Misi Penghancuran (Misi Pertama...) Chapter. 2

Malam ini aku benar-benar merasa gelisah, apa yang akan terjadi besok? Apa kami akan ketahuan? Pikiran negatif itu terus muncul di hati ku hingga membuat ku sulit untuk tidur...

Keluar dari kamar tidur ku, aku pergi ke ruang tengah untuk bermain komputer , di rumah ini aku benar-benar tinggal sendiri karena aku tidak suka privasi ku terganggu oleh pembantu atau semacamnya... Jadi aku melakukan semua sendiri... Banyak orang menyebutku dengan perfectsionis itu juga membuat ku sulit memiliki teman bahkan kekasih... Dari pada keluar lebih baik aku main komputer seharian atau membersihkan rumah...

Sinar matahari bersinar terang di ufuk timur.. Aku terbangun dan ternyata aku tertidur di meja komputer ... Segera pergi ke kamar mandi... Saat ku lihat hp ternyata sudah pukul 9.00wib dan terdapat 15 panggilan tak terjawab dari hadi staf ku....

Bel rumah bunyi beberapa kali... Saat kulihat ternyata hadi berada di depan rumahku dengan sepeda motor bututnya yang parah... Hehe

Aku langsung menyuruhnya masuk ,
" pagi bos , baru bangun ya " katanya
" aku tidak bisa tidur karena ide gila mu kemarin!!! Jawab ku...
"Ini lah namanya tantangan bos.... Hidup mu membosankan kita cari penyegaran dulu " ucap kembali
" jadi kau benar-benar akan beraksi di" ucapku sambil memukul pundaknya...
" haha....ya iyalah aku sudah persiapkan peralatan kita pas beraksi ucapnya sambil menurunkan tas ...
Lalu mengeluarkan isi seperti, golok, beberapa kabel, lingis, kawat, 2 topeng ski dan stetoskop ( yang biasa di bawa perawat dan dokter ) . ini luarbiasa gumamku hadi pastilah spesialis pencuri profesional dari alat yg di bawa ... Bahkan dia menyiapkan sarung tangan operasi...

Waktu berlangsung cepat tepat pukul 3 sore.. Ini waktu untuk kami beraksi... Semua peralatan siap....

" bos w pinjam softgun ya , buat jaga-jaga"...kata hadi pada ku
" ambil saja dikamar ku... Jawabku sambil terus makan mie goreng untuk mengisi perut dan sedikit menghilangkan grogi...

Ini menjadi hal pertama dalam hidup ku melakukan sesuatu hal yang salah bahkan melanggar hukum...

Hadi kembali dari kamarku dengan softgun jenis revolver ... Ini kugunakan untuk pertahanan diri selain belajar pencak silat...

Kami berangkat kelokasi perang dengan bergoncengan dengan motor butut hadi.. Dengan helm lengkap... Hatiku terus berdetak kencang ... Nafas sulit ku atur... Banyak pikirin negatif di kepala ku selama berjalanan kami...

Saat memasuki gang rumah bu siska jantungku makin cepat berpacu... Ingin rasa ku bilang pada hadi untuk pulang saja... Namun aku ingin merasakan tantangan baru... Jadi aku hanya diam... Motor melaju terus tak terasa gang ini akan berakhir terlihat rumah yang mewah ( mepet sawah hehe)

Kembali kecerita rumah itu besar dua tingkat dan punya halaman yang cukup luas... Hati semakin khawatir takut di dalam ternyata ada satpam atau pembantu...

" di apa bener rumahnya kosong" bisik ku pada hadi

" tenang bos aman ...kosong bahkan rumah samping pun kosong apa mau sekalian kita datengin juga ... Jawab hadi tersenyum...

Motor kami masuk ke halaman...aku segera memerhatikan suasana sekitar untuk posisi kami saat ini tertutup dengan pohon beringin yang cukup tinggi jadi posisi kami tak terlihat dari luar...

Hadi langsung menuju pintu masuk sambil memakai topeng ski nya... Dan mengambil kunci dan memasukan ke daun pintu... Beberapa detik kemudian pintu besar itu terbuka dan hadi menghilangkan kedalam rumah tersebut... Aku masih tidak bergerak dari samping motor bingung apa yang harus ku lakukan....


Tiba pintu garasi yang bertipe rolling door terbuka ....

" bos masukin motor cepet" kata hadi

Segera ku dorong motor ke garasi dan dengan cepat hadi menutup rolling door tersebut... Didalam garasi cukup luas seperti cukup untuk dua mobil... Namun hanya terdapat honda jazz merah yang terparkir disini... Saat aku masih termenung , hadi sudah menjelajah seluruh ruangan rumah ini benar-benar lincah pergerakannya...

Bergerak ke tengah rumah terdapat foto besar di tengah ruangan terdapat laki-laki tambun , wanita cantik diusia matang dan 3 orang anak kecil ...


SISKA​

Terdapat 3 ruangan kamar dilantai pertama, 2 kamar di ruang dilantai ke dua... Namun aku langsung tertarik dengan kamar diatas
.. Kamar yang cukup luas dan ini mungkin kamar utama dalam rumah ini... Hadi berada disampingku ...

" bos pasti ingin mengambil BRA dari wanita binal itu ya ... " Ucap hadi sambil tertawa...

" aku atau kau yang ingin... Soal aku sudah memiliki semua barang disini jadi untuk apa aku mengambil nya, kecuali yang satu itu", jawab ku

Jujur saja saat berada diruangan bu siska tempo lalu .... Junior seperti mengamuk ingin keluar dari sarangnya... Harumnya pun masih kuingat...

Hadi bergerak dan mulai memasukan satu persatu kunci di tangan nya untuk mencari kecocokan kunci.... Tidak butuh waktu lama dia dapat membuka pintu utama... Dan benar saja sesuai dengan dugaan kamar cukup luas keadaan pun rapih dan bersih... Yang membuat junior bangkit ... Aku melihat pakaian mandi seksi dengan bra yang bersatu dengan pakaiannya.... Harumnya pun begitu menggoda imanku... Hadi mengeluarkan beberapa kawat dan mulai beraksi untuk menjebol setiap lemari... Terdapat 3 pintu lemari besar di bagian samping tempat tidur ...

Pintu pertama terbuka oleh hadi ... Hanya berisi pakaian suami bu siska , tapi hadi mendapatkan kamera DSLR dan laptop dari lemari bagian ini.

Pintu ketiga terbuka oleh hadi... Kali ini berisi pakaian bu siska ... Baik yang terlihat seksi sampai yang seragam kerja nya... Hadi mengambil beberapa pakaian tidur dari lemari dan mulai bergaya di depan cermin sambil tertawa lepas... Aku pun melihat junior nya mulai terlihat di lekuk celananya...

Pintu lemari ketiga pun kami buka... Tadaa.....
Aku bersorak melihat jejeran BRA berbagai jenis terdapat disana juga terdapat celana dalam dan beberapa sepatu... Aku langsung mengambil beberapa BRa disana ... Sekarang kami tau ukuran BRA milik bu siska adalah 34 D .... Luar biasa untuk wanita ini.... Aku memasukan beberapa celana dalam dan BRA yang menurut terlihat seksi ke dalam tas...

" bos yang ini bagian saya ya " kata hadi pada ku
" apa itu di...?" kata ku
Kulihat ternyata itu brangkas berukuran sedang... Hadi segera membawa brangkas itu ke kasur ... Dan mulai mengambil stetoskop yang ada di tas nya... Dia mulai memutar tuas brangkas maju dan mundur.... Butuh waktu lima belas menit untuk hadi membongkar brangkas tersebut...

Aku kembali dibuat kagum kemampuan dari hadi yang luar biasa... Di dalam brangkas terdapat tiga tingkat an...

Tingkat pertama terdapat uang tunai yang berjumlah lebih dari 15 juta rupiah, tingkat kedua di temukan perhiasan berupa kalung ,gelang, anting yang cukup banyak....

Keanehan terjadi padi tingkat terbawah brangkas yang memiliki pengunci kembali... Hadi mulai menunjukan kemampuannya lg...bagian terbawah brangkas cukup luas di bandingkan dengan bagian lain... Saat bagian terbuka kami sangat terkejut bukan main...

Sebab isi dari bagian ketiga adalah satu handcam, 5 gulungan tali berwarna warni, 4 borgol , 2 borgol berukuran besar, ball gag , n beberapa baju ketat.... Juga terdapat flashdisk, hardisk eksternal dan setumpuk foto ...

" jadi bu siska suka bermain bondage bersama suami nya... Kata hadi dengan memegang beberapa lembar foto... Foto bu siska dalam keadaan bugil dan terikat dengan berbagai pose liar...

Kulihat hadi mulai mengeluarkan junior dari celana dan mulai mengocok kontol sambil melihat foto tersebut .... Aku pun segera mengaktifkan laptop yang kami temukan tadi... Ku pikir pasti isi dari hardisk atau flashdisk ini berisi video bu siska dalam keadaan terikat...

Benar saja terdapat puluhan video disana ... Dengan berbagai posisi seketika itu pula junior mengamuk dari sarang nya... Ku play salah satu video

" bro sini mantap sekali vagina bu siska " kata ku
" bos lu temuin video .... Gila babi mantap banget ni...ini rezeki nomplok namanya .... Jawab hadi mendekat dengan wajah penuh nafsu...

Sangat asik kami menonton satu persatu video ... Tidak terasa hari mulai gelap... Tiba-tiba terdengar suara motor masuk kehalaman rumah bu siska....

Aku dan hadi kaget bukan main... Junior ku yang awal keras seperti kayu kopi pun segera layu karena panik... Jantung berdetak sangat cepat...

Hadi dengan sigap melihat keadaan dari balik jendela....

TIA​

" itu adeknya bu siska bos..." kata hadi
" sepertinya dia datang sendiri ..." lanjutnya
" apa yang harus kita lakukan di..." Jawab panik ku....
" tenang jangan panik ... Cuma perempuan aja.." ucap hadi kembali...
" bos w ada ide ini ... Gak ada bu siska ... Adek nya juga gk apa-apa... W dah sange berat ni..." ucap hadi sambil mengambil golok dari tas nya...
" bener juga ... Terus apa yang harus kita lakukan..." balas ku pada hadi...

