Model : Regita
THE PARTY PT. 3
Mungkin mereka semua berpikir, segila apa diriku hingga membiarkan laki-laki asing merudapaksa tubuh istrinya sendiri demi kepentingan syahwatnya.
Tidak seperti yang terlintas, bukan layaknya yang terbesit dalam benak, jauh dari yang sebenarnya. Aku sudah memperhitungkan baik buruknya apa yang akan terjadi.
Termasuk segala konsekuensi hinaan dan cacian mereka yang tidak memahami seberapa liar Annastasia sehingga harus diperlakukan serendah ini.
Tubuh Annastasia jelas ternistakan oleh ketiga pria yang sebenarnya sudah tidak asing lagi baginya. Aura penuh kengerian tampak tersorot di air mukanya yang begitu pucat.
Mereka semua adalah pria yang dahulu pernah mencoba mendekatinya, namun tiada satupun yang berhasil menembus keangkuhan hati seorang alpha female sekaliber dirinya.
Annastasia adalah seorang engineer lulusan perguruan tinggi negeri di Bandung. Bahkan, di dua semester akhir, ia dikirimkan untuk magang di salah satu perusahaan multi nasional yang berpengaruh di dunia.
Selain keindahan fisiknya yang luar biasa, kecerdasan Annastasia berada di level lain di antara semua perempuan yang kukenal dahulu.
Ia adalah sosok sempurna, betina yang begitu diidam-idamkan puluhan pejantan yang beringas saat berada di dekatnya.
Terlebih ketika liang sanggamanya tersedia untuk dijajah bagi mereka yang menaruh hati yang kemudian dirusak oleh arogansi seorang Annastasia.
Dimulai dari Jose.
Ia adalah kakak tingkat Annastasia, orang yang juga membawanya masuk dan bermagang di perusahaan tersebut. Usianya sudah 33 tahun, namun karena ia selalu merawat fisiknya, wajahnya tampak baru berusia 25 tahun.
Mereka sempat dekat, namun persinggungan antar keyakinan membuat mereka akhirnya sadar diri. Terlebih Annastasia sudah bertunangan denganku jauh sebelum ia berkuliah di Bandung.
Hubungan mereka berakhir saat Jose, yang rela melepaskan kekasihnya dan keyakinan untuk meminang Annastasia, mengetahui bahwa Annastasia sudah bertunangan dengan diriku.
Bahkan, aku secara pribadi harus menenangkan Jose karena tiga kali hatinya terlemahkan oleh dahsyatnya semara kepada Annastasia, ia sempat ingin menyudahi hela napasnya kala itu.
Kemudian Bandi.
Ia adalah adik tingkat Annastasia, usianya 26 tahun. Ia pernah menjadi bulan-bulanan oleh Annastasia karena selalu mengirimkan ucapan cinta melalui surat yang diselipkannya ke kamar kostnya.
Bandi tidak pernah masuk di radar lebih-lebih perimeter hati Annastasia, karena fisiknya yang kurang menarik. Kedekatan mereka hanya kamuflase, karena Bandi lah yang memproklamirkan kedekatannya dengan Annastasia.
Hubungan mereka berakhir saat Annastasia mempermalukan Bandi dengan menuangkan jus jeruk ke wajahnya di saat hampir semua mahasiswa bisa melihat peristiwa itu 8 tahun yang lalu.
Lalu Leo.
Ia adik tingkat Annastasia, usianya sama 26 tahun. Berbeda dengan Bandi, ia lebih beruntung karena Annastasia masih menaganggapnya. Namun sosok sekaliber Annastasia tidaklah mudah takluk oleh silaunya materi yang dimiliki Leo, ayahnya adalah pengusaha Tionghoa yang cukup memiliki reputasi.
Segala amunisi rayuan sudah dihabiskan untuk meruntuhkan tinggi hati Annastasia, namun tiada satupun yang berarti, bergeming dengan keputusan hatinya.
