My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 9)


Model : Regita

THE PARTY PT. 3​

Mungkin mereka semua berpikir, segila apa diriku hingga membiarkan laki-laki asing merudapaksa tubuh istrinya sendiri demi kepentingan syahwatnya.

Tidak seperti yang terlintas, bukan layaknya yang terbesit dalam benak, jauh dari yang sebenarnya. Aku sudah memperhitungkan baik buruknya apa yang akan terjadi.

Termasuk segala konsekuensi hinaan dan cacian mereka yang tidak memahami seberapa liar Annastasia sehingga harus diperlakukan serendah ini.

Tubuh Annastasia jelas ternistakan oleh ketiga pria yang sebenarnya sudah tidak asing lagi baginya. Aura penuh kengerian tampak tersorot di air mukanya yang begitu pucat.

Mereka semua adalah pria yang dahulu pernah mencoba mendekatinya, namun tiada satupun yang berhasil menembus keangkuhan hati seorang alpha female sekaliber dirinya.

Annastasia adalah seorang engineer lulusan perguruan tinggi negeri di Bandung. Bahkan, di dua semester akhir, ia dikirimkan untuk magang di salah satu perusahaan multi nasional yang berpengaruh di dunia.

Selain keindahan fisiknya yang luar biasa, kecerdasan Annastasia berada di level lain di antara semua perempuan yang kukenal dahulu.

Ia adalah sosok sempurna, betina yang begitu diidam-idamkan puluhan pejantan yang beringas saat berada di dekatnya.

Terlebih ketika liang sanggamanya tersedia untuk dijajah bagi mereka yang menaruh hati yang kemudian dirusak oleh arogansi seorang Annastasia.

Dimulai dari Jose.

Ia adalah kakak tingkat Annastasia, orang yang juga membawanya masuk dan bermagang di perusahaan tersebut. Usianya sudah 33 tahun, namun karena ia selalu merawat fisiknya, wajahnya tampak baru berusia 25 tahun.

Mereka sempat dekat, namun persinggungan antar keyakinan membuat mereka akhirnya sadar diri. Terlebih Annastasia sudah bertunangan denganku jauh sebelum ia berkuliah di Bandung.

Hubungan mereka berakhir saat Jose, yang rela melepaskan kekasihnya dan keyakinan untuk meminang Annastasia, mengetahui bahwa Annastasia sudah bertunangan dengan diriku.

Bahkan, aku secara pribadi harus menenangkan Jose karena tiga kali hatinya terlemahkan oleh dahsyatnya semara kepada Annastasia, ia sempat ingin menyudahi hela napasnya kala itu.

Kemudian Bandi.

Ia adalah adik tingkat Annastasia, usianya 26 tahun. Ia pernah menjadi bulan-bulanan oleh Annastasia karena selalu mengirimkan ucapan cinta melalui surat yang diselipkannya ke kamar kostnya.

Bandi tidak pernah masuk di radar lebih-lebih perimeter hati Annastasia, karena fisiknya yang kurang menarik. Kedekatan mereka hanya kamuflase, karena Bandi lah yang memproklamirkan kedekatannya dengan Annastasia.

Hubungan mereka berakhir saat Annastasia mempermalukan Bandi dengan menuangkan jus jeruk ke wajahnya di saat hampir semua mahasiswa bisa melihat peristiwa itu 8 tahun yang lalu.

Lalu Leo.

Ia adik tingkat Annastasia, usianya sama 26 tahun. Berbeda dengan Bandi, ia lebih beruntung karena Annastasia masih menaganggapnya. Namun sosok sekaliber Annastasia tidaklah mudah takluk oleh silaunya materi yang dimiliki Leo, ayahnya adalah pengusaha Tionghoa yang cukup memiliki reputasi.

Segala amunisi rayuan sudah dihabiskan untuk meruntuhkan tinggi hati Annastasia, namun tiada satupun yang berarti, bergeming dengan keputusan hatinya.

Hubungan mereka berakhir ketika peristiwa yang mirip dengan Bandi dilakukan lagi kepada Leo, hanya karena Annastasia risih sering diikuti kemanapun olehnya.

Sebuah epilog hati yang elok bagi kisah mereka, melantunkan elegi yang tiada berkesudahan. Rasa pedih itu kuyakin masih kental terasa. Dan saat kutawarkan mereka untuk membalaskan dendam hatinya. Mereka menginginkannya.

Tidak ada yang lebih mereka inginkan selain mencumbu, menjajah, dan menghamili sosok sombong Annastasia di mata mereka.

“Lepas bego!” Annastasia berteriak saat Bandi begitu perkasa menekan-nekan pelirnya untuk menjajah liang sanggama Annastasia.

“Udah lama gue pengen lakuin ini sama lo, perem,” ujar Bandi, “dan gue bersyukur kalo memek lo ini bagus banget.”

“Bangsat! Tai!” Annastasia memaki Bandi.

“Paaah! Don’t just rub your fucking dick!”

“Help me!”

Deg! Deg! Deg!

Sungguh sesak rasanya mendengar melodi minor itu dari lisan orang yang paling kucintai. Namun semesta sadarku telah hancur oleh tikaman syahwat yang meluluhlantakkan akal dan nurani.

Menyisakan desir berahi yang semakin liar saat tangan jahanam mereka menjajah setiap milimeter kelezatan Annastasia yang sekarang sudah kubagikan dengan orang lain.

Kugelengkan kepala pelan, “ini hukuman buat Mama.”

“Karena malah milih Nofan sama Aldo buat ngentot tadi siang.”

“Jadi, Mama silakan nikmatin hukumannya malam ini,” ujarku santai.

“Do her,” ujarku lalu bergabung bersama mereka, “but not to hurt her.”

Mereka bertiga terkekeh, sementara aku malah justru menikmati pemerkosaan yang dilakukan mereka kepada istriku.

Entahlah, segala semara itu seolah takluk oleh buaian fantasi yang terus berputar di kepalaku, imaji kelezatan dan kebanggaan itu mulai teruntai jelas.

Ya, aku bangga.

Aku bangga ketika mereka semua memuja, menjadikah syahwat sebagai berhala atas sesembahan yang begitu lezat bernama Annastasia Nadia.

Lisan Annastasia terus mengoceh, memaki keberingasan ketika laki-laki yang pernah ia sakiti hatinya.

Jose dan Leo tetap fokus dengan sepasang payudara 36L yang putingnya mereka hisap.

Bandi masih terus saja berusaha menjajah liang sanggama Annastasia yang masih saja begitu defensif menolak impuls eksternal yang tentunya memberikan dera kenikmatan baginya.

“Aaah! Stoooooph!” Annastasia melenguh, “stoooph! Aaah! Aaah! Stooooph!” ia mendesah di atas hela napas yang mulai terbudakkan oleh berahinya.

“Lo suka kan, lonte?”

