Model : Sisca Mellyana
Meskipun aku sudah menikah dengan suamiku sejak satu tahun yang lalu, namun sampai saat ini aku masih belum hamil. Aku belum disibukkan dengan urusan mengurus anak. Kesibukanku sehari-hari hanyalah mengurus rumah. Sejak kami menikah, mas Doni melarang aku bekerja. Penghasilannya lebih dari cukup untuk kebutuhan kami sehari-hari. Bosan sih sebenarnya, tapi aku menghormati keputusannya. Fokus mengurus rumah dan suami juga menyenangkan kok.
Aku dan mas Doni hanya tinggal berdua tanpa pembantu. Sebenarnya bisa saja kami memakai jasa pembantu, tapi aku ingin menjadi istri yang mengurus rumah dan suamiku sendiri. Toh rumah kami juga tidak terlalu besar. Kami sengaja tinggal di rumah yang kecil karena kami hanya tinggal berdua.
Suatu hari, mas Doni ingin mengajak adik laki-lakinya yang ada di desa untuk tinggal bersama kami. Adik laki-lakinya itu baru lulus SMA. Dia tidak ingin kuliah dan pengen langsung bekerja. Namun tentu saja karena hanya lulusan SMA, maka sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Apalagi di perdesaan seperti tempat tinggalnya, tentunya tidak banyak pekerjaan yang tersedia.
Mas Doni kemudian menawarkan adiknya itu untuk bekerja di kantornya. Kebetulan di sana ada lowongan sebagai Office Boy. Mas Doni sendiri punya jabatan yang cukup bagus, jadi dia bisa dengan mudah memasukkan orang untuk bekerja di kantornya. Namun aku salut padanya, meskipun dia punya jabatan, tapi dia memberikan adiknya itu pekerjaan dari bawah. Dia ingin adiknya itu jadi pekerja keras.
Singkat cerita, akhirnya adiknya mas Doni itu tinggal bersama kami. Ari namanya. Sudah tiga hari Ari tinggal di sini, namun dia belum mulai bekerja. Dia baru bekerja mulai tanggal satu bulan depan. Dengan demikan dia masih punya waktu luang selama dua minggu. Mas Doni lalu meminta adiknya itu untuk membantu pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, serta mencuci piring. Dia tidak ingin adiknya itu malas-malasan di rumahnya. Sekaligus sebagai latihan untuknya sebelum beneran mulai bekerja.
Dari cerita yang mas Doni sampaikan padaku, Ari itu orangnya emang pemalas. Mereka memang sangat akrab karena mereka hanya dua bersaudara walaupun umur mereka berjarak 6 tahun. Tapi bedanya mas Doni itu rajin sedangkan Ari pemalas banget. Emang kelihatan banget sih, kuliah aja gak mau. Beda banget dengan mas Doni yang sukses punya jabatan bergengsi di kantornya. Selain beda sifat, penampilan mereka juga berbeda. Ari jauh lebih dekil dibandingkan mas Doni. Suamiku itu memang tidak terlalu ganteng sih, tapi setidaknya dia tajir, haha.
Mulut mas Doni sampai berbusa menyuruh adiknya itu untuk bantu-bantu bersihin rumah, namun karena memang dasarnya pemalas, Ari tidak mau menuruti perintah kakaknya. Kerjaannya di rumah kebanyakan hanya menyantai dan ongkang-ongkang kaki saja. Mas Doni sampai harus ngomel panjang lebar terlebih dahulu barulah adiknya itu mau bergerak. Itupun kerjaannya banyak yang gak beres. Padahal dengan adanya Ari, aku harap pekerjaanku di rumah bisa berkurang, tapi ternyata tidak. Heran banget, katanya pengen kerja, tapi pemalas. Dia pengen duit? Tapi mana ada sih orang kaya yang pemalas? Kecuali dapat warisan.