Hubungan mereka berakhir ketika peristiwa yang mirip dengan Bandi dilakukan lagi kepada Leo, hanya karena Annastasia risih sering diikuti kemanapun olehnya.
Sebuah epilog hati yang elok bagi kisah mereka, melantunkan elegi yang tiada berkesudahan. Rasa pedih itu kuyakin masih kental terasa. Dan saat kutawarkan mereka untuk membalaskan dendam hatinya. Mereka menginginkannya.
Tidak ada yang lebih mereka inginkan selain mencumbu, menjajah, dan menghamili sosok sombong Annastasia di mata mereka.
“Lepas bego!” Annastasia berteriak saat Bandi begitu perkasa menekan-nekan pelirnya untuk menjajah liang sanggama Annastasia.
“Udah lama gue pengen lakuin ini sama lo, perem,” ujar Bandi, “dan gue bersyukur kalo memek lo ini bagus banget.”
“Bangsat! Tai!” Annastasia memaki Bandi.
“Paaah! Don’t just rub your fucking dick!”
“Help me!”
Deg! Deg! Deg!
Sungguh sesak rasanya mendengar melodi minor itu dari lisan orang yang paling kucintai. Namun semesta sadarku telah hancur oleh tikaman syahwat yang meluluhlantakkan akal dan nurani.
Menyisakan desir berahi yang semakin liar saat tangan jahanam mereka menjajah setiap milimeter kelezatan Annastasia yang sekarang sudah kubagikan dengan orang lain.
Kugelengkan kepala pelan, “ini hukuman buat Mama.”
“Karena malah milih Nofan sama Aldo buat ngentot tadi siang.”
“Jadi, Mama silakan nikmatin hukumannya malam ini,” ujarku santai.
“Do her,” ujarku lalu bergabung bersama mereka, “but not to hurt her.”
Mereka bertiga terkekeh, sementara aku malah justru menikmati pemerkosaan yang dilakukan mereka kepada istriku.
Entahlah, segala semara itu seolah takluk oleh buaian fantasi yang terus berputar di kepalaku, imaji kelezatan dan kebanggaan itu mulai teruntai jelas.
Ya, aku bangga.
Aku bangga ketika mereka semua memuja, menjadikah syahwat sebagai berhala atas sesembahan yang begitu lezat bernama Annastasia Nadia.
Lisan Annastasia terus mengoceh, memaki keberingasan ketika laki-laki yang pernah ia sakiti hatinya.
Jose dan Leo tetap fokus dengan sepasang payudara 36L yang putingnya mereka hisap.
Bandi masih terus saja berusaha menjajah liang sanggama Annastasia yang masih saja begitu defensif menolak impuls eksternal yang tentunya memberikan dera kenikmatan baginya.
“Aaah! Stoooooph!” Annastasia melenguh, “stoooph! Aaah! Aaah! Stooooph!” ia mendesah di atas hela napas yang mulai terbudakkan oleh berahinya.
“Lo suka kan, lonte?”
“Bangsaaaathh! Aaah!” Annastasia terus memberontak, nahas tenaganya tiada sebanding dengan ketiga pejantan yang sedang menguncinya saat ini.
Berulang kali Bandi terus memajukan pinggulnya, mencoba menjajah liang sanggama Annastasia yang tiada kunjung menerima tamu tak diundang itu.
Sementara Leo dan Jose tampak sibuk meneguk lezat dan manisnya susu yang masih terekstraksi dari kelenjar-kelenjarnya; diremas begitu gemas oleh kedua pejantan yang kalap dengan syahwatnya kini.
“Bangsaaaaath! Anjiiiiiiingh!” Annastasia terus memaki apa yang mereka lakukan.
Dan sekali lagi, kontradiktif dengan lisannya yang menolak, separuh tubuh bawahnya justru tampak menikmati tikaman pelir Bandi yang terus menistakan liang sanggamanya; ia menggerakkan pinggulnya.
“Ngata-ngatain tapi pengen kan lo, Anna?”