" kita harus sembunyi dulu sampai dia masuk ke kamar ini..." lanjut hadi sambil bersembunyi di balik pintu...

Aku pun bersembunyi di dalam lemari ... Jantung terus berdetak tak karuan rasa takut dan sange berat bersatu... Membuat tubuh bergetar hebat...keadaan di kamar menjadi hening sementara.... Hadi masih bersiap di balik pintu..dan kembali menggunakan topeng ski nya...

Terdengar suara langkah kaki yang semakin keras menuju kamar tempat kami berada... Terdengar gemericik kunci ...
Ctek.. Ctek... Gagang pintu mulai bergerak ... Hadi mulai bersiap... Keringat ku terus mengalir... Wanita berbaju biru itu masuk melangkah dengan percaya diri menuju jendela...dengan sigap hadi dengan tangan yang berotot...mencengkram perut dan melingkar golok di leher putih wanita itu...

" diam atau leher cantik mu akan kutusuk ..." Ancam hadi...

Wanita hanya mengelengkan kepala , muka langsung pucat ...

" bagus nona cantik... Tetap diam..."lanjut hadi

Hadi langsung menelikung kedua tangan gadis itu dan masang kan borgol ke kedua tangan cantiknya.... Mata yang berkaca-kaca itu mulai tak mampu bertahan... Air mata pun mulai mengalir...

" buka mulut mu nona..." Ancam hadi lagi sambil mengambil ball gag...

Mulut wanita terbuka dan hadi langsung memasang penyekap mulut berbentuk bola yang tersambung pada sebuah kait pengikat ke belakang kepala gadis itu...lalu dia menutup kedua mata gadis itu dengan dasi yang terdapat dilemari dari suami bu siska...

Dengan sekali tarikan .... Wanita seksi itu terlempar ke kasur bu siska....

"Hmmm..humfftt... Desis wanita itu tak berdaya..
" bos cepat keluar ... Ntar saya ini yang menghabisi wanita ini.. " Kata hadi

Aku pun keluar dari balik lemari...ku lihat hadi sudah tidak memakai pakaiannya...dan melepas celana panjang nya.... Dengan mengunakan pisau dia merobek baju biru lengan pendek itu dengan brutal... Dan memperlihatkan BRA berenda berwarna pink dengan ukuran 34 B ... Sungguh mengiurkan hasrat liar ku .... Sehingga tanpa terkontrol oleh akal sehat ku mulai meraba payudara wanita tersebut.....

Kembali suara mendesah terdengar samar di balik mulut nya yang kami sekap... Mulut pun mulai mengeluarkan banyak ludah menahan rangsangan kami ke kedua payudara ... Hadi dengan paksa menarik bra hingga putus... Maka terlihat payudara yang berwarna merah muda kontras dengan warna kulit putih nya... Dengan kedua puting yang mengacung berani seakan menantang kami untuk menjamahnya...

Aku mulai sedikit nakal dengan menjilat pinggiran payudara nya dan berlahan menjilat puting kanan wanita berbeda dengan hadi yang begitu frontal menyerang payudara kiri Wanita itu bahkan menyedot dengan kuat puting nya... Membuat beberapa kali wanita ini terhentak merasakan serang itu... Aku pun tak ingin kalah oleh hadi meskipun ini pertama kali aku melakukan di dunia nyata ....

" aagh... Aaaaghh hummft" desah wanita itu..
Tubuh terus terhentak oleh serangan kami....

" ternyata wanita ini sudah terangsang bos" kata hadi di dekat kuping wanita tal berdaya ni

Hadi mulai menarik celana legging biru senada dengan pakaian yang telah robek... Terlihat celana dalam berwarna pink yang membuat libido kami makin naik dan keras...

Tapi kami tak ingin langsung mengarap wanita tak berdaya ini...kami ingin membuatnya ketagihan permainan kami....

Hadi membuka penyekap mulut wanita ini tanpa melepas penutup matanya...

" ayo kocok kontol ku dengan mulut seksi mu" paksa hadi
" akuuu ti dak bisaa , tolong jangan sakiti saya," mohon wanita itu
" aku sudah memiliki anak dan suami"mohon kembali

" persetan dengan itu semua kau harus melayaniku atau kan akan mati" paksa hadi dengan menjambak rambut wanita tersebut..

" sekarang lakukan atau kau tak akan bertemu anak dan suami mu" lanjut hadi yang tidak sabar merasakan emutan bibir seksi wanita ini...

" baik lah ... Jaangan sakiti saya ... Saya ingin bertemu anak saya... " ucap memelas dari wanita tak berdaya ini...

Dengan tangan terikat dan mata tertutup membuat hanya pasrah apa yang akan kami lakukan.. Hadi menyodorkan kontol yang berukur besar dan memiliki panjang 16 cm kedepan bibir seksi wanita itu... Wanita itu mulai membuka mulut dan kontol hadi mulai masuk keluar dari mulut seksi itu... Dengan sesekali wajah wanita merasa jijik dengan kontol yang keluar masuk di mulut nya...

Semakin waktu semakin cepat kontol hadi keluar masuk ...

" gantian dunk di, aku juga pengen ..." ucapku pada hadi....

" haha... Hati-hati ya bos..." ejeknya pada ku
" kenapa memang nya !!!! " kata ku
" awas langsung keluar ntr gk bisa nikmati yang bawah... Hehe " jawabnya lagi sambil pergi keluar kamar....

" oke mba sekarang giliran saya " perintah pada wanita ini

Dia mulai membuka mulut kembali dan aku memulai .... Penis tidak terlalu besar seperti hadi yang sampai berotot, tp cukup panjang sampe 18cm ... Itu membuat langsung masuk ke ujung tenggorokan wanita seksi ini membuat dia semakin kelonjotan ingin muntah... Ini pertama kali merasakan penis di emut oleh wanita... Rasa luarbiasa nikmat... Kenapa tidak dari dulu aku merasakan surga dunia ini.. Hehee

" aaaahhh aghh.... " desah wanita itu
Ketika ku percepat genjotan ku ke mulut seksi nya...

Hadi belum kembali ... Ntah apa yang dilakukan... Aku pun memutus langsung mengarap vagina wanita ini....

" nona cantik sekarang mencicip memek mu ini !!" kata ku..

" jangan ... Ku mohon jangan... " isak tangis wanita tersebut....

Tapi nafsu yang tinggi tak memperdulikan permohonan wanita itu...aku langsung menarik celana dalam nya... Meraba memek yang sudah banjir ....

" kau bilang tidak ingin tapi kenapa memek basah cantik..." bisik ku di kuping yang membuat nya makin terangsang...

Wanita ini tak mampu menahan gejolak nafsu liar nya... Saat jari ku masuk ke memek... Dan bermain di sekitar dinding memek nya.... Hanya desahan pasrah keluar dari mulut tanpa ada perlawanan lagi...

" aku akan mulai sayang " kata ku yang mulai liar...

Aku memasukan kontol ku yang tegang maksimal ini... Sekalian memecahkan ke perjakaan ku... Hahahaa.... Lubang itu sangat sempit ... Aku terus berusaha menjeblos nya...
Dengan seluruh tenaga aku memaksakan kontol super untuk masuk...

" aaah.... Aghh... Aghh ampun... Jangan" jerit wanita itu...

" jangan sakit.... Ampun ... Sakit sekali... Jerit kembali

Tapi aku terus berusaha memasukan dan blesss seluruh masuk ke dalam .... Dan mulai aku melakukan bergerakan maju mundur... Dengan durasi pelan....

" aghaaaa aahhhh sakit..' jerit kembali dengan deras air mata membasahi dasi penutup mata nya...

Aku makin mempercepat genjotan ku ... Ke vagina wanita seksi ini... Hampir 20 menit aku mencapai klimaks ku sedangkan wanita sudah 3 kali klimaks...tubuh pun tak merintih dan melawan lagi... Sekarang dia mengikuti ritme genjotan ku...

" aku sampai sayang... Aku akan memberikan benih ku untuk mu..." ucap ku...

Croot.. Croot... Semburan lahar panas memenuhi seluruh lubang vagina hingga muntah keluar...

*plak... Plak.... Plak* tepuk tangan hadi yang telah berdiri di pintu kamar...

" dari mana saja kau..." kata ku
" perut bermasalah... Kau curang bos curi start ...' jawab tersenyum...

Wanita pun ternyata langsung pingsan tak mampu menahan gempuran akhirku

" ayo kita pergi dari sini..." ucap ku
" aku belum merasakan wanita ini bos " jawab hadi

" tapi jika kita terlalu lama disini bisa jadi masalah..." balas ku lagi

Hadi hanya terdiam ....
" aku ada ide bos..." kata hadi
" apa ???"

Hadi bergegas ke wc dan mengambil air ...
Menyiram wanita pingsan itu sambil menampar wajahnya ... Membuat wanita itu mengeliat kembali...

" kau ingin hidup dan bertemu anak mu lagi kan.." perintah hadi...
" ( hanya mengangguk) " tak bertenaga untuk mengeluarkan suara kembali...

Hadi menyerahkan kan pulpen dan kertas...dan menyuruh untuk menggunakan topeng ski lagi...
Hadi membuka penutup mata nya... Terlihat wanita itu belum jelas melihat keadaan sekitar akibat terlalu mata tertutup, hadi pun membuka borgol kedua tangannya ... Lalu menodongkan softgun ku ke arah wanita itu...

" tulis sesuai perintah ku" perintah hadi
* mengangguk kembali* tanpa ada perlawanan
Seperti mental nya sudah benar-benar hancur...

" KAKKU YANG TERCINTA
MAAF ATAS PERBUATAN KU INI... AKU MENGAMBIL SEMUA UANG DAN PERHIASAN MU, AKU YAKIN KAN MASIH MEMILIKI LEBIH DARI INI DI BANK...

AKU HANYA INGIN HIDUP BERSAMA KEKASIH. TOLONG JANGAN CARI AKU... ATAU MELAPORKAN KEJADIAN INI KE POLISI... KALAU KAU MELAKUKANNYA AKU AKAN MENYEBARKAN SEMUA FOTO DAN VIDEO HOT MU ....

Tia menulis kata-kata itu dengaan gontai... Aku masih bingung maksud hadi dengan semua itu...lalu hadi memukul keras punggun kepala tia hingga kembali pingsan...

