My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 8)


Model : Indri Velisa




THE PARTY PT. 2​
Manusia adalah organisme yang berakal, bisa membedakan mana yang baik mana yang buruk. Tentu saja bisa membedakan mana yang benar dan sebaliknya.

Dan kebanyakan, akal itu akan hilang ketika aliran darah yang terhimpun di seluruh tubuh terkuasai oleh syahwat.

Hanya tinggal naluri yang bertengger menguasai segenap asa untuk lekas-lekas dituntaskan.

Seluruh iman akan runtuh layaknya noble metal yang tergerus oleh Aqua Regia, larut tanpa ada sisa, meninggalkan kation dan anion tersaturasi dalam konvensi antar molekul.

Menyisakan perilaku hewani yang dibenarkan oleh dahsyatnya berahi.

Sama seperti kami, enam insan pendosa yang menikmati persanggamaan bebas layaknya hewan dalam masa kawin.

Tanpa ada batasan lagi antara boleh dan tidak. Hanya kepuasan tiada terbatas yang direngkuh oleh tubuh hina ini.

Mereka semua bergantian menikmati liang sanggama dua betina jalang yang menungging, seakan mereka adalah makhluk yang dilahirkan hanya sebagai cawan benih cinta, terdidik menjadi mesin pemuas syahwat.

Puja dan puji dalam bentuk kata-kata kasar kepada sepasang gundukan bernama vagina itu terus terlontar kepada Annastasia.

Sang waktu terus berjalan begitu sombong, meninggalkan seluruh tubuh pendosa ini dengan pagutan kenikmatan yang tiada pernah kukecap sebelumnya.

Kelezatan bermain berahi sore ini terbayar ketika akhirnya benih cintaku berhasil membuncah oleh deraan lidah Annastasia dan Tania.

Sementara setelahnya, kubiarkan Annastasia dinikmati lagi dan lagi oleh ketiga keponakannya, diakhiri dengan ledakan benih cinta dalam liang sanggamanya, menelusup ke rahim istriku.

Dan kali ini, Annastasia benar-benar tidak mendapat orgasme satupun.

Begitu juga Tania yang kurang beruntung karena tiada satupun pejantan yang mau menitipkan benih cinta ke dalam rahimnya malam ini.

Aku pun hanya bisa menikmati persanggamaan yang mereka lakukan di depan mataku, sesekali kubelai sendiri kejantananku yang begitu bernafsu untuk dituntaskan kembali.

Sungguh hatiku sudah dikuasai oleh syawhat ablasa yang sudah menjerumuskanku ke dalam lautan dosa berhiaskan kelezatan yang tiada dapat kutampik.

Bara senja menghilang seraya lelapnya sang Sol di bawah horizon, menyisakan pekat malam yang dihiasi gugusan bintang yang berkelipan manja. Seluruh keperkasaan ketiga pemuda ini pun akhirnya menyerah, kejantanannya tak kunjung ereksi, menyisakan satu kontestan alfa yang masih butuh pelampiasan.

Annastasia makin tidak karuan, di penghujung pemerkosaan yang dilakukan ketiga keponakan bejatnya, ia masih berusaha untuk merangsang sendiri liang sanggamanya dengan jemari yang tampak begitu lincah mengusap klitoris di atasnya.

Ia menoleh ke arahku, “Paaah, sekali aja yah, boleeeeh?”

Aku paham, tubuhnya masih menginginkan orgasme, candunya sejak ia berumur 10 tahun.

Dilebarkannya tungkai montok itu, seraya tangannya terletak sejajar dengan kepalanya. Liang sanggama gemuk dan botaknya masih melelehkan benih cinta Dhika, Nofan, dan Aldo.

Begitu pula dengan anusnya yang merekah, mengalirkan cairan kemenangan pemuda bangsat yang menyidominya.

Namun itulah yang membuatku begitu bernafsu untuk mendekatinya, menikmati tubuh kotor Annastasia yang sudah berzinah dengan tiga keponakannya, merasakan sensasi pelirku diremas erar-erat oleh liang sanggamanya.