Bandi kembali terkekeh tatkala ia memundurkan sedikit pinggulnya dan kembali menekan maju, meluluhlantakkan pertahanan terakhir liang sanggama Annastasia yang langsung merekah, menerima sebagian kepala kejantanan Bandi.
“Aaaaah! Sempiiiith memek lo Anaaaaaa!”
“Aaaah! Bangsaaaaath! Aaaah! Aaaah!”
Sungguh, Annastasia bukannya meronta untuk menolak masuknya pelir Bandi, ia malah menekan pinggulnya.
Aku paham apa yang sedang terjadi pada tubuh Annastasia. Logika dan sadarnya enggan menerima rangsangan dari orang yang ia benci. Namun berahinya juga tidak bisa dibohongi, ia membutuhkan sebatang pelir yang akan menjadi rengkuhan lezat bagi syahwatnya.
“Aaaah! Berentttttihhh! Gaaa maaaau!”
Deg! Deg! Deg!
Dadaku masih sesam ketika ketiganya terus memaksakan nafsunya dituntaskan di tubuh sintal wanitaku yang kini sudah dikuasai oleh berahinya.
Aku masih saja beronani, menikmati pemandangan yang terjadi di depanku. Ketika istriku dijadikan objek seksual oleh sosok yang ia benci.
Annastasia terus meronta seraya Bandi terus menjajah liang sanggamanya. Tikaman demi tikaman ia lancarkan, semakin lama lubang kencing istriku semakin terbuka, merekah seraya batang kenikmatan Bandi menjajah tiap milimeternya.
“Aaaah! Pleaseeeee! Stoooooph!” Annastasia melenguh, pertanda ia sebenarnya menikmati, namun lisannya seolah menolak.
Sungguh ironi, mempertahankan harga diri yang sudah tiada artinya dengan lisan, sementara berahi jalangnya terus menikmati pelir Bandi yang akhirnya berhasil sepenuhnya menjajah liang sanggama Annastasia.
“Memeeek the beeeest iniiii!” Bandi melenguh saat jembutnya sudah memagut lekat liang sanggama istriku, bermesraan saat kulit mereka saling menempel.
“Aaah! Pleaseeeee! Jangaaaaaan!” Annastasia menghiba seraya memandang Bandi yang sudah menjajahnya.
“Papaaaah! Toloooooong!” hibanya terdengar berat, bukan seperti nada penuh gelisah, namun nada penuh kenikmatan yang bercampur dengan rasa takut.
“Cepetan Ban,” seru Leo, “gue juga pengen make memeknya Anna.
“Iya bro gantian, kenyang daritadi minum susunya Anna,” sambung Jose.
“Gue crotin dalem ya Mas Alfa?” tanyanya.
Kuanggukkan kepala pelan, “kalian Bull, saya Cuckold.”
“Silakan crot sebebas-bebasnya!”
“Nooooo! Paaaaaaaaah!
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
Beringas dan tanpa ampun; Tubuh hitam kurus Bandi yang terlihat kontras dengan tubuh sintal dan bersih Annastasia seolah menambah gairah yang tercipta di antara simfoni berahi syahdu insan pendosa ini.
“Aaah! Stoooph! Babiiiih!” Annastasia berteriak, kali ini ia mencoba melepaskan diri dari pagutan Bandi.
Kedua tangan wanitaku diangkat ke atas kepalanya, membuat payudaranya terangkat, membulat begitu indah teriring dengan lelehan mata air susu yang terus membuncah dari puting cokelat muda indahnya.
Kedua paha montoknya pun dibuka begitu lebar, terjajah oleh tungkai kurus dan hitam Bandi yang kokoh menjaganya tetap mengangkang lebar-lebar.
Sementara liang sanggama botaknya terus berbahagia, mengeluarmasukkan pelir hitam Bandi yang tampak semakin berasyik masyuk menzinahi istriku.
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
“Aaah! Stooooph! Anjiiiiing! Setaaaaaanh! Aaaah! Stoooooph!”