“Bangsaaaathh! Aaah!” Annastasia terus memberontak, nahas tenaganya tiada sebanding dengan ketiga pejantan yang sedang menguncinya saat ini.

Berulang kali Bandi terus memajukan pinggulnya, mencoba menjajah liang sanggama Annastasia yang tiada kunjung menerima tamu tak diundang itu.

Sementara Leo dan Jose tampak sibuk meneguk lezat dan manisnya susu yang masih terekstraksi dari kelenjar-kelenjarnya; diremas begitu gemas oleh kedua pejantan yang kalap dengan syahwatnya kini.

“Bangsaaaaath! Anjiiiiiiingh!” Annastasia terus memaki apa yang mereka lakukan.

Dan sekali lagi, kontradiktif dengan lisannya yang menolak, separuh tubuh bawahnya justru tampak menikmati tikaman pelir Bandi yang terus menistakan liang sanggamanya; ia menggerakkan pinggulnya.

“Ngata-ngatain tapi pengen kan lo, Anna?”

Bandi kembali terkekeh tatkala ia memundurkan sedikit pinggulnya dan kembali menekan maju, meluluhlantakkan pertahanan terakhir liang sanggama Annastasia yang langsung merekah, menerima sebagian kepala kejantanan Bandi.

“Aaaaah! Sempiiiith memek lo Anaaaaaa!”

“Aaaah! Bangsaaaaath! Aaaah! Aaaah!”

Sungguh, Annastasia bukannya meronta untuk menolak masuknya pelir Bandi, ia malah menekan pinggulnya.

Aku paham apa yang sedang terjadi pada tubuh Annastasia. Logika dan sadarnya enggan menerima rangsangan dari orang yang ia benci. Namun berahinya juga tidak bisa dibohongi, ia membutuhkan sebatang pelir yang akan menjadi rengkuhan lezat bagi syahwatnya.

“Aaaah! Berentttttihhh! Gaaa maaaau!”

Deg! Deg! Deg!

Dadaku masih sesam ketika ketiganya terus memaksakan nafsunya dituntaskan di tubuh sintal wanitaku yang kini sudah dikuasai oleh berahinya.

Aku masih saja beronani, menikmati pemandangan yang terjadi di depanku. Ketika istriku dijadikan objek seksual oleh sosok yang ia benci.

Annastasia terus meronta seraya Bandi terus menjajah liang sanggamanya. Tikaman demi tikaman ia lancarkan, semakin lama lubang kencing istriku semakin terbuka, merekah seraya batang kenikmatan Bandi menjajah tiap milimeternya.

“Aaaah! Pleaseeeee! Stoooooph!” Annastasia melenguh, pertanda ia sebenarnya menikmati, namun lisannya seolah menolak.

Sungguh ironi, mempertahankan harga diri yang sudah tiada artinya dengan lisan, sementara berahi jalangnya terus menikmati pelir Bandi yang akhirnya berhasil sepenuhnya menjajah liang sanggama Annastasia.

“Memeeek the beeeest iniiii!” Bandi melenguh saat jembutnya sudah memagut lekat liang sanggama istriku, bermesraan saat kulit mereka saling menempel.

“Aaah! Pleaseeeee! Jangaaaaaan!” Annastasia menghiba seraya memandang Bandi yang sudah menjajahnya.

“Papaaaah! Toloooooong!” hibanya terdengar berat, bukan seperti nada penuh gelisah, namun nada penuh kenikmatan yang bercampur dengan rasa takut.

“Cepetan Ban,” seru Leo, “gue juga pengen make memeknya Anna.

“Iya bro gantian, kenyang daritadi minum susunya Anna,” sambung Jose.

“Gue crotin dalem ya Mas Alfa?” tanyanya.

Kuanggukkan kepala pelan, “kalian Bull, saya Cuckold.”

“Silakan crot sebebas-bebasnya!”

“Nooooo! Paaaaaaaaah!

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

Beringas dan tanpa ampun; Tubuh hitam kurus Bandi yang terlihat kontras dengan tubuh sintal dan bersih Annastasia seolah menambah gairah yang tercipta di antara simfoni berahi syahdu insan pendosa ini.

“Aaah! Stoooph! Babiiiih!” Annastasia berteriak, kali ini ia mencoba melepaskan diri dari pagutan Bandi.

Kedua tangan wanitaku diangkat ke atas kepalanya, membuat payudaranya terangkat, membulat begitu indah teriring dengan lelehan mata air susu yang terus membuncah dari puting cokelat muda indahnya.

Kedua paha montoknya pun dibuka begitu lebar, terjajah oleh tungkai kurus dan hitam Bandi yang kokoh menjaganya tetap mengangkang lebar-lebar.

Sementara liang sanggama botaknya terus berbahagia, mengeluarmasukkan pelir hitam Bandi yang tampak semakin berasyik masyuk menzinahi istriku.

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

“Aaah! Stooooph! Anjiiiiing! Setaaaaaanh! Aaaah! Stoooooph!”

Tubuh nahas Annastasia terus terjajah, Bandi menikmati liang sanggama istriku tanpa mengeluarkan sepatab frasapun.

Matanya setengah terpejam seraya pinggul beringas bergerak, begitu cepat dan kencang, hingga pada satu titik, tubuh kurus Bandi bergetar hebat.

“Oooooh! Lonteeeeeee! Gue buntingin loooo!”

Tidak sampai dua menit, kejantanan Bandi menyerah dengan lezat dan nikmatnya liang sanggama Annastasia yang memang tiada duanya.

“Anjiiiiiiinghh! Anjiiiiiiingh! Setaaaaaanh looo Bandiiiih!”

“Bangsaaaaaaath!”

Nahas, tubuh Annastasia yang lemah tiada dapat menampik dahsyatnya berahi yang diletupkan oleh Bandi. Rahimnya tiada berdaya menerima miliaran sel sperma yang membanjirinya; bergabung bersam benih cintaku, Dhika, Aldo, dan Nofan.

Sleeeeeeeeeeeeeeph!

Pelir Bandi langsung tergolek lemas setelah meledakkan muatannya di liang sanggama Annastasia.

“Anjiiiiiiingh looo!” Annastasia terisak, “bangkeeeeeee!”

Tiada lisan terucap dari Bandi, “hahahahaha, memek lo enak banget Anna.”

“Setaaaan lo Bandi!” air mata meleleh dari kedua mata cokelat Annastasia, “taiiiik lo semuaaaa!”

Tanpa mempedulikan lisan Annastasia, Leo yang sedari tadi tampak tidak sabar menggagahi wanitaku pun langsung menggantikan posisi Bandi.

Pelir tidak dikhitan miliknya sudah begitu keras, menjulang tinggi, berdenyut begitu kencang tatkala pelirnya mulai mencumbu vagina Annastasia.

“Enggaaaaakh! Aaaaah!” Annastasia kembali berontak, tersadar saat pelir haram tiada bersunat Leo sudah berada di ujung lubang kencingnya.

