Prank Call (Episode 4: Dita dan Bapak-bapak di Taman Komplek)

 


Keesokan harinya dia menelepon lagi, aku kembali masturbasi dengan menggunakan dildo kirimannya. Kini posisiku berbaring di atas kasur dengan tangan kanan yang aktif mengocok-ngocok vaginaku sendiri. Sedangkan tangan kiriku meremas-remas payudaraku dengan ganas.

“naikan power dildo nya sampai maksimal”

Bzzzbbbzz....z bBBZZZZZ dildo itu bergetar dan bergoyang semakin keras

“ahhh.... AHHHH” sudah kali kedua di hari ini aku orgasme.

Hari kelima sejak dia telepon pertama kali, aku mendapat kiriman lagi. Kali ini dia mengirimku sebuah vibrator berbentuk kapsul yang tersambung dengan kabel ke tombol utama. Vibrator itu bisa digunakan untuk merangsang klitoris ataupun dimasukan ke dalam liang senggamaku. Awalnya aku takut, tidak terbayang olehku bisa menahan rangsangan dua benda ini. Aku angkat rok ku ke atas, lalu aku turunkan celana dalamku, ku raih vibrator itu. warnanya pink, warna kesukaanku. Aku arahkan vibrator itu ke vaginaku lalu aku tekan dan dorong menggunakan jari tengahku. Ah,, hmmmp....

Aku nyalakan tombolnya, sedetik kemudian vibrator itu bergetar dalam vaginaku, memberikan sensasi nikmat yang memuaskan, seperti dahaga yang tersirami oase yang jernih.

“bagimana hadiahku hari ini sayang?”

“e...nak” sambil menggit bibir bawah aku menahan rasa nikmat

“sekarang masukan dildonya!”

“hah?”

“lakukan saja sayang”

“AHHHH... OHHHH... AHHHHH” aku kelejotan menahan rangsangan dari dua alat sex ini. Aku kocok-kocok vaginaku menggunakan dildo besar itu. cairan vaginaku berantakan membahasi daerah intim dan daerah paha. Aku kocok semakin cepat, cepaaat, dan CEPAT. Sampai akhirnya aku menembakan cairan kenikmatan ke udara bebas.... “AHHHH AHHHH AHHHH” aku squirting dengan hebatnya.

Hari keenam.

Hari ini adalah hari sabtu, family time. Seperti keluarga lainnya, weekend adalah waktu dimana semua anggota keluarga berkumpul dan melakukan aktivitas bersama. Aku dan suamiku biasa menghabiskan sabtu pagi dengan berolahraga keliling komplek. Sedangkan Keanu diasuh oleh Bi Indri sementara, sampai kami kembali dari berolahraga. Pagi itu aku mengenakan celana legging pendek yang hanya menutupi pantat sekal dan sedikit paha bagian atas. Atasannya aku mengenakan kaos olahraga seperti tanktop tanpa lengan yang menempel sesuai lekuk tubuhku, semakin memamerkan payudaraku yang besar dan kenyal. Tak lupa aku ikat rambutku dengan ikatan buntut kuda. Aku tatap diriku di cermin, aku tidak menyangka tubuhku masih seindah ini, walaupun sudah menjadi istri dan ibu satu anak. Justru auranya semakin keluar, AURA seorang wanita dewasa.

“ayo Mah, keburu mataharinya tinggi tuh, dandan mulu. Mau olahraga apa pergi ke mall!?”

“yeee si Ayah, mana mungkin pergi ke mall pake pakaian seperti ini? Bisa digodain lelaki hidung belang entar.” Degh apa yang baru saja aku katakan, sekilas aku melihat ekspresi kaget dari suamiku. Walaupun sedikit, aku yakin dia tidak mengharapkan aku berkata seperti itu.



Dia hanya tersenyum. Untuk menghilangkan suasana awkward ini aku langsung beranjak pergi.

“Let’s go honey! We burn some calories today!”

“yok”

Dia kembali ke suasana hatinya semula, huft. Aman.

Status sebagai ibu satu anak tidak bisa bohong memang. Baru berlari kecil beberapa meter aku sudah mulai kelelahan. Ditambah dengan matahari pagi ini yang lumayan terik, sepertinya bukan matahari paginya yang terik, tapi aku nya yang kesiangan. Suamiku benar, aku terlalu lama berdiri di depan cermin. Duh sialan. Berbeda halnya dengan suamiku, dia masih terlihat segar bugar, berlari dengan semangatnya.

“Yah, tunggin Mamah dong!”