Tubuh nahas Annastasia terus terjajah, Bandi menikmati liang sanggama istriku tanpa mengeluarkan sepatab frasapun.
Matanya setengah terpejam seraya pinggul beringas bergerak, begitu cepat dan kencang, hingga pada satu titik, tubuh kurus Bandi bergetar hebat.
“Oooooh! Lonteeeeeee! Gue buntingin loooo!”
Tidak sampai dua menit, kejantanan Bandi menyerah dengan lezat dan nikmatnya liang sanggama Annastasia yang memang tiada duanya.
“Anjiiiiiiinghh! Anjiiiiiiingh! Setaaaaaanh looo Bandiiiih!”
“Bangsaaaaaaath!”
Nahas, tubuh Annastasia yang lemah tiada dapat menampik dahsyatnya berahi yang diletupkan oleh Bandi. Rahimnya tiada berdaya menerima miliaran sel sperma yang membanjirinya; bergabung bersam benih cintaku, Dhika, Aldo, dan Nofan.
Sleeeeeeeeeeeeeeph!
Pelir Bandi langsung tergolek lemas setelah meledakkan muatannya di liang sanggama Annastasia.
“Anjiiiiiiingh looo!” Annastasia terisak, “bangkeeeeeee!”
Tiada lisan terucap dari Bandi, “hahahahaha, memek lo enak banget Anna.”
“Setaaaan lo Bandi!” air mata meleleh dari kedua mata cokelat Annastasia, “taiiiik lo semuaaaa!”
Tanpa mempedulikan lisan Annastasia, Leo yang sedari tadi tampak tidak sabar menggagahi wanitaku pun langsung menggantikan posisi Bandi.
Pelir tidak dikhitan miliknya sudah begitu keras, menjulang tinggi, berdenyut begitu kencang tatkala pelirnya mulai mencumbu vagina Annastasia.
“Enggaaaaakh! Aaaaah!” Annastasia kembali berontak, tersadar saat pelir haram tiada bersunat Leo sudah berada di ujung lubang kencingnya.
“Diem lo lonteh,” ujar Leo, “loe aja masih berjilbab pas peler gak sunat gue mau ngentotin memek lo.”
Leo mulai menjajah liang sanggama Annastasia yang tidak langsung menyerah. Beberapa kali tikaman dilancarkan Leo untuk menjajah lubang kencing istriku yang tiada kunjung merekah.
“Aaah! Enggaaaak babiiiiih! Gueeee gaaaaak mauuuuuh!”
Annastasia memberontak lebih kuat, nahas tubuh gemuk Leo begitu mudah mengakuisi tenaga Annastasia yang sudah sekadarnya.
Butuh puluhan kali tikaman pinggul Leo hingga akhirnya liang sanggama Annastasia berhasil dijajah oleh keperkasaan Leo.
Sungguh aku menikmati detik demi detik pelir haram Leo menjajah liang sanggama istriku. Tanpa terasa kocokanku di pelir ini semakin cepat, mengumpulkan berahi yang masih saja meletup-letup.
“Liat laki lo Anna,” ujar Leo, “peler Arabnya cuma coli sendiri, sementara peler Cina gue malah ngentotin bininya yang kayak perek.”
“Aaaah! Bangsaaaaaaath!” Annastasia melenguh seraya Leo menggerakkan pelan pinggulnya.
“Gue gak peduli Anna,” ujar Leo terkekeh, “memek loe lebih enak dari semua cewek yang pernah gue entotin.”
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
Liar.
Itulah gerakan rekursif yang dilakukan oleh Leo saat merudapaksa istriku yang tiada berdaya. Pelirnya benar-benar begitu lincah bermain di liang sanggama Annastasia yang merekah begitu indah.
Tanganku pun begitu sibuk mengocok pelirku. Hinaan dari ketiganya bahkan membuat panas berahiku semakin membuncah.