“Diem lo lonteh,” ujar Leo, “loe aja masih berjilbab pas peler gak sunat gue mau ngentotin memek lo.”

Leo mulai menjajah liang sanggama Annastasia yang tidak langsung menyerah. Beberapa kali tikaman dilancarkan Leo untuk menjajah lubang kencing istriku yang tiada kunjung merekah.

“Aaah! Enggaaaak babiiiiih! Gueeee gaaaaak mauuuuuh!”

Annastasia memberontak lebih kuat, nahas tubuh gemuk Leo begitu mudah mengakuisi tenaga Annastasia yang sudah sekadarnya.

Butuh puluhan kali tikaman pinggul Leo hingga akhirnya liang sanggama Annastasia berhasil dijajah oleh keperkasaan Leo.

Sungguh aku menikmati detik demi detik pelir haram Leo menjajah liang sanggama istriku. Tanpa terasa kocokanku di pelir ini semakin cepat, mengumpulkan berahi yang masih saja meletup-letup.

“Liat laki lo Anna,” ujar Leo, “peler Arabnya cuma coli sendiri, sementara peler Cina gue malah ngentotin bininya yang kayak perek.”

“Aaaah! Bangsaaaaaaath!” Annastasia melenguh seraya Leo menggerakkan pelan pinggulnya.

“Gue gak peduli Anna,” ujar Leo terkekeh, “memek loe lebih enak dari semua cewek yang pernah gue entotin.”

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

Liar.

Itulah gerakan rekursif yang dilakukan oleh Leo saat merudapaksa istriku yang tiada berdaya. Pelirnya benar-benar begitu lincah bermain di liang sanggama Annastasia yang merekah begitu indah.

Tanganku pun begitu sibuk mengocok pelirku. Hinaan dari ketiganya bahkan membuat panas berahiku semakin membuncah.

Annastasia kali ini tidak meronta, tubuhnya benar-benar terharmonisasi dengan irama persanggamaan yang dilakoni Leo, ia menikmati pelir haram Leo lebih ikhlas ketimbang Bandi.

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

“Aaaah! Bangke udah mau crot lagi!”

“Memeeeek loooo kerapetaaaan anjiiiing!”

Semakin Leo mencaci kenikmatan liang sanggama Annastasia, semakin berdebar pula jantungku mendengar simfoni lisan dan persanggamaan yang membuatku semakin kencang beronani.

“Aaaaaah! Aaaaaah! Engaaaaaakh! Aaaaaaaaah!” Annastasia memohon, “jangaaaanh di daleeeeeeem!”

Lagi-lagi nahas, tubuh Leo bergetar begitu hebat, gerakannya semakin tak beraturan hingga dengan kencang ia menghentakkan pinggulnya.

“Lonteeeeeeeeeeeeeeeeeee!”

“Aaaaah! Bangsaaaaaaaaath! Begoooooooh!”

Annastasia tampak meracau, padahal tubuh penuh dosanya bergetar hebat, seolah menikmati tikaman kencang Leo yang akhirnya berhenti.

Sleeeeeeeeeeeeph!

Pelir Leo keluar dari liang sanggama Annastasia, tidak dalam kondisi lemas, namun tampaknya Leo begitu puas, ia terus tertawa bahagia.

“Peler lonte muslimah lo emang enak ya Anna,” lenguh Leo, “cocok buat peler kafir gue.”

“Setaaaaanh loooo Leooooo!”

Leo beranjak dari posisinya, Jose sejurus mengisi kekosongan itu. Namun dengan mudah Jose membalik tubuh Annastasia.

“Giliran kontol kafir gue, Annastasia,” seru Jose, “sujud lo lonteeee!”

Berbeda dengan Bandi dan Leo, Annastasia tampak pasrah mengikuti kemauan Jose. Ia bersujud, meninggikan pantat montoknya.

“Badan lo bagus banget Anna.”

Dengan cepat, Jose mengarahkan pelirnya ke liang sanggama Annastasia yang mulai melelehkan benih cinta Bandi dan Leo.

“Aaaaah! Gueeeeeee gak sukaaaaa peleer gaaa sunaaaath!”

Agaknya pertahanan liang sanggama Annastasia masih payah ditaklukan, masih butuh puluhan kali tikaman hingga lubang kencing Annastasia ikhlas menerima pelir tidak bersunat Jose yang perkasa membelah jajahannya.

“Aaah!” Jose melenguh, “pantesan pada crot cepet.”

“Lo mau tau gak Anna,” ujar Jose dengan napas yang menderu, “ini memek model langka, rapet lenget tapi licin, botak gak bau, pokoknya langka.”

“Beruntung laki lo cuckold, jadi bolehin kontol kafir gue buat ngeluarin peju kafir gue ke rahim muslimah lo.”

Annastasia bergeming, hanya kulihat tubuhnya bergetar, ia begitu menikmati hinaan Jose.

Tak lama, Leo bergabung dengan mereka, ia memposisikan tubuhnya di bawah Annastasia seraya memainkan sepasang puting yang didempetkan lekat-lekat untuk dihisap susunya.

Kedatangan Leo di sana jelas bukan menyodomi Annastasia, melainkan untuk melakukan double-vaginal penetration, kegiatan perzinahan yang memaksa liang sanggama Annastasia dijajah dengan dua pelir tiada bersunat mereka.

“Two in one babe,” ujar Jose terkekeh.

“Enggaaakh! Jangaaaaanh! Engaaaaaaaakh!”

Pelir Leo bersiap untuk menjajah liang sanggama Annastasia yang sudah dijejali kejantanan Jose.

“Memek lo udah biasa dientot sama peler Arab,” ujar Leo, “dua peler kafir sekaligus gak masalah kan sayaaang.”

Jose membantu melebarkan liang sanggama Annastasia yang sudah sesak, memaksa pelir Leo untuk bergabung di dalamnya.

Keduanya tampak saling bersinergi agar kejatanan penuh syahwat mereka mamlu menjajah satu liang sanggama Annastasia yang begitu sempit.

“Aaaaaakh! Saaa … sakiiiiith! Aaaaaaaaakh!”

Kedua pemuda itu terus terkekeh ketika pelir mereka perlahan berhasil menjajah lubang kencing Annastasia yang semakin lama semakin merekah.

Deg! Deg! Deg!

Sungguh.

Aku semakin tidak tahan untuk meledakkan benih cintaku yang sudah terasa berasa di sekujur pelirku. Apalagi Bandi mulai bangkit, menghampiri mulut Annastasia dan langsung dijejali dengan pelir Ereksi Bandi, terbenam di antara bibir merah muda Annastasia yang lahap menyantap pelir Bandi.

Liang sanggama Annastasia dizinahi dua pelir sekaligus, Jose dan Leo.

Mulut Annastasia dizinahi pelir Bandi.

Sementara tanganku terus merangsang pelirku yang semakin tidak tahan dengan pemandangan ini.

Pemandangan langka ketika tubuh sintal wanita yang amat kucintai menikmati rudapaksa yang mereka lakukan kepadanya.

Cploooook! Cploooook! Cploooook!

“Ooh! Lonteeeeh!” Jose melenguh.

“Aneh sih bro kontol kita beradu gini,” tukas Leo, “tapi memeknya tambah enak rasanya.”

“Geli dikit gak apa lah bro,” balas Jose, “worth it lah sama rasa memeknya Anna yang legit.”

“Hmmmmph! Hmmmmmph! Hmmmmmmph!” Annastasia hanya bisa menggumam tatkala mulutnya dijejali pelir hitam Bandi.

Tubuh terhinakan Annastasia mulai bergetar menerima rangsangan yang begitu dahsyat. Habis upaya benakku untuk berpikir, bagaimana bisa liang sanggama istriku dijajah bersamaan.

Alih-alih melakukan apa yang Jose dan Leo praktikan, bersinggungan buah zakar saja saat sandwich penetration aku begitu enggan melakukannya lagi.

Namun pemandangan ini lagi-lagi memimpin seluruh syahwat terkumpul begitu cepat di sekujur pelirku yang semakin lama semakin cepat dikocok oleh tangan kananku.

Cploooook! Cploooook! Cploooook!

Simfoni persanggamaan mereka terdengar merdu menelusup ke indraku, menyanyikan nada syahdu penuh berahi yang disuratkan oleh menegangnya tubuh Annastasia oleh tikaman liar pelir mereka.

Separuh tubuh bawahnya terekspos tanpa penutup apapun. Memamerkan tubuh bersih putihnya yang mulai dipenuhi peluh akibat pemerkosaan yang akhirnya dinikmati olehnya.

Kepalanya masih tertutup jilbab panjang dan lebar, lengkap dengan kacamata yang lensanya berembun, terembus napas panas menderunya ketika bergumam menikmati santapan pelir Bandi yang dikeluarmasukkannya dengan lincah.

Jose terus menggenggam lekuk pinggul Annastasia, sesekali sepasang tangan haramnya meremas pantat wanitaku dengan gemas.

Leo terus meneguk lezatnya susu yang masih terus diperas dan dihisapnya. Pinggulnya pun sibuk beresonansi dengan gerakan rekursif Jose yang begitu perkasa menjajah lubang kencing Annastasia.

Bandi menjambak jilbab Annastasia yang sudah berantakan. Ia tampak sangat menikmati kuluman dan tarian lidah istriku yang begitu lekat melumat pelir hitam Bandi. Air liurnya bahkan begitu banyak menetes, kewalahan mengimbangi gerakan pinggul lelaki hitam itu.

Aku sangat menikmati pemandangan seorang muslimah alim yang terbudakkan berahinya sendiri. Menenggelamkannya dalam dasar samudera syahwat tak berkesudahan.

“Hmmmmmph! Hmmmmmmmph!” Annastasia terus menggumam tatkala tubuhnya bergetar sangat hebat.

Cploooook! Cploooook! Cploooook!

Semakin intens perzinahan mereka, semakin menggelinjang tubuh Annastasia dibuatnya. Hingga pada satu masa, tubuh sintal istriku langsung terhentak.

“Hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmph!”

Ia mengejang.

Menggelinjang menikmati santapan syahwat yang berakhir bahagia, mengucur deras seraya setiap milidetik waktu yang berharga terbayar oleh kenikmatan surgawi yang ia idamkan sedari dua-tiga jam yang lalu.

Tubuh sintal Annastasia terus menggelinjang, begitu lama, begitu kuat, menggetarkan otot-otot paha montok yang menopang tubuhnya kini.

“Hmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmph!”

Kali ini gumamamnya lebih keras.

Disertai gerakan menggelinjang yang sangat kuat. Menyuratkan sebuah kenikmatan begitu dahsyat membasuh dahaga berahinya yang tak berujung.

Cploooook! Cploooook! Cploooook!

Ketiga pria ini terkekeh, menikmati simfoni orgasme Annastasia berujung mayor dengan koda yang amat kolosal.

Mereka terus menggempur tubuh Annastasia tanpa ampun, pelir mereka tampak tidak berbelas kasih saat menghabisi amunisi syahwat mereka yang mungkin sebentar lagi meledak.

Tak tahan dengan pemandangan ini, pelirku pun merespons dengan impuls yang dihasilkan dari cekikan tanganku; melakukan kegiatan memalukan bernama onani.

Semakin lama, geli itu semakin menjalar begitu dahsyat melesat ke sekujur pelirku.

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeet!

Creeeet!

Creeet!

Benih cinta tak bertuan langsung melesat, bertolak dari pelir ini melalui lubang kencingku; meninggalkan kenikmatan yang bergetar begitu dahsyat ke seluruh tubuhku.

“Gue crot duluan sob! Uuuuuuuughhhh! Lonteeeeeeeeeeeh!”

Jose menghentakkan pinggulnya, begitu keras dan mantap menancapkan pelir tiada bersunatnya yang berduet menjajah liang sanggama Annastasia bersama Leo.

Tiada penolakan saat benih cinta itu meledak di sana. Annastasia malah tampak begitu menikmati tiap laju waktu yang berlalu dengan meninggikan pinggulnya.

“Anjiiiiiing Lonteeeeeeeeh! Gue gak tahaaan jugaaaa!”

Leo pun melenguh, pelirnya yang tiada bergerak menancap di liang sanggama Annastasia juga ikut meledakkan muatan haramnya, bergegas menggenangi rahim istriku.

Bandi yang hanya bisa menikmati itu lantas mencabut pelirnya, ia tampak terburu ingin bergabung menyiram rahim Annastasia dengan benih cintanya lagi.

Jose dan Leo langsung mengeluarkan pelir tiada bersunat mereka. Masih berdiri perkasa dengan hiasan cairan cinta Annastasia yang bercampur dengan benih haram mereka di sekujurnya.

Mereka mengubah posisi tempur, pinggul tinggi Annastasia mulai dijamah oleh pelir Bandi yang kali ini hanya butuh empat tikaman untuk menggauli istriku.

“Padahal abis dipake dua peler sekaligus, masih enak aja ini memek!” Bandi melenguh seraya menghela napas menikmati pijatan liang sanggama Annastasia yang memang tidak ada ujungnya.

Sementara Jose dan Leo berlutut di depan Annastasia. Kejatanan mereka yang berlumuran cairan persanggamaan barusan dipamerkannya di depan wajah cantik istriku.

Tanpa komando, pelir keduanya dilahap bergantian. Dengan begitu telaten ia membersikan tiap-tiap milimeter kejantanan mereka berdua. Dari buah zakar, batang kenikmatan, hingga sela-sela kulup pelir mereka.

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

Bandi menikmati syahdu liang sanggama istriku yang sudah ikhlas dizinahi oleh ketiga mantan gebetan-nya. Sudah tiada lagi tabir yang mengantarai nafsu dan logikanya.