Bukan hanya sekedar pemalas, ada satu lagi kelakuan gak ada akhlak anak tersebut. Yaitu suka curi-curi pandang ke arahku. Aku sering memergoki dia memandangiku dengan tatapan cabul. Apa mungkin karena pakaianku? Hmm... kalau di rumah aku biasanya memang hanya pakai daster sih, atau baju kaos dan celana pendek. Kalau cuacanya panas banget aku bahkan pakai tanktop. Namun untuk kelakuannya yang ini aku mencoba untuk cuek saja. Meskipun awalnya risih, tapi kemudian kubiarkan saja. Aku gak mau terlalu mikirin. Aku juga gak mau mengadu ke mas Doni, takut ada ribut-ribut. Aku gak suka ribut-ribut. Dibawa santai aja, namanya juga cewek cantik, wajar kan dilirik-lirik cowok, hihi. Yang penting tidak melampaui batas.
Saat ini, aku dan mas Doni baru saja pulang belanja bulanan. Belanjaan kami sangat banyak. Begitu sampai di rumah, mas Doni langsung memanggil adiknya itu untuk dimintai tolong membereskan barang belanjaan. Tapi seperti biasa, Ari susah banget untuk disuruh. Geraknya lama banget. Dengan malas-malasan akhirnya dia mau juga membantu.
“Duh Ri, kamu itu dengerin dong omongan mas Doni!” Ujarku pada Ari.
“Ini kan aku lagi bantuin kak,” balasnya.
“Iya!! Udah monyong-monyong mulut mas Doni baru kamu gerak!” Seruku kesal.
“Iya deh iya... maaf,” ujarnya.
“Rajin dikit napa sih!? Kan katanya mau kerja... Inisiatif dong, jangan tunggu disuruh dulu baru gerak!”
“Iyaa....”
“Jangan iya iya terus! Laksanakan!”
“Siap! Laksanakan!” Ujarnya meniru gaya komandan upacara. Huh! Dia ini... malah dibawa bercanda.
“Ishh... dasar, ya udah kerjakan yang benar!”
“Okeee...” balasnya. Aku geleng-geleng kepala. Benar-benar deh kelakuannya ini.
“Aku mau mandi dulu, kamu tolong bantuin kak Mona bereskan barang belanjaan ya...” ujar mas Doni kemudian.
“Baik,” sahut Ari. Mas Doni lalu masuk ke kamar.
“Bentar ya, kakak mau minum dulu,” ujarku pada Ari.
“Mau aku ambilkan kak?” Tawarnya.
“Gak usah,” balasku.
“Yah, katanya aku disuruh inisiatif,” ujarnya cengengesan. Aku mendengus sebal.
Aku lalu berjalan menuju dapur untuk mengambil minuman. Saat berjalan ke dapur, aku merasa Ari memperhatikanku dari belakang. Benar saja, saat aku menoleh dia ternyata sedang ngeliatin aku. Begitu aku memergokinya dia langsung sok sibuk beres-beres barang belanjaan lagi. Geez!! Dia ngeliatin apaan sih? Bokongku!? Celana jeans panjang yang aku pakai saat ini memang agak ketat sih >,<
Aku hanya menahan rasa sebal. Setelah mengambil minuman, aku lalu kembali ke ruang tamu. Sambil menikmati minuman, aku mengarahkan Ari meletakkan barang-barang belanjaan. Seperti makanan dan buah-buahan diletakkan di kulkas. Sabun mandi, pasta gigi dan keperluan mandi lainnya diletakkan di lemari gantung dekat dapur, dan lain sebagainya.
“Kak, ini diletakkan dimana?” Tanya Ari sambil mengangkat sehelai pakaian, yang ternyata adalah celana dalam yang baru aku beli! Aku nyaris tersedak dibuatnya.
“E-eh... Itu biarin aja!!” Seruku. Duuuh... dia ini!
“M-maaf kak... aku pikir apa tadi...” Ari meletakkan kembali celana dalam itu ke dalam kantong belanjaan. Dia tampak salah tingkah. Dia sepertinya juga gak nyangka kalau itu adalah celana dalam. Emang tadi dia pikir itu apaan? Kain lap??
Dia melanjutkan lagi beres-beresnya, tapi aku lihat pandangannya melirik-lirik ke arah kantong berisi celana dalamku itu. Dia mikirin apaan ya? Haha. Aku tiba-tiba jadi kepengen menggodanya. Aku letakkan gelas minumanku ke atas meja.
“Gimana menurut kamu?” Tanyaku padanya kemudian.
“Apanya kak?” Dia balik bertanya. Entah beneran tidak paham atau pura-pura tidak paham.
“Celana dalam kakak... bagus gak?” Tanyaku lagi.
“Eh... ce-celana dalam?”
“Iya... celana dalam yang kamu pegang barusan, celana dalam yang belum kakak pake tapi udah kamu pegang-pegang itu,” ujarku. Ari semakin salah tingkah. Ingin tertawa aku melihat ekspresi wajahnya.
“I..itu... gak tahu juga sih kak bagus atau gak,” jawabnya.
“Kok gak tahu sih? Kan barusan udah lihat, juga udah kamu pegang kan?” Ujarku dengan nada menggoda.
“Iya... i..itu... soalnya belum kak Mona pakai sih, kalau udah kak Mona pakai baru deh aku bisa nilai bagus atau gak, hehe,” balasnya. Ya ampun!! Aku gak nyangka dia nekat berkata seperti itu! Berani juga dia. Namun dia tampaknya takut aku marah setelah dia berkata seperti itu. Tapi aku gak marah kok. Kan aku memang sengaja menggoda dia. Lucu aja liat ekspresinya, haha.
“Hmm... kakak mau sih... tapi kakak takut nanti kamu malah dihajar mas Doni, hihihi...” ujarku tertawa. Tampangnya makin gak karuan mendengar perkataanku, haha. Tentu saja aku hanya bercanda. Mana mungkin aku sengaja memakai celana dalam itu untuk diperlihatkan di hadapannya.
“I-iya juga sih kak, duh... padahal aku pengen lihat kakak memakainya biar bisa nilai bagus atau gak, hehehe,” ujarnya. Astaga, dia ternyata terus meladeni omonganku.
“Iya dek, sayang sekali, hihihi... Dah ah, kakak mau mandi juga,” ujarku kemudian bangkit, lalu mengambil kantong belanjaan berisi dalamanku itu.
“Mau langsung dipakai ya kak?” Tanyanya masih membahas celana dalam. Dia sepertinya berharap banget ya? Hahaha.
“Iya dong... tapi kakak mau tanya mas Doni aja, gak jadi tanya kamu, hihi... Dahhh... tolong bereskan sisanya ya...” ujarku. Aku kemudian berlalu begitu saja dan masuk ke kamar, meninggalkan adik iparku itu sendirian.
Saat aku ke kamar, tampak mas Doni sudah selesai mandi. Akupun memutuskan untuk mandi juga. Setelah selesai mandi, aku yang masih mengenakan handuk kimono naik ke tempat tidur. Yang mana di sana ada Mas Doni yang sedang rebahan di tempat tidur sambil menonton tv.
“Mas, si Ari bakal tinggal di sini terus?” Tanyaku pada mas Doni.
“Kenapa? Kamu gak suka ya dia tinggal di sini?” Mas Doni balik bertanya padaku.
“Aku sih gak keberatan dia tinggal di sini, tapi coba aja dia itu rajin dan mau bantu-bantu,” jawabku.
“Yaahh... memang susah dia itu, dia terlalu dimanjakan sama ibu dan bapak, makanya sekarang jadi pemalas... Kalau nanti sudah bekerja masih seperti itu, dia terpaksa mas keluarkan, masih banyak orang rajin yang butuh pekerjaan,” terang mas Doni. Benar sih. Lagian dia bakal bikin malu mas Doni nanti kalau kerjaannya gak becus dan malas-malasan.
“Hmm... Masih ada waktu dua minggu lagi kan sebelum dia masuk kerja? Besok aku coba ngomong sama dia lagi deh... Semoga saja dