sah bu!”

“atau cepat pulang aja, istirahat di rumah” bu Ani semakin panik.

“Iiiyaaaaa.. maka.sih Bu Anniiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii” aku keluar di hadapan bu Ani.

Tubuhku jatuh tersungkur di atas gerobak, untung tanganku bertumpu pada sisi gerobak. Mas Parjo juga dengan sigap meraih tubuhku, sehingga aku tidak jatuh tersungkur ke tanah.

“eeehh mbak DITAAA” bu Ani malah panik “gimana ini?” “mas Parjo! Mas Parjo!”

“iya bu Ani tenang aja, ini udah saya bantu” mas Parjo menenangkan kepanikan bu Ani.

Sementara aku sudah kehabisan tenaga. Lututku sangat lemas sekali. Tubuhku masih kelejotan akibat orgasme hebat. AWAS KAU PARJO. Telah membuatku orgasme di hadapan bu Ani. Ibu Ani beranjak menuju sisi sebelahku. Hal itu membuat mas Parjo panik, dia cepat-cepat memasukan penisnya ke dalam celana, takut ketahuan bu Ani. Tapi dia lupa mencabut timun dari dalam vaginaku. Setelah beres, dia cepat menurunkan dasterku menutupi pantatku.

“Ayo mbak Dita, saya antar pulang ya! Mas Parjo tolong bawain barang belanjaannya mbak Dita!”

Aku dipapah oleh ibu Ani sepanjang jalan menuju rumahku. Rasanya sulit sekali untuk berjalan, karena timun itu masih tertinggal di vaginaku. Apalagi dengan kondisi vaginaku yang sangat basah, aku takut timun itu tiba-tiba jatuh ke bawah. Aku terus berusaha menjepit timun itu dengan kuat menggunakan sisa tenaga otot vaginaku. Padahal jarak rumah aku tidaklah jauh, namun aku merasa itu perjalan paling lama yang pernah aku lakukan.

PARJO SIALAN! Lagi-lagi aku menghardiknya dalam hati. Kenapa dia lupa mencabut timunnya tadi. Kalau sampai timun ini jatuh berlumuran cairan vagina dan ketahuan bu Ani, satu komplek, bahkan seluruh dunia bisa tahu, seorang Dita memasukan timun ke vaginanya sampai orgasme. Betapa malunya aku dan keluargaku jika hal itu terjadi, makanya aku mati-matian berusaha menjepit timun ini.

Semakin lama aku berjalan, timun itu terus bergoyang di dalam sana. Otot-ototku vaginaku juga sudah mulai mendapat kekuatan pasca orgasme tadi. Tiba-tiba libidoku naik lagi, tubuhku mulai terangsang lagi. Setiap gesekan di dalam vagina memberi rasa enak dan nikmat.

Setelah sampai di depan gerbang, aku berterima kasih kepada bu Ani dan mas Parjo.

“saya pamit dulu ya mbak Dita, jangan lupa sarapan ya!”

“iiiya bu”

Setelah itu bu Ani pergi.

“saya juga pamit ya mbak Dita” parjo nyengir kuda, dia merasa bersalah tidak mencabut timunnya.

Aku melotot kepadanya dan mengacungkan belanjaanku ke atas, seperti hendak memukulnya.

“ampun mbak Dita”

“pergi sana!”

“iya mbak, ta..pi maaf, timun yang itu belum dibayar”

“hah?” dasar sialan. Dia hanya ketawa cengengesan.

Dengan kesal aku taruh belanjaanku di bawah, aku angkat daster bagian depan. Aku tarik nafas panjang, dan dengan sekali hentakan, timun itu meloncat keluar. Mas Parjo kemudian mengambil timun yang sangat basah berlumuran cairan vaginaku.

“indah sekali pemandangan yang baru aku lihat. Terima kasih mbak Dita cantik”

Diciumnya bau cairan vaginaku yang menempel di timun itu.

“hmmmm wangi sekali”

DASAR PARJO MESUM. Aku ambil barang belanjaanku dan masuk ke dalam rumah.

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH



Prank Call (Episode 9: Dita dan Driver Ojol)

 


Kring....kring....

Suara telepon rumahku berdering padahal aku masih mengumpulkan tenagaku setelah orgasme hebat.

“halo, kediaman Bapak Randy!” aku menyapa

“hahahahhaa.... apakah kamu sedang bersenang-senang?”

“Kaa..u MAU APA LAGI?”

“ingat peraturan yang aku buat?”

“ya, aku menuruti semua perkataanmu” aku merasa ada yang salah

“tidak semua sayang”

“JANGAN BERCANDA!” aku mulai emosi

“hehehehe.... jangan emosi sayang, biar aku bantu ingatkan. Jadi apa peraturan dariku sayang?”

“aku sudah menanggalkan pakaian dalamku dan tidak pernah memakainya, bahkan kemarin aku menerima paket darimu tidak memakai bra dan celana dalam.”

“hahhahaha bagaimana rasanya sayang, aku yakin pasti kamu sangat horny. Tapi ada yang kelupaan”

“.....”

“di awal aku bilang untuk meninggalkan dahulu alat bantu sex yang aku berikan. Tapi kamu malah menggunakannya”

“Ta....” aku mau membantah, tapi langsung dipotong olehnya

“no no no, jangan menyangkal sayang, aku tau semuanya. Kamu telah melanggar, dan kamu tau konsekuensinya”

Aku yakin penelepon itu tidak tahu kalau aku menggunakan sex toys darinya. Dia hanya menebaknya saja. Kalau benar begitu, berarti dia sangat yakin bahwa aku akan tenggelam dalam permainannya. Apa yang harus aku lakukan. Aku masih punya kesempatan untuk menyangkal agar dia tidak mengirimkan rekaman suaraku kepada suami.

“TOLONG JANGAN KIRIMKAN REKAMAN ITU KE SUAMIKU!”

“haahahhaa.... tidak sayang, tenang saja. Kamu tidak melanggar semua aturannya kok, hanya sebagian saja. Tapi kamu tetap harus dihukum”

Aku sedikit lega, tapi kemudian merasa takut. Orang ini pasti memiliki ide yang lebih gila lagi.



Rabu, 23 April

Pukul 11 aku memesan makanan lewat aplikasi ojek online. Aku pesan pizza ukuran sedang. Setelah memilih yang aku suka, aku tekan tombol order. Aplikasi kemudian mencari pengemudi ojol yang berada disekitar store pizza. Aku lihat namanya, Muklis.

“Sesuai pesanan ya mbak” Muklis mengirim lewat chat aplikasi

“iya” aku balas

“ditunggu”

Aku menunggu dengan cemas di dalam kamarku. Aku berjalan mondar-mandir memikirkan langkah selanjutnya, tanganku tak henti meremas handphone ku sendiri.

Setelah menunggu 15 menit ada sebuah notifikasi masuk. Pesanan anda siap diantar. Aku lihat di maps, ojek online sudah meninggalkan store dan menuju ke rumahku kira-kira 15 menit lagi sampai.

“Bi Indri, tolong belikan belanjaan ini ya” aku memberikan list belanjaan kepada Bi Indri.

Setelah Bi Indri pergi aku bersiap-siap, aku tanggalkan semua pakaianku, termasuk rok yang aku kenakan. Lalu aku lilitkan handuk putih yang menutupi sebagian dadaku dan memperlihatkan paha mulus bagian atasku. Aku melihat diriku di cermin untuk memastikan semua sudah siap. Aku gerai rambut panjangku, sekarang aku terlihat sangat seksi. Seorang mamah muda dengan kulit putih dan mulus, muka cantik, tubuh semampai, sebentar lagi akan melakukan aksi yang belum pernah dilakukannya.

Ini merupakan hukuman yang diberikan si penelepon karena aku melanggar perintahnya untuk tidak menggunakan sex toys. Dia menyuruhku untuk memberikan “tip” kepada pengemudi ojol. Tapi tipnya bukan berupa uang, melainkan aku harus memamerkan tubuh indahku padanya. Aku sangat menolak ide gila tersebut, bahkan menangis memohon padanya untuk tidak berpikiran gila. Tapi dia terus mengancam akan menyerahkan rekamanku kepada suami. Aku akhirnya kalah dan mengiyakan permintaannya.

Yang lebih gila lagi dari perintah si penelepon adalah aku harus merekam aksiku tersebut sebagai bukti dan mengirimkan kepadanya. Aku tidak punya pilihan lain. Aku sangat tersudut dan terpojok, aku makin hanyut dalam alur permainannya.

Aku lihat, pak Muklis 5 menit lagi sampai kesini. Aku segera bersiap menuju pintu depan. Adegan itu akan aku rekam di sana menggunakan kamera handphone yang aku letakan di atas meja, tak terlihat tentunya. Tadi aku sudah menyuruh Bi Indri untuk tidak menutup gerbang depan, biarkan saja terbuka.

Setiap menit yang berlalu terasa sangat lama. Jantungku dari tadi tak berhenti berdegup. Tak berapa lama, aku mendengar suara motor.

“Ojek” pak Muklis teriak dari depan gerbang

“masuk aja mas!” Aku berteriak dari balik pintu rumah.

Pak Muklis kemudian masuk mengantarkan pesanan. Satu buah box pizza.

“Permisi”

Jantungku berdetak sangat keras. Tanganku sedikit gemetar. Aku membuka pintu.

Pak Muklis sedikit kaget tapi kemudian berhasil mengendalikan dirinya.

“I...ni pesanannya mbak”

“terima kasih ya mas” aku ambil pesanannya. Aku benar-benar gerogi dan tak berani melihat muka driver ojol itu.

“berapa total semuanya?”

“total 95.000, sudah sama ongkir mbak. Mbak habis mandi atau baru mau mandi?” sepertinya ojol itu mulai tak kuasa menahan nafsu untuk menggoda bidadari cantik ini. Kucing mana yang tak menggigit ikan yang disodorkan padanya.

“baru mau mandi nih mas, eh masnya malah datang duluan” aku malah menimpalinya dengan nada manja dan menggoda. Aku mulai bisa memedang situasi, dan melihat ke arah pak Muklis. Wajahnya ternyata sama sekali tidak ganteng. Banyak bopeng dimukanya. Kulit wajahnya juga sudah rusak karena banyak terpapar matahari akibat pekerjaanya.

“oh baru mau mandi toh” dia tidak berani menggoda lebih

“sebentar ya mas, aku ambil uangnya dulu”

Aku pergi ke meja untuk mengambil uang yang ada di dompet. Dalam hati aku terus meyakinkan diriku untuk segera menyelesaikan aksi ini. Aku tidak mau harus merekam ulang, dan harus memamerkan tubuhku di depan orang lain lagi.

