Prank Call (Episode 3: Dita dan Dildo Kiriman si Penelepon)

 


“dengan Ibu Dita?” kurir itu bertanya

“iya saya sendiri”

dia melihat aku dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“hmmm”

“ehh maaf bu, ini ada paket kiriman”

Aku ambil paketnya

“silakan tandatangan di kertas tanda terima nya bu”

Aku tanda tangani, setelah itu aku serahkan kembali ke kurir itu. pada saat menyerahkan pulpennya, si kurir sengaja menyentuh tanganku dan sedikit mencoleknya. Dasar kurang ajar. Bukannya minta maaf malah dia memasang muka mesum. Aku langsung menutup pagar dan masuk ke dalam rumah. Aku duduk di sofa dan membuka paket itu, alangkah kagetnya aku, ternyata isi paket itu adalah dildo.

“kenapa bu?” Bi Indri sampai bertanya dari dapur

“gak apa-apa Bi”

Aku tutup kembali paket itu, aku bawa masuk ke dalam kamar. Malu juga kalau ketahuan Bi Indri, kalau aku buang sembarangan, bisa ketahuan juga ama Bi Indri, gimana ini aku bingung.

Kringg.. kringgg.. kringg...

Telepon itu berbunyi lagi. Aku takut, tidak mungkin aku angkat telepon di ruang tengah, nanti bisa ketahuan Bi Indri. Akhirnya aku angkat dari telepon kamar. Kalau itu telepon dari dia lagi, aku akan mengakhiri ini semua. Aku tutup pintu kamar.

“Halo”

“Gimana, Ibu suka dengan hadiah saya? Hahhahaa”

“JANGAN BICARA PADAKU SEPERTI ITU!”

“Kamu sudah mencobanya?”

“SIAPA YANG MAU PAKE BENDA KAYAK GITU!”

“Jadi kamu sudah tau cara pakenya? Atau jangan-jangan aku mengganggu sesi enak-enak mu?. Aku jamin kamu akan menyukai mainan baru itu”

“aku akan membuangnya atau aku laporkan ke polisi”

“jangan tergesa-gesa bu. Kamu harus mematikan BOM yang terpasang di dalamnya. Aku akan memberitahumu cara mematikan BOMnya.”

Jujur aku sangat ketakutan.

“di mana?”

“Pertama, ambil dildo itu dengan tanganmu. Kamu lihat tombolnya? Naikan sedikit. It’s OK”

Tiba-tiba dildo itu bergetar dan bergoyang-goyang.

“haruskah kita mulai bu?”

“KAU MENIPUKU, TIDAK ADA BOM”

“hahahhaha, sekarang buka lebar kakimu”

Aku kaget mendengar perkataannya, aku hanya bisa duduk terdiam di atas kasur di dalam kamar, aku harap Bi Indri tidak mendengar suaraku.

“Tidak ada orang yang melihat, aku akan menolongmu. Cepat, buka kakimu”

“HENTIKAN” aku tutup teleponnya. Nafasku terengah-engah karena merasa emosi. Aku takut terhadap si penelepon gelap ini. Aku juga tidak tahu harus bagaimana. Aku harus menceritakan kejadian ini pada suamiku segera mungkin. Saat aku mau menelepon suamiku, dildo itu jatuh. Dildo itu masih bergetar dan bergoyang-goyang di atas lantai kamar. Tiba-tiba aku merapatkan kedua pahaku. Nafasku masih terengah-engah. Aku tidak jadi menelepon suamiku, biar aku ceritakan langsung saja nanti malam. Nanti dia malah curiga kalau aku cerita lewat telepon. Namun malam harinya suamiku ada meeting mendadak dan pulang larut malam, aku tidak sempat bercerita padanya.

Keesokan harinya aku berniat untuk membuang dildo itu. Kring.... krinngg.. kringngg

“halo selamat pagi”

“hiiih... hi.. hii.... “

“JANGAN TELEPON KESINI LAGI!”