Tanpa kuduga, Tania sekonyong-konyong bergabung di atas wanitaku. Ia menurunkan pinggulnya, mencumbu bibir liang sanggamanya dengan milik Annastasia.

Pemandangan yang tidak pernah kutemui sebelumnya dari sosok alpha female sekelasnya. Annastasia bertingkah seperti lesbian, menikmati gempuran gundukan vagina berambut milik Tania.

“Mah?” tanyaku penasaran.

“Iyaah Paah,” sahut mereka berdua seraya menoleh ke arahku.

“Emangnya Mama gak geli lesbi sama Tania?”

Annastasia memejamkan matanya, “geli banget Pah.”

“Udah ah Taaaanh,” tubuh lemah Annastasia yang sudah berjam-jam disetubuhi tampak begitu alpa untuk menyingkirkan Tania.

“Aneeh sih Paaah,” lenguh Tania, “tapi sumpah enak bangeeeth.”

“Baru kali ini Taniaah ngerasain memekh,” lenguh Tania.

Alih-alih berbaku pagut, pemandangan berbeda terlihat di depanku.

Tania tampak begitu berhasrat mengadu berahi dengan Annastasia. Kontras bagi Annastasia, ia berusah menghindari gerakan pinggul Tania yang semakin lama semakin tidak beraturan.

Berulang kali Tania ingin mencumbu bibir Annastasia, tapi Annastasia terus menolaknya.

Hingga akhirnya dengan tenaga yang masih tersisa, Tania mengunci tubuh Annastasia, menahan kuat-kuat tangan istriku di atas kepalanya sendiri seraya melancarkan gempuran lebih intens.

“Taaannh! Stooooph!” Annastasia melenguh, mencoba menghentikan kegilaan Tania.

Sungguh, aku pun tiada habis pikir. Logika ini tiba-tiba menginterupsi seluruh instrumen kesadaran yang membuatnan sejenak berpikir.

Mengapa Tania begitu liarnya sehingga mau bertumbukan liang sanggama yang tiada lazim dilakukan oleh wanita?

Namun semakin saraf sadar ini mencoba mengambil alih lumpuhnya akal yang sedari tadi membinasakan logika dengan tipuan syahwat yang menggelegar, aku malah menikmatinya.

Tubuh lunglai Annastasia terus meronta-ronta, layaknya ia sedang diperkosa oleh sosok perkasa yang haus akan kenikmatan, menghinakan liang sanggamanya dengan gagah di atas istriku.

“Taaaanh! Aaaaah!” Annastasia terus melenguh tatkala gerakan Tania semakin liar.

Kontradiktif dengan lisannya, Annastasia malah menggerakkan pinggulnya, menyinkronkan rangsangan Tania yang semakin tak terkontrol.

“Enaaaaakh jugaaaah! Memeekiiin Mamaah Annaaaah!” lenguh Tania, ia semakin menekan-nekan pinggulnya di atas Annastasia.

“Taniaaaah! Stoooooph!”

“Aaaah!” Annastasia melenguh, akhirnya tubuhnya menikmati perkosaan yang dilakukan oleh Tania.

Tanpa diduga pula, Tania meraih sepasang payudara Annastasia, ditekannya lekat-lekat putingnya ke bagian tengah, dan wanita itu menikmati kelenjar susu Annastasia dengan begitu ganas.

“Aaaaaah! Stoooooph! Daaaaamn!”

Tubuh Annastasia semakin tak terkendali, kali ini aku memutuskan untuk begabung di antara mereka.

Kuselipkan pelir ereksiku di antara liang sanggama Tania dan juga Annastasia.

“Aaaaah!” Keduanya melenguh bersamaan.

“Kontooool Papaaaah! Masuuuuk Paaah! Aaah! Aaah! Aaah!” Annastasia melenguh seraya pinggulnya bergerak tak beraturan.

“Peleeer Papah Alfaaah buaat Taniaaaah ajaaaah,” lenguh Tania tiada mau kalah.

Sungguh, ini adalah reversed sandwich ternikmat sepanjang pergerumulan syahwatku dengan lebih dari satu betina. Karena aku berada di antara dua supermassive blackhole yang sama-sama memiliki gravitasi luar biasa.

Annastasia bukanlah penikmat lesbian, berulang kali frasa itu terngiang di dalam kepala. Namun kali ini ia seolah menyingkap tabir egosentrisnya, berusaha tampil menjadi pusat antariksa di antar kontelasi syahwat para pejantan di sini.

Cleeeep! Cleeeep! Cleeeep!

Kunikmati gerakan tak beraturan mereka. Annastasia hanya menekan-nekan ke atas pinggulnya, sementara Tania menggerakkan maju mundur pinggulnya.

Menciptakan sebuah simfoni primary-and-secondary-balance yang begitu berbeda, seolah pelirku berada di sebuah liang sanggama yang terus-menerus melakukan gerakan meremas dan maju mundur.

“Aaah! Enaaaakh Paaah!” Annastasia melenguh, menikmati impuls yang tercipta dari friksi antara kejantananku di bibir vaginanya.

“Peleeerh Papaaah the beeeesth!” Tania melenguh tak kalah kencang, dentuman berahi tampak semakin merangsek tubuhnya kini.

Seketika seluruh asaku kembali digelontori derasnya syahwat yang langsung melumpuhkan saraf sadar ini.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeeeeph!

Dengan satu hunusan kuat, kuhadiahkan pelir ini ke dalam liang sanggama Tania.

“Paa … Papaaaaah!” Tania langsung melenguh tatkala kejantananku telah berhasil menjajah sepenuhnya liang sanggama wanita itu.

“Paah!” Annastasia melantunkan nada berahi yang begitu mayor, “kok Taniaa duluaaanh?”

Tanpa kupedulikan lisan itu, kugerakkan pelirku, menjajah dengan begitu perkasa sang empunya liang sanggama yang langsung terlena dengan tikaman demi tikaman di dalamnya.

Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!

“Aah! Aah! Papaaah Alfaaaah!” Tania mulai berteriak, kegirangan dizinahi olehku malam ini.

Tubuh Tania, begitu cepat bergetar, seolah seluruh impuls yang baru ditranslasikan kurang dari semenit sudah berhasil mengumpulkan serpihan berahinya di satu titik.

Pijatan liang sanggamanya terasa begitu nikmat memanjakan sekujur pelirku yang terus kelur masuk, menistakan pemudi calon dokter ini dalam nafsu yang memperbudak tubuhnya.

“I love yoouuuu Papaaaaah!”

“Makaasiiiih Paaaaaah!”

Kugenggam erat-erat lekuk pinggul Tania, seraya kupercepat gerakan pinggulku yang direspons dengan intensitas pijatan yang meningkat tatkala ia menekan pinggulnya ke arahku.

Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” Tania berteriak, seraya ledakan orgasme yang berdesir, menekan kuat-kuat pelirku, menimbulkan sensasi geli yang teramat sangat.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeeph!

Kulepas kejantanan hitamku daln liang sanggama Tania, dan langsung kuarahkan kepalanya untuk menuju pemilik yang sesunggunya, Annastasia.

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

Sleeeeeeeeeeeph!

“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” Annastasia mendesah, begitu kencang, menyuratkan sebuah kebahagiaan yang teramat mayor di setiap hunusan kejantananku di liang sanggamanhya.

Butuh empat tikaman kuat dengan formasi maju mundur agar aku bisa menikmati hangat dan lengketnya liang sanggama wanitaku.

Rasanya begitu berbeda. Lebih ketat, lebih erat, lebih mengintimidasi pelirku untuk seolah lekas-lekas bersorak gembira memuntahkan benih cinta di dalamnya.

Rasa pijatannya pun begitu intens terasa di sekujur batang kenikmatanku, menguapkan seluruh kelezatan berzinah dengan Tania yang barusan kuinterupsi.

“Iniii baru kontoooool!” Annastasia melenguh, “minggir Tan,” tukasnya seraya mengusir lekas-lekas tubuh Tania yang sedari tadi di atasnya.

Cploooook! Cplooook! Cploooook!