Posisi meja rumahku lebih rendah dari tubuhku, sehingga aku harus membungkuk untuk mengambilnya. Sebenarnya aku bisa saja berjongkok tapi aku harus bisa membuat driver ojol itu bernafsu padaku dan berani meminta lebih. Aku malu jika harus memulainya, biarkan dia saja.

Aku raih dompetku, dengan posisi itu aku membelakangi pak Muklis sambil menungging. Aku yakin dia dapat dengan jelas melihat belahan vagina dan lubang anusku yang tidak tertutup kain sama sekali. Pura-pura menghitung uang, aku sengaja berlama-lama, dan sedikit menggoyangkan pantatku.

Oh shit. Aku malah terangsang, tubuhku mendadak panas, dan vaginaku gatal. Putingku juga mengeras. Sungguh beradegan seperti ini di depan orang lain selain suami sendiri, semakin membuat gairah sex ku naik.

Aku berbalik dan berjalan ke arah pak Muklis. Aku lihat tangannya beralih dari depan celananya ke sisi tubuhnya. Sepertinya dia meraba sendiri penisnya ketika melihat pantaku tadi. Tanganku memegang handuk bagian atas, takut jatuh sebelum waktunya. Karena terus bergerak, lilitan handuk juga semakin kendur.

Kini aku berdiri berhadapan dengan pak Muklis, supir ojol yang bau asap jalanan ini. Dari mulutnya aku bisa mencium asap rokok yang sangat kental, tampaknya dia perokok berat. Bibirnya juga hitam. Aku yakin mukanya jauh lebih tua dari usia aslinya.

“ini mas uang nya, 95.000 pas ya”

“i...ya, terima kasih ya mbak” pak Muklis tidak mencoba merayu atau menggodaku.

Aku juga tidak mungkin memintanya, egoku sebagai perempuan masih tinggi. Aku mencari cara lain.

“tapi maaf ya mas, saya tidak ada uang lebih untuk tipnya” aku menggoyangkan tubuhku dan berbicara dengan nada manja dan menggoda sambil bersandar di kusen pintu.

“Tii...dak apa-apa mbak” pak Muklis berhenti.

Aku kecewa, aku sudah kehabisan akal bagaimana membuatnya memintaku membuka handuk ini. Aku sampai gregetan. Ayo bodoh, tinggal bilang aja, buka handuknya, saya ingin melihat tubuh mbak yang seksi. Atau bolehkah saya melihat susu mbak yang gede itu. atau kalau mbak berkenan saya ingin melihat memek mbak cantik yang sudah basah dari tadi itu. aku menggerutu dalam hati karena bapak ini begitu tidak peka membaca kode dari perempuan. Sepertinya memang semua laki-laki tidak peka.

“Taa...pi...” akhirnya dia berkata. Aku sangat senang mendengarnya.

“tapi apa mas?” dengan semangat aku menimpali.

“Bo...lehkah sa..ya meremas su..su mbak?”

Hah. Aku kaget setengah mati. Padahal tadinya aku hanya sekedar ingin memperlihatkan saja tubuh bugilku dihadapannya seperti permintaan si penelepon. Tapi dia malah meminta lebih. Aku harus memutuskan dengan cepat. Aku lihat ke luar rumah tidak ada siapa-siapa. Bi Indri juga belum pulang. Aku tarik tangan Pak Muklis dan mengajaknya masuk. Aku tutup pintu rumahku, takut ada yang melihat.

Aku tanggalkan handuk yang sedari tadi melilit tubuhku. Kini tubuhku terpampang dengan jelas dihadapan pak Muklis tanpa sehelai benangpun. Putingku sudah mengeras dari tadi, pak muklis bisa melihatnya dengan jelas. Seperti laki-laki normal lainnya, dia sudah tau bahwa aku juga terangsang. Tak menyia-nyiakan momen langka ini, tangan kasar pak Muklis meremas payudaraku.

“indah sekali mbak. Dan kenyal. Gede lagi. Tangaku gak muat eh mbak” pak Muklis terus meremas-remas, dia terlihat sangat bahagia sekali. Seperti mendapat durian runtuh. Tapi ini lebih manis dari durian, susu asli yang masih menggantung di pohonnya, dan tidak berduri ketika dipegang.

“ah.... ah... hmmmm.....” pak muklis sudah sangat terangsang, sementara aku berusaha sekuat tenaga menahan kenikmatan ini. Aku memejamkan mata menikmati setiap gesekan kulit tangan pak Muklis.

Tanpa aku tahu, pak Muklis sudah membungkuk dan menyodorkan mulutnya, mengemut putingku, yang membuat aku semakin terangsang.

“aduh mas... aahhhhh” aku mendesah

Pak muklis mulai menjilati putingku dengan bibirnya. Dia jilati dengan rakus. Setelah puas, dia kenyot susuku, seperti bayi yang sedang menyusu.

“hmmm.... slurrpp... masih ada air susunya”

Sepertinya air susuku keluar banyak saking terangsangnya. Padahal beberapa bulan yang lalu aku sudah menyapih Keanu, tapi ternyata air susunya masih tersisa. Pak Muklis menyusu di sebelah kiri, sementara sebelah kanan tangannya meremas-remas payudaraku dengan lincah. Air susuku mengalir deras dari payudara sebelah kanan. Mengetahuinya, pak Muklis meremasnya seperti meremas bungkus saos bakso, sehingga air susuku memancar dengan deras.

“aduh mas... jangan dipencet gitu” aku melarangnya tapi juga menikmati perlakuan yang diberikannya.

Dari posisi membungkuk, Pak Muklis kini berjongkok, sementara tangan kanannya masih aktif meremas-remas payudaraku. Tangan kanannya meraih pantatku, dia mulai membelai halus, lalu meremasnya dengan gemas. Mulut hitam pak Muklis kini sudah berhadapan dengan mulut vaginaku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya di vaginaku. Membuat aku semakin terhanyut. Pak muklis menjulurkan lidahnya dan mulai menyapu bibir vagina sampai ke klitoris dan berhenti disana. Lidahnya bergerak-gerak merangsang klitorisku. Dia hisap klitorisku, menyedotnya lama, yang membuatku meraih rambut kotor pak Muklis. Aku jambak rambutnya dan aku remas-remas kepalanya.

Dalam posisi berdiri aku masih memejamkan mataku, hanyut dalam permainan lidah dan tangan pak Muklis. Kepalaku bergoyang, menyibakkan rambut panjangku yang terurai bebas. Pantatku bergoyang-goyang mengikuti setiap gerakan mulut pak muklis. Lidahnya kini merangsek masuk ke dalam vagina, mengorek-ngorek rasa gatal yang sedari tadi aku rasakan. Vaginaku sudah basah kuyup, entah oleh mulut pak muklis atau cairan vaginaku sendiri.

Slurpp slurrrpp pak Muklis menghisap vaginaku dan menghisap setiap cairan yang jatuh menetes.

“AH..AH...AH” aku sudah tidak dapat mengontrol diriku sendiri.

Setiap lidahnya masuk ke dalam vaginaku, bibir hitamnya menempel pada dinging vaginaku, lalu kumisnya menggesek klitorisku. Lengkap sudah rangsangan yang aku terima. Apalagi tangan pak Muklis sudah bergeriliya menjamah seluruh tubuhku. Tubuhku tidak kuat lagi menahan lebih lama. Di bawah sana aku merasa seperti akan mengeluarkan sesuatu, seperti mau kencing. Aku tahu perasaan itu, karena aku sering mengalaminya sekarang. Aku akan squirting. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Tubuhku bergoyang semakin cepat. Tanganku meraih kepala pak Muklis dan menekannya ke vaginaku, pantatku bergoyang cepat ke arah pak Muklis agar lidahnya semakin dalam masuk.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH” aku kencing di muka pak Muklis.

Vaginaku juga menejepit keras lidah pak Muklis. Apakah aku orgasme dan squirting secara bersamaan. Pak Muklis jatuh terduduk di lantai, mukanya dipenuhi cairan tubuhku. Sementara tubuhku masih kelojotan sisa-sisa orgasme dan squirting. Aku harus mengendalikan tubuhku agar tidak jatuh, aku memegang kusen pintu, dan bertumpu di sana.

Aku berhasil mengendalikan tubuhku dan mendapat sedikit tenaga. Sementara pak Muklis bangkit sambil menurunkan resleting celananya. Sebelum berbuat lebih, aku buka pintu dan mendorong keluar tubuh pak Muklis. Dia sudah mendapatkan lebih dari cukup. Tip yang berlebihan malah. Aku kunci pintu dan bersandar di balik pintu sambil mengendalikan nafasku. Aku intip dari jendela, pak Muklis sudah pergi ke motornya dan langsung tancap gas. Aku ambil handuk, dan berlari kecil untuk mematikan rekaman HP.

Bersambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


Prank Call (Episode 8: Dita dan Kurir Paket Film Bokep)

 


Keesokan harinya kami bangun kesiangan. Pergulatan tadi malam membuat kami tertidur dengan lelap. Kami baru terbangun pada saat Bi Indri datang untuk bekerja di rumah.

“sayang bangun! Siap-siap ke kantor”

“hmmmm”

Suamiku masih merasa malas untuk bangun dari tempat tidurnya. Dia malah memeluk tubuhku.

“ih sayang, aku mau buka pintu gerbang dulu, ada Bi Indri kayaknya tuh udah dateng”

Setelah membuka kan pintu untuk Bi Indri aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Tadi juga aku sudah mengecek ke kamar Keanu dan dia masih tertidur. Setelah mandi aku berniat menyiapkan sarapan pagi untuk suamiku.

“tadi malem enak banget sih sayang. Kamu beda dari biasanya”

“masa sih. Enggak ah, sama aja” aku ngeles.

“Bisa kewalahan nih aku kalo terus dihajar oleh “kamu” seperti semalem”

“ye.. dasar, ada juga aku yang kewalahan. Hahahhaaaa” aku remas penisnya.

“ih apaan sih, kok udah berdiri aja burungnya. Masih pagi loh Yah. Kamu harus pergi ke kantor ya, nanti telat”

“iya sayang, bentar aja, jilatin kayak semalem dong”

“Huh dasar”

Aku lepas handuk yang melilit tubuhnya, lalu aku blowjob penisnya. Slurp slurp. Posisiku kini berjongkok dan menatap wajah suamiku yang sedang menahan rangsangan kenikmatan. Aku kulum penisnya, sesekali aku sedot penisnya yang membuat eksperi wajah suamiku sedikit meringis.

“udah ah” aku mengeluarkan penisnya dari mulutku. Aku usap sedikit tetesan air liur yang mengalir lewat bibirku.

“enak banget, makasih banget ya sayang. Kalau tiap pagi kayak gini, enak nih yang”

“dasar, keenakan di kamu” aku cubit pahanya.