Kembali memborgol kedua tangan nya , menutup mata dengan dasi yang baru n menyumpal mulut kembali , juga memborgol kakinya... Lalu memasukan tubuh tia ke sebuah koper yang cukup besar yang terdapat di kamar ini...


" bos bawa semua harta benda ini..." perintahnya pada ku
" oke"

Tidak lupa aku mengambil berapa beha dan celana dalam bu siska ... Buat koleksi hehe...
Kami bergegas turun....

Adzan berkumandang menandakan magrib telah tiba.... Aku mengeluarkan motor dari garasi dan hadi memasukan motor beat hijau milik tia ke garasi... Dan tidak lupa kembali mengunci ke semua ruangan seperti semula... Dan meluncur...

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH

Inilah Yang Ku Mau​ Part 9


Dulu, aku pernah punya pikiran nakal, kalau suatu saat mungkin aku akan diperkosa jika terus sembarangan pamer aurat. Aku tidak menyangka kalau hari itu beneran akan datang. Bahkan dua kali dalam sehari! Untungnya belum sampai ‘kejadian’, cuma nyaris saja. Dua kali aku mengalami percobaan pemerkosaan, dua kali pula aku diselamatkan. Aku beruntung diselamatkan di saat-saat genting, tepat sebelum kegadisanku hilang. Tapi tetap saja, seandainya aku dengerin apa kata orangtuaku, seandainya aku tidak sembarangan nunjukin aurat, tentunya ini tidak akan terjadi. Terbukti memang kalau semua yang diajarkan orangtuaku itu manfaatnya untuk aku juga. Untuk melindungi aku. Tapi aku terlalu bandel. Membangkang. Lebih tertarik dengan pujian-pujian orang. Lebih memilih larut dalam birahi dari pada takut akan dosa.

Setelah semua yang terjadi hari ini, aku ingin sekali ditemani. Bukan karena trauma atau takut diperkosa lagi. Sama sekali enggak. Aku hanya tidak ingin sendiri malam ini. Jadi, aku meminta kak Ochi untuk datang menemaniku. Tapi seandainya bisa memilih, aku ingin Eko lah yang menemaniku. Namun Eko terlalu sibuk untuk tetap di sini bersamaku.

Aku masih di kamar mandi saat mendengar kak Ochi datang. Sebenarnya sudah dari tadi aku selesai mandi. Toh sebenarnya aku cuma perlu cuci muka karna sebelumnya aku sudah mandi seadanya di teras. Tapi saat melihat bathtub tadi aku langsung jadi pingin berendam air hangat. Dan aku orangnya paling betah berlama-lama meringkuk berendam di bathtub sambil melamun.

Cukup lama juga kak Ochi, pikirku. Kayaknya satu jam lebih berlalu sejak Eko pulang tadi. Dalam lamunan di bathtub tadi sebenarnya sempat terbesit penyesalan kenapa aku meminta kak Ochi datang. Rasanya tak enak merepotkan dia yang baru saja kukenal siang tadi. Banyak teman lain yang cukup lama kukenal yang seharusnya bisa kuminta datang. Kenapa harus kak Ochi? Jelas sih, aku pingin curhat dan nyeritain yang barusan kualami tadi. Sesuatu yang tidak bisa kushare dengan sembarang orang. Tapi, aku jadi berpikir, apakah kak Ochi bukan sembarang orang juga? Yah beginilah fenomena era sosial media. Mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Hanya karena satu grup whatsapp, rasanya kok udah jadi kayak teman lama yang akrab banget. Aku agak menyesal meminta kak Ochi datang, tapi aku juga tak melakukan apapun untuk membatalkannya, sampai tahu-tahu aku mendengar samar suara kendaraan berhenti di depan rumah, gerbang dibuka, dan pintu diketuk. Tentu kemungkinan besar itu kak Ochi.

‘Klunting.’

Kudengar tanda notifikasi pesan masuk.

Dengan 1 jari kucek HP yang tergeletak di samping bathtub. Kak Ochi mengirim pesan memberitahu bahwa dia sudah di depan dan minta ijin masuk. Sejak sebelum mandi tadi memang sudah kusampaikan padanya untuk langsung masuk aja kalau sudah sampai. Aku pun menjawab singkat, “ya” dan kububuhi emoticon senyum.

Aku pun beranjak dan melangkah keluar dari bathtub. Airnya sudah mulai dingin juga, kalau masih berlama-lama lagi bisa-bisa aku malah masuk angin. Agak lama aku handukan, sambil mematut-matut wajah di depan cermin di kamar mandi. Mengagumi diri sendiri dulu. Kebiasaan, ritual sehabis mandi, hihihi.

Aku tidak membawa pakaian apapun juga ke kamar mandi tadi. Jadi aku harus keluar dari kamar mandi dengan masih telanjang. Gak masalah sih, secara aku memang berniat tetap bertelanjang ria di rumah meski akan ada kak Ochi. Tapi kok nggak ada suara kak Ochi manggil-manggil ya? Pelan-pelan aku melangkah keluar dengan mendekap handuk di dadaku. Dengan itu tubuh bagian depanku tertutup, namun lekuk indah bagian belakang tubuh telanjangku terekspos bebas. Saat aku keluar dari kamar mandi, kak Ochi sudah duduk manis di tepi ranjangku.

Kak Ochi tersenyum dan menyapaku. "Hai Dira..."

"Hai kak..." balasku. Sejenak aku terdiam mengagumi kak Ochi yang tampak cantik sekali dengan gamis biru panjangnya.

"Hihihi, ya ampun kamu..." Kak Ochi tertawa melihat aku cuek menelanjangi diri di depannya. Handukku itu sudah ku taruh di tempatnya. Aku meringis dan tersipu malu, buru-buru aku melompat ke ranjang dan menyembunyikan tubuhku di balik selimut.

"Aku kalo di rumah nggak pernah pakai baju kak..." Aku menjelaskan tanpa ditanya.

“Walau ada tamu?”

“Mmm... Kan kak Ochi doang…”

“Aku nggak doang lho... tuh....” Sahut kak Ochi tertawa sambil matanya melirik ke arah pintu kamar.

Sambil bertanya-tanya kutolehkan wajahku ke arah pintu dan, “Ahh...!” Spontan aku memekik kecil. Ternyata kak Ochi datang sama adiknya! Fadel! Reflek kutarik selimut untuk menutupi wajah dan kepalaku sehingga seluruh tubuhku lenyap tersembunyi di balik selimut. Seperti anak kecil yang takut pada hantu ketika tidur sendirian di kamar. Maigat! Kak Ochii… ternyata sedari tadi ada adeknya berdiri di depan pintu tapi tak kusadari kehadirannya.

Kudengar tawa cekikikan kak Ochi, lalu kurasakan Fadel mendekat dan ikut duduk di tepi ranjangku menjejeri kakaknya. Jantungku berdebar keras. Aku yang malu malah merasa konyol. Sejenak kemudian aku sedikit menurunkan selimut sebatas mataku bisa mengintip. Kudapati kak Ochi yang masih tertawa kecil dan Fadel yang meringis menatapku.

“Halo…” Sapanya canggung.

“Udah dari tadi kamu di situ?” Tanyaku.

“Sejak awal kak… Hehe…”

“Hihi, kamu imut deh kalo malu-malu gitu Ra…” Ledek kak Ochi. “Adekku udah tau kamu dan udah lihat semuanya juga kok… Hehe. Dia sering ikut nyimak grup kita… Kadang malah dia yang komen. Hahaha!” tambahnya lagi. Oh iya, aku jadi ingat, awal-awal obrolan di grup buka-bukaan itu kak Ochi share foto bugilnya di teras rumah, setelah itu share foto wajahnya yang baru dipejuin. Dia tidak selfie tapi difotoin sama seseorang. Tentu saja orang itu adalah adeknya ini.

“Selama ini aku di grup itu sebagai pasangan, couple dua sejoli gitu deh, aku sama adek. Hihihi… Aku udah bilang di awal, dan yang lain gak keberatan. Tapi itu sebelum kamu masuk sih. Hehe…” Jelas kak Ochi sambil menoleh pada Fadel, lalu membelai pipinya gemas. Fadel tersenyum saja.

"Enak ya tinggal sendirian... Aku kalo telanjang-telanjangan kayak gitu di rumah, habis deh dipejuin terus sama adekku ini..." Lanjut kak Ochi langsung menjurus ke hal cabul. Tangannya mengucel-ngucel rambut Fadel. Darahku berdesir. Ada perasaan aneh dan takjub melihat kemesraan dua kakak beradik ini.

“Hehehe, aku kali kak yang habis, dikuras terus sama kakak…” Fadel membalas tak kalah cabul.

“Yee, kan kamu yang kuras sendiri”

“Tapi kan gara-gara kakak…”

Kak Ochi cekikikan lagi. “Emang kalo gak dikeluarin bisa penuh kontolmu ya dek? Nanti bisa meledak ya? Hihihi” Tangan kak Ochi masih gemas ingin mengusili Fadel, tapi Fadel menangkis-nangkis dan mencoba menangkap tangan usil kakaknya itu. Kak Ochi berontak dan mendesah manja ketika tangannya berhasil ditangkap oleh Fadel. “Adek! Aah…” Keduanya cekikikan. Duh… Mereka malah makin pamer kemesraan di depanku. -,-

Aku jadi membayangkan bagaimana sehari-hari kak Ochi dengan Fadel. Bagaimana split personality dan pertentangan batin yang mungkin mereka alami. Satu sisi mungkin dibesarkan dengan ajaran agama yang kuat, tapi di sisi lain tidak bisa menahan diri dari nafsu seksual antara mereka sendiri. Cinta dan kasih sayang mereka sebagai kakak adik, berubah menjadi hubungan yang cabul. Kakak beradik kandung. Sedarah. How cute. Ya. Aku tidak menghakimi mereka, tapi justru berkhayal andai punya adek yang usianya tidak jauh beda denganku, mungkin aku akan sama dengan kak Ochi. Dengan Eko sih adek-adekan doang >,<

“Kak Ochi tinggal berdua aja ya sama adek? Gak ada ortu?” Aku bertanya menginterupsi tingkah mereka.

“Iya, Papa Mama jauh… Eh, Ra, jangan panggil aku kakak dong…”

“Aa… Masa gitu, gak enak ah sama senior…”

“Idih, aku kan cuma satu angkatan di atas kamu, kayak yang udah senior banget aja… Panggil Ochi aja yah… Kayak di grup.”

Aku terdiam. Iya juga sih, sebelumnya di grup aku juga memanggil semuanya dengan nama aja. Tapi setelah bertemu langsung dengan kak Ochi, fakta bahwa dia senior yang cukup populer di kampusku, dan juga bagaimana kak Ochi adalah penolongku ketika hampir diperkosa oleh pak Tarno, membuatku reflek memanggil dia ‘Kak’. Respek.

“Ayo panggil Ochi!” Suruhnya.

“Ochi…” Jawabku meringis.

“Hihihi, jangan panggil kakak lagi ya, aku jadiin adek beneran kamu nanti…” Ucap kak Ochi… Eh, Ochi.

"Kalau aku jadi adekmu, berarti jadi kakaknya Fadel juga dong... Hehe"

"Iyaa... Duh, bakal kesenengan banget nih si Fadel kalau punya dua kakak cantik" Timpal Ochi. “Eh Ra, maaf ya aku gak bilang-bilang ajak Fadel ke sini… Kalau kamu keberatan gapapa diusir aja ni anak, haha.”

"Apaan sih kak... Aku kan tadi emang cuman diminta nganter doang... ya udah kalau gitu aku pulang deh," tukas Fadel cepat.

"Yeeee... Jangan ngambek dong dek... Kali aja kamu liat Dira bugil trus gak mau pulang, hihihi"

"Lho, eh, gapapa kok kak... Eh... Chi. Fadel ikut nginap aja, gak usah pulang, udah malam..." Sergahku.

"Jangan Ra, ga enak.. Emang tadi Fadel cuman kusuruh ngantar doang kok... Harusnya tadi ngedrop aku doang trus langsung cabut. Tapi aku pikir kusuruh ikut masuk bentar, kali aja ada apa-apa yang dia bisa bantu... Eh malah dapat rejeki ya dek? liat cewek seksi bugil. Hahaha..." jelas Ochi sambil melirik Fadel yang langsung senyum-senyum sambil menggaruk kepalanya.

"Yaah, kalo Fadel pulang aku malah yang gak enak ka... eh, Chi... Ochi! Duh, udah ngerepotin kamu, eh ngerepotin Fadel juga... gak usah pulang ya... nginap sini ajaa..." Bujukku. Kulihat Fadel yang jadi obyek pembicaraan tampak rikuh dan gak enak sendiri. "Gapapa dek, gak usah pulang ya..." ucapku meyakinkannya.

"Hehe, gak nyesel kamu Ra? Ntar kamu diperkosa aku gak tanggung jawab lho..." celetuk Ochi.

"Apaan sih kak" Protes Fadel kesal.

Aku tertawa. "Kakak kamu usil banget ya?"

"Tauk nih."

"Tapi beneran kamu gak pingin perkosa aku?" Aku malah terpancing untuk ikut menggodanya. Bahkan kini selimutku sudah kuturunkan dan kudekap di dadaku. Pundak telanjangku dan sedikit belahan dadaku terekspos jelas. Benar saja, seketika wajah Fadel memerah. Aku sendiri juga berdebar-debar sebenarnya. Melihatku berani menggoda Fadel tak urung Ochi tertawa geli lagi. Tapi tampaknya dia kasihan melihat Fadel terus salah tingkah. Dipeluk dan diciumnya adeknya itu dengan sayang. "Duh, udah dong Ra... Kasian adekku dibully terus. Hihi..."

"Apaan, kamu sendiri kalik..." kilahku tertawa.

"Dek, nginap sini ya... tu udah dibolehin Dira... Bener boleh kan Ra...?"

"Iyaa... gak usah pulang ya? Mobilnya masih parkir di luar ya? Mau dimasukin ke garasi? Tapi kalau di luar juga gapapa sih, aman kok..." ujarku.

"Dia tu pingin pulang karna mau nonton TV aja tuh Ra... Ada bola. Tadi waktu kuminta nganter keberatannya gitu, pingin nonton bola..." jelas Ochi.

"Laah, nonton di sini aja kan bisa. Jam berapa sih mainnya?"

"Masih bentar lagi sih kak...Aku pulang aja deh kak, gak enak"

"Gak boleehhh... iih adekmu bandel amat sih dibilangin..." tukasku sok merengut dan galak. Ochi langsung tertawa geli lagi. Fadel sendiri tertegun, tak menduga aku ngomong begitu. Aku juga asal ngomong sih. Emang aku siapa ngelarang-larang adek orang? Haha.

"Tuuh adek dimarahin kak Dira. Hahaha..." gelak Ochi.

Aku pun ikut geli. Buru-buru kujelaskan maksudku. Kalau Fadel beneran ada perlu dan harus pulang ya aku tak akan melarang. Tapi kalau cuma pingin nonton TV atau merasa ga enak, kutegaskan bahwa aku justru merasa lega kalau ada cowok yang ikut menginap. Ya, mau tak mau aku jadi sedikit menyinggung sekilas tragedi percobaan perkosaan yang kualami tadi dengan muka serius. Fadel tampak terperanjat dan menatap kakaknya. Ochi cuman mengangguk-angguk mengkonfirmasi ceritaku. Agaknya Ochi tidak cerita sebelumnya pada Fadel mengenai keperluannya mendadak minta diantar ke rumahku malam-malam begini.

Fadel kemudian menatapku dan menggaruk kepalanya lagi. "Maaf ya... aku gak tau kalo ada kejadian begitu," ucapnya pelan.

"Hihi... kok minta maaf segala. Jadi, nginap sini yaaa..."

“Ya deh, kalo nggak ngerepotin sih..."

"Nggaaak" tegasku. Fadel manggut-manggut tanpa berkata apa-apa lagi.

Sejenak aku juga jadi terdiam. Tiba-tiba ada perasaan canggung dan bingung mau ngomong apa. Kehabisan bahan begitu saja. Kulihat tampaknya Ochi juga sama. Pandangannya berputar mengitari kamarku. Seperti mencari-cari sesuatu unik yang bisa dijadikan bahan pembicaraan. Tangannya lalu usil memilin-milin dan menarik pelan-pelan ujung selimutku. Aku merasakan selimutku sedikit demi sedikit melorot dari dadaku. Reflek kupegangi dan kutarik ujung selimutku dari tangannya.

"Chi" Protesku. Ochi malah terkikik dan balas menarik dengan lebih keras. Walhasil peganganku yang terlepas dan selimutku sukses melorot sampai pinggangku.

"Kyaahh... Ochi!" Tanganku reflek menutup dada telanjangku. Gelagapan antara menutup dada atau meraih kembali selimut itu. Tapi Ochi kembali menarik selimut itu. "Aahhh Ochiii!" Aku berusaha mempertahankan selimutku yang sudah tertarik sampai lutut. Dua tangan kini kugunakan sehingga dadaku jadi terbuka dan mengayun bebas di depan mata Fadel. Kurapatkan dan kumiringkan pahaku. Satu upaya menyembunyikan ketelanjangan selangkanganku yang mungkin malah terlihat seksi di mata yang melihat. Wajahku memerah bak kepiting rebus, dan begitu juga kulihat si Fadel. Tapi toh dia tidak mengalihkan pandangan matanya sama sekali.

"Hihihi... Malu malu amat kamu Ra!"

"Dingiin!" Alasanku.

"Matiin ACnya..." Ucap Ochi sekenanya. Tangannya tak lagi menarik selimutku sehingga aku bisa menariknya dan kembali kudekap menutupi dadaku. Meski aku tidak ambil pusing untuk merapikan selimut yang jadi kusut itu. Sebagian dadaku tetap terekspos di depan kakak beradik itu, bahkan puttingkupun masih mengintip. Aku tidak kesal, bahkan tertawa-tawa. Beneran usil Ochi ini.

"Jadi kamu tu telanjang kayak gini sejak aku antar pulang tadi?" Tanya Ochi penasaran.

"Iyaa... pokoknya rumah ini zona bebas baju. Begitu masuk pintu wajib lepas semuanya... Haha." Jawabku tersipu. Aku melirik Fadel terus yang memandangiku tanpa risih, meski wajahnya masih memerah. Dengan genit kujulurkan lidahku padanya. Dia nyengir.

"Berarti kakak melanggar dong... hehe" Sindir Fadel melirik Ochi.

"Yee, maunya kamu itu mah… Pengennya kakak telanjang terus,” sahut Ochi. “Emang gitu ya Ra peraturan di rumah ini? Harus lepas baju ya? Maaf deh aku nggak tau peraturannya, hihihi." Sambil mengerling ke Fadel, perlahan Ochi melepas kerudungnya, lalu melemparnya ke muka adeknya itu sambil tertawa.

"Hahaha... Itu aturan buat aku sendiri sih..." Jelasku.

"Ooh gitu... Syukurlah. Berarti tamu boleh pake baju ya? " Kak Ochi yang barusan berlagak melolosi kancing gamisnya kini mengancingkannya kembali sambil senyum-senyum melirik Fadel.

"Mmm, tapi kalo mau dilepas juga boleh kok Chi..." Ucapku yang malah jadi gemas dibuatnya.

"Haha... aku nurut tuan rumah aja deh gimana maunya," kerling Ochi. Aku tak menjawab, cuma senyum-senyum sambil memandangi wajah Ochi. Sungguh cantik Ochi ini. Aku yang sama-sama cewek aja sangat betah dan enjoy memandanginya. Kuamati gamisnya yang longgar tapi tidak bisa menyembunyikan indah lekuk tubuhnya.

"Lho kok malah senyum senyum sambil ngeliatin aku sih? Ada yang salah ya dengan pakaianku?"

"Iyaa... ada yang salah..."

"Salahnya apa, cakep gini kok.. Bagus kan gamisku? pesan khusus di butik lho."

"Bagusan dalemnya kak... hehe." timpal Fadel.

"Wek... Maunya kamu tu..."

"Lho iyaa... salahnya tu pakaian dipakai... Jadi nutupin badan kakak deh" kata Fadel lagi.

"Fungsi pakaian kan emang buat nutupin badan dek" balas Ochi.

Aku tertawa melihat kakak berdua itu saling berargumen. "Udah buka aja cepetan Chi" Ujarku. "Hukum harus ditegakkan, di area ini baju dan segala macam pakaian itu terlarang!"

"Yee, katanya tadi peraturan gak berlaku buat tamu..."

"Sekarang baru aja diberlakukan! Haha"

“Duh seenaknya aja sih bikin peraturan... Berlaku bagi adek gue nggak?"

"Ntar dia juga buka baju sendiri. Hihi..." Aku mengerling pada Fadel yang hanya meringis saja. Entah apa yang dipikirkannya. Meskipun sampai sekarang aku masih sok menyembunyikan tubuhku di balik selimut yang sudah kusut juga, tapi entah apa yang akan terjadi nanti... Aku yakin cepat atau lama sesuatu yang cabul akan terjadi di kamar ini.

"Jadiii.... Aku buka nih?"

"Buka!" Seruku dan Fadel hampir bersamaan. Spontan kami tertawa.

"Kamu main api nih Ra... Gak tau lho nanti apa yang bakal dilakuin Fadel... Kamu belum tau sih adekku ini monster peju lho!"

“Dan kakak ratu pelahap peju…” Balas Fadel.

“Iyaa deh… Makasih ya monsterku, dah menuhin kebutuhanku. Puas kamu dek!?” Perlahan Ochi membuka juga gamisnya. Meski longgar, tapi di dalamnya Ochi tidak mengenakan mihnah, jadi begitu gamisnya dilolosi dari tubuhnya, tinggallah dia hanya mengenakan dalaman yang sangat seksi. Bra dan celana dalam imut warna putih. Serasi sekali dengan kulitnya.

Aku dan Fadel sama-sama menahan napas. Darahku berdesir. Ochi betul-betul seksi. Ternyata bisa juga ya aku punya ketertarikan seksual pada sesama cewek. Tapi kupikir ini sama sekali bukan birahi sih. Cuma sekedar senang melihat sesuatu yang indah.

"Udah ya?"

"Aaa.... Buka semua dong Chi...!" Tuntutku untung-untungan.

"Ya ampunn Ra, aku jauh-jauh kesini suruh nemenin kok malah ditelanjangin?"

"Ya kan yang ditemenin telanjang juga. Nemenin telanjang dong, hihi"

"Nggaa aah... Gini aja." Sahut Ochi bersungut-sungut. Duh imutnya. Hihi, aku jadi makin menikmati daya tarik Ochi ini.

“Aa… Fadel, Kakakmu bandel tuh… Kita telanjangin yuk!” Seruku gemas. Aku bangkit memburu Ochi. Tak kupedulikan selimutku tersingkap.

“Ayo!” Fadel tanggap dan dengan sigap memegangi kakaknya.

“Hahaha… Jangaann… Kyaah!” Ochi tertawa-tawa, mempertahankan diri dan berontak sekadarnya. “Adeeekk… Jangan tarik bra kakak, nanti putus… Ahhh…!”

“Biarin!”

“Pelorotin CDnya!” seruku.

“Aduhhh… Adeek… Putus kamu ganti lho! Mahal tauk!”

“Makanya nurut Chi… Hihi!”

“Diraaa”

Tidak sulit melucuti sisa pakaian Ochi yang tinggal 2 helai itu. Apalagi Ochi tidak benar-benar serius mempertahankan dirinya. "Hahahah… Yeayyy... Ochiii... So seksi! Cantik banget!" Seruku girang setelah Ochi polos tanpa selembar benang pun yang menempel di tubuhnya. Semua pakaiannya kuambil dan kulempar begitu saja ke kolong ranjangku.

“Diraa... sembarangan banget sih kamuu…” Protes Ochi sambil mendekap tubuh telanjangnya.

“Semua pakaian harus diamankan. Hehehe… Ochii, sumpah kamu cantik banget! Pantesan adekmu ga nahan.”

"Iiih kamu ini, kamu kan cewek juga?? Jangan-jangan..." Ochi tambah berlagak erat mendekap tubuh dan merapatkan kakinya.

"Haha, iya nih aku suka banget liatin kamu, cantik sih... tapi jangan khawatir, aku masih normal kok, haha” jelasku. Kak Ochi semyum-senyum mendengarnya.

"Dingin Ra..."

Haha, memang sih. Aku aja sudah beringsut masuk selimut lagi. "Siniii, masuk selimut..." Ajakku. Tanpa disuruh dua kali Ochi langsung masuk selimutku yang memang lebar banget. Di balik selimut tubuh kami bertemu. Halus dan hangat sekali tubuh Ochi kurasakan. Kulit kami yang bergesekan menimbulkan sensasi asyik. Dengan gemas kami saling menyentuh. “Hihihi…” Berdua kami cekikikan sendiri tak mempedulikan Fadel.

Sesaat kemudian tubuh kami sudah sempurna tersembunyi di balik selimut yang kami dekap erat. Tinggal kepala kami saja yang muncul di luar selimut. Sambil masih cekikikan kami beralih melihat Fadel yang masih duduk terdiam di hadapan kami. Wajahnya pias. Hehe, pasti campur aduk perasaannya melihat kami yang baru sekejap lalu telanjang bulat di depannya, tapi kini sudah tersembunyi rapat di balik selimut.

“Hihi, apa sih dek ngeliatin kami aja…” Ujarku sambil memasang wajah imut.

“Mau ikut masuk dek? Hihi” goda Ochi.

“Maaf cuma cukup untuk dua penumpang. Hehehe…” sambungku.

“Kalian ini…” Ucap Fadel gemas. Tangannya tak kuasa untuk tidak meremas selangkangannya meski di depan kami.

Ochi menjulurkan kakinya keluar dari selimut. Dengan lihai jari-jari kakinya membelai dan menari-nari di atas selangkangan adiknya itu. “Sudah cenut-cenut aja ya dek?”

“Aahh… Sudah dari tadi kak…” Jawab Fadel jujur sambil mendesah, tangannya menyingkap dan mengelus betis Ochi.

“Hehe, berarti cenut-cenut liat Dira ya?” Tanpa menjawab, Fadel hanya melirikku dan meringis. Kupasang wajah imut lalu kujulurkan lidah menggodanya.

“Kasihan tau junior kamu nih… Udah sanaa… Katanya mau nonton TV?” Usir Ochi.

“Aah iya. Hehe…”

“Ih berlagak lupa”

Duh, gara-gara Ochi bilang lupa, aku jadi teringat kalau lupa belum nawarin mereka minum. Tuan rumah macam apa aku ini >,<

"Aah iyaaa! Kalian mau minum apa? Maaf lupa nawarin... Duh ga sopan banget aku inih..."

"Haha, iya tuh kamu, tamu bukannya dibikinin minum malah ditelanjangi" Tukas Ochi menarik kakinya kembali masuk selimut. Aku sendiri malah melompat keluar dari selimut dan dengan cuek berlari telanjang ke arah dapur.

"Susu ya Chi? Fadel mau kopi?" Teriakku berinisiatif menawarkan.

"Terseraah... Yang penting hangat ya..." Suara Ochi menjawab dari kamar.

"Siapp!"

Sejurus kemudian kulihat Fadel melangkah keluar kamar. “Kamu kalau mau nonton tv nonton aja” ujarku. Dapurku bergaya modern, dengan ruang terbuka dan meja bar di tengah, sehingga orang yang bekerja di dapur bisa berhadap-hadapan dan berkomunikasi dengan siapapun yang ada di rumah.

“Eh, i..iya kak” jawab Fadel yang kemudian menuju ruang tengah setelah cukup lama memperhatikan tubuh telanjangku. Dari dapur ini aku juga bisa melihat ruang tengah tempat menonton televisi. Kuamati sosok Fadel yang duduk membelakangi dapur, menghadap TV. Aku berasumsi pemandangan kakaknya telanjang sambil bekerja di dapur sudah biasa dia lihat. Tapi kini dia mendapati pemandangan yang sama berwujud sosok lain yang tak kalah cantiknya. Hehe, iya dong... Kurasa aku tak kalah cantik dari Ochi. Dih, jadi memuji diri sendiri aku ini.

Kembali ke urusanku di dapur, karena aku benar-benar lupa dan nggak kepikiran tadi, aku jadi tak ada persiapan sama sekali. Walhasil agak lama aku nguplek di dapur. Mulai dari merebus air, sampai mencuci dulu. Haha, Ya... bahkan mug pun masih kotor tak ada yang bersih. Parah banget deh gue malesnya belakangan ini.

Saat aku menengok ke arah kamar kulihat Ochi sudah berdiri di pintu mengamatiku. Aku meringis, "Maaf Chi... Ga siap, jadi lama... hehehe..."

"Aku ikut bantuin ya"

"Aaa... gak usah," cegahku. Tapi tetap saja Ochi berjalan ke dapur menghampiriku. "Ya ampun Dira, piring-piring gelas kotor numpuk ini sejak kapan nggak kamu cuci?"

"Hehehe... Empat harian kayaknya" Duh malunya… Padahal kemarin malam aku makan dan langsung mencuci piring. Tapi yang kucuci ya cuma piring yang habis kugunakan aja. Sementara yang kupakai di hari-hari sebelumnya kubiarkan. Dan aku barusan juga cuma mencuci 2 buah mug yang hendak digunakan. Ketahuan deh cucian lain yang masih menumpuk. >,<

"Kamu nggak ada pembantu?"

"Nggak ada... Aa jangan dong, kamu temani Fadel nonton tv aja sana. Aduhh Ochi..." Cegahku melihatnya yang sudah langsung menyalakan wastafel aja.

"Ochi!!" Protesku melihat temanku itu tak bergeming.

"Kalo nggak boleh bantu-bantu aku pulang nih!?" Ancamnya merengut.

"Yaah Ochiii" Pasrah deh aku membiarkan si Ochi membantuku di dapur. Kalau ada orang lain yang melihat kami, entah apa yang akan dipikirkannya. Dua orang cewek cantik dan seksi sibuk beraktivitas di dapur dalam keadaan telanjang bulat. Kalau difoto dan disebar di kalangan cowok mungkin captionnya "istri-istri idaman”, hihi. Padahal yang idaman cuma si Ochi doang... Aku mah pemalas, hihi.

Dan ternyata Fadel berpikiran sama denganku. Tau-tau kudapati dia sudah berdiri di depan dapur dan lagi asik mengambil gambar kami dengan kamera HPnya.