Annastasia kali ini tidak meronta, tubuhnya benar-benar terharmonisasi dengan irama persanggamaan yang dilakoni Leo, ia menikmati pelir haram Leo lebih ikhlas ketimbang Bandi.
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
“Aaaah! Bangke udah mau crot lagi!”
“Memeeeek loooo kerapetaaaan anjiiiing!”
Semakin Leo mencaci kenikmatan liang sanggama Annastasia, semakin berdebar pula jantungku mendengar simfoni lisan dan persanggamaan yang membuatku semakin kencang beronani.
“Aaaaaah! Aaaaaah! Engaaaaaakh! Aaaaaaaaah!” Annastasia memohon, “jangaaaanh di daleeeeeeem!”
Lagi-lagi nahas, tubuh Leo bergetar begitu hebat, gerakannya semakin tak beraturan hingga dengan kencang ia menghentakkan pinggulnya.
“Lonteeeeeeeeeeeeeeeeeee!”
“Aaaaah! Bangsaaaaaaaaath! Begoooooooh!”
Annastasia tampak meracau, padahal tubuh penuh dosanya bergetar hebat, seolah menikmati tikaman kencang Leo yang akhirnya berhenti.
Sleeeeeeeeeeeeph!
Pelir Leo keluar dari liang sanggama Annastasia, tidak dalam kondisi lemas, namun tampaknya Leo begitu puas, ia terus tertawa bahagia.
“Peler lonte muslimah lo emang enak ya Anna,” lenguh Leo, “cocok buat peler kafir gue.”
“Setaaaaanh loooo Leooooo!”
Leo beranjak dari posisinya, Jose sejurus mengisi kekosongan itu. Namun dengan mudah Jose membalik tubuh Annastasia.
“Giliran kontol kafir gue, Annastasia,” seru Jose, “sujud lo lonteeee!”
Berbeda dengan Bandi dan Leo, Annastasia tampak pasrah mengikuti kemauan Jose. Ia bersujud, meninggikan pantat montoknya.
“Badan lo bagus banget Anna.”
Dengan cepat, Jose mengarahkan pelirnya ke liang sanggama Annastasia yang mulai melelehkan benih cinta Bandi dan Leo.
“Aaaaah! Gueeeeeee gak sukaaaaa peleer gaaa sunaaaath!”
Agaknya pertahanan liang sanggama Annastasia masih payah ditaklukan, masih butuh puluhan kali tikaman hingga lubang kencing Annastasia ikhlas menerima pelir tidak bersunat Jose yang perkasa membelah jajahannya.
“Aaah!” Jose melenguh, “pantesan pada crot cepet.”
“Lo mau tau gak Anna,” ujar Jose dengan napas yang menderu, “ini memek model langka, rapet lenget tapi licin, botak gak bau, pokoknya langka.”
“Beruntung laki lo cuckold, jadi bolehin kontol kafir gue buat ngeluarin peju kafir gue ke rahim muslimah lo.”
Annastasia bergeming, hanya kulihat tubuhnya bergetar, ia begitu menikmati hinaan Jose.
Tak lama, Leo bergabung dengan mereka, ia memposisikan tubuhnya di bawah Annastasia seraya memainkan sepasang puting yang didempetkan lekat-lekat untuk dihisap susunya.
Kedatangan Leo di sana jelas bukan menyodomi Annastasia, melainkan untuk melakukan double-vaginal penetration, kegiatan perzinahan yang memaksa liang sanggama Annastasia dijajah dengan dua pelir tiada bersunat mereka.
“Two in one babe,” ujar Jose terkekeh.
“Enggaaakh! Jangaaaaanh! Engaaaaaaaakh!”
Pelir Leo bersiap untuk menjajah liang sanggama Annastasia yang sudah dijejali kejantanan Jose.
“Memek lo udah biasa dientot sama peler Arab,” ujar Leo, “dua peler kafir sekaligus gak masalah kan sayaaang.”