Semuanya sudah terpatri menjadi satu kesatuan syahwat yang mulai menggema hanya dalam kurun waktu dua-puluh-lima-menit setelah aku memaksa Annastasia diperkosa ketiganya.

“Pejuuuuuin ajaaah gue lagiiiih Bannh!” Annastasia melenguh seraya ia menyelesaikan misinya membersihkan pelir haram Jose dan Leo hingga tanpa sisa cairan persanggamaan barusan.

Cplaak! Cplaak! Cplaak!

“Gue pastiiin looo buntiinngh Lonteeee!” Bandi melenguh seraya menekan lebih kencang pinggulnya, menancapkan pelirnya dalam-dalam di liang sanggama Annastasia.

“I loveeeee pejuuuuuuh!” Annastasia melenguh, ia tampak bahagia, begitu bermanja dengan semburan benih cinta yang mungkin sudah melesat ke dalam rahimnya.

Wajah penuh kengeriannya berubah, ia bahkan dengan gerakan yang sangat sensual menanggalkan hijab yang dikenakan seraya melemparkan senyuman kemenangan ke arahku di atas wajahnya yang merah.

Ia tetap mengenakan Wellingtonnya, masih tersenyum kepadaku seraya melebarkan tungkainya, membiarkan benih cinta haram ketiga laki-laki itu meleleh dari liang sanggamanya.

“Makasih sayang, udah bolehin Mama jadi lonte malem ini,” ia memandangku, mencoba mengintimidasi dengan padangan melecehkanku, “Dhika sama yang laen kenapa gak gabung aja sekalian Pah?”

Deg! Deg! Deg!

Aku terbawa dengan aura alpha female yang tiba-tiba terpancar dari sosok Annastasia. Seumur hidupku, aku tidak pernah merasa seintens ini diintimidasi oleh seorang wanita.

Terlebih ia adalah Annastasia, wanita yang menjadi ibu dari anak-anakku. Sosok salihah yang begitu penurut, dan begitu menjaga kehormatannya.

Dan segalanya berubah ketika secara ajaib Dhika, Nofan, Aldi dan Tania mengintip dari balik jendela, mendapati sosok istriku yang dikelilingi pria bugil dengan pelir yang mulai dialiri kembali oleh desir berahi.

Sekejap lalu, keempat insan yang tiada kalah berdosanya ikut masuk ke dalam kamar ini. Tania hanya bisa memandang ke arahku, wajahnya pun begitu memerah.

“Tan … Tante?” Dhika tidak percaya memandang sosok Tante yang ia juga sayangi berubah menjadi wanita jalang di antara pria tidak dikenalnya.

“Kenapa gak digangbang aja, sekalian?” Annastasia menantang, wajahnya menyapu

“Pake aku, sepuas kalian.”

“Aku, Annastasia Nadia adalah lonte gratisan yang siap dibuntingin.”

Deg! Deg! Deg!

Tidak lama, Tania, yang hanya mengenakan gamis dan hijab tanpa pakaian dalam langsung menanggalkan apa-apa yang ia kenakan, terbakar oleh syahwat dan bergabung dengan pose yang tidak kalah erotisnya dari Annastasia.

“Mau yang botak,” ujar Tania, “apa yang berjembut kayak aku?”

Tampaknya aku sudah benar-benar membuka kotak pandora, menggelotorkan iblis jalang berwujud wanita cantik dan sintal bernama Annastasia untuk memangsa syahwat para pejantan yang mulai kalap ketika ia bergerak erotis dengan tubuhnya.

Keenam pejantan siap kawin pun menghampiri dua betina jalang di depan mereka dengan tawa iblis yang penuh syahwat.






My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 8)


Model : Indri Velisa




THE PARTY PT. 2​
Manusia adalah organisme yang berakal, bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Tentu saja bisa membedakan mana yang benar dan sebaliknya.

Dan kebanyakan, akal itu akan hilang ketika aliran darah yang terhimpun di seluruh tubuh terkuasai oleh syahwat.

Hanya tinggal naluri yang bertengger menguasai segenap asa untuk lekas-lekas dituntaskan.

Seluruh iman akan runtuh layaknya noble metal yang tergerus oleh Aqua Regia, larut tanpa ada sisa, meninggalkan kation dan anion tersaturasi dalam konvensi antar molekul.

Menyisakan perilaku hewani yang dibenarkan oleh dahsyatnya berahi.

Sama seperti kami, enam insan pendosa yang menikmati persanggamaan bebas layaknya hewan dalam masa kawin.

Tanpa ada batasan lagi antara boleh dan tidak. Hanya kepuasan tiada terbatas yang direngkuh oleh tubuh hina ini.

Mereka semua bergantian menikmati liang sanggama dua betina jalang yang menungging, seakan mereka adalah makhluk yang dilahirkan hanya sebagai cawan benih cinta, terdidik menjadi mesin pemuas syahwat.

Puja dan puji dalam bentuk kata-kata kasar kepada sepasang gundukan bernama vagina itu terus terlontar kepada Annastasia.

Sang waktu terus berjalan begitu sombong, meninggalkan seluruh tubuh pendosa ini dengan pagutan kenikmatan yang tiada pernah kukecap sebelumnya.

Kelezatan bermain berahi sore ini terbayar ketika akhirnya benih cintaku berhasil membuncah oleh deraan lidah Annastasia dan Tania.

Sementara setelahnya, kubiarkan Annastasia dinikmati lagi dan lagi oleh ketiga keponakannya, diakhiri dengan ledakan benih cinta dalam liang sanggamanya, menelusup ke rahim istriku.

Dan kali ini, Annastasia benar-benar tidak mendapat orgasme satupun.

Begitu juga Tania yang kurang beruntung karena tiada satupun pejantan yang mau menitipkan benih cinta ke dalam rahimnya malam ini.

Aku pun hanya bisa menikmati persanggamaan yang mereka lakukan di depan mataku, sesekali kubelai sendiri kejantananku yang begitu bernafsu untuk dituntaskan kembali.

Sungguh hatiku sudah dikuasai oleh syawhat ablasa yang sudah menjerumuskanku ke dalam lautan dosa berhiaskan kelezatan yang tiada dapat kutampik.

Bara senja menghilang seraya lelapnya sang Sol di bawah horizon, menyisakan pekat malam yang dihiasi gugusan bintang yang berkelipan manja. Seluruh keperkasaan ketiga pemuda ini pun akhirnya menyerah, kejantanannya tak kunjung ereksi, menyisakan satu kontestan alfa yang masih butuh pelampiasan.

Annastasia makin tidak karuan, di penghujung pemerkosaan yang dilakukan ketiga keponakan bejatnya, ia masih berusaha untuk merangsang sendiri liang sanggamanya dengan jemari yang tampak begitu lincah mengusap klitoris di atasnya.

Ia menoleh ke arahku, “Paaah, sekali aja yah, boleeeeh?”