Oh!

Begitu nikmat rasanya!

Lezatnya liang sanggama istriku yang sudah dihujani miliaran sel sperma dan bersiap memberikan adik baru bagi anak-anakku di rumah.

Aku bisa merasakan panasnya benih cinta ketiga keponakannya yang baru sana menzinahinya. Rasa nikmat ini tidak dapat kuutarakan dalam bentuk untaian kata yang dihasilkan oleh tarian jemariku di atas tombol keyboard.

Begitu basah namun lengket.

Begitu hangat dan ketat.

Begitu nikmat namun lacur.

“Paaah! Aaah! Aaah! Aaaah!”

“Emang dasar Mama kayak perek,” ujarku terkekeh, “udah zinah sama tiga kontol, tapi masih gigit banget memeknya.”

“Aaah! Aaaah! Enaaaakh! Paaah!”

Cploooook! Cplooook! Cploooook!

Tubuh Annastasia berangsung bergetar, pijatan otot kewanitaannya bahkan terasa amat sangat menjepit pelirku, menimbulkan sensasi nikmat dan nyeri bersamaan.

Kali ini, pelirku sudah tidak sanggup dibelai oleh siksaan nikmat vagina Annastasia, kupercepat gerakan pinggulku.

Kutekan kuat-kuat pinggulku, membenamkan pelirku lebih dalam yang langsung dicumbu oleh serviks Annastasia.

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeeeeeeeet!

Creeeeeeeet!

Creeeet!

Creeet!

Benih cintaku meledak begitu dahsyat. Menebarkan khazanah DNA untuk memperebutkan takhta pembuahan sel telur Annastasia yang pasti sudah kewalahan saat ini.

Tubuh Annastasia langsung menyambut gelombang ejakulasi ini dengan getaran yang begitu dahsyat, ia akan meledakkan orgasmenya sebentar lagi.

Sleeeeeeeeeeeeeeeeph!

Kulepas pelirku dari kedua liang sanggamanya yang langsung disambut dengan sorotan ekor matanya ke arahku dengan wajah yang memerah.

“Paaah!” Annastasia melenguh manja, melontarkan protes seraya aku hanya tersenyum ke arahnya.

“Lagiiih! Aaaah!”

“Good wife doesn’t arguing,” ujarku seraya melempar senyum ke arahnya.

“But, Paaaaaah!” Annastasia masih melontarkan protesnya.

Kugelengkan kepalaku pelan, “let’s stop our crazy things.”

“Take a bath and let’s eat.”

Kuhela napas seraya semua mata memandangku dengan tidak percaya. Hanya anggukan pelan yang kutransmisikan kepada mereka.

*****​

Hampir tiga-puluh-menit dihabiskan oleh kami semua untuk membasuh tubuh yang basah dengan dosa yang teramat besar.

Dhika dan Tania bertolak terlebih dahulu, memimpin langkahnya menuju restoran yang berada di gedung utama. Sementara Nofan dan Aldi menyusul kemudian.

Tinggalah aku dan Annastasia, wajah cantiknya seolah kembali bersinar tatkala senyuman yang begitu syahdu teruntai dari sepasang bibir merah mudanya terlontar ke arahku.

Ia mengenakan gamis biru tua dengan hijab lebar yang benar-benar mengunci sempurna sisi liarnya di dalam, memenjarakan kebinalannya dengan kedok pakaian serba terutup. Kacamata Wellingtonnya tak lupa disematkan, menghiasi kesempurnaannya yang begitu kupuja.

Aku menyuruh Annastasia dan Tania untuk tidak mengenakan pakaian dalam, dan mereka menuruti itu.

“I love you, Annastasia Nadia,” ujarku seraya memagut tubuhnya.

“I love you too, Alfa.”

Hangat.

Hanya itu yang kurasakan.

Tanpa syahwat.

Hanya semara yang semakin padat, seolah disemburkan oleh forced induction dalam tekanan yang begitu besar.

“Papa gak ilfeel sama Mama?” bisiknya pelan, “setelah apa yang Mama lakuin sama mereka?”