“ayo dong sayang, masa baru segitu aja udah nyerah”

“sebentar aja Yah”

“ya udah mamah istirahat aja di taman, Ayah mau lari keliling dulu”

Aku capek sekali pagi itu. Apa mungkin hal ini dipengaruhi juga oleh multiple orgasme yang aku alami setiap hari. Ah kenapa pikiranku malah mengarah kesana. Walaupun hanya berlari sebentar, aku berkeringat lumayan banyak dan nafasku terengah-engah. Mengikuti saran suamiku, aku mau duduk santai saja di taman komplek. Di sana aku lihat beberapa orang yang beristirahat setelah joging. Yang lain udah selesai, aku baru mulai. ada juga pedagang kecil yang menjajakan jualannya. Aku membeli air mineral karena merasa kehausan. Yang paling mencuri perhatianku adalah kerumunan bapak-bapak komplek, sepertinya aku mengenal mereka. Oh ternyata ada Pak Ferry dan kolega club tenisnya. Memang di komplek ini kebanyakan hobi bermain tenis. Olahraga kelas atas, dan Pak Ferry juga termasuk dalam anggota klub itu. sebenarnya suamiku mau ikut bergabung, tapi rutinitas di kantornya tidak memungkinkan untuk itu. Kalaupun ada waktu di malam hari atau weekend seperti ini, dia lebih memilih menghabiskannya bersama istri dan anak, daripada bersama bapak-bapak. “di kantor juga ketemunya bapak-bapak lagi mah, males ah, mending maen sama istri dan Keanu” . dia selalu bilang seperti itu setiap kali aku tanya kenapa gak ikut bergabung bersama bapak-bapak komplek. Aku bangga punya suami seperti dia, family guy banget.

Semenjak teror penelepon gelap itu, aku tidak bisa memandang Pak Ferry seperti dulu lagi. Bagaimana mungkin aku bisa bersikap biasa saja, sedangkan aku membayangkannya waktu masturbasi, dan mendapat orgasme hebat karenanya. Duh sialan, aku coba menjernihkan pikiranku dengan meneguk minumanku. Tapi ternyata tidak memberikan efek yang berarti, malah aku makin tidak bisa mengalihkan pandangku dari kerumunan bapak-bapak itu. Mereka sedang berbincang, dan dari kejauhan aku terkadang bisa mendengar gelak tawa mereka. Dan dari posisiku sekarang ini, aku bisa melihat sesuatu yang mencengangkan, ada tonjolan besar di celana Pak Ferry. Aku tidak bisa memastikan apakah itu lekukan celana, sehingga terlihat menonjol dari kejauhan, ataukah memang penisnya yang begitu besar, sehingga celana pendek tenisnya tidak bisa menutupi itu. Oh shit, aku merinding membayangkannya dan sialnya, sepertinya.... tidak mungkin... vaginaku.... basah. Semoga tidak tembus sampai ke legging, dengan celanaku sekarang kalau sampai tembus, bisa memperlihatkan cetakan bibir vagina nantinya. Pasti akan malu sekali di tengah keramain seperti ini, vaginaku tercetak di celanaku karena basah. Oh tidak.

Pikiranku makin kacau saja. “Kamu tau gak, tetanggamu selalu beronani sambil membayangkan tubuh indahmu?” tiba-tiba perkataan si penelepon gelap melintas di pikiranku. Aku membayangkan bapak-bapak klub tenis itu mengocok-ngocok penis besarnya sambil menyebut namaku. Diiitaaaa... Diiitaaaa.... ohh... ahhhh.. sudah lama aku ingin menjamah tubuhmu. Diiitaaa sayang, aku ingin meremas payudaramu yang indah dan sekal itu, lalu menjilat klitoris dan bibir vaginamu, lalu menghisap cairan vaginamu,,, oh ditaaa,, aku tidak tahan lagi.. aAHHHHHH... crot, crot.. croootttt.... mereka menumpahkan spermanya penuh nikmat.

Rasanya cairan vaginaku semakin banyak keluar membayangkan bapak-bapak itu onani. Lebih parahnya sekarang malah rasa gatal menyerang daerah intimku. Jika saja vibrator menancap di vaginaku, aku bisa orgasme sekarang juga. Apa yang aku pikirkan, menacapkan vibrartor di tengah keramaian sambil berolahraga. Mataku sampai terbelalak membayangkannya. Tidak mungkin.

“hei sayang, kok ngelamun?” suamiku datang menyadarkanku

“ee...hh kamu Yah” aku gelagapan merespon suamiku. “iya nih, habisnya capek banget, kayaknya Mamah udah tua Yah” aku coba menjernihkan pikiranku

“nggak tua kok Mah, tapi tua banget... hahahahhaaha” candaan suamiku akhirnya bisa menjernihkan pikiranku.

Tapi baru saja aku mulai rileks, Pak Ferry memanggil suamiku.

“Pak Randy!”

“Hei Pak Ferry. Joging nih?”