Aku paham, tubuhnya masih menginginkan orgasme, candunya sejak ia berumur 10 tahun.

Dilebarkannya tungkai montok itu, seraya tangannya terletak sejajar dengan kepalanya. Liang sanggama gemuk dan botaknya masih melelehkan benih cinta Dhika, Nofan, dan Aldo.

Begitu pula dengan anusnya yang merekah, mengalirkan cairan kemenangan pemuda bangsat yang menyidominya.

Namun itulah yang membuatku begitu bernafsu untuk mendekatinya, menikmati tubuh kotor Annastasia yang sudah berzinah dengan tiga keponakannya, merasakan sensasi pelirku diremas erar-erat oleh liang sanggamanya.

Tanpa kuduga, Tania sekonyong-konyong bergabung di atas wanitaku. Ia menurunkan pinggulnya, mencumbu bibir liang sanggamanya dengan milik Annastasia.

Pemandangan yang tidak pernah kutemui sebelumnya dari sosok alpha female sekelasnya. Annastasia bertingkah seperti lesbian, menikmati gempuran gundukan vagina berambut milik Tania.

“Mah?” tanyaku penasaran.

“Iyaah Paah,” sahut mereka berdua seraya menoleh ke arahku.

“Emangnya Mama gak geli lesbi sama Tania?”

Annastasia memejamkan matanya, “geli banget Pah.”

“Udah ah Taaaanh,” tubuh lemah Annastasia yang sudah berjam-jam disetubuhi tampak begitu alpa untuk menyingkirkan Tania.

“Aneeh sih Paaah,” lenguh Tania, “tapi sumpah enak bangeeeth.”

“Baru kali ini Taniaah ngerasain memekh,” lenguh Tania.

Alih-alih berbaku pagut, pemandangan berbeda terlihat di depanku.

Tania tampak begitu berhasrat mengadu berahi dengan Annastasia. Kontras bagi Annastasia, ia berusah menghindari gerakan pinggul Tania yang semakin lama semakin tidak beraturan.

Berulang kali Tania ingin mencumbu bibir Annastasia, tapi Annastasia terus menolaknya.

Hingga akhirnya dengan tenaga yang masih tersisa, Tania mengunci tubuh Annastasia, menahan kuat-kuat tangan istriku di atas kepalanya sendiri seraya melancarkan gempuran lebih intens.

“Taaannh! Stooooph!” Annastasia melenguh, mencoba menghentikan kegilaan Tania.

Sungguh, aku pun tiada habis pikir. Logika ini tiba-tiba menginterupsi seluruh instrumen kesadaran yang membuatnan sejenak berpikir.

Mengapa Tania begitu liarnya sehingga mau bertumbukan liang sanggama yang tiada lazim dilakukan oleh wanita?

Namun semakin saraf sadar ini mencoba mengambil alih lumpuhnya akal yang sedari tadi membinasakan logika dengan tipuan syahwat yang menggelegar, aku malah menikmatinya.

Tubuh lunglai Annastasia terus meronta-ronta, layaknya ia sedang diperkosa oleh sosok perkasa yang haus akan kenikmatan, menghinakan liang sanggamanya dengan gagah di atas istriku.

“Taaaanh! Aaaaah!” Annastasia terus melenguh tatkala gerakan Tania semakin liar.

Kontradiktif dengan lisannya, Annastasia malah menggerakkan pinggulnya, menyinkronkan rangsangan Tania yang semakin tak terkontrol.

“Enaaaaakh jugaaaah! Memeekiiin Mamaah Annaaaah!” lenguh Tania, ia semakin menekan-nekan pinggulnya di atas Annastasia.

“Taniaaaah! Stoooooph!”

“Aaaah!” Annastasia melenguh, akhirnya tubuhnya menikmati perkosaan yang dilakukan oleh Tania.

Tanpa diduga pula, Tania meraih sepasang payudara Annastasia, ditekannya lekat-lekat putingnya ke bagian tengah, dan wanita itu menikmati kelenjar susu Annastasia dengan begitu ganas.

“Aaaaaah! Stoooooph! Daaaaamn!”

Tubuh Annastasia semakin tak terkendali, kali ini aku memutuskan untuk begabung di antara mereka.

Kuselipkan pelir ereksiku di antara liang sanggama Tania dan juga Annastasia.

“Aaaaah!” Keduanya melenguh bersamaan.

“Kontooool Papaaaah! Masuuuuk Paaah! Aaah! Aaah! Aaah!” Annastasia melenguh seraya pinggulnya bergerak tak beraturan.

“Peleeer Papah Alfaaah buaat Taniaaaah ajaaaah,” lenguh Tania tiada mau kalah.

Sungguh, ini adalah reversed sandwich ternikmat sepanjang pergerumulan syahwatku dengan lebih dari satu betina. Karena aku berada di antara dua supermassive blackhole yang sama-sama memiliki gravitasi luar biasa.

Annastasia bukanlah penikmat lesbian, berulang kali frasa itu terngiang di dalam kepala. Namun kali ini ia seolah menyingkap tabir egosentrisnya, berusaha tampil menjadi pusat antariksa di antar kontelasi syahwat para pejantan di sini.

Cleeeep! Cleeeep! Cleeeep!

Kunikmati gerakan tak beraturan mereka. Annastasia hanya menekan-nekan ke atas pinggulnya, sementara Tania menggerakkan maju mundur pinggulnya.

Menciptakan sebuah simfoni primary-and-secondary-balance yang begitu berbeda, seolah pelirku berada di sebuah liang sanggama yang terus-menerus melakukan gerakan meremas dan maju mundur.

“Aaah! Enaaaakh Paaah!” Annastasia melenguh, menikmati impuls yang tercipta dari friksi antara kejantananku di bibir vaginanya.

“Peleeerh Papaaah the beeeesth!” Tania melenguh tak kalah kencang, dentuman berahi tampak semakin merangsek tubuhnya kini.

Seketika seluruh asaku kembali digelontori derasnya syahwat yang langsung melumpuhkan saraf sadar ini.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeeeeph!

Dengan satu hunusan kuat, kuhadiahkan pelir ini ke dalam liang sanggama Tania.

“Paa … Papaaaaah!” Tania langsung melenguh tatkala kejantananku telah berhasil menjajah sepenuhnya liang sanggama wanita itu.

“Paah!” Annastasia melantunkan nada berahi yang begitu mayor, “kok Taniaa duluaaanh?”

Tanpa kupedulikan lisan itu, kugerakkan pelirku, menjajah dengan begitu perkasa sang empunya liang sanggama yang langsung terlena dengan tikaman demi tikaman di dalamnya.

Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!

“Aah! Aah! Papaaah Alfaaaah!” Tania mulai berteriak, kegirangan dizinahi olehku malam ini.

Tubuh Tania, begitu cepat bergetar, seolah seluruh impuls yang baru ditranslasikan kurang dari semenit sudah berhasil mengumpulkan serpihan berahinya di satu titik.