“Aw, iya ampun sayang”

Setelah suamiku pergi ke kantor, aku melanjutkan aktivitas seperti biasanya. Membersihkan rumah dan merawat anak. Hari itu aku pikir, penelepon gelap itu akan menelepon lagi. Tapi ternyata tidak. Tak ada telepon darinya seharian penuh. Begitu pula keesokan harinya, hari setelahnya, dan 3 hari setelahnya. Aku sudah tidak menggunakan alat sex semenjak penelepon itu menghilang. Ada sedikit perasaan kehilangan dan sepi yang ditinggalkan ketika telepon itu lama tidak berdering. Aku terkadang memandang telepon rumah dan berharap ada panggilan masuk.

19 April telepon rumah berdering. Dengan tergesa aku angkat telepon itu, berharap itu telepon darinya. tapi ternyata bukan, itu adalah telepon dari bank yang menawarkan kartu kredit. Aku sedikit kecewa. Aku alihkan pikiranku dengan melakukan pekerjaan rumah, chating, dan mengurus Keanu. Aku melihat chat di grup ada notifikasi.

“Jangan lupa, datang reuni SMA kita hari Sabtu tanggal 27 April”

Oh iya aku sampai lupa ada agenda reuni akbar SMA angkatan aku. Tanggal 27 berarti minggu depan. Aku sampai lupa.

“kalian pada dateng kan?” aku ketik pesan di grup itu.

“Yoi” Selly membalas.

“pasti lah” Wahyu.

“kuy” Fahri.

“gas” Gladys.

Satu orang lagi anggota grup belum membalas. Tapi aku baca notifikasi pesannya sudah terkirim dan sudah terbaca. Apa dia tidak datang ya. Entahlah.

Ini adalah grup inner circle ku di SMA. Teman-teman terdekat yang menghiasi hari-hariku di SMA. Dulu aku termasuk murid yang berprestasi, selalu menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti berbagai ajang kompetesi. Suatu ketika ada perlombaan debat bahasa inggris tingkat SMA, terpilih lah dua kelompok yang akan mewakili sekolah. Kelompok pertama terdiri dari Gladys, Selly, dan Wahyu. Kelompok kedua terdiri dari aku, Fahri, dan Ivan.

Setiap hari kami berlatih, jadi sering ketemu. Kemana-manapun selalu bareng. Jadi kehidupan SMA ku tidak jauh dari mereka berlima. Sekarang semuanya sudah punya kehidupan masing-masing. Jadi pasti seru sekali kalau di reuni nanti kami bertemu dan saling bertukar cerita.

“hadir” tiba-tiba ada chat masuk dari Ivan. Dia juga akan hadir. Berarti nanti lengkap berenam, kami akan menghadiri reuni SMA. Aku sudah tidak sabar menantinya.



Senin, 22 April. Satu minggu lebih setelah telepon terakhir kali, dia menelepon kembali.

“halo sayang, apakah kau merindukanku? Hahahahhaa”

Aku diam saja.

“pasti kau sangat merindukanku kan? Pasti kau sudah lama tidak bermasturbasi, dan ingin kembali merasakan kenikmatan benda itu?”

“apa yang kamu bicarakan? SUDAH HENTIKAN. AKU SUDAH TIDAK MEMAKAI BENDA ITU LAGI”

“Hahahahhaaa.... jangan malu-malu sayangku. Mari kita bersenang-senang lagi”

“AKU TIDAK MAU. CUKUP! JANGAN TELEPON LAGI!”

“Ahh....ahh.... enaaaak.....!!”

“ooohh...ohhhh... eeeennaaak”

Bzzbbzzzbz....bzzzzz....

“Aahhhhhhhhhhhhhh!!”

Aku mendengar suaraku sendiri dari balik telepon. Suara waktu aku masturbasi.

“kamu tidak mau kan rekaman suara ini sampai ke suami kamu?”

“SIALAN. Bagaimana bisa?”

“aku selalu merekam semua sesi enak-enak kita sayang. Suara desahanmu terlalu enak untuk dibiarkan begitu saja”

Aku tidak mungkin membiarkan orang ini mengirim rekaman itu ke suamiku. Aku tidak mau melukainya, dan merusak pernikahan kami. Aku tidak bisa berkata-kata lagi, jika aku menolak, pasti si penelon itu akan mengirimkan rekaman itu ke suamiku. Dan si penelon itu paham, bahwa aku tidak bisa menolak dan hanya bisa terdiam.

“Mulai sekarang, kita tidak akan bermain dengan dildo dan teman-temannya. Kita akan mencoba sesuatu yang baru”

“GAK USAH MACEM-MACEM DEH” aku hanya menggertak, gertak sambel. Yang bahkan tidak digubrisnya.

“Mulai sekarang kamu harus meninggalkan pakaian dalam”

“maksudnya?”

“kamu tidak boleh pakai celana dalam dan bra, di rumah atau pun di luar rumah”

“GILA KAMU! AKU TIDAK MAU”

“Ingat sayang! Jika kamu menolak, konsekuensi akan sangat fatal sekali.. hahahhahaha” dia tertawa dengan keras. “dan jangan coba-coba melanggar kesepakatan ini, aku akan tau jika kau melanggar”

“ta.....”

Dia menutup teleponnya.

Bagaimana ini. Terjadi pergolakan batin di dalam pikiranku sendiri. Tak pernah terbayang olehku untuk tidak memakai celana dalam sama sekali. Walaupun di dalam rumah, tetap saja, rasanya sungguh aneh untuk tidak mengenakan celana dalam ataupun tidak mengenakan bra. Tapi dorongan untuk tidak mempermalukan suami dan nama baik keluarga, memaksaku untuk berani menyetujui pemikiran itu. lagi pula di rumah hanya ada Keanu dan bi Indri, jadi tidak terlalu bermasalah. Diriku mulai melakukan rasionalisasi atas ide gila si penelon itu.

Kepalaku masih pusing memikirkan apa yang harus aku lakukan. Mungkin sedikit rebahan di atas kasur dapat mengembalikan mood dan pikiran jernihku. Aku pergi ke kamar dan menghempaskan diriku di atas kasur, tanpa terasa aku malah terlelap.

Aduh, sudah berapa lama aku tertidur. Aku lihat jam, sudah menunjukan pukul 13.04, cukup lama juga aku tertidur. Aku mencoba mengingat-ngingat kejadian sebelum aku tidur tadi, rasanya aneh tiba-tiba bisa tertidur begitu saja. Oh iya, aku ingat, sebelum tidur, aku mendapat telepon dari orang sialan itu, dan membuat kesepakatan untuk tidak memakai celana dalam mulai sekarang. Sebenarnya bukan kesepakatan, lebih tepatnya aku dipaksa untuk melakukan itu. setelah meraih kesadaran, aku berusaha bangkit dari atas tempat tidur, dan berdiri di tengah kamar ku sendiri. Aku lepaskan celana dalam dan bra yang aku kenakan. Maaf saja, tapi aku terpaksa melakukannya.

Aku kini melenggang ke seluruh penjuru rumah tanpa pakaian dalam. Tubuhku hanya ditutupi rok pendek dan atasan kaos tipis. Rasanya aneh aja sih, kayak ada yang kurang. Apalagi di bagian dadaku, rasanya putingku mengeras, karena bergesekan dengan kaos setiap kali aku bergerak.

“hari ini masak apa bi?”

Aku menghapiri bi Indri yang tengah mencuci peralatan sehabis memasak.

“masak semur ayam bu”

Bi Indri melihatku sebentar, tapi kemudian menundukan pandangannya segera. Apa mungkin dia melihat sedikit tonjolan putingku dan menyadari kalau aku tidak pakai apa-apa lagi di baliknya. Ada sebuah perasaan yang tidak aku mengerti. Aku seperti senang dan bahagia ada orang lain yang melihat keindahan bagian tubuhku yang selama ini tidak aku perlihatkan secara terbuka. Ada dorongan untuk memperlihatkanya kepada orang lain, tapi secara langsung. Aku malah menyukai, bahkan menikmati aksi ini. Bahkan hanya dilihat oleh Bi Indri, bagaimana rasanya jika dilihat oleh laki-laki yang tidak aku kenal, atau aku berada di keramaian dengan pakaian seperti ini. Pasti aku akan menjadi pusat perhatian bagi mereka, seperti gula yang dikerubuni semut, atau madu yang dikelilingi banyak lebah.

“aku makan dulu ya Bi”

“i...ya Bu”



Selasa, 22 April

Ada seorang kurir yang datang ke rumahku, tapi kebetulan bi Indri sedang pergi ke warung untuk membeli bumbu dapur, aku terpaksa keluar rumah untuk mengambilnya. Aku masih mengikuti aturan si penelepon gelap dan berjalan ke luar rumah tanpa pakaian dalam.



“Permisi paketnya b.......u., mbbaa...k” kurir itu kaget melihat tampilanku, ngomongnya gelagapan.

“iya mas” aku mengambil paketnya. Sementara kurir itu masih terpesona melihat rok seksi yang aku kenakan dan aku yakin dia dapat melihat tonjolan putingku dibalik kaos ketat yang aku kenakan.

“.....” kurir itu masih diam

“tanda tangannya mas?” aku memberinya senyuman.

“ehh.. iyaaa” kurir itu sangat grogi, mencari ke dalam tas, tapi tidak ketemu juga.

Aku lihat ternyata pulpennya terselip di saku celananya, aku juga dapat melihat ada tonjolan dibalik celananya.

“itu mas di celananya” aku cekikikan

“oh iya, lupa. Maaf mbak”

Aku mulai menikmati permainan ini. Aku sandarkan paket ke dinding, lalu menandatangi tanda terima di atasnya. Dengan posisi itu, pantatku yang hanya tertutup rok pendek, tempampang dengan jelas jika si kurir itu mau membungkuk sedikit saja. Tapi dari posisinya sekarang dia hanya dapat melihat betapa putih dan mulusnya paha atasku.

“makasih ya mas” aku menyerahkan kembali tanda terimanya.

“saya yang makasih mbak... hehehehe” dia cengengesan

“sama-sama” aku malah menimpalinya

Aku yakin burung miliknya sudah kesakitan dibalik celananya dan ingin dibebaskan. Tapi itu bukan urusanku, biar saja menjadi urusannya sendiri. Palingan dia onani kalau belum beristri. Padahal aku saja masih masturbasi walau sudah punya suami.

Di dalam rumah aku buka paket itu. tak ada nama pengirim ataupun alamat si pengirim. Aku yakin ini pasti kiriman dari si penelepon gelap. Ada sebuah tulisan di kertas, aku membacanya.