Jose membantu melebarkan liang sanggama Annastasia yang sudah sesak, memaksa pelir Leo untuk bergabung di dalamnya.
Keduanya tampak saling bersinergi agar kejatanan penuh syahwat mereka mamlu menjajah satu liang sanggama Annastasia yang begitu sempit.
“Aaaaaakh! Saaa … sakiiiiith! Aaaaaaaaakh!”
Kedua pemuda itu terus terkekeh ketika pelir mereka perlahan berhasil menjajah lubang kencing Annastasia yang semakin lama semakin merekah.
Deg! Deg! Deg!
Sungguh.
Aku semakin tidak tahan untuk meledakkan benih cintaku yang sudah terasa berasa di sekujur pelirku. Apalagi Bandi mulai bangkit, menghampiri mulut Annastasia dan langsung dijejali dengan pelir Ereksi Bandi, terbenam di antara bibir merah muda Annastasia yang lahap menyantap pelir Bandi.
Liang sanggama Annastasia dizinahi dua pelir sekaligus, Jose dan Leo.
Mulut Annastasia dizinahi pelir Bandi.
Sementara tanganku terus merangsang pelirku yang semakin tidak tahan dengan pemandangan ini.
Pemandangan langka ketika tubuh sintal wanita yang amat kucintai menikmati rudapaksa yang mereka lakukan kepadanya.
Cploooook! Cploooook! Cploooook!
“Ooh! Lonteeeeh!” Jose melenguh.
“Aneh sih bro kontol kita beradu gini,” tukas Leo, “tapi memeknya tambah enak rasanya.”
“Geli dikit gak apa lah bro,” balas Jose, “worth it lah sama rasa memeknya Anna yang legit.”
“Hmmmmph! Hmmmmmph! Hmmmmmmph!” Annastasia hanya bisa menggumam tatkala mulutnya dijejali pelir hitam Bandi.
Tubuh terhinakan Annastasia mulai bergetar menerima rangsangan yang begitu dahsyat. Habis upaya benakku untuk berpikir, bagaimana bisa liang sanggama istriku dijajah bersamaan.
Alih-alih melakukan apa yang Jose dan Leo praktikan, bersinggungan buah zakar saja saat sandwich penetration aku begitu enggan melakukannya lagi.
Namun pemandangan ini lagi-lagi memimpin seluruh syahwat terkumpul begitu cepat di sekujur pelirku yang semakin lama semakin cepat dikocok oleh tangan kananku.
Cploooook! Cploooook! Cploooook!
Simfoni persanggamaan mereka terdengar merdu menelusup ke indraku, menyanyikan nada syahdu penuh berahi yang disuratkan oleh menegangnya tubuh Annastasia oleh tikaman liar pelir mereka.
Separuh tubuh bawahnya terekspos tanpa penutup apapun. Memamerkan tubuh bersih putihnya yang mulai dipenuhi peluh akibat pemerkosaan yang akhirnya dinikmati olehnya.
Kepalanya masih tertutup jilbab panjang dan lebar, lengkap dengan kacamata yang lensanya berembun, terembus napas panas menderunya ketika bergumam menikmati santapan pelir Bandi yang dikeluarmasukkannya dengan lincah.
Jose terus menggenggam lekuk pinggul Annastasia, sesekali sepasang tangan haramnya meremas pantat wanitaku dengan gemas.
Leo terus meneguk lezatnya susu yang masih terus diperas dan dihisapnya. Pinggulnya pun sibuk beresonansi dengan gerakan rekursif Jose yang begitu perkasa menjajah lubang kencing Annastasia.
Bandi menjambak jilbab Annastasia yang sudah berantakan. Ia tampak sangat menikmati kuluman dan tarian lidah istriku yang begitu lekat melumat pelir hitam Bandi. Air liurnya bahkan begitu banyak menetes, kewalahan mengimbangi gerakan pinggul lelaki hitam itu.
Aku sangat menikmati pemandangan seorang muslimah alim yang terbudakkan berahinya sendiri. Menenggelamkannya dalam dasar samudera syahwat tak berkesudahan.