Kuhela napas pendek, “sama sekali enggak sayang.”

“Papa tahu kok, Mama bukan perempuan yang mudah jatuh cinta.”

Ia lalu melumat telingaku, begitu mesra, dan menyudahinya, “Mama kan udah ngomong Pah.”

“Secara seksual doang.”

Kulepas pelan pagutannya, “tapi mereka anggapnya lebih Mah.”

“Alpha is alpha, right?” tukasnya seraya memandangku serius, “I just need hundreds of orgasm.”

“Not more than different sensations of adultery pleasure.”

“Anything happens, I will still love you.”

“It’s really, anything?” tanyaku, mengafirmasi permintaannya yang langsung direspons dengan miliaran fantasi liar yang melintasi kepalaku.

“Yes,” tukas Annastasia pasti.

Kuanggukkan kepalaku pelan, “create your own rules to obey.”

Ia lalu tersenyum, “as a very good wife for you, Mr. Alfa,” ujarnya lalu membalik tubuhnya, “please insert your cum in to my womb for sign the agreement.”

Ia lalu menaikkan gamisnya, memperlihatkan sepasang pantat sintalnya kepadaku, “fuck this whore to confirm the rule, sir!”

“What’s the rules then?” tanyaku seraya meremas manja pantat indahnya.

“Pertama, Mama gak akan ngentot tanpa izin dari Papa.”

“Kedua, Mama akan hati-hati biar gak bunting.”

Sejenak impuls yang terasa sedikit geli menjalar di otakku, ada beberapa hal yang kupikirkan seraya memandang ke arah Annastasia yang sudah bersiap dengan liang sanggamanya.

“Let’s revise the rules.”

“Mama harus izin sebelum ngentot dengan orang yang udah Papa kenal dan emang deket sama Mama.”

“Izin boleh dari Mama ato orang itu.”

Sejenak Annastasia berpikir, “berarti Cuma 12 orang, iya?”

Kuanggukkan kepala pelan, “bonus 2 orang pilihan Mama.”

“Andra sama Rehan.”

Entah mengapa kedua nama itu disebut begitu cepat. Andra adalah sosok pemuda yang dekat dengannya karena berkenalan di dunia maya. Sementara Rehan adalah terapis erotis yang pernah sekali memijat Annastasia beberapa bulan yang lalu.

Kuanggukkan kepala, “well said.”

“Then,” ujar Annastasia lalu meninggikan pinggulnya, “confirm it by ejaculate your cum inside my womb.”

Kuturunkan gamis Annastasia, seraya membalik pelan tubuhnya. Sekejap lalu aku mendekapnya, begitu erat, menikmati kehangatan yang selalu terpancar dari tubuh sintal wanita berusia 28 tahun ini.

“Let’s eat, I am starving.”

*****​

Kamar ini terletak terpisah dari gedung utama. Karena memang layout nya berupa resort dan terpisah dari gedung utama.

Tingkat okupansi yang tidak tinggi membuat hanya beberapa lampu kamar yang terlihat menyala, termasuk kamar gerombolan pemuda yang hanya berani mengintip kegilaan Annastasia dari posisinya berada.

Sudah menjadi kebiasaanku dan Annastasia bersanggama di luar ruangan. Namun melakukan persanggamaan di depan orang lain, bukanlah hal yang pernah kami lakukan.

Tepat di depan kamar mereka, kuhentikan langkahku. Annastasia paham dengan semboyan yang kuberikan.

Wajahnya terlihat sangat merah walaupun hanya diterpa cahaya temaram dari lampu penerangan jalan yang terletak sekitar lima meter dari perimeterku.

Kusingkap gamisnya, seraya langsung kuturunkan ritsleting di bagian depan, langsung menyembulkan sepasang payudara 36L miliknya yang sudah banyak bekas cumbuan keponakannya sendiri.

“Mamah malu Paah,” lenguh Annastasia.

“Malu tapi tadi ngewe di jendela sampe diliatin sama mereka kan?”