"Eheemm... Katanya nonton bola?" Sindirku yang tidak mempermasalahkan fotoku diambil tanpa izin olehnya. Fadel tersenyum saja.

"Adeek... ngapain sih kamu? Eh, pakai HP kakak dong..." Haha. Kukira Ochi mau protes, ternyata malah request.

Sejurus kemudian aku dan Ochi malah sibuk berpose untuk difoto. Aku emang suka berfoto dan difotoin sih, hihi.

"Kalian kerja aja... Biar kucandid aktivitas dapur..." usul Fadel.

"Ga mau aah.. Ntar jelek..." jawab Ochi.

"Ga bakalan jelek deh. Kakak cantik kok..."

"Kakak yang mana nih?"

"Dua-duanya!"

"Duh pinter banget kamu ngegombal ya... Pasti ada maunya tuh, hihihi" godaku. "Ya udah... difoto yang bagus ya..."

Bagaimanapun juga kami kemudian memang kembali fokus pada pekerjaan kami di dapur sambil bugil, dan sesi foto dadakan itu menjadi candid sesuai yang dimaui Fadel. Sambil membuat minum aku tak bisa menahan diri untuk sekali-kali melirik Fadel. Beberapa kali mata kami bertemu dan berbalas senyum. Dalam hati aku jadi 'bersyukur' Ochi mengajak adiknya itu. Dalam satu hari ini naluri eksibku tersalurkan untuk kesekian kalinya. Bedanya kali ini berasa lebih 'manis'. Susah kugambarkan bagaimana perbedaan perasaan senang dari tiap aksi eksib yang kulakukan. Nyatanya memang sensasi yang berbeda itu kurasakan.

"Ini kopi kamu ya dek... Kamu mau camilan?" Aku meletakkan mug berisi kopi panas yang baru saja kuseduh di atas meja bar. Posisiku kini berhadap-hadapan dengan Fadel. Duh, meski udah sering telanjang, tapi kalau ada cowok yang memperhatikan rasanya tetap saja malu.

"Hihihi... Wajah kamu masih aja memerah Ra... imut banget kamu" Puji Ochi tiba-tiba. Ugh, dibilang begitu aku malah tambah berdebar, darahku berdesir membuat wajahku makin bersemu merah.

"Ya ampun malah tambah merah tuh... Diraa... Hihihi..."

"Ish, Ochiiii..." gumamku manja. Begini rasanya menyembunyikan rasa malu, lalu ketahuan, jadi tambah dobel rasa malunya. Rasa malu yang menyenangkan tentunya. Sungguh tak karuan perasaanku dibuatnya.

"Wah stok camilanku habis ternyata... Eh iyaa... aku ada pizza... Udah dingin sih... gak apa kan?" Fadel mengangguk. Perutku sendiri sudah sangat super lapar karna pizza yang kupesan tadi ini belum segigit pun kumakan.

Fadel mengambil 3 potong pizza dan kembali melanjutkan nonton TV. Sedangkan aku mengajak Ochi ke kamar lagi dengan membawa sisa potongan pizza.

"Haha, makan pizza, malam malam, makannya di atas kasur lagi... kalo Mama tahu pasti diomelin nih..." di atas kasur aku memulai obrolan.

"Haha, bener banget, mamaku juga pasti samaan ngomel kalau tau... udah gitu telanjang-telanjangan lagi..."

"Hihihi..." kami tertawa bersamaan.

"Emang kamu suka makan malam-malam ya? Gak takut gemuk?" tanyaku padanya.

"Kalo soal makan aku kurang kontrol diri... Sembarangan aja, tapi untungnya makan sebanyak apapun aku susah gemuk tuh... Padahal pingin juga sih naikin sekilo dua kilo... biar gak kurus ceking gini"

"Aah irinya... Aku kalo lupa diri ngemil langsung gendut deh... Harus sering-sering diet. Makan malam-malam kayak gini hampir gak pernah aku... Besok harus ngegym nih buat menebus dosa," keluhku. "Habisnya aku belum makan sedari pulang kampus tadi... Tadi langsung tidur sampai sore." Lanjutku memberi penjelasan tanpa diminta. "Eh, tapi badanmu sudah bagus banget deh Chi.. ga ceking kok, udah ideal..." Pujiku. "Aah Ochi udah abis 2 potong ajaa..." Tanpa sadar aku terus nyerocos.

"Hahaha... Baru tau ya kalo aku jago makan? Ni pizza bisa abis nih kalo aku sendirian..." Ujar Ochi gak ada jaim-jaimnya sama sekali. Aku suka! ^o^

"Ya ampunn perut apa kantong ajaib tuh? Makin iri... Asiknya bisa makan banyak tanpa khawatir jadi gemuk. Anugerah banget tuh!” Ochi tertawa saja mendengar ucapanku.

Kami kemudian sama-sama diam beberapa saat.

"Jadi… Gimana tadi?" Tanya Ochi.

"Gimana apanya?"

"Kamuuu tadi nangis! Katanya diperkosa lagi?"

"Hahaha... iya," jawabku malah tertawa.

"Tuu kan kamu bohong yaa?"

"Nggaak kok, serius... hampir dibunuh juga aku tadi..." Jelasku.

"Seriuss kamu Ra? Gak keliatan banget sih..." Selidik Ochi masih ragu.

"Serius Chi, masa aku bercanda kaya gitu... " jawabku. Ochi masih memandangiku heran. Mungkin harusnya aku pasang wajah sedih, nangis, kusut, memanggil polisi, atau yang semacamnya. Aku sendiri heran juga, begitu mudahnya suasana hatiku berubah. “Aku cuma lagi senang aja sekarang, soalnya ada kamu Chi di sini” sambungku.

"Ayo cerita! Penasaran aku!"

"Eeh Chi, selfie dulu yuk?" Ajakku.

"Halaaah! Ya udah ayo..."

"Hihihi...” Kami berdua tertawa.

“Pake HPku aja,” usulku.

“Buat pamer ke grup ya?"

Ckrek! Foto 2 cewek cantik telanjang bulat duduk di atas kasur sambil makan pizza meluncur dan terkirim di grup. Setelahnya kami bersama-sama menunggu komentar.

'Klunting.' Farah yang paling pertama komentar.

Farah : Iiihhh cantik2nyaaa...

Farah : Asik banget.

Alya : Aah telanjang bareng, ati2 lho terjadi sesuatu yang diinginkan. Hihi..

Nana : Haha... dijual laku mahal ni foto. Wkwkwk...

Farah : Eh tau gini tadi monyet2 gue kirim ke rumah Dira aja yaa... Ada 2 mangsa empuk di sono.

Ochi : Haha, jangan... kami masih perawan yaa…

Farah : Ah iyaa... Dira sayang, gimana keadaan kamu?

Alya : Kayaknya sih dari fotonya udah hepi2 ya sama Ochi?

Farah : Tapi cerita dong?

Ochi : Aku sendiri belum diceritain tuh

Ochi : Datang2 malah disuruh telanjang.

Ochi melirik ke arahku.

“Hahaha, iya Chi, nanti aku cerita” Ucapku. Ochi lalu mengetik di grup.

Ochi : Ni abis ini mau cerita.. tapi share di grupnya besok aja ya... ni mau sekalian siap siap bobo...

Farah : Haha Ya udah see u all tommorow yaa... yang penting gue tau Dira udah gapapa...

Aku dan Ochi menghela napas. Sama-sama menyudahi obrolan di grup.

Masih ada sisa sepotong pizza tergeletak di kotaknya. Tapi kayaknya Ochi tak berniat menghabiskannya. Aku, apa lagi. Ochi menyingkirkan kotak pizza dan mug susu kami yang sudah kosong. Aku membersihkan selimut dari remah-remah yang mungkin berjatuhan.

“Jadi, tadi tuh mati lampu… Nah, aku kan penakut orangnya…” Ucapku memulai cerita. Aku menceritakan detail aksi mandiku di teras rumah juga. Senang melihat ekspresi Ochi yang mendengarkannya. Sepanjang aku cerita, dia mendengarkan tanpa banyak memotong. Tadinya aku tidak ingin cerita sampai bagian Eko. Tapi karna Ochi menanyakan foto selfieku yang mewek sambil berpeju ria tadi, aku jadi menceritakannya juga. Malah jadi agak panjang di bagian Eko, karna tanggapan pertanyaan dari Ochi menuntut aku harus kilas balik menjelaskan siapa itu Eko. Tentu kuceritakan garis besarnya saja. Tapi cerita hubunganku dengan Eko sukses membuat Ochi terperangah.

“Harus dilaporin tuh orang yang merkosa kamu… Udah kriminal itu!”

“Iya sih”

“Kok iya sih? Iya dong! Di aplikasi pasti tercatat kan tuh, nomor teleponnya, namanya…”

Aku terdiam. Ochi tampak makin gusar. “Sini aku lihat aplikasinya…” Pintanya kemudian.

“Ga usah Chi… Udah malam juga, besok aja!” Tolakku tegas. “Aku terus terang gak kepikiran sampai ngelapor…” Terangku. “Aku justru…” Kalimatku terpotong sejenak. Aku memikirkan kata-kata untuk diucapkan. “Tadi siang di mobil kan kamu udah panjang lebar bilang Chi, bahwa yang kayak gini resiko seorang eksibisionis” Ucapku. Kulirik wajah Ochi, ingin melihat reaksinya. Ternyata dia menunggu aku menyelesaikan pernyataan.

“Aksiku tadi memang beresiko banget kan? Terus terang pas mau diperkosa tadi, aku justru merasa bersalah kenapa aku nggak bisa menerimanya” sambungku.

“Ya ampun Dira…” Ochi tampak terperangah.

“Kan kamu yang bilang…”

“Iya, aku bilang gitu cuman teori doang. Aku sendiri kan belum pernah ngalamin…”

“Jadi?”

“Jadi… Ya… Tapi aku serius juga sih… Maksudnya, kalo kejadian ya… Pasrah. Duh, gimana ya bilanginnya…Kalo kamu pasrah oke. Tapi kan nggak? Kamu menolak, berontak… Trus dicekik… Diancam mau dibunuh” Ochi menghela napas. Kalimatnya terdengar belum selesai. Tapi dia kemudian terdiam.