“Hmmmmmph! Hmmmmmmmph!” Annastasia terus menggumam tatkala tubuhnya bergetar sangat hebat.
Cploooook! Cploooook! Cploooook!
Semakin intens perzinahan mereka, semakin menggelinjang tubuh Annastasia dibuatnya. Hingga pada satu masa, tubuh sintal istriku langsung terhentak.
“Hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmph!”
Ia mengejang.
Menggelinjang menikmati santapan syahwat yang berakhir bahagia, mengucur deras seraya setiap milidetik waktu yang berharga terbayar oleh kenikmatan surgawi yang ia idamkan sedari dua-tiga jam yang lalu.
Tubuh sintal Annastasia terus menggelinjang, begitu lama, begitu kuat, menggetarkan otot-otot paha montok yang menopang tubuhnya kini.
“Hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmph!”
Kali ini gumamamnya lebih keras.
Disertai gerakan menggelinjang yang sangat kuat. Menyuratkan sebuah kenikmatan begitu dahsyat membasuh dahaga berahinya yang tak berujung.
Cploooook! Cploooook! Cploooook!
Ketiga pria ini terkekeh, menikmati simfoni orgasme Annastasia berujung mayor dengan koda yang amat kolosal.
Mereka terus menggempur tubuh Annastasia tanpa ampun, pelir mereka tampak tidak berbelas kasih saat menghabisi amunisi syahwat mereka yang mungkin sebentar lagi meledak.
Tak tahan dengan pemandangan ini, pelirku pun merespons dengan impuls yang dihasilkan dari cekikan tanganku; melakukan kegiatan memalukan bernama onani.
Semakin lama, geli itu semakin menjalar begitu dahsyat melesat ke sekujur pelirku.
Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeeeet!
Creeeet!
Creeet!
Benih cinta tak bertuan langsung melesat, bertolak dari pelir ini melalui lubang kencingku; meninggalkan kenikmatan yang bergetar begitu dahsyat ke seluruh tubuhku.
“Gue crot duluan sob! Uuuuuuuughhhh! Lonteeeeeeeeeeeh!”
Jose menghentakkan pinggulnya, begitu keras dan mantap menancapkan pelir tiada bersunatnya yang berduet menjajah liang sanggama Annastasia bersama Leo.
Tiada penolakan saat benih cinta itu meledak di sana. Annastasia malah tampak begitu menikmati tiap laju waktu yang berlalu dengan meninggikan pinggulnya.
“Anjiiiiiing Lonteeeeeeeeh! Gue gak tahaaan jugaaaa!”
Leo pun melenguh, pelirnya yang tiada bergerak menancap di liang sanggama Annastasia juga ikut meledakkan muatan haramnya, bergegas menggenangi rahim istriku.
Bandi yang hanya bisa menikmati itu lantas mencabut pelirnya, ia tampak terburu ingin bergabung menyiram rahim Annastasia dengan benih cintanya lagi.
Jose dan Leo langsung mengeluarkan pelir tiada bersunat mereka. Masih berdiri perkasa dengan hiasan cairan cinta Annastasia yang bercampur dengan benih haram mereka di sekujurnya.
Mereka mengubah posisi tempur, pinggul tinggi Annastasia mulai dijamah oleh pelir Bandi yang kali ini hanya butuh empat tikaman untuk menggauli istriku.
“Padahal abis dipake dua peler sekaligus, masih enak aja ini memek!” Bandi melenguh seraya menghela napas menikmati pijatan liang sanggama Annastasia yang memang tidak ada ujungnya.
Sementara Jose dan Leo berlutut di depan Annastasia. Kejatanan mereka yang berlumuran cairan persanggamaan barusan dipamerkannya di depan wajah cantik istriku.
Tanpa komando, pelir keduanya dilahap bergantian. Dengan begitu telaten ia membersikan tiap-tiap milimeter kejantanan mereka berdua. Dari buah zakar, batang kenikmatan, hingga sela-sela kulup pelir mereka.