“have fun”

Aku buka lagi isi paket itu, dan aku menemukan sebuah flash disk. Aku penasaran dengan isinya, jadi aku nyalakan laptopku. FD itu berisi banyak film, aku putar salah satunya. Alangkah kagetnya, ternyata isinya adalah film porno. Aku tutup layar laptopku karena kaget dengan apa yang aku lihat barusan. Seumur hidup aku belum pernah sekalipun menonton film bokep. Sebenarnya aku tidak ingin melanjutkan menonton film itu, tapi rasa penasaranku malah mengalahkanku. Toh udah nikah ini, kan gak boleh kalo belum nikah.

Dalam adegan film itu aku melihat seorang kakek yang sedang menggenjot seorang wanita muda yang sangat cantik dalam posisi doggy. Awalnya wanita itu menolak, tapi lama kelamaan dia menikmatinya juga, malah desahannya semakin keras. Aku kecilkan volume laptopku, takut ada yang denger. Penis kakek tua itu sangat besar dan panjang. Entah kenapa aku merasa tubuhku menjadi panas dan selangkanganku menjadi gatal. Ini pasti akibat aku tidak memakai pakaian dalam dan malah menggoda kurir paket itu. aku jad mudah terangsang. Atau mungkin karena aku baru pertama kali menonton film bokep.

Aku raba vaginaku, sudah sangat basah. Aku masih mengusapnya pelan, sambil menonton tiap adegan di depan layar. Aku melihat ekspesi wanita itu sangat menikmati sekali. Sepertinya sangat enak digagahi oleh penis yang besar dan panjang. Aku jadi teringat abah Ono, penisnya yang menantang bak tiang listrik itu selalu membayangi pikiranku.

Aku tidak kuat lagi, aku masturbasi dengan hebat menggunakan semua sex toys yang diberikan si penelepon gelap. Aku merangsang hampir semua lubang yang ada di tubuhku. Vagina, anus, dan mulutku secara bergantan dan simultan mendapat rangsangan yang membahagiakanku. Aku tonton habis semua adegan dalam film itu.

“ahhhaahh... Oohhhhh..Ohhhhhhhhhhh”

Crot....CROT...crot

Bersambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


Prank Call (Episode 7: Dita dan Suaminya)

 


Aku segera mengumpulkan seluruh kesadaranku dan kembali kepada kenyataan, walaupun aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Aku mencari handuk yang tadi terhempas pada saat abah Ono melakukan sesi pijatannya. Aku ambil handuk putih itu lalu aku kenakan kembali untuk menutup tubuhku.

Sambil merapikan rambut yang agak berantakan, aku segera menuju ke kamar Keanu, karena tangisannya sudah sangat keras. Aku gendong dia, lalu aku timang-timang di atas pankuanku. Aku coba hentikan tangisannya, dan setelah beberapa menit berada dalam dekapanku, anak itu berhenti juga menangis.

Aku menghela nafas lega. Setidaknya anak ini berhasil menyelematkan ibunya dari kelakuan kakek mesum tukang pijat. Tapi aku tidak bisa memungkiri bahwa tubuhku sudah tidak merasa pegal lagi seperti tadi pagi. Pijatan abah Ono patut diancungi jempol, walau bayarannya sangat mahal. Aku harus merelakan tubuhku di jamah olehnya, dan hampir saja menjadi bahan pelampiasan nafsunya. Tubuhku bergidik membayangkannya. Aku berusaha menghapus memori itu dalam ingatan, jika tidak aku akan selalu dihantui oleh bayangan kejadian itu.

Setelah beberapa menit berada dalam dekapanku, Keanu akhirnya tertidur kembali. Momen ini aku manfaatkan untuk membersihkan badanku. Aku ingin mandi dan melupakannya semua. Di kamar mandi, aku bersihkan seluruh tubuhku di bawah guyuran shower. Perlahan aku bilas badanku menggunakan sabun mandi, mulai dari tangan kanan, kemudian ke tangan kiri. Dari sana aku beralih ke daerah leher lalu turun ke daerah dada. Aku bilas payudaraku, awalnya hanya gerakan biasa saja, lama-lama gesekan antara telapak tangan dan putingku terasa enak. Semakin lama, gerakan membilas payudara berubah menjadi gerakan meremas-remas dan merangsang payudaraku. Rasanya enak sekali memijat payudara menggunakan sabun mandi sambil di guyur air mandi. Aku jadi membayangkan bagaimana jika abah Ono yang melakukan pijatan di payudaraku. Aduh pasti enak sekali.

Ahhhh.. HHHH... Ohhhhh

Abah Ono, terusin bah, payudaraku terasa pegal bah, pengen dipijit. Hmmmppp

Tangan kiriku tanpa aku sadar sudah berada di atas klitorisku. Menggesek-geseknya dengan jari telunjuk dan jari tengah, menambah rasa nikmat saja. Jari tangan kiriku semakin cepat merangsang klitoris, dan tangan kananku semakin keras meremas-remas payudaruku sendiri.

Terbayang penis abah Ono yang sudah menegang, menatap menangtang, penisnya terlihat begitu perkasa. Oooh abah. Aku menutup mata, membayangkan, meresapi, dan menahan kenikmatan yang aku rasakan. Jari tanganku kini masuk ke liang vaginaku. Mengocok-ngocok ke dalam, keluar masuk, dengan lincahnya. Vaginaku kembali basah. Sambil berdiri aku terus mengocok-ngocok vaginaku dengan cepat. Oh enak sekali, wajahku sampai menengadah ke atas, sehingga air shower tepat jatuh di wajahku. Setelah beberapa menit aku mengobel vagina, aku ambil batang shower lalu aku arahkan ke mulut vaginaku, sehingga desiran air tepat jatuh di vaginaku. Memberikan sensasi seperti menggelitik, yang membuat aku semakin terangsang.

Oo..OOOOOhh

Kocokannku semakin cepat, sementara shower aku gerakan naik turun, untuk memberikan rangsangan pada klitoris dan pada vagina secara simultan.

Ah.. ah... ah.... abah ono... ah... ah... ah... Ahhhhhhhhhhhhhh





19.00 malam

“sayang, aku pulang”

“asyiiik Ayah udah pulang” aku menggendong Keanu dan berjalan menyambut suamiku yang baru saja pulang dari kantor. Aku meraih tangan suamiku, menciumnya tangannya, lalu beralih mencium bibirnya. Suamiku juga mencium Keanu dengan penuh cinta.

“ayah punya hadiah nih buat Keanu”

“eh, tuh kamu dapat hadiah dari Ayah. Hadiah apa Ayah?”

“ini dia” suamiku mengambil sesatu dari kopernya. Ternyata benda itu adalah robot-robotan. “pasti kamu suka”

“waaahh.. robot. Keanu dapet hadiah robot, asyiik. Mamahnya dapet apa, jangan-jangan gak dapet?” sambil manyun aku berharap dapat hadiah juga dari suamiku.

“dapet juga dong” suamiku memberikan bunga mawar merah yang membuatku sangat bahagia malam itu.

“waaaah. Terima kasih suamiku tercinta, kamu memang suami paling romantis. Aku suka deh”

Suamiku tiba-tiba mencium bibirku lagi, tapi kali ini bukan hanya menempel saja seperti tadi ketika dia baru datang. Ciuman kali ini lebih dalam, dia memagut bibirku penuh dengan nafsu. Aku membalas ciumannya, suamiku menyosor bibir bawahku, menghisapnya dengan hebat, lalu tak ketinggalan bibir atas juga dia hajar. Lidahnya tiba-tiba menerobos masuk, mencari lidahku, yang juga aku arahkan agar mudah diraihnya. Dia memutar-mutar bibirnya dalam mulutku, mengikat lidahku, bahkan menyedotnya, sampai lidahku tertarik masuk ke dalam mulutnya. Nafasku sampai dibuat terengah-engah olehnya. Dia kemudian melepaskan ciumannya, dan menarik kepalanya ke belakang. Air liur menetes dari kedua lidah kami, dan mulut kami. Lalu kami sambil bertatapan, tersenyum, dan tertawa.

“jadi ini balasan ciumanku tadi pagi?” aku menatapnya dengan manja.

“iya sayang, aku sudah tidak tahan, ayo kita bersenang-senang malam ini”

Aku sudah bersenang-senang sepanjang hari ini. Mendapatkan petualangan baru, dan sudah orgasme berkali-kali. Tapi aku tidak mungkin menolak ajakan suamiku yang sedang horny ini.

“ayo sayang, aku juga sudah menanti kedatanganmu dari tadi. Aku juga pengen bersenang-senang malam ini. Sekarang kamu mandi dan makan malam dulu ya!”

“iya sayang”

Selagi suamiku mandi dan makan malam, aku memberi Keanu susu formula dan berusaha menidurkannya.

Setelah Keanu tidur, aku mengganti pakaianku dengan lingerie putih menerawang. Aku berdandang dengan cantik malam itu, tak lupa memakai lisptik merah. Rambutku aku biarkan jatuh bebas, sehingga tergerai indah kontras dengan kulit putihku yang bersih dan mulus. Aku juga menyemprotkan parfum ke tubuhku, agar suamiku semakin terbuai dengan wangi tubuhku.

Aku duduk di atas kasur, sudah siap menunggu suamiku. Tak lama, suamiku masuk ke dalam kamar. Dia terkesima melihat penampilanku yang seperti bidadari ini. Dengan tergesa-gesa, dia menyambar tubuhku sampai tubuhku terdorong ke belakang. Dia Menindihku dengan tubuhnya, mendekap erat tubuhku seakan tidak mau melepaskannya. Dia lumat bibirku yang tipis dan merah ini. Lidahnya langsung menerobos masuk, berputar-putar dalam mulutku, menyapu segala sesuatu yang ada di dalamnya. Aku sampai kesulitan bernafas.



Dita



Dari balik celananya, aku dapat merasakan penisnya sudah tegang maksimal. Aku hanya meladeni sedikit ciumannya, lalu aku dorong tubuhnya ke belakang, sampai dia berbaring terlentang di atas kasur. Matanya menatapku yang kini duduk menghadapnya. Aku tarik ke bawah celana pendek yang dikenakannya, aku tarik sampai terlepas, dan melemparkannya ke lantai kamar. Kini terpampanglah penis suamiku yang sudah tegang sempurna. Penisnya menjulang menantang langit, aku pegang penis itu dengan tanganku, terasa kenyal dan keras sekali.

“sayang” aku tatap dia dengan mata sayu.

“iya sayang” dia mengantisipasi apa yang akan aku lakukan.

Aku kocok perlahan penis suamiku, dia merem melek keenakan. Dia mendesah pelan. Lalu aku memajukan wajahku ke arah penisnya, menempelkan hidungku pada penisnya. Suamiku kaget dengan apa yang aku lakukan.