“Nah itu, berarti salah aku kan? Harusnya aku terima” Ucapku lirih.

"Ya bukan berarti gitu juga dong sayang"

"Trus gimana?"

Ochi menghela napas lagi, lalu menggaruk-garuk kepalanya. "Duh, maaf ya Dira... Aku kok sotoy banget sok menggurui..."

"Lho nggak kok. Aku menghargai pendapat kamu kok Chi"

"Aku belum pernah ngalamin kayak kamu Dira. Kamu yang paling ngerti perasaan kamu... Sori ya..." Ucapnya tersenyum. "Aku cuma kesal aja tadi... kepikiran, gak seharusnya pemerkosa itu berjalan bebas tanpa nerima ganjaran... Andai aku ya… Kalaupun aku diperkosa pasrah, nerima, bahkan mungkin menikmati... Tetep aja abis itu yang merkosa aku kulaporin," tukas Ochi berandai-andai.

"Ohh... trus kalau si pemerkosa membela diri, bilang suka sama suka gimana? Trus ada rekaman videonya gitu yang nunjukin kita menikmati gimana? Kamu mendesah-desah keenakan, bahkan ikut goyang pinggul..." Timpalku gemas berfantasi, sambil menggoyang-goyangkan pinggulku memperagakan apa yang kubayangkan.

"Haha.. Yaa aku bilang aja ke hakim, aku menikmati seksnya, tapi aku nggak suka sama orangnya"

"Hahahaha..." Kami tertawa bersamaan lagi.

"Bisa mupeng pengadilan denger kaya gitu" celetukku.

"Hihihi"

"Eh, Dira... Jadi kepikiran, trus pizzanya ini kamu bayar nggak?"

"Ya nggak lah"

"Berarti pizzanya nggak halal dong?"

"Lho, kok nggak halal sih?"

"Lhah iya... Kan nggak kamu bayar"

“Salah dia sendiri kenapa merkosa aku... Jadi pizzanya gak usah dimakan? Mubazir dong... Lagian aku laper” jawabku santai.

“Besok abangnya dihubungin aja, suruh sini, bilang ke dia mau bayar pizaa,” usul Ochi.

“Ish... ntar diperkosa lagi akunya... Lagian aneh. Mana mungkin dia mau datang lagi ke sini. Awkward banget pasti”

“Ya gapapa kalo dia gak mau datang, suruh ikhlasin gitu… Kalo abangnya udah ikhlas kan jadi halal.”

“Hahaha… Kalo abangnya mau datang?”

“Kita panggil satpam, suruh nangkep! Hihihi”

“Ha ha ha ha ha….!” Lagi, kita tertawa geli bersamaan. Senang sekali bisa akrab begini sama Ochi.

Anak Badung Season 2 Bagian.07 [Long Road for Love]


Acara perkemahan Sabtu Minggu. Agak aneh saja karena entah bagaimaan Mas Faiz bisa ada di sana ikut sebagai panitia. Sebab aku tak pernah tahu kalau dia pernah ikutan ekskul pramuka. Perkemahan ini diselenggarakan di salah satu Bumi Perkemahan. Jangan harap deh seperti pegunungan atau hutan. Nggak. Ya namanya juga anak kota. Tapi memang ekskul kami setahun sekali mengadakan kemah ke salah satu pegunungan. Biasanya kemah akhir tahun. Karena ini perkemahan untuk anak kelas satu seperti aku yah, kemahnya ya di sini. 

Agak lucu juga sih melihat Mas Faiz pakai baju pramuka dan menjadi seksi sibuk. Hihihi. Tapi semenjak jadian kita di malam itu, ia perhatiaaaaan banget. Sayaaaang banget ama aku. Dia saja bantuin aku bawa barang-barangku. Aku kemari nebeng dia pakai mobilnya. Dan selama perkemahan ini dia jagain aku ohhh...sooo sweeett.

Kegiatan perkemahan ini cukup padat sebenarnya. Ada permainan, games dan macam-macam. Pada malam harinya ada pesta api unggun. Semuanya mulai dari kelas satu dan panitia memberikan pertunjukan di sana. Intinya sih, acara itu cara yang menyenangkan. Setelah acara api unggun selesai, mas Faiz menemani aku di tenda panitia. Kami makan sebungkus nasi Padang berdua di sana. 

"Cieee....makan sebungkus berdua...cieeee!" sindir beberapa orang panitia.

"Mau?" tanya Mas Faiz ke mereka.

"Oh, nikmati aja, kami tak mau merusak momen bahagia kalian," kata panitia yang lain. Tiba-tiba ada seseorang yang memotret kami, JEPRET! Lampu blitznya mengejutkan kami. Saat itu aku dan mas Faiz menoleh ke arah yang motret.

"Waduh, kita dipotret mas, malu aku," kataku. 

"Udah...nggak apa-apa, tenang aja. Toh kalau dipublish juga nggak masalah," kata mas Faiz. 

"Tapi, aku malu," kataku. 

Ia memegang pundakku. "Nggak usah malu. Kau ini cewekku, udah resmi. Nggak perlu malu."

"Udah resmi? Kaya' orang nikah aja," kataku. 

Kami tertawa. Setelah makan malam itu. Aku mengambil gitarku. Mas Faiz, memintaku untuk menghibur para panitia. Aku sih nggak keberatan. Musik memang sudah menjadi hidupku. Aku pun memetik gitar dan mulai bernyanyi salah satu dari lagu-laguku. Alunan melodi pun mengalir. Ada satu hal yang aku pasti lakukan ketika main pentas. Terlebih kalau bermain solo. Aku selalu memejamkan mataku. Menghayati setiap sya'ir yang aku mainkan. 

Malam gelap
Bintangku temani aku.....
Genggam tanganku
Ucapkan kata cintamu.....

Duhai Sang pangeran 
Mimpikan aku dalam tidurmu....
Anggap aku putri tidurmu
yang siap untuk ciumanmu
Agar bangun dari mimpiku

Setelah aku selesai lagu itu. Aku membuka mataku. Betapa terkejutnya aku melihat seluruh tenda panitia penuh orang. Nggak cuma panitia, tapi juga seluruh anak-anak kelas satu. Mereka pun bertepuk tangan kepadaku. 

"Hebaat, keren Iskha! Keren!" seru mereka semua. Aku mengangguk dan membungkukkan badan. 

Mas Faiz tersenyum dan bertepuk tangan kepadaku. Lagu ini kupersembahkan untukmu mas. Engkaulah pangeranku. Malam kian larut dan aku kembali ke tendaku setelah itu. Mas Faiz membawakan aku selimut. 

"Nih, buatmu!" katanya. 

"Mas, bagaimana?" tanyaku.

"Ah, aku gampang. Paling juga bakal tidur bergerombol ama para panitia yang lain mirip anak kucing," jawabnya. 

Aku tertawa. "Dasar, ya udah. Emang harusnya kan gitu. Cowok ngasih sesuatu agar ceweknya nyaman."

Ia mengucel rambutku. Ih...ada kebiasaan aneh sih ama Mas Faiz ini. Dia suka banget berantakin rambutku kalau sedang gemes. Selain dipeluk juga sih. Tapi terus terang ia orang yang paling honest, paling humble yang pernah aku kenal. Aku lihat teman-temanku yang udah punya cowok, biasanya si cowok grepe-grepe gitu, tapi dia nggak. Menurutku dia ini sosok cowok yang perfect. Dia memang pernah menciumku dan itu cuma sekali itu doang. Pegang tanganku juga nggak pernah lama-lama. Walaupun begitu ia pria yang paling perhatian. Aku tiap hari makin jatuh cinta kepadanya. 

Setelah aku menerima selimut itu, aku pun masuk ke tenda bersama teman-temanku yang lain. Selimut yang diberikan Mas Faiz cukup lebar sehingga banyak muat beberapa orang. 

Nailul pun berbisik kepadaku, "Duh, Iskha. Kamu ini ya, bisa merebut hati Faiz. Aduuh..iri aku."

"Iya, ceritain dong, gimana dia nembak kamu?" pinta Ratna.

"Harus cerita? Ntar kalian tambah kepengen lho?" kataku.

"Cerita aja, kami denger koq. Anggap aja kamu lagi dongengin kami!" ujar Sulis. 

Aku pun kemudian menceritakan bagaimana Mas Faiz berusaha mendekatiku dari awal. Awal pertemuan kita ketika aku manggung di parade band, kemudian juga bagaimana ia mulai mendekatiku, selalu datang di Kafe itu, kemudian menciumku malam itu sampai kepergok ayahku. 

"Aduuuuhhh....Soooo Sweeeeettt!" seru semuanya. 

"Aku jadi iri...hiks....nggak nyangka ya anak konglomerat bisa seromantis itu," kata Nailul.

"Eh, gosipnya gebetannya sekarang jalan ama saudaranya kan?" celetuk Ratna.

"Iya, Vira. Anak kelas XII itu. Denger-denger mereka dulu ngerebutin dia. Tapi kaya'nya Faiz kalah," kata Sulis. 

"Vira, anak kelas XII? Senior dong," kataku.

"Iya, dia cukup cakep lho. Primadona di sekolah ini," kata Nailul. 

Entah kenapa aku cemburu. Cemburu kepada masa lalu Faiz. Faiz juga pernah cerita tentang gebetannya yang direbut oleh Pandu. Tapi apakah memang dia sudah melupakan Vira? Apakah mendekatiku ini adalah salah satu pelarian dia? Tapi tidak. Ia sangat jujur kepadaku. Ia sangat mencintaiku. 

"Udah ah, tidur. Ngantuk!" kataku.

"Cieee...cemburu nih yee," ejek Nailul.

"Ah kalian, udah ah nggak mau denger," kataku sambil menutup telingaku. 

Semuanya ngikik. Kami pun mencoba tidur hingga pagi.

****

NARASI FAIZ

Acara perkemahan itu selesai. Kami kembali ke kehidupan normal. Cieh, normal. Apaan emangnya? Maksudnya kita masuk pagi, pulang siang, menikmati pelajaran di kelas. Hubunganku dengan Iskha mulus-mulus saja. Foto kami sedang makan di perkemahan itu jadi hot topic. Bahkan sempat masuk ke berita gosip. Aku maklum dan sadar, statusku sebagai anak orang konglomerat masih melekat, dan Iskha sebagai seorang musisi, tentunya juga dilirik.