“Aku berjanji ini adalah telepon terakhir, tapi apakah kau butuh bantuanku?”

“TIDAK, AKU TIDAK BUTUH”

“bagaimana kalau kita coba mainan baru kita?”

“APA?”

“Apakah kamu tidak penasaran Ibu Dita”

Dia tahu namaku

“Biarkan aku dengar desahanmu”

“DASAR BANDIT MESUM”

“Aku hanya memintanya sekali ini saja. Aku berjanji tidak akan menelepon lagi. Mari bersenang-senang Ibu Dita”

Aku mengambil dildo itu. kemarin aku menaruhnya di lemari make up ku agar tidak ketahuan siapapun. Apa yang aku pikirkan, mengapa aku menurut saja permintaannya.

“Nyalakan tombolnya dan biarkan aku dengar suara getarannya!”

Bzzz.. bbbzzzzz.. dildo itu bergoyang dan bergetar di tanganku. Sekarang aku menatap benda itu dengan mata sayu. Aku kembali ke atas kasur, duduk disana sambil kedua tanganku memegang telepon dan dildo.

“buka kakimu”

“taa.. pi?”

“lakukan saja Ibu Dita”

“tapi benar kan ini yang terakhir, kau tidak akan menelepon lagi?”

“Aku janji, mulailah!”

Apa yang aku lakukan. Aku tidak tahu orang ini, tapi aku menuruti setiap perkataannya.

“Gunakan dildo itu, gesekan ke bibir luar vaginamu!”

Dildo itu bergoyang dan begetar di bibir vaginaku, memberikan sensasi yang luar biasa.

“ahh,,, ahhh. Auuh...” aku hanya bisa mendesah

“ya benar, seperti itu”

“ahhh... ah. Ahhh...”

“sekarang selipkan lewat celana dalammu dan tempelkan kepala dildo itu di klitorismu”

“oaaa... hahaha.. hmmmm” aku menggerakan dildo itu ke kiri dan kanan, kemudian ke atas dan bawah. Rasanya tubuhku tersengat listrik yang sangat dahsyat, sensasinya sampai ke ujung kaki.

“Jika kau berbaring dan menaruh teleponnya di samping telingamu, kau bisa menggunakan kedua tanganmu”

“i..yaaa... ah” aku berbaring dan membuka lebar pahaku agar dildo itu bisa lebih bebas memberikan kenikmatan. Sementara tangan satunya aku gunakan untuk meremas-remas payudaraku.

“keluarkan payudaramu!”

“t....ap..pi?”

“cepatlah!”

“ba...ik” aku menyingkap daster yang aku gunakan, menariknya dengan paksa, begitu juga dengan bra yang aku gunakan. Terpampanglah payudara indahku ke udara dengan puting merah yang sudah mengeras karena terangsang hebat.

Aku menuruti semua perintahnya. Hanya desahan nikmat yang aku rasakan sekarang. Tangan kiriku masih memegang dildo yang sedari tadi merangsang klitorisku, dan tangan kananku meremas-remas payudara besarku. Ah sungguh nikmat rasanya.

“jangan dulu dimasukan dildonya, nikmati dulu, mainkan dulu klitorisnya sayang!”

Sekarang dia memanggilku dengan panggilan sayang, hal itu justru semakin membuatku belingsatan. Walaupun suaranya hanya bisa aku dengar dari balik telepon. Ah kenapa aku menjadi seperti ini. Tangan kananku semakin liar memainkan payudaraku, kiri kanan, balik lagi ke payudara kiri, sungguh nikmat sekali. Putingku semakin mengeras, aku pilin dan putar dengan rakusnya. Tubuhku semakin panas, aku ingin yang lebih dari ini. Aku tarik putingku.. Ahhhh,,, aku menjerit keenakan. Sementara itu, tangan kiriku masih asyik memegang dildo yang bergetar memberi kenikmatan pada klitorisku. Auuhuuuhhh....

“sayang aku ingin menyedot putingmu yang indah itu seperti bayi”

Pikiranku memaksaku untuk berhenti, tapi tubuhku berkata lain.