Pijatan liang sanggamanya terasa begitu nikmat memanjakan sekujur pelirku yang terus kelur masuk, menistakan pemudi calon dokter ini dalam nafsu yang memperbudak tubuhnya.

“I love yoouuuu Papaaaaah!”

“Makaasiiiih Paaaaaah!”

Kugenggam erat-erat lekuk pinggul Tania, seraya kupercepat gerakan pinggulku yang direspons dengan intensitas pijatan yang meningkat tatkala ia menekan pinggulnya ke arahku.

Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” Tania berteriak, seraya ledakan orgasme yang berdesir, menekan kuat-kuat pelirku, menimbulkan sensasi geli yang teramat sangat.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeeph!

Kulepas kejantanan hitamku daln liang sanggama Tania, dan langsung kuarahkan kepalanya untuk menuju pemilik yang sesunggunya, Annastasia.

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” Annastasia mendesah, begitu kencang, menyuratkan sebuah kebahagiaan yang teramat mayor di setiap hunusan kejantananku di liang sanggamanhya.

Butuh empat tikaman kuat dengan formasi maju mundur agar aku bisa menikmati hangat dan lengketnya liang sanggama wanitaku.

Rasanya begitu berbeda. Lebih ketat, lebih erat, lebih mengintimidasi pelirku untuk seolah lekas-lekas bersorak gembira memuntahkan benih cinta di dalamnya.

Rasa pijatannya pun begitu intens terasa di sekujur batang kenikmatanku, menguapkan seluruh kelezatan berzinah dengan Tania yang barusan kuinterupsi.

“Iniii baru kontoooool!” Annastasia melenguh, “minggir Tan,” tukasnya seraya mengusir lekas-lekas tubuh Tania yang sedari tadi di atasnya.

Cploooook! Cplooook! Cploooook!

Oh!

Begitu nikmat rasanya!

Lezatnya liang sanggama istriku yang sudah dihujani miliaran sel sperma dan bersiap memberikan adik baru bagi anak-anakku di rumah.

Aku bisa merasakan panasnya benih cinta ketiga keponakannya yang baru sana menzinahinya. Rasa nikmat ini tidak dapat kuutarakan dalam bentuk untaian kata yang dihasilkan oleh tarian jemariku di atas tombol keyboard.

Begitu basah namun lengket.

Begitu hangat dan ketat.

Begitu nikmat namun lacur.

“Paaah! Aaah! Aaah! Aaaah!”

“Emang dasar Mama kayak perek,” ujarku terkekeh, “udah zinah sama tiga kontol, tapi masih gigit banget memeknya.”

“Aaah! Aaaah! Enaaaakh! Paaah!”

Cploooook! Cplooook! Cploooook!

Tubuh Annastasia berangsung bergetar, pijatan otot kewanitaannya bahkan terasa amat sangat menjepit pelirku, menimbulkan sensasi nikmat dan nyeri bersamaan.

Kali ini, pelirku sudah tidak sanggup dibelai oleh siksaan nikmat vagina Annastasia, kupercepat gerakan pinggulku.

Kutekan kuat-kuat pinggulku, membenamkan pelirku lebih dalam yang langsung dicumbu oleh serviks Annastasia.

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeet!

Creeeet!

Creeet!

Benih cintaku meledak begitu dahsyat. Menebarkan khazanah DNA untuk memperebutkan takhta pembuahan sel telur Annastasia yang pasti sudah kewalahan saat ini.

Tubuh Annastasia langsung menyambut gelombang ejakulasi ini dengan getaran yang begitu dahsyat, ia akan meledakkan orgasmenya sebentar lagi.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeph!

Kulepas pelirku dari kedua liang sanggamanya yang langsung disambut dengan sorotan ekor matanya ke arahku dengan wajah yang memerah.

“Paaah!” Annastasia melenguh manja, melontarkan protes seraya aku hanya tersenyum ke arahnya.

“Lagiiih! Aaaah!”

“Good wife doesn’t arguing,” ujarku seraya melempar senyum ke arahnya.

“But, Paaaaaah!” Annastasia masih melontarkan protesnya.

Kugelengkan kepalaku pelan, “let’s stop our crazy things.”

“Take a bath and let’s eat.”

Kuhela napas seraya semua mata memandangku dengan tidak percaya. Hanya anggukan pelan yang kutransmisikan kepada mereka.

*****​

Hampir tiga-puluh-menit dihabiskan oleh kami semua untuk membasuh tubuh yang basah dengan dosa yang teramat besar.

Dhika dan Tania bertolak terlebih dahulu, memimpin langkahnya menuju restoran yang berada di gedung utama. Sementara Nofan dan Aldi menyusul kemudian.

Tinggalah aku dan Annastasia, wajah cantiknya seolah kembali bersinar tatkala senyuman yang begitu syahdu teruntai dari sepasang bibir merah mudanya terlontar ke arahku.

Ia mengenakan gamis biru tua dengan hijab lebar yang benar-benar mengunci sempurna sisi liarnya di dalam, memenjarakan kebinalannya dengan kedok pakaian serba terutup. Kacamata Wellingtonnya tak lupa disematkan, menghiasi kesempurnaannya yang begitu kupuja.

Aku menyuruh Annastasia dan Tania untuk tidak mengenakan pakaian dalam, dan mereka menuruti itu.

“I love you, Annastasia Nadia,” ujarku seraya memagut tubuhnya.

“I love you too, Alfa.”

Hangat.

Hanya itu yang kurasakan.

Tanpa syahwat.

Hanya semara yang semakin padat, seolah disemburkan oleh forced induction dalam tekanan yang begitu besar.

“Papa gak ilfeel sama Mama?” bisiknya pelan, “setelah apa yang Mama lakuin sama mereka?”

Kuhela napas pendek, “sama sekali enggak sayang.”

“Papa tahu kok, Mama bukan perempuan yang mudah jatuh cinta.”

Ia lalu melumat telingaku, begitu mesra, dan menyudahinya, “Mama kan udah ngomong Pah.”

“Secara seksual doang.”

Kulepas pelan pagutannya, “tapi mereka anggapnya lebih Mah.”

“Alpha is alpha, right?” tukasnya seraya memandangku serius, “I just need hundreds of orgasm.”

“Not more than different sensations of adultery pleasure.”

“Anything happens, I will still love you.”

“It’s really, anything?” tanyaku, mengafirmasi permintaannya yang langsung direspons dengan miliaran fantasi liar yang melintasi kepalaku.

“Yes,” tukas Annastasia pasti.

Kuanggukkan kepalaku pelan, “create your own rules to obey.”

Ia lalu tersenyum, “as a very good wife for you, Mr. Alfa,” ujarnya lalu membalik tubuhnya, “please insert your cum in to my womb for sign the agreement.”