Iskha dan aku makin dekat. Ia juga sudah tak malu-malu lagi jalan denganku. Ia tak peduli ada wartawan yang curi-curi foto saat kami bergandengan atau jalan bareng. Beritanya sih cukup heboh ketika aku dan dia bergandengan tangan di taman. Sampai di koran ada judul "ANAK KONGLOMERAT BERPACARAN DENGAN MUSISI" Aku dan Iskha tak menghiraukan tulisan tabloid remaja itu. Memang sih banyak yang patah hati pastinya. Aku juga masih ingat bagaimana itu surat-surat cinta aku baca semuanya. Yup semuanya. Total ada 345 surat yang aku baca. Semuanya menyatakan suka ama aku. Tapi maaf sekali aku sudah memilih Iskha.

Hari ini aku ingin main ke rumahnya. Tentu saja sekaligus berkenalan ama keluarganya. 

Kalau pakai mobil rasanya terlalu berlebihan. Aku pun iseng aja sih hari MInggu pergi ke rumahnya pakai sepedaku. Sekalian olahragalah. Aku melihat seorang anak kecil laki-laki berkacak pinggang di pagar. Aku turun dari sepedaku.

"Pagi, kakakmu ada?" tanyaku.

"Kak Iskha sedang nggak bisa diganggu, mau apa kamu anak muda?" kata anak kecil ini. Anjrit, sombong banget. Pake logat wayang lagi. Tapi lucu juga. 

Dari pintu muncul Iskha. Dia tampak memakai kaos dan celana legging. Dia membawa bak di pinggangnya. Oh, sedang nyuci-nyuci. 

"Udah dek, sana main sana!" perintah Iskha kepada adiknya. 

"Siap tuan putri!" kata adiknya. Ia segera berlari keluar pagar. Tampak teman-temannya yang lain sedang bermain bola. Jalanan di depan rumah Iskha memang sepi kalau hari minggu seperti ini. Melihatku yang datang Iskha langsung menyambut. 

"Masuk mas, maaf lho aku sedang nyuci-nyuci," katanya. 

"Rumahmu sepi?" tanyaku.

"Cuma ada ibu. Ayah sedang jadi masinis," katanya.

"Oh iya, ayahmu masinis ya?"

"Duduk deh, aku buatin minum dulu!"

"Ah nggak usah repot-repot!" 

"Udah, duduk aja!"

Aku kemudian masuk ke halaman rumahnya. Kuparkir sepedaku di halamannya. Iskha menaruh bak yang berisi pakaian yang sudah dicucinya itu di halaman. Dia segera masuk ke dalam rumah. Aku kemudian duduk di kursi yang ada di teras. 

Seorang ibu-ibu paruh baya muncul. 

"Ehh...ada tamu," ibu-ibu ini aku salami. "Temennya Iskha?"

"Iya, bu," kataku. Iyalah, masa' temennya adeknya yang kecil itu? Eh, beliau kan udah tahu kalau aku kemarin ke rumahnya jemput Iskha pake mobil, masa' lupa?

"Temen atau pacar?" wuih, langsung to the point.

"Dua-duanya," jawabku nyengir.

Ibunya kemudian berbisik, "Koq nggak bawa mobil nak? Kemarin kan bawa mobil sepertinya?"

"Kepengen olah raga bu, lagian ribet kalau harus bawa mobil segala," jawabku. 

Iskha pun kembali membawa nampan berisi minuman Nutrisari. Dia lalu menaruhnya di meja kecil di serambi. Iskha lalu duduk di kursi yang kosong. Sementara ibunya masih berdiri.

"Diminum mas!" kata Iskha. 

Aku kemudian meminumnya.

"Kapan ngelamar Iskha?" tanya ibunya tiba-tiba sambil nyengir entah beliau bercanda atau tidak.

Aku pun nyembur dan tersedak. Uhukk!!

"Ih, ibuuu....koq tanya gitu? Udah sana ibu kan banyak kerjaan. Ntar pelanggannya pada kabur jahitannya belum selesai," kata Iskha yang sedikit malu ibunya tanya begitu.

"Ya ya ya," ibunya pun kembali masuk ke dalam rumah.

"Mas nggak apa-apa?" tanya Iskha. "Maafin ibu ya!"

"Ah, nggak apa-apa koq, mungkin ibumu cuma bercanda," kataku.

Tiba-tiba wajah beliau muncul lagi, "Aku nggak bercanda lho, beneran."

"Ibuuuuuu!" Iskha menjerit gemas. Sang ibu balik lagi ke dalam. Aku jadi ketawa melihat hal itu. Akhirnya aku nggak jadi canggung di rumah ini. Ibunya bisa menerima baik diriku. Iskha tersenyum kepadaku. Ia sedikit malu sih. 

"Boleh aku bantu jemur pakaiannya?" tanyaku. 

"Ah, nggak usah mas, nggak usah. Aku bisa sendiri koq," katanya. 

"Udahlah, aku bantu yah?!" kataku menawarkan diri.

"Nggak usah mas beneran, nggak usah," katanya. 

Aku berdiri dan beranjak ke bak jemuran tadi. Iskha mengejarku dan memegang tanganku. Oke, ini momen yang ehm...sebenarnya, tangannya memegang tanganku dan matanya dekat banget ama mataku. Yah, anggap saja seperti di sinetron-sinetron itu. Padahal kami sudah kurang lebih dua minggu pacaran, tapi masih saja seperti baru jadian kemarin. 

"Aku bantu ya?" tanyaku lagi. 

"Nggak usah mas!" jawabnya. Tapi tak ada penolakan. Aku pun mengambil sehelai baju dan meremasnya lalu menjemurnya. Iskha pun ikut-ikutan. Ia tak bisa mencegahku. AKhirnya jadi kami berdua menjemur baju-bajunya.

Dan....., "Eit, yang itu nggak usah!" kata Iskha sambil merebut sesuatu dari tanganku. 

Wajahku memerah saat itu. Itu celana dalamnya. Hehehe. Aku mengambil lagi dari bak. 

"Itu juga nggak usah! Aku bisa sendiri!" ia kembali merebut dari tanganku. Sebuah bra. Bra miliknya?

"34 C?" gumamku. 

"Ih, dasar mata keranjang!" katanya sambil menjulurkan lidah. Ia lalu menjemur pakaian dalamnya tadi. 

Setelah selesai menjemur ia lalu menemaniku duduk di serambi. AKu masih tersenyum-senyum mengingat peristiwa tadi. 

"Ngapain ih senyum-senyum, senewen?" tanyanya. 

"Lucu aja sih mengingat yang tadi," jawabku. 

"Mas ini, udah ah. Aku malu lho," katanya. 

Aku menatapnya lagi. Aku cuma ingin menatap wajahnya. Ini saja sudah membuatku senang. Aku bisa melihat wajah Iskha yang natural tanpa make-up. Ia cantiknya alami. Tak ada bedak, tak ada lipstik. Ia membetulkan kacamatanya. 

"Apaan sih ngelihatin melulu," katanya. 

"Seneng aja ngelihatin kamu," kataku. 

"Udah ah, aku malu dilihatin terus. Aku tinggal lho," ancamnya. 

Aku kemudian mulai berbicara ke yang lain, "Adikmu lucu juga yah."

"Masih SD ya lucu-lucunya, kalau sudah SMA ya udah nggak lucu lagi mas. Kaya' kita-kita ini, hehehe."

"Biasa aja kamu. Trus, kira-kira enaknya kapan yah?"

"Apanya?"

"Ngelamar kamu."

"Idiiih, masih sekolah juga koq. Aku aja belum 17 mas. Masih 16 tahun, bulan depan baru 17 tahun," katanya. 

"Ah, I see. Kapan?" 

"Aku ultahnya 20 September."

"Catet. Mau hadiah apa?"

"Hadiah? Entahlah, aku nggak pernah ngerayain ulang tahun soalnya. Pasti Mas Faiz sering ngerayain ultah."

"Yah, cuma dirayain ama saudara-saudara aja. Paling juga nraktir mereka, trus mereka bikin sureprise gitu."

"Hihihi, pasti seru ya punya banyak saudara gitu."

"Maybe. Tapi yang paling seru mungkin kalau seluruh saudaraku ngumpul semua, bisa rame itu rumah. Kami ngumpulnya setahun sekali sih. Pas lebaran gitu."

Kami kemudian diam. Terdengar suara mesin jahit yang bekerja di dalam rumah. Ibunya Iskha mulai menjahit baju-baju pesanan. Agak lama kami diam, hingga Iskha memulai pembicaraan lagi.

"Aku kemarin iseng sih mas, nyari orang yang bernama Vira," katanya. 

Deg! Ngapain dia nyari Vira?

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Aku ingin tahu saja, seperti apa sih wanita yang mas suka sebelum aku. Ternyata kalau dilihat-lihat Vira itu cantik ya, aku aja kalah. Dia wanita yang ideal, sempurna, perfect. Aku juga tahu dia selalu dapat peringkat di kelas, cerdas dan luar biasa pokoknya. Aku jadi tahu selera mas Faiz itu tinggi banget. Aku sepertinya nggak ada apa-apa," katanya. Lho, koq dia jadi minder sih?

"Jangan gitu dong. Dia udah masa lalu, kamu sekarang masa depanku," kataku. Aku kemudian beranjak dan berlutut di depannya. "Iskha, jangan pikir yang aneh-aneh. Aku sudah memilihmu dan aku sudah jujur kepadamu tentang perasaanku."

"Iya, aku tahu. Mas baik, mas sangat pengertian, sayang, dan selalu melindungiku. Hanya saja aku takut!" Iskha menyatukan tangannya dan mendekap dadanya. "Aku takut dia akan merebut mas dari aku. Aku cemburu. Aku cemburu mas akan balik lagi ke dia suatu saat nanti."

Aku lalu mendekapnya. Kepalanya bersandar di pundakku. "Jangan begitu Iskha, kau adalah milikku sekarang. Dan akan begitu seterusnya. Kau cemburu, itu artinya kau juga sangat mencintaiku."

Iskha membalas pelukanku. Aku kemudian menempelkan dahiku ke keningnya. Dari apa yang ia utarakan, aku tahu sekarang. Bahwa perjalanan cinta kami masih panjang.