“A..pa yang kamu lakukan sayang?”

Aku tidak membalas pertanyaannya. Malah aku masukan penisnya ke dalam mulutku.

“OH sayang” suamiku meracau tidak karuan. “ohhh... ohhh....ah...”

Aku gerakan mulutku maju mundur, mengulum penisnya, dengan lincah seakan aku sudah ahli melakukannya.

“oohhhh... o..oHh enak sayang” suamiku hanya bisa merem melek keenakan. Dia masih berbaring di atas kasur, kadang dia angkat kepalanya ke atas untuk berusaha melihat aksiku. Di sela-sela mengulum penisnya, aku juga terkadang melihat wajah suamiku yang sudah sangat sange. Aku terus mengulum penis suamiku, sementara tangan kananku mengocok-ngocok pangkal penisnya dan tangan kiriku meraba-raba pahanya. Hal itu membuat penis suamiku terasa sangat tegang di mulutku. Tapi penis suamiku tidak ada apa-apanya jika dibanding penis abah Ono yang sangat besar dan panjang.

Tiba-tiba terlintas kembali bayangan penis abah Ono yang tengah ereksi maksimal. Membuatku malah menjadi semakin horny. Aku keluarkan penis dari mulutku, mendorongnya ke arah perut suamiku, lalu aku jilat bagian bawah penisnya, dari pangkal sampai ujung. Terus berulang kali aku menjilati penis suamiku, membayangkan penis abah Ono membuatku semakin liar menjilati penis suamiku, sampai air liurku keluar dengan derasnya. Aku jilat terus penis suamiku berkali-kali, tubuhnya sampai menggelinjang tak karuan. Puas dengan menjilati batang penis, aku turun ke bawah, mengulum dua buah zakarnya, menyedotnya pelan, menahannya dalam mulutku, lalu melepaskannya. Begitu terus bergantian dengan buah zakar satunya lagi. Selain menyedot buah zakarnya, aku juga menjilati skrotum yang samakim membuat suamiku kelojotan dibuatnya. Sementara tangan kananku masih mengocok penisnya dengan tempo teratur.

“Ahh..ah..ah.. sa..yang.. sudah,, aku tidak kuat lagi”

Dia mengangkat tubuhku, lalu mencium bibirku dengan ganas. Tangannya menyingkap tali lingerie yang aku kenakan, menurunkannya, sehingga lingerie ku melorot ke bawah, membuat payudara indahku terpampang dengan jelas. Tangannya meremas-remas payudaraku, memutarnya, dan memilin putingku. Aku balas ciumannya dengan melumat bibirnya dan menyapu lidahnya. Tanganku meraih kepalanya, dan menekannya semakin dalam ke arah mulutku.

Ciuman suamiku turun ke leher, membuat semua rambut halus yang tumbuh disekitarnya berdiri menahan rangsangan yang diberikan. Dia juga menjilat habis semua lekuk leher, yang membuatku hanya bisa menengadah dan memenjamkan mata.

“Ah sayang, ge..li e..nak. terusin sayang”

Suamiku bukan hanya sekedar mencium dan menjilati leher, sekarang dia menghisap leherku.

“Ooohh. Saayaang”

Rasanya enak sekali, dihisap suamiku di bagian leher. Cukup lama dia menyedot-nyedot leherku, pada saat melepaskan bibirnya, ada tanda merah membekas di leherku. Puas dengan satu titik, dia hisap titik lain di leherku, sampai leherku penuh dengan cupangan merah darinya.

“masukin dong sayang, aku udah gak kuat”

“apanya yang dimasukin sayang?”

“itu.. penis kamu, ke vaginaku aku. Aku udah gak tahan, pegen dimasukin.”

Diburu nafsu yang sudah membuncah, suamiku dengan cepat memasukan penisnya ke vaginaku yang sudah banjir dari tadi.

“aaaahhhhh.. enak sayang”

“iya sayang, kamu liar banget malam ini”

“kamu suka?” aku bertanya padanya dengan nada manja.


“suka banget sayang” ekpresinya penuh dengan kegembiraan.

Dia genjot penisnya ke dalam vaginaku dengan tempo yang langsung tinggi.

“ahhh...Ahhhhh sayaang. Terusin”

Tidak biasanya suamiku memulai dengan tempo yang cepat sedari awal. Suamiku masih menggenjotku dengan liar, aku juga mengimbangi genjotannya dengan menggerakan pinggulku menyambut setiap sodokan penisnya. Ahhh..ah..oh oh... kami mendesah, berteriak hebat di dalam kamar, seperti tidak ada orang lagi di dunia ini, malam ini hanya milik kami berdua. Suami istri yang sedang dimabuk cinta dan birahi.

Setiap sodokan penis suamiku dan goyangan pinggulku membuat payudaraku bergoyang-goyang, aku sampai harus menahannya dengan kedua tanganku. Niatku hanya menahannya saja, tapi ternyata tanganku malah memainkan payudaraku, meremasnya, dan memijat-mijat. Aku baru merasakan ini, disodok penis sambil memainkan payudaraku sendiri, sungguh nikmat rasanya.

“ah..ahh.. terusin sayang, sodok yang keras. Aku suka”

“ahhh..ahhhh.ooohhh..oohhh”

“ya.. gi..tu, teruuus, teruuuus, eenaaak”

Remasan tangan di payudaraku semakin liar, aku putar-putar putingnya, aku jepit dengan jempol dan jari telunjuk, lalu aku tarik.

“iiiiih... enaaaaaaak”

Suamiku tiba-tiba melepaskan tanganku dari payudara, lalu dia meremas menggunakan tangannya sendiri.

“aaaaduuuh, eenaaaak, saaayang”

Dia remas payudaraku sampai meninggalkan bekas kemerahan di sana. Tidak tahan hanya dengan meremas-remas, dia kenyot panyudaraku seperti bayi yang sedang kehausan.

“Aww. Sayang”

Aku hanya bisa menutup mataku menerima semua rasa nikmat ini. Aku jambak rambutku sendiri, kepalaku tidak bisa diam, terus bergantian, miring ke kiri dan kanan. Tangan kiriku memeluk punggung suamiku, merangkulnya agar tidak lepas, aku ingin bisa seperti ini selamanya. Mendapatkan kenikmatan tiada tara. Tiba-tiba suamiku mempercepat goyangannya, dengan ukurannya penisnya yang seperti sekarang saja, aku sudah keenakan, gimana kalo ukuran penis yang jauh lebih besar masuk ke vaginaku. Pasti vaginaku akan penuh sekali, setiap dindingnya akan meremas penis itu dengan kuat, yang membuat rangsangan pada vaginaku semakin nikmat. Lalu pintu rahimku yang disodok terus-menerus, pasti enak banget.

Oh abah Ono, aku ingin penis jumbo kamu.

Aku ingin kamu datang lagi kesini

Memijatku, tak apa, aku akan bugil dari awal, aku mau menanggalkan semua pakaianku di depanmu, asalkan aku bisa merasakan penis raksasa itu.

Oh abah ono, akankah kau datang lagi ke sini.

Akan aku buka lebar paha ini, agar penis raksasa itu bisa masuk ke vagina sempitku.

Aku juga ingin menjilatnya, mengulumnya, biarkan mulutku terasa sesak oleh penismu.



“Ahhh.. ah.. oh sayang”

Aku percepat goyanganku, sangat nikmat sekali rasanya, membayangkan penis yang lebih besar masuk di vaginaku. Suamiku tampak terheran, tapi dia juga mempercepat sodokannya. Tanpa aku sadari jari-jariku mencengkram keras punggung suami, menamcapkan kuku-kukunya disana. Aku mencakar punggng suamiku sendiri.

“ah.. ahh.. ah.,. cepetin sayang, teruuus. Jangan berhenti, ini enak banget” aku meracau tak karuan.

Aku ingin penis itu merangsang titik-titik kenikmatan pada vaginaku. Aku angkat tubuhku lalu aku dorong suamiku, sampai dia terjatuh dan terlentang di atas kasur. Penisnya terlepas, dan mengacung hebat, dilumuri oleh cairan vaginaku yang sangat banyak.

“sayang! kenapa?” suamiku heran dengan perlakuanku.

Tanpa menjawabnya, aku mendekatkan tubuhku ke suami, berjonggok di atas penisnya, tanganku meraih penisnya, mengocoknya perlahan, dan mengarahkannya ke vaginaku. Terlihat beberapa tetes cairan vaginaku jatuh membasahi perut bawah suamiku.

Bles. Penis itu masuk ke dalam vaginaku.

“Ohhhh...ahhh”

Aku menggenjot penis suamiku dari atas. Kedua tanganku bertumpu pada dada suami, lalu pantatku naik turun di atas penis suamiku. Begitu pula dengan kedua buah payudaraku, yang bergoyang seirama dengan gerak tubuhku.

“enaak banget sayang, terusin” kini suamiku yang mendesah digenjot dari atas. “Ahhh... ahhhh”

Aduh enak banget. Aku ingin penis yang lebih besar dan panjang.

Gerakan pantatku semakin cepat, aku menggenjotnya dengan penuh nafsu dan semangat. Suamiku mulai terbiasa dengan posisi ini, dia pegang kedua pinggulku lalu dia goyangkan naik turun, untuk mempercepat goyanganku.

“Ahhh....ah...aahhhhh.. aku mau keluar sayang” aku sudah tidak kuat lagi.

“Tahan sayang, kita keluar bareng”

Sekarang suamiku tidak hanya pasrah berbaring di atas kasur, dia gerakan pantatnya naik turun. Dia menyodok vaginaku dari bawah lebih cepat dari yang sudah dilakukannya dari tadi. Rangsangannya terlalu hebat, aku tidak sanggup bergoyang lagi, jadi aku biarkan suamiku yang bergerak. Aku gigit bibir bawahku dan terus menerima rangsangan penisnya. Tubuhku tidak kuat lagi, aku ambruk di dada suamiku.

“ahhh.. sayang, terusin, sebentar lagi”

Suamiku mendekap tubuhku dengan penuh kehangatan, aku sangat bahagia malam ini. Dia mempercepat sodokannya. Aku hanya bisa berteriak tak karuan, tepat saat itu, suamiku mencaplok ganas mulutku yang terbuka, kami berciuman dengan hebat, melilitkan lidah satu sama lain. Sementara Sodokan penis suamiku semakin cepat, aku tahu sebentar lagi dia akan sampai. Aku juga sudah tidak bisa menahan diriku sendiri.