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
Bandi menikmati syahdu liang sanggama istriku yang sudah ikhlas dizinahi oleh ketiga mantan gebetan-nya. Sudah tiada lagi tabir yang mengantarai nafsu dan logikanya.
Semuanya sudah terpatri menjadi satu kesatuan syahwat yang mulai menggema hanya dalam kurun waktu dua-puluh-lima-menit setelah aku memaksa Annastasia diperkosa ketiganya.
“Pejuuuuuin ajaaah gue lagiiiih Bannh!” Annastasia melenguh seraya ia menyelesaikan misinya membersihkan pelir haram Jose dan Leo hingga tanpa sisa cairan persanggamaan barusan.
Cplaak! Cplaak! Cplaak!
“Gue pastiiin looo buntiinngh Lonteeee!” Bandi melenguh seraya menekan lebih kencang pinggulnya, menancapkan pelirnya dalam-dalam di liang sanggama Annastasia.
“I loveeeee pejuuuuuuh!” Annastasia melenguh, ia tampak bahagia, begitu bermanja dengan semburan benih cinta yang mungkin sudah melesat ke dalam rahimnya.
Wajah penuh kengeriannya berubah, ia bahkan dengan gerakan yang sangat sensual menanggalkan hijab yang dikenakan seraya melemparkan senyuman kemenangan ke arahku di atas wajahnya yang merah.
Ia tetap mengenakan Wellingtonnya, masih tersenyum kepadaku seraya melebarkan tungkainya, membiarkan benih cinta haram ketiga laki-laki itu meleleh dari liang sanggamanya.
“Makasih sayang, udah bolehin Mama jadi lonte malem ini,” ia memandangku, mencoba mengintimidasi dengan padangan melecehkanku, “Dhika sama yang laen kenapa gak gabung aja sekalian Pah?”
Deg! Deg! Deg!
Aku terbawa dengan aura alpha female yang tiba-tiba terpancar dari sosok Annastasia. Seumur hidupku, aku tidak pernah merasa seintens ini diintimidasi oleh seorang wanita.
Terlebih ia adalah Annastasia, wanita yang menjadi ibu dari anak-anakku. Sosok salihah yang begitu penurut, dan begitu menjaga kehormatannya.
Dan segalanya berubah ketika secara ajaib Dhika, Nofan, Aldi dan Tania mengintip dari balik jendela, mendapati sosok istriku yang dikelilingi pria bugil dengan pelir yang mulai dialiri kembali oleh desir berahi.
Sekejap lalu, keempat insan yang tiada kalah berdosanya ikut masuk ke dalam kamar ini. Tania hanya bisa memandang ke arahku, wajahnya pun begitu memerah.
“Tan … Tante?” Dhika tidak percaya memandang sosok Tante yang ia juga sayangi berubah menjadi wanita jalang di antara pria tidak dikenalnya.
“Kenapa gak digangbang aja, sekalian?” Annastasia menantang, wajahnya menyapu
“Pake aku, sepuas kalian.”
“Aku, Annastasia Nadia adalah lonte gratisan yang siap dibuntingin.”
Deg! Deg! Deg!
Tidak lama, Tania, yang hanya mengenakan gamis dan hijab tanpa pakaian dalam langsung menanggalkan apa-apa yang ia kenakan, terbakar oleh syahwat dan bergabung dengan pose yang tidak kalah erotisnya dari Annastasia.
“Mau yang botak,” ujar Tania, “apa yang berjembut kayak aku?”
Tampaknya aku sudah benar-benar membuka kotak pandora, menggelotorkan iblis jalang berwujud wanita cantik dan sintal bernama Annastasia untuk memangsa syahwat para pejantan yang mulai kalap ketika ia bergerak erotis dengan tubuhnya.
Keenam pejantan siap kawin pun menghampiri dua betina jalang di depan mereka dengan tawa iblis yang penuh syahwat.