“bayangkan aku menjilat putingmu dan menggigit manja puting merah itu”

“ahhh... ahhhhahha... AHHHHhhh....”

“bagaimana sayaaangg?” “katakan bagaimana rasanya”

Aku tidak bisa, aku tidak mau mengatakannya pada orang itu!

“ayo sayang, teriaklah! Ekspresikan dirimu secara jujur! Jangan membohongi dirimu sendiri!”

“ee....nak” entah apa yang aku perbuat, aku seharusnya tidak berkata seperti itu. “pu.... pu..tingku me...ngeras.... ahh..ahhh” sementara di bawah sana, vaginaku sudah banjir dengan cairan kenikmatan. Celana dalam wana pink kesukaanku sampai basah olehnya. Sementara dildo masih bergoyang-goyang, terselip dalam celana dalamku semakin merangsang klitorisku. Ampun, aku tidak kuat.

“aduh sial, kau membuat penisku mengeras sayang”

Suaranya membuatku berpikiran jorok. Aku membayangkan penis yang begitu besar sedang merangsanag vaginaku.

“Jilat penis jumboku sayang!”

“ta...pi”

“Ayo lah, jilat saja” aku mengarahkan dildo besar itu ke mulutku sambil membayangkan bahwa itu penis sungguhan. “hmmpp” . Aku jilat bagian bawah kepala dildo itu. aku putar lidah seperti menjilati ice cream, begitu nikmatnya. Saking menikmatinya aku sampai menutup mataku. Puas menjilati ujung kepalanya, dildo itu aku masukan ke dalam mulutku. Aku harus membuka lebar mulutku saking besarnya dildo itu. mulutku terasa penuh dengan dildo itu, air liur mengalir keluar lewat bibir *******. Aku maju mundurkan dildo dalam mulut, terasa sangat nikmat. Aku tidak pernah melakukan ini sebelumnya. Aku dan suami tidak pernah melakukan hal semacam ini.

“jangan lupa untuk menjilat bagian atasnya juga sayang”

Aku putar dildo itu, dan aku jilati dengan rakusnya. Sedikit demi sedikit pikiranku dikonsumsi oleh gairah seks yang membuncah hebat ini. Walaupun aku tahu bahwa ini adalah salah. Sekarang dalam benaku terpampang gambaran tubuh bugilku sedang memberikan oral seks kepada Pak Ferry. Aku yakin penisnya pasti besar karena tubuhnya besar dan berotot. Aku berlutut dihadapannya yang sedang berdiri dengan torpedo yang mengacung keras. Aku jilati torpedo Pak Ferry dari ujung lubang kencingnya, ke bagian atas, lalu ke bagian bawah. Aku maju mundurkan kepalaku agar penis itu masuk ke dalam mulutku, tapi tidak sampai tertelan semuanya. Penis pak Ferry begitu besar dan panjang. Mulutku hanya bisa mengulum sampai setengahnya. Sambil mengulum penis besarnya, tangan kiriku meremas-remas buah zakarnya.

“teruskan sayang” suara di balik telepon semakain menambah gairahku.

Oh Pak Ferry, penismu begitu enak.

Aku terus mengulum penis pak Ferry, kini tanganku juga aktif meremas buah zakar yang menggantung dengan bebas sedari tadi. Aku remas-remas dua buah telurnya secara bergantian. Sementara air liurku semakin banyak mengalir dengan derasnya. Puas dengan buah zakarnya, aku tidak tahan dengan rasa gatal di vaginaku, sehingga tanpa sadar tangan kiriku memainkan klitorisku dan mulut vagina secara bergantian. Sungguh nikmat sekali.

“sekarang letakan dildonya di bawah, dan kamu berjongkok di atasnya, tapi jangan dimasukan dulu!”