“Ahhh..ahhh..aahahha. AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH”

Kami orgasme bareng, kepalaku terangkat dan tubuhku sampai melengkung ke belakang. Crot..crot...crot, terasa semburan hangat sperma suamiku memenuhi rahim dan vaginaku. Tubuhku dilanda orgasme yang hebat, tubuhku kelojotan dibuatnya. Nafasku terengah-engah. Aku ambruk di atas tubuhnya sementara kepalaku bersandar di atas dada suamiku.

“terima kasih sayang” aku mengecup bibirnya. Suamiku hanya membalas dengan senyuman.

Rasanya enak sekali. Aku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Seharian ini aku terus mendapat kenikmatan dan orgasme berkali-kali. Tadi pagi aku masturbasi, sore hari dijamah oleh abah Ono, pada saat mandi aku menikmati diriku sendiri, dan malamnya aku meraih kenikmatan bersama suamiku. Oh sungguh, ini merupakan hari paling bahagia dalam hidupku. Aku seperti menjadi wanita seutuhnya. Benar-benar menjadi seorang wanita sempurna.

Saking lelahnya kami tak sempat membersihkan diri. Aku dan suamiku terlelap dalam dekapan malam.

Bersambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


Prank Call (Episode 6: Dita dan Abah Ono)

 


“Permisi!”

Ada suara bapak-bapak dari luar rumah. Aku tidak tahu ada keperluan apa, mungkin mau minta sumbangan atau keperluan lainnya. Aku pergi ke luar dan berdiri di depan pagar rumah.

“Ya, ada apa pak?”

“Permisi neng, katanya manggil abah buat pijit”

“hah?”

Aku coba kendalikan suasana

“bukannya kata bi Indri tadi mau nelepon mbok sarinah?”

“iya neng, mbok Sarinah itu istri saya, tapi kebetulan dia ada panggilan pijit ke komplek sebelah. Jadi abah yang gantiin” sikapnya khas orang kampung, yang sopan dan apa adanya. Tapi akal bisnisnya boleh juga, harusnya Mbok Sarinah bilang dong kalo gak bisa pijit, malah ngirim suaminya.

“iya deh abah, silakan masuk” aku membukakan gerbang untuknya.

Aku lihat bapak tua itu melepaskan sendalnya sebelum melewati pintu pagar, padahal dipake juga gak apa-apa.

aku persilakan dia masuk ke dalam dan duduk di kursi tamu. Tapi dia menolak.

“nggak lah neng, abah duduk di bawah aja”

“loh kok di bawah, di atas aja bah”

“gak pa-pa, enakan di bawah”

Yaudah lah dari pada harus berdebat dengan bapak tua ini. Aku nurut saja. Sambil aku menyiapkan minuman untuknya aku basa-basi untuk mencairkan suasana.


kakek Sugiono


“namanya siapa bah?”

“sugiono neng, biasa dipanggil abah Ono”

“Oh abah Ono, tadi kesini naik apa bah?”

“jalan kaki neng”

“hah? Jalan kaki?”

“iya neng, udah biasa”

“kan lumayan jauh bah”

“deket neng segitu mah, jangan kira karena abah udah tua, gak ada tenaganya”

Suasana mulai cair.

“oh jadi abah kuat ceritanya nih? Sekuat apakah?”

“Kuat lah neng, tanya aja Mbok Sarinah, istri abah”

Hah. Maksudnya apa. Kenapa aku harus tanya ke istrinya. Memang yang dimaksud kuat, kayak gmana.

“iya deh, percaya, ini minumnya ya bah, diminum dulu. Pasti abah haus kan?”

“makasih neng”

Dia hanya minum sedikit. Kebiasaan orang kampung yang malu-malu. Sebenarnya aku mau bilang kalau gak jadi pijit dan ngasih ongkos dia udah datang kesini, tapi pasti abah Ono menolaknya. Aku jadi kasian padanya karena udah jauh-jauh datang kesini, jalan kaki pula, lalu pulang begitu saja tanpa membawa apa-apa.

“nanti pijitnya di ruang tengah aja ya bah” sambil aku menunjuk tempatnya “biar enak, sambil nonton tv”

“iya neng, yang mau dipijitnya mana ya neng? belum keliatan dari tadi”

Hah. Maksudnya? Aku gak ngerti, kan aku yang mau dipijit, jadi dari tadi dia ngira siapa yang mau dipijit.

“kan saya yang mau dipijit bah”

Si kakek itu langsung kaget. Matanya sedikit melotot, tenggorokannya langsung kering, walau tadi sudah minum.

“sa...ya kira su..aaaa..minya neng yaa..ng maa.uu dipiiijit” dia gelagapan, untung gak kena serangan jantung.

“bukan bah, saya tadi minta bi Indri panggilkan tukang pijit. Trus katanya dia telepon Mbok sarinah”

“oh, saya gak tau neng, tadi Mbok Sarinah bilangnya suruh pijit di alamat ini. Neng Indri nya mana?”

“Bi Indri tadi pulang duluan, ada saudara datang dari jauh katanya. Abah istirahat dulu, sambil saya siap-siap ya bah”

“iii..ya neng”

Sialan ternyata miskom. Bi Indri gak bilang kalau aku yang mau dipijit, Mbok Sarinah ngiranya suamiku yang bakal dipijit, jadi dengan tanpa beban dia nyuruh suaminya datang kesini. Aduh gimana ini, aku bingung. Tapi karena badanku sudah sangat pegal dan rasa kasian kepada kakek sugiono, aku terpaksa dipijit kakek itu. duh pasti kakek tua bisa bisa ngeliat badan aku, proses pijit dimanapun sama aja kayak gitu. Tapi entah mengapa, rasa takut tersebut memunculkan excitement tersendiri. Belum pernah ada tangan lelaki lain yang menyentuh bagian tertutup tubuhku. Dan kini, sebentar lagi, sebagian dari bagian tertutup itu akan bisa dilihat lelaki lain, bahkan disentuhnya. Anggap saja ini hari keberuntungamu kakek Sugiono.


Aku masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap. Aku tanggalkan pakaian luarku dan aku lilitkan handuk ke tubuhku. Handuk itu hanya mampu menutupi sebagian kecil pahaku, dan payudara bawahku. Dibalik handuk itu aku hanya memakai bra dan celana dalam. Aku keluar, dan terlihat si abah Ono sedang merapikan alas untuk sesi pijat. Ia juga terlihat menyiapkan minyak yang akan digunakan untuk memijatku.


“Udah siap bah?”

Dia kaget mendengar suaraku. Tanpa menoleh, malahan kepalanya menunduk ke bawah ia menjawab dengan gerogi.

“i..ya neng, si..ap”

“aku berjalan melewatinya, aku yakin kibasan angin saat lewat mampu menyampaikan aroma wangi tubuh bagian bawahku kepada si abah yang sedang duduk menunggu. Aku kemudian duduk membelakangi abah dan membuka handuk yang melilitku, kemudian merentangkannya. Sayup-sayup aku bisa mendengar si abah menelan ludahnya. Aku menunggu, tapi tidak ada reaksi dari si abah.

“bah! Ini handuknya pegang dulu! Kok diem aja, jadi pijit gak?”

“ooooh, i..ya, maaf neng”

Dia kemudian memegang handuku. Aku memposisikan diri telungkup di atas matras empuk, kakiku menjulur ke belakang dan kepalaku bersandar pada bantal, yang ditopang juga oleh kedua tanganku. Si abah kemudian menutup tubuhku dengan handuk itu, dari atas punggung sampai ke betis kaki.

Sesi pijatpun di mulai. Si abah mulai dari telapak kaki, dia melakukan pijatan tanpa minyak terlebih dahulu. Ditekan-tekannya titik-titik sarap di telapak kaki, lalu dilanjutkan ke jari-jari kaki. Rasanya enak sekali, sepertinya memang si abah sudah telaten dan berpengalaman. Titik-titik saraf yang ditekan si abah sedikit meringankan rasa pegal yang aku rasakan di daerah kaki, terutama betis dan paha. Kepalaku juga terasa ringan. Aku menikmati sesi pijat ini, walaupun dilakukan oleh yang berbeda jenis kelamin. Setelah beberapa kali melakukan pijatan di telapak kaki secara bergantian, abah Ono melanjutkan ke daerah betis. Dia melipat handuk sampai ke atas lutut.

“AW!” aku kesakitan. Abah Ono pun kaget.

“maaf neng, terlalu keras ya?”

“Iya bah, kurangin dikit ya!” ternyata benar walaupun sudah berumur, aku taksir usianya sudah 50 tahun lebih tapi tenaganya kuat sekali. Mungkin karena sering memijat bapak-bapak, jadi ototnya sudah terlatih.

“segini neng? Bilang ya kalau udah enakan?” dia mulai mengurangi tenaganya dan memijat dengan tenaga yang sesuai dengan keinginanku.

“iya segitu aja bah”

Dia kemudian mulai memijat daerah betis, dari bawah ke atas, dan ke bawah lagi. Tak lupa dia juga berganti memijat kaki yang satu lagi. Rasanya enak sekali pijatan abah Ono ini, sampai-sampai aku sedikit mengantuk dan mulai memejamkan mata. Tidak tertidur, hanya menikmati saja pijatannya.

“ma..af ya neng”

Aku tidak merespon ucapannya. Abah Ono kembali melipat handuku ke atas, sekarang hanya menutupi pantatku saja. Berarti sekarang paha mulusku terpampang jelas di hadapan abah Ono. Dia beberapa kali menelan ludahnya sendiri. Setelah melipat handuku dia tidak langsung memijat pahaku. Dia kembali ke betis baru naik ke paha bawah. Aw rasanya geli sekali saat tangan kasarnya menyentuh kulit pahaku yang mulus. Abah Ono kaget melihat reaksiku. Sempat dia hentikan pijatannya, tapi kemudian dia lanjutkan kembali. Aku bisa merasakan tangannya agak sedikit gemetaran memijat pahaku. Mungkin dia tidak pernah memijat perempuan sebelumnya, atau sudah pernah, tapi hanya ibu-ibu kampung biasa yang sudah beranak banyak, yang tubuhnya sudah gemuk-gemuk. Sedangkan sekarang dia berhadapan dengan seorang perempuan cantik, mulus, putih, dan walaupun sudah beranak satu, namun payudara dan pantatnya masih seperti anak gadis. Kenyal dan sekal.

Tangan abah Ono mulai naik ke paha atas bagian dalam. Setiap gerakan tangannya di kulit pahaku memberikan sengatan listrik yang membuat vaginaku gatal. Dia masih memijat sekitar paha atas bagian luar, tidak berani masuk ke bagian dalam, di mana vaginaku berada. Mungkin dia takut dibilang gak sopan memijat daerah itu.