Desir syahwat inu semakin membutakan hatiku, alih-alih menyetubuhinya di depan kamar para pemuda itu, aku malah menarik tangan Annastasia untuk mendekati pintu tersebut.

“Paah! Jangaaan!” Annastasia berusaha untuk menolak kegilaanku.

“Kan Mama sendiri yang mau di gangbang.”

“Ta … tapi,” ujarnya pelan, “ini bukan 12 + 2 core Pah.”

“Kali ini pengecualian,” kuabaikan ucapan Annastasia dan mulai menekan tombol bel kamar ini.

Ding! Dong!

Suara bel kamar sayup terdengar seraya beberapa derap langkah mendekati bibir pintu ini.

Cklaaak!

Pintu kamar ini terbuka, tiga sosok laki-laki asing, mungkin masing-masing usianya sekitar dua-puluh sampai dua-puluh-lima tahun.

Satu orang berbadan atletis dengan otot-otot yang terbentuk. Wajahnya pun bisa dibilang tampan. Annastasia cukup terkesima dengan penampilannya.

Namun dua orang sisanya adalah sosok yang bisa dibilang jauh di bawah standar Annastasia.

Pria kedua berperawakan gemuk dengan wajah yang juga gemuk. Pria ketiga berperawakan kurus dan hitam. Kedua pria inilah yang membuatnya meronta, ingin lekas-lekas mengangkat kakinya dari sini.

Kutarik tubuh istriku masuk ke kamar asing ini. Sementara ketiganya sudah terkekeh melihat keindahan payudara Annastasia.

“Saya Alfa,” ujarku singkat, “ini istri saya Annastasia.”

“Saya Bandi, Om,” ujar pria kurus hitam.

“Saya Leo,” ujar pria gemuk putih.

“Saya Jose,” ujar pria atletis.

“Kalian sudah lihat kan bagaimana saya, dan tiga orang lain di kamar saya tadi bersetubuh sama dia?”

Mereka bertiga terkekeh, mengangguk cepat.

“Silakan nikmati tubuh Annastasia sampai kalian puas.”

“Papaaaaaah!”

Teriakan Annastasia tidak digubris oleh ketika ketiga pemuda yang langsung menarik tubuh Annastasia ke atas ranjang.

“Paaah! Aaaah! Engaaaaak!”

“Lepaaaaash! Anjiiiiiing!”

Dengan mudah tubuh Annastasia dikuasai. Dengan tanpa melepas hijab dan sepatu sneaker biru tua istriku, ia pun ditelanjangi di atas ranjang California King ini.

Satu persatu, senjata mereka dikeluarkan. Bandi yang paling besar, mungkin sekitar 18 sentimeter panjangnya. Jose sedikit lebih pendek namun tidak dikhitan. Sementara Leo yang paling pendek dan juga tidak dikhitan.

“Aaaah! Jangaaaaaan!”

“Bangsaaaaaaat!”

Nahas bagi Annastasia, nafsu ketiga pemuda itu tampak lebih besar ketimbang rasa kasihannya.

Bandi, si hitam kurus yang mulai mengangkaki Annastasia. Sementara Jose dan Leo menahan tubuh pelacurku, seraya menyicipi masing-masing puting susu yang lansung dilahap begitu rakus.

Deg! Deg! Deg!

Sesak rasanya dadaku tatkala jantungku berdegup begitu keras saat ini.

Cemburuku kembali terbakar saat ketiga laki-laki asing itu benar-benar memperkosa Annastasia di depan wajahku saat ini.

“Anjiiiing sempiiit banget Anaaa tempikmu!” Bandi terkekeh seraya menekan-nekan pelirnya ke arah lubang kencing Annastasia yang tiada kunjung merekah.

“Lo yang anjing! Setan!” Annastasia meronta, namun tiada berguna.

Sungguh, kunikmati pemandangan ini seraya aku bertelanjang, membelai lagi pelirku dengan tangan sendiri.

Beronani saat tubuh Annastasia yang masih berhijab sedang diperkosa Bandi, Leo, dan Jose.

BONUS BOKEP LOKAL KLIK TOMBOL DIBAWAH


No comments for "My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 8)"