Aku hanya terdiam

“Eh ada Pak Ferry Mah, samperin yuk!”

“ehh,, hmm.. ayo Yah”

Kami mendekati kerumunan bapak-bapak itu. setiap langkah yang aku ayunkan semakin menyiksa vaginaku. Gesekan yang timbul dari gerakan langkah membuat vaginaku terasa gatal. Oh my God, what’s wrong with my body. Ini pasti gara-gara membayangkan bapak-bapak itu onani, ditambah dengan semakin ketatnya celana pendek yang aku pakai karena aku duduk terlalu lama dan terlambat membetulkan posisinya. Aku yakin, dalam kondisi aku yang sekarang, vaginaku pasti tercetak di celanaku. Aku bahkan tidak berani melihatnya karena jarak kami sudah semakin dekat dengan bapak-bapak itu. Aku hanya coba menutupi dengan kedua tanganku dan botol minuman.



“Pagi pak Randy, makin seger aja nih?” Pak Ferry mengajak suamiku bersalaman.

“Pagi Bu Dita” dia juga mengajak aku besalaman, terpaksa aku menyodorkan tangan kananku. Di saat itulah sebagian celanaku tidak terlindungi. Aku bisa menyaksikan beberapa ekspresi terkejut dari bapak-bapak yang ada disitu. Pak Ferry sendiri sampai menelan ludah dan matanya terbuka lebar, seperti melihat hantu.

“Pagi Pak Ferry” aku raih tangan kekarnya. Bzzzt, tiba-tiba tubuhku seperti di sengat listrik. Sentuhan tangannya pada tanganku, kulit bertemu kulit, memberikan sensasi menjalar ke seluruh tubuhku, terlebih pada vaginaku. Tanpa sadar aku menggigit bibir bawahku. Ahhhh.... Ada lenguhan kecil yang keluar dari bibirku. Walaupun kecil tapi orang yang jaraknya dekat pasti bisa mendengarnya, termasuk kerumunan bapak-bapak itu, Pak Ferry dan tentu saja suamiku. Pak Ferry malah semakin mengeraskan genggaman tangannya, lalu melepaskannya dengan perlahan, dia meraba punggung dan telapak tanganku. Aku tidak tahan lagi, crit.. critt.. criiiiit.... seperti ada cairan yang keluar, vaginaku basah sekali, sepertinya aku ngompol. Aku langsung menutup vaginaku, dan bertingkah seolah sedang menahan kebelet pipis.

“Yah maaf, Pak Ferry juga, sepertinya saya kebanyakan minum, jadi kebelet pipis”

Tanpa menunggu respon, aku langsung berlari meninggalkan mereka. Sesampainya di rumah, Bi Indri heran karena aku terburu-buru masuk rumah.

“kenapa Bu Dita?”

“kebelet pipis Bi”

Aku langsung masuk kamar, mengambil dildo, lalu mengocok-ngocok vaginaku di atas toilet duduk. Aku orgasme hebat pagi itu.

Hari ketujuh suamiku menerima panggilan telepon, tapi dia bilang hanya telepon nyasar, tidak ada siapapun yang berbicara. Tapi aku tahu, pasti itu dari penelepon gelap. Suamiku juga bercerita bahwa kemarin dia menerima panggilan telepon yang sama. Dia menerka antara memang ada penelepon iseng atau memang saluran teleponnya yang bermasalah. Malahan dia berencana untuk melaporkannya ke penyedia layanan telepon. Aku meyakinkan dia bahwa itu tidak perlu, mungkin hanya telepon nyasar atau salah sambung.

Saat suamiku di rumah seperti sekarang, kami menikmati setiap momennya. Berbincang mengenai banyak hal, menonton acara tv bersama, menikmati snack sore, dan bercinta di malam harinya. Sebuah cerminan keluarga bahagia. Tapi ada sebuah celah kecil, sebuah retakan yang jika dibiarkan akan bertambah besar dan menjadi lubang yang tidak dapat ditutup kembali. Aku merasakan ada yang aneh dalam diriku. Aku tidak berkata bahwa suamiku tidak dapat memuaskanku, semalam bahkan aku mendapat orgasme dua kali dari suamiku. Tapi aku selalu kehausan, aku mengiinginkan hal lebih. Seperti halnya petualang yang selalu bergairah dengan tantangan baru, atau para traveler yang excited ingin mengunjungi tempat baru, atau para kutu buku yang ingin membaca lebih banyak buku karena dia sudah membaca begitu banyak buku. Atau juga seperti detektif yang adrenalinnya terpompa setiap menangani kasus yang sulit dan belum pernah ditanganinya. Aku pun seperti itu, ada setitik gairah, yang aku rasa terus membesar, menginginkan sesuatu, yang selalu membuatku bersemangat dan excited. Entah aku harus memendam gairah itu atau aku ikuti, sampai ia tumbuh besar dan menjadikanku orang merdeka yang menentukan diriku sendiri, aku adalah petualang itu.

Hari senin dia menelepon kembali. Dia menyuruhku untuk menggunakan sex toys itu lagi. Setelah penolakan kecil dariku, dia tetap memaksa, sehingga aku kembali masturbasi dengan dildo.

“Sayang, kau ingin mencoba suasana baru? Aku yakin kau pasti akan menyukainya”

“Ahhh... ahhhh.. maksudmu?”

BBBZZZ BBZBZBZZZ, suara dildo yang aku stel dalam kecepatan maksimal.

“Lakukan di tempat lain, jangan masturbasi di dalam kamar terus”

“hmmpp... hmmpp.. taa..pi ada pembantuku di rumah” sangat sulit berbicara selagi dildo menancap di vaginamu.

“Dita, trust me!” lalu dia menutup telepon.

Shit.

Apa yang harus aku lakukan.

Pikiranku menolak, tapi naluriku berkata lain. Ada perdebatan sengit antara ego dan super ego. Shit. Aku tidak bisa berpikir jernih dengan dildo mengoyak-ngoyak vaginaku. Aku harus berhenti. Aku raih dildo itu lalu aku cabut dan aku matikan. Perdebatan batin ini membuatku tidak nyaman melanjutkan sesiku. Aku lihat dildo itu basah oleh cairan vaginaku. Setelah aku cuci dan keringkan dengan tisu, aku menuju lemari make up untuk menyimpannya. Saat aku letakan dildo itu, aku melihat vibrator pink di sana. Terlalu beresiko menggunakan dildo di luar kamar, tapi bagaimana jika vibrator, akan lebih mudah menyembunyikannya, aku tidak perlu effort lebih seperti menggunakan dildo, aku tinggal menyelipkan vibrator itu dalam vagina, semua aman.

Apa yang aku pikirkan.

Tiba-tiba aku sudah berada di ruang tengah, aku singkap kaos yang aku kenakan, terlihat tombol vibrator menyelip di atas rok yang menyambung ke vibrator dalam vaginaku. Aku colok vaginaku, benar, vibrator itu sudah tenggelam di dalamnya. Aku pura-pura duduk sambil menonton tv, aku intip ke arah dapur, dan sekeliling, sepertinya aman. Kemudian aku nyalakan vibrator itu, sehingga alat itu bergetar di dalam liang vaginaku. Hmpppp rasanya geli sekali. Ada sensasi baru yang aku rasakan, campur rasa antara takut ketahuan orang lain, dan kenikmatan ransangan di vagina. Sensasi itu membawaku pada level petualangan baru.

Ahhhhh,, enak sekali. Aku gesekan jari tengahku di atas klitoris yang masih terhalang pakaian dan celana dalam. Semakin lama, semakin cepat. Memberikan ransangan yang tiada tara nikmatnya. Tangan kiriku meremas-remas payudara, memilin putingnya, juga sesekali menariknya. Aku dorong payudara bawahku ke arah atas, aku remas, dan pijat dengan enaknya. Sebentar lagiiiii... teruuuusss.... sedikit lagi... kedua tanganku makin aktif bergeriliya, sedangkan kaki ku semakin terbuka lebar.

Krek. Tiba-tiba Bi Indri datang membuka pintu depan. Rupanya dia tadi sedang berbelanja ke warung. Cepat-cepat aku betulkan posisiku ke semula. Bi Indri kelihatan kaget dengan gerak cepatku, yang seakan menyembunyikan sesuatu agar tidak diketahui orang lain.

“dari ma..na B.ii?” aku coba mencairkan suasana.

“dari warung Bu. Oh si Ibu suka nonton film India juga, gak usah malu bu, saya juga suka nonton kok, tontonan ibu-ibu. Sekarang kan Bu Dita sudah jadi ibu-ibu, jadi gak usah malu” sepertinya dia mengira aku menyembunyikan rasa malu karena menonton film India.

Rangsangan vibrator itu masih terus berlanjut, ditambah reaksi kagetku tadi, membuat vaginaku semakin gatal dan membuatku tak kuasa lagi membendung momentum ini.

“i..ya..” criittt, aku keluar “a..ku,,” criiit,,, criitt,, “ju..ga su,,ka nonton film Ind... aaaaaaaaaaah” aku squrting dan orgasme hebat di depan bi Indri. Kepalaku sampai menengadah ke atas, dan tubuhku melengkung di atas sofa keluarga.

Bi Indri histeris, dan menjatuhkan belanjaanya.

Bersambung.

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


0 comments:

Post a Comment