“sekarang pakai minyak ya neng”

“iya bah”

Si abah mulai mengoleskan minyak ke tangannya kemudian mengulangi pijatan dari telapak kaki. Kali ini si abah mengambil posisi di belakang kakiku. Dari sana dia bisa dengan jelas melihat bagian bawah pantatku dan mungkin lipatan vaginaku, karena handuk yang ia lipat tadi, tidak ditutupnya kembali. Aku coba mengintip dari kaca pintu dapur yang ada dihadapanku. Dari kaca itu aku bisa melihat abah Ono menatap tajam bongkahan pantatku. Aku sidikit mempermainkannya dengan sedikit membuka pahaku lebih lebar, tapi kemudian merapatkannya kembali.

Aku masih punya harga diri, jadi aku turunkan handuk lebih ke bawah ke atas pahaku, dengan begitu bisa sedikit menutupi daerah kemaluanku. Tampaknya si abah merasa tidak enak dengan apa yang baru lakukan. Tapi dia tetap profesional meneruskan pijatannya. Sekarang dia melumuri pahaku dengan minyaknya dan mulai memijat daerah itu. gesekan antar tangannya dan kulit pahaku ternyata terasa lebih enak dengan adanya minyak urut. Aku semakin merasa geli dan keenakan. Dinding vaginaku berkedutan, gatal, dan sedikit becek, sepertinya cairan vaginaku keluar. Setiap gerakan pijatannya membuat pantatku bergoyang sedikit. Aku sampai menggigit bibir bawahku karenanya.

Si abah yang sudah berpengalaman rupanya tau, jikalau aku sedang terangsang dengan pijatannya. Yang tadinya dia tidak berani menjamah paha bagian dalam, kini tangannya mulai nakal dan masuk semakin dalam. Dia tidak menyingkap handuknya, tangannya menelusuk masuk lewat bawah. Hanya sebentar, dia tarik kembali tangannya memijat bagian paha lainnya. Tapi sejurus kemudian tangannya masuk kembali, dia sepertinya ingin mengetes reaksiku, marah dengan tindakanya atau tidak. Mendapat angin segar, dia mulai sering memasukan tangannya ke bagian dalam, sampai kadang menyentuh bibir vaginaku yang masih terbungkus celana dalam warna putih. Aku hanya bisa pasrah, menikmati setiap gesekan tangannya di paha dan bibir vaginaku. Malah kini dia semakin lama memijat daerah lipatan antara paha dan vagina, bahkan jarinya sengaja bergerak-gerak di bibir vaginaku. Ahhhhh... aku panas dingin menahan rangsangannya. Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku dan memejamkan mata. Abah Ono tidak lagi memijat, tapi lebih seperti meraba pahaku berulang kali. Dia juga sempat menyelipkan tangannya di antara dua pahaku, sehingga aku melebarkan pahaku. Hal ini justru membuat dia lebih leluasa memberikan rangsangan ke vaginaku. Aku merasakan celana dalamku mulai basah, entah karena minyak yang menempel dari tangan abah Ono atau dari cairan vaginaku sendiri.

“wah badannya pegel semua ya neng?” Abah Ono sepertinya mau mencairkan suasana yang sudah awkward ini.

“i..ya bah, pegel semua, he... hee..” sekarang aku yang mulai gerogi ama si abah.

“Padahal kan neng mah gak perlu nyangkul di sawah. Abah ama si mbok Sarinah kalau lagi musim panen, sering pergi ke sawah.”

“oo...hh... he..bat dong pu..nya sawah si abaaah.” Kenapa suaraku jadi agak sedikit mendesah.

“bukan punya saya sih neng, saya sama istri Cuma bantu-bantu aja. Itu sawahnya pak RT, jadi kalau lagi musim panen, biasanya minta tolong warga kampung. Ya lumayan lah neng, dapet beras buat makan.”

Selama mengobrol tangannya mulai nakal menjamah vaginaku. Dia mulai berani menggeser-geser celana dalamku, sehingga aku semakin terangsang dan sedikit mengangkat pantatku beberapa kali. Suaraku juga sedikit mendesah setiap kali meladeni obrolannya. Lalu dia bercerita mengenai kondisi perkampungannya yang tidak lagi bisa aku mengerti karena terlalu menikmati rangsangan pada vaginaku. Aku hanya bisa memejamkan mata dan terdiam. Setelah beberapa lama, dia menghentikan aksinya.

“sekarang pijat punggungnya ya neng”

Aku membetulkan posisiku, karena dari tadi sudah tidak karuan. Aku menghela nafas bersuyukur dia menghentikan aksinya di daerah pahaku. Kalau diteruskan bisa jebol pertahananku.

Abah Ono melipat handuku ke bawah, jadi sekarang handuk itu hanya menutupi pantatku saja.

“Neng, tali BH nya dicopot dulu ya, takut kena minyak”

“iya bah”

Abah Ono melepaskan tali BH ku dan menyingkapnya ke sisi kiri dan kanan.

“maaf ya neng”

Degh. Tiba-tiba abah Ono mengambil posisi menduduki pantatku. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang mengganjal di pantatku. Penisnya sudah keras. Dia tidak bertumpu sepenuhnya di pantatku, dia sengaja melipatkankan lututnya, sehingga kakinya melipat kebelakang di atas matras, dengan posisi itu berat badannya bertumpu pada lututnya sendiri. Makanya aku tidak merasa terlalu berat ditindih olehnya. Tapi tetap saja aku dapat merasakan ganjalan penisnya di pantatku. Aku seharusnya menolak, tapi yang keluar dari mulutku malah kebalikannya.



Abah Ono memijat neng Dita



“i..ya, lanjutin aja bah”

Dia pun kembali memijatku. Mulai dari pinggul kemudian naik ke punggung atas. Dia menekan punggungku dengan jempolnya kemudian naik ke atas sesuai bentuk tulang belakang. Tapi gerakan memijatnya membuat tubuh abah Ono bergerak, sehingga penisnya menggesek-gesek pantatku, walaupun masih terhalang handuk dan celana abah Ono, namun tetap memberikan rangsangan yang membuat cairan vaginaku semakin banyak. Dengan posisi seperti ini aku seperti sedang diperkosa dari belakang.

Saat memijat pundak dan punggung atas, tangan abah Ono mulai bergerilya ke arah pinggir. Dia berusaha meraih payudaraku yang tergencet antara badanku dan matras, sehingga membuat payudaraku menyembul kesamping. Bagian yang menyembul itu sedikit di remas-remas oleh abah Ono lewat pijatan palsunya. Padahal seharusnya dia hanya memijat daerah punggung saja, tidak perlu sampai off side ke samping segala. Dasar kakek mesum.

Aku tidak menyangka, padahal tadi saat bertemu, kakek ini begitu kikuk dan malu-malu. Tidak ada terlintas dalam pikiranku bahwa ia berani berbuat mesum. Lagi pula umurnya sudah tua juga, aku pikir dia sudah tidak punya hasrat lagi terhadap perempuan. Tapi ternyata lelaki tetaplah lelaki, saat melihat bidadari secantik ini tidak mungkin disia-siakan begitu saja. Aku menyesal tidak menyuruhnya pulang saja tadi. Seharusnya sekarang pun aku bisa menghentikan sesi pijat ini, tapi mengapa ada rasa dalam diriku yang tidak bisa menghentikannya, dan aku malu mengakuinya, apakah aku malah menikmati pelecehan ini.

Tidak mungkin, hidupku selama ini baik-baik saja. Aku wanita dari kalangan menengah ke atas, tidak mungkin takluk oleh kakek tua tukang pijit ini. Tapi semakin aku memikirkannya, gesekan penis abah Ono dan tangan nakalnya, malah semakin memberikan sensai nikmat yang belum pernah aku rasakan. Di saat aku semakin menikmati gesekan penisnya, tiba-tiba abah Ono mengangkat pantatnya lalu mundur ke belakang. Dia sekarang berjongkok di atas pahaku. Kemudian dia mulai memijat pantatku. Dia memijat kedua belah pantatku dengan kedua tangannya. Bahkan meremas-remas pantatku dengan lincahnya. Sekarang dia sudah tidak minta maaf lagi menyentuh daerah itu. dari bawah dia dorong ke atas pantatku, meremasnya, memijatnya, lalu kedua jempolnya merangsang vaginaku. Dia goyangkan jempolnya di bibir vaginaku, celana dalamku sudah menyelip diantara lipatan pantat dan bibir vagina, sehingga jempolnya dengan leluasa merangsang vaginaku yang sudah basah.

Aku belingsatan mendapat perlakuan seperti itu. Punggungku beberapa kali naik turun, menahan rasa nikmat yang bertubi-tubi. Pantatku bergoyang ke kiri dan kanan, bahkan terkadang maju mundur. Aku sudah tidak dapat menahan bibirku lagi, sehingga aku mendesah dengan bebasnya.

AhhhA hhhhh... oOohhhh... A,,bbaaaaaah..

Hentikan to..long..

Oo....ohhh

Hmmmppppp....

“sekarang balik badan ya neng, yang depan belum”

Ahhhh... ahhh..hhh dengan nafasku yang masih memburu karena perlakuannya tadi, aku mengikuti perintahnya membalikan tubuhku, sehingga sekarang aku berbaring di hadapannya. Handuk yang menutup pantatku sengaja tidak aku tarik sehingga handuk itu terjatuh saat aku berusaha berbalik, sekarang aku setengah bugil di hadapan kakek Sugino. Aku memegang payudaraku, BH nya sempat terlepas saat aku balik badan karena sudah kait belakangnya sudah di lepas. Sementara kakiku kanaku menyilang di atas kaki kiri, berusaha menutupi vaginaku yang sudah basah. Aku malu jika ketahuan Abah Ono kalau aku menikmati perlakuannya. Tangan kiriku juga menutupi daerah kemaluanku.

Aku memiringkan kepalaku, aku tidak mau menatap wajah abah Ono. Dia juga tidak berusaha menatap wajahku, kami saling membuang muka. Setelah mengolesi tangannya dengan minyak, Abah Ono kembali memijit kakiku dari bawah. Dia memijat jari-jariku sampai terdengar bunyi pletek. Dia kemudian berusah membuka lebar kakiku. Aku sedikit melawan, karena kalau terbuka, berarti vaginaku akan terlihat jelas olehnya. Perlawanan yang sia-sia, aku sudah kalah secara mental dan tenaga. Dia angkat kaki kananku lalu meletakan ujung kakiku di atas pundaknya. Sementara kaki kiriku dia geser ke samping. Posisi abah Ono sekarang semakin maju ke arahku. Lalu dia mulai memijat kakiku dari atas sampai bawah. Dari betis, sampai paha. Oh sungguh geli dan nikmat sekali.