Ia lalu menaikkan gamisnya, memperlihatkan sepasang pantat sintalnya kepadaku, “fuck this whore to confirm the rule, sir!”

“What’s the rules then?” tanyaku seraya meremas manja pantat indahnya.

“Pertama, Mama gak akan ngentot tanpa izin dari Papa.”

“Kedua, Mama akan hati-hati biar gak bunting.”

Sejenak impuls yang terasa sedikit geli menjalar di otakku, ada beberapa hal yang kupikirkan seraya memandang ke arah Annastasia yang sudah bersiap dengan liang sanggamanya.

“Let’s revise the rules.”

“Mama harus izin sebelum ngentot dengan orang yang udah Papa kenal dan emang deket sama Mama.”

“Izin boleh dari Mama ato orang itu.”

Sejenak Annastasia berpikir, “berarti Cuma 12 orang, iya?”

Kuanggukkan kepala pelan, “bonus 2 orang pilihan Mama.”

“Andra sama Rehan.”

Entah mengapa kedua nama itu disebut begitu cepat. Andra adalah sosok pemuda yang dekat dengannya karena berkenalan di dunia maya. Sementara Rehan adalah terapis erotis yang pernah sekali memijat Annastasia beberapa bulan yang lalu.

Kuanggukkan kepala, “well said.”

“Then,” ujar Annastasia lalu meninggikan pinggulnya, “confirm it by ejaculate your cum inside my womb.”

Kuturunkan gamis Annastasia, seraya membalik pelan tubuhnya. Sekejap lalu aku mendekapnya, begitu erat, menikmati kehangatan yang selalu terpancar dari tubuh sintal wanita berusia 28 tahun ini.

“Let’s eat, I am starving.”

*****​

Kamar ini terletak terpisah dari gedung utama. Karena memang layout nya berupa resort dan terpisah dari gedung utama.

Tingkat okupansi yang tidak tinggi membuat hanya beberapa lampu kamar yang terlihat menyala, termasuk kamar gerombolan pemuda yang hanya berani mengintip kegilaan Annastasia dari posisinya berada.

Sudah menjadi kebiasaanku dan Annastasia bersanggama di luar ruangan. Namun melakukan persanggamaan di depan orang lain, bukanlah hal yang pernah kami lakukan.

Tepat di depan kamar mereka, kuhentikan langkahku. Annastasia paham dengan semboyan yang kuberikan.

Wajahnya terlihat sangat merah walaupun hanya diterpa cahaya temaram dari lampu penerangan jalan yang terletak sekitar lima meter dari perimeterku.

Kusingkap gamisnya, seraya langsung kuturunkan ritsleting di bagian depan, langsung menyembulkan sepasang payudara 36L miliknya yang sudah banyak bekas cumbuan keponakannya sendiri.

“Mamah malu Paah,” lenguh Annastasia.

“Malu tapi tadi ngewe di jendela sampe diliatin sama mereka kan?”

Desir syahwat inu semakin membutakan hatiku, alih-alih menyetubuhinya di depan kamar para pemuda itu, aku malah menarik tangan Annastasia untuk mendekati pintu tersebut.

“Paah! Jangaaan!” Annastasia berusaha untuk menolak kegilaanku.

“Kan Mama sendiri yang mau di gangbang.”

“Ta … tapi,” ujarnya pelan, “ini bukan 12 + 2 core Pah.”

“Kali ini pengecualian,” kuabaikan ucapan Annastasia dan mulai menekan tombol bel kamar ini.

Ding! Dong!

Suara bel kamar sayup terdengar seraya beberapa derap langkah mendekati bibir pintu ini.

Cklaaak!

Pintu kamar ini terbuka, tiga sosok laki-laki asing, mungkin masing-masing usianya sekitar dua-puluh sampai dua-puluh-lima tahun.

Satu orang berbadan atletis dengan otot-otot yang terbentuk. Wajahnya pun bisa dibilang tampan. Annastasia cukup terkesima dengan penampilannya.

Namun dua orang sisanya adalah sosok yang bisa dibilang jauh di bawah standar Annastasia.

Pria kedua berperawakan gemuk dengan wajah yang juga gemuk. Pria ketiga berperawakan kurus dan hitam. Kedua pria inilah yang membuatnya meronta, ingin lekas-lekas mengangkat kakinya dari sini.

Kutarik tubuh istriku masuk ke kamar asing ini. Sementara ketiganya sudah terkekeh melihat keindahan payudara Annastasia.

“Saya Alfa,” ujarku singkat, “ini istri saya Annastasia.”

“Saya Bandi, Om,” ujar pria kurus hitam.

“Saya Leo,” ujar pria gemuk putih.

“Saya Jose,” ujar pria atletis.

“Kalian sudah lihat kan bagaimana saya, dan tiga orang lain di kamar saya tadi bersetubuh sama dia?”

Mereka bertiga terkekeh, mengangguk cepat.

“Silakan nikmati tubuh Annastasia sampai kalian puas.”

“Papaaaaaah!”

Teriakan Annastasia tidak digubris oleh ketika ketiga pemuda yang langsung menarik tubuh Annastasia ke atas ranjang.

“Paaah! Aaaah! Engaaaaak!”

“Lepaaaaash! Anjiiiiiing!”

Dengan mudah tubuh Annastasia dikuasai. Dengan tanpa melepas hijab dan sepatu sneaker biru tua istriku, ia pun ditelanjangi di atas ranjang California King ini.

Satu persatu, senjata mereka dikeluarkan. Bandi yang paling besar, mungkin sekitar 18 sentimeter panjangnya. Jose sedikit lebih pendek namun tidak dikhitan. Sementara Leo yang paling pendek dan juga tidak dikhitan.

“Aaaah! Jangaaaaaan!”

“Bangsaaaaaaat!”

Nahas bagi Annastasia, nafsu ketiga pemuda itu tampak lebih besar ketimbang rasa kasihannya.

Bandi, si hitam kurus yang mulai mengangkaki Annastasia. Sementara Jose dan Leo menahan tubuh pelacurku, seraya menyicipi masing-masing puting susu yang lansung dilahap begitu rakus.

Deg! Deg! Deg!

Sesak rasanya dadaku tatkala jantungku berdegup begitu keras saat ini.

Cemburuku kembali terbakar saat ketiga laki-laki asing itu benar-benar memperkosa Annastasia di depan wajahku saat ini.

“Anjiiiing sempiiit banget Anaaa tempikmu!” Bandi terkekeh seraya menekan-nekan pelirnya ke arah lubang kencing Annastasia yang tiada kunjung merekah.

“Lo yang anjing! Setan!” Annastasia meronta, namun tiada berguna.

Sungguh, kunikmati pemandangan ini seraya aku bertelanjang, membelai lagi pelirku dengan tangan sendiri.

Beronani saat tubuh Annastasia yang masih berhijab sedang diperkosa Bandi, Leo, dan Jose.

BONUS BOKEP LOKAL KLIK TOMBOL DIBAWAH