“ahh.. ahhh.. ahAAhhh” aku sekarang jongkok di atas dildo, aku tahan agar dildo itu tidak masuk ke dalam vaginaku yang sangat basah. Dildo itu bergoyang dan bergetar memberikan sengatan yang menjalar ke seluruh tubuh, saking enaknya tubuhku sampai mendongak ke atas. “aku sudah tidak tahan lagi........ bo...lehkah aku memasukannya?” entah apa yang membuatku berkata seperti itu.

“iya sayang, masukan saja dildo itu ke liang MEMEKMU!”

“AHHHHHHHHHHH” aku menjerit dengan kerasnya, air kenikmatan dari vaginaku muncrat dengan liarnya, mencari celah diantara desakan dildo yang merangsek masuk. Aku takut Bi Indri mendengar teriakanku, tapi aku tidak bisa menahannya, ini terlalu enak. Dildo itu mengoyak-ngoyak liang vaginaku, memberikan sensasi kenikmatan pada dinding-dinding vaginaku yang membalasnya dengan pijatan yang begitu kuat. Pantatku naik turun mengikuti rasa nikmat yang diberikan dildo itu. Rasa gatal yang sedari tadi aku tahan sekarang terasa enak digaruk-garuk oleh getaran dan goyangan dildo. Sementara pantatku naik turun, kedua tanganku meremas-remas payudara, aku pilin putingnya, aku tarik ke atas, menambah sensasi kenikmatan yang tiada tara. Dari payudara, tanganku turun ke bawah, menggesek klitorisku dengan liarnya, sungguh sensasi yang luar biasa.

“sayang, sekarang buka lebar pantatmu biar dildo itu juga bisa merangsang anusmu”

Dildo itu punya cabang seperti ranting pada batang pohon, ukurannya tidak sebesar bagian utama dildo, bentuknya juga berbeda, seperti bulatan-bulatan yang disatukan dengan ujung yang lebih lancip. Aku masukan bagian itu ke dalam anusku, dan sungguh, aku tidak pernah merasakan sensasi ini sebelumnya, lubang anusku dimasukan benda asing, yang ternyata mampu menambah kenikmatan yang tiada tara. Kini kedua lubangku dimasuki oleh dildo itu. Aku tidak dapat mengimbangi rangsangan dildo sehingga tanpa terasa tubuhku ambruk di atas kasur. Tubuhku sekarang dalam posisi menungging dengan dildo yang masih menancap di dalam vagina dan anusku.

“ahhh..ahhhh.ahhhhh” mataku terpejam, nafasku terengah-engah, aku mendesah dengan hebatnya. Aku tidak tahu lagi bagaimana tanggapan orang jika melihatku dalam kondisi sekarang. Rok dan baju yang aku kenakan sudah berantakan, payudaraku mencuat keluar, sementara vagina dan anusku tengah disodok oleh dildo dalam posisi menungging. Terbayang dalam anganku jika Pak Ferry menyetubuhiku dalam posisi seperti ini, dia sodok vaginaku dari belakang. “ahhh..ahhhh.ahhhhh..... hmmpmmpp” aku percepat penertrasi dildo di dalam vaginaku, aku kocok-kocok dengan cepat... “ahhh..ahhhh.ahhhhh” aku tidak tahan lagi.. aku keluuaaar...

“AHHHH ..... AHHHHHHHH”

Aku baru saja orgasme hanya dengan bermain dildo. Aku merasakan cairan vaginaku mengalir lewat pahaku, sementara benda sialan itu masih menancap dan bergoyang-goyang. Pikiranku mulai jernih kembali, aku tahu bahwa ini salah. Aku dan suamiku tidak ada masalah, tapi kenapa aku bisa orgasme hanya dengan bermain dildo. Aku ingin mengakhiri ini semua, penelepon itu tidak bisa seenaknya. Tapi entah mengapa kalimat yang keluar malah kebalikannya.

“A...kankah k...kk..au me..nelepon lagi?” degh, apa yang barusan aku katakan.

“Iya sayang... hahhahahah”

bersambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


No comments for "Prank Call (Episode 3: Dita dan Dildo Kiriman si Penelepon)"