Dia meraih tanganku, lalu berusaha memindahkannya. Aku pura-pura tidak mau. Tapi akhirnya tanganku berhasil digesernya. Dia menyibak celana dalamku kesamping. Lalu kami saling berpandangan. Aku melihatnya dengan mata sayu, tampak ekspresi sedih di wajahku, dan dengan tampang memelas, aku menggelengkan kepalaku.

“baa..h jangan!” air mataku mengalir.

Tapi abah Ono yang sudah terbakar birahi, tidak mempedulikanku. Jarinya masuk ke liang vaginaku. Dia mengocok-ngocoknya dengan pelan. Semakin lama jarinya semakin cepat keluar masuk di dalam vaginaku. Dari mulanya satu jari, dia masukan dua jari, lalu menjadi tiga jari. Tubuhku menggelinjang hebat, seperti cacing kepanasan. Aku mau melepaskan diriku, tapi kakiku terkunci, sehingga aku tidak bisa berbuat banyak. Aku berusaha menahan rangsanganya, tapi akhirnya pecah juga.

“Ahhhhh ..... AHHHH... OOHHHHHH.... A..PA YANG ABAH LAKUKAN?”

“OOHHHHH.... Ahhhhhh...”

“Maafin abah neng, abah gak kuat liat tubuh neng Dita. Dari tadi abah tahan-tahan, tapi tubuh neng dita begitu menggoda. Udah cantik, putih, dadanya gede, pantatnya semok, pas tangan abah nempel di kulit neng Dita kerasa mulus banget neng”

Kocokan jarinya semakin liar saja. Pertahanku sudah jebol, aku tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Terlebih perkataanya malah membuatku juga semakin bernafsu.

“AHHHHH... AHHHHH... BAH... TO...LONG HENTIKAN”

Dia menurunkan kaki kananku, apa dia menuruti perkataanku dan menganggap ini salah. Tapi ternyata dugaanku yang salah. Dia menarik celana dalamku, berusaha melepaskannya. Bukannya menolak, malah aku mengangkat pantatku, sehingga memudahkannya melorotkan celana dalamku. Setelah melempar celana dalamku ke samping Abah Ono menekuk kedua kakiku ke atas lalu membukanya lebar-lebar. Terpampanglah dengan jelas vagina basahku di hadapan Abah Ono. Dia mendekatkan wajahnya ke vaginaku, menghirup aroma surga dunia. Hal ini membuat cairan vaginaku semakin banyak. Wajahnya semakin mendekat. Yang aku rasakan hanya ada benda basah yang merangsang klitorisku.

Lidahnya menyapu klitorisku dengan liar, menjilatinya penuh rakus. Lidahnya bergerak lincah ke atas, ke bawah, ke kanan, lalu ke kiri. Kadang ia juga melalakukan gerakan memutar, lalu menyedot klitorisku.

Ohhhh.. OHHHHHH... Bah... terusin.

Kini lidahnya turun ke bawah. Menyisir setiap lekukan bibir vaginaku yang sudah banjir dengan cairan kenikmatan. Abah Ono terus menjilati bibir luar vaginaku. Sementara bagian dalam liang vaginaku semakin gatal saja, ingin digaruk. Mendapat kenikmatan seperti itu bibir ku tiada hentinya meracau liar. Aku berteriak-teriak, mendesah liar, bahkan tubuhku tidak hentinya bergeliat di atas matras. Mataku masih terpejam, aku tidak dapat menahan rangsangan yang diberikan lidah abah Ono. Selama ini aku tidak pernah merasakan nikmat seperti ini. Suamiku tidak pernah memberikan oral sex seperti ini. Kami biasanya hanya melakukan sex seperti biasa, foreplay dilanjut dengan eksekusi, lalu selesai. Tak pernah ia menjilati vaginaku seperti yang dilakukan abah Ono. Aku tidak tahu, ternyata nikmatnya sungguh tidak dapat dijelaskan. Aku seperti melayang ke udara, sengatan listrik menjalar ke seleluruh tubuhku, bahkan sampai ke setiap jengkal ujung jariku. Aku merasa semua beban hilang, yang ada hanya rasa kenikmatan, aku jadi ingin rasa ini terus berlanjut selamanya, tak ingin berhenti.

Walalupun aku semakin berharap mendapat kenikmatan, tapi akal sehatku masih belum menyerah. Ada sedikit pergolakan timbul dalam diriku. Aku tidak terima diperlakukan seperti ini oleh lelaki yang bukan suamiku, lebih parah lagi laki-laki ini sudah tua dan berasal dari kampung, yang status sosialnya jelas jauh berbeda dengan keluargaku. Maka aku berusaha sekuat tenaga mengarahkan tanganku untuk meraih kepala abah Ono dan berusaha menyingkirkannya dari vaginaku. Tapi saat aku berhasil meraih rambut kepalanya, tiba-tiba lidahnya merangsek masuk ke dalam vaginaku, dia menggoyang-goyangkan lidahnya dalam vaginaku, menggaruk rasa gatal yang aku rasakan dari tadi, memberikan rasa nikmat yang lebih nikmat lagi.

“Aaaaa.......hHHHH A....Baaaaah..... E.....nak”

Bukannya menyingkirkan kepalanya, kedua tanganku malah semakin menekan kepala abah Ono ke arah vaginaku, membuat lidahnya semakin masuk dalam ke vaginaku. Kumis tipisnya juga menempel pada bibir vaginaku, yang malah membuat vaginaku semakin geli saja. Hidungnya menekan klitorisku, aduh rasanya semakin enak. Seluruh wajah abah Ono terbenam sempurna dalam vaginaku. Aku semakin menekan kepalanya masuk, aku ingin mendapat kenikmatan lebih. Tubuhku pun sudah bergerak tanpa kendali, pantat dan pinggulku bergoyang-goyang, seperti meminta untuk dipuaskan. Kedua kakiku yang semula menggantung bebas di udara kini melipat di belakang kepala abah Ono. Mengunci kepalanya agar tidak bisa kemana-mana. Diperlakukan seperti itu, libah dan bibir abah Ono semakin liar mengobol-ngobol vaginaku.

“Ahhhh.....HHHH,, AHHH.. Ahhhhhhhh”

“A,,,Ku, maaa....uuuu Ke..lu...aRRRRR”

Lidah abah Ono semakin ganas mengubek vaginaku, sedangkan goyanganku pun semakin liar. Aku berteriak-teriak tidak karuan. Mataku terpejam saking enaknya, kedua tanganku masih menekan kepala abah ono. Aku jambak rambutnya yang sebagian sudah ditumbuhi uban. Sementara pinggulku semakin bergerak dengan cepat menyambut setiap ransangan yang diberikan abah Ono.

“OOOHhhhhh.. teruuuuus Baahhhh... E...Naaaak”

“Ahh...Ahhh... ahhhh Abaaah.. aku keluuuuuaaaaarr”

Aku mengencingi wajah abah Ono. Betapa nikmat, squirting dan orgasme di saat yang bersamaan. Punggungku sampai menekuk ke udara saking nikmatnya. Nafasku terengah-engah seperti habis berolahraga. Badanku lemas semua dan tanpa aku sadari air mataku jatuh membahasi pipiku. Tapi aku merasa senang, ada rasa bahagia mencapai kenikmatan yang belum pernah aku rasakan. Efek orgasme masih terasa dalam tubuhku, tubuh bagian bawahku, dari perut sampai kaki, masih berkedutan yang membuat tanganku menjambak rambutku sendiri.

“Hah... Hah.. Hah....”

Abah Ono beranjak mundur, dia melepaskan kuncian kakiku. Dia berdiri, aku pikir dia akan pergi meninggalkanku dalam keadaan bugil seperti ini. Tapi ternyata dia melepaskan celana dan mengeluarkan penisnya yang sudah sangat tegang. Aku yang sudah kehabisan tenaga sampai terperanjat di atas matrasku melihat penisnya yang sangat besar dan panjang. Aku belum pernah melihat penis selain kepunyaan suamiku. Aku pikir penis suamiku sudah cukup besar karena tidak jauh berbeda ukurannya dari dildo yang biasa aku gunakan untuk masturbasi, itupun sudah besar menurutku. Tapi melihat penis abah Ono yang sudah berumur ini dengan ukuran yang tiga kali lipat ukuran penis suamiku membuat tubuhku bergidik. Apalagi dengan ukurannya yang sangat panjang, aku dapat merasakan pintu rahimku tersodok-sodok jika penis itu masuk ke dalam vaginaku. Yang tambah mengerikan lagi adalah urat-urat besar yang menghiasi penis hitam abah Ono dan ereksinya yang mengacung sempurna ke udara, bahkan aku melihatnya sampai melewati pusarnya sendiri, membuat mulutku menganga tak percaya. Aku sampai mundur dengan sisa tenagaku karena takut dengan apa yang akan diperbuatnya. Aku hanya bisa menggelengkan kepala ke arah abah Ono, air mataku semakin deras mengalir, tanganku berusaha mencari apa saja yang bisa menutup tubuhku, namun sia-sia. Wajahku memelas, memohon agar abah tidak melakukan apa yang aku pikirkan. Perlakuannya tadi sudah lebih dari cukup, abah sudah mendapat banyak bonus dariku. Tapi kalau sampai dia ingin memasukan penisnya, aku tidak mau. Aku masih istri setia, kehormatan rumah tangga ada di tangan istrinya. Aku tidak mau menghianati suamiku, dan menyerahkan kehormatan keluarga pada kakek jelek ini.

Tepat saat dia membungkuk dan melangkah maju ingin meraih tubuhku, tangisan Keanu pecah dari dalam kamarnya. Sepertinya dia bangun karena terganggu dengan teriakanku dari tadi. Aku lihat si abah berhenti dan sedikit ragu. Ekspresinya berubah menjadi takut dan bingung. Mungkin dia mengira ada orang lagi di rumah ini, atau mungkin dia kasihan pada bayiku yang menangis, aku tidak tahu, yang jelas setelah itu dia memakai kembali celananya dan berusaha pergi. Kepalanya celingukan seperti mencari sesuatu, aku pikir dia mencari minyak urutnya, tapi ternyata dia mengambil benda lain.

“abah ambil ini ya neng, kenang-kenangan dari neng Dita!”

Aku diam sejenak. Membuang muka darinya, sungguh malu terhadap diriku sendiri. Aku mengangguk saja menyetujui permintannya. Abah Ono mengambil celana dalamku. Dia menciumnya sebelum memasukannya ke saku celana.

Setelah abah Ono pergi, aku merebahkan tubuhku di atas matras, mencoba menerima kenyataan telah dilecehkan oleh seorang kakek tua. Walaupun terlihat seperti pelecehan, tapi jujur aku juga menikmatinya. Mataku menatap kosong langit-langit rumahku, hanya ditemani tangisan anaku yang semakin keras dari dalam kamarnya.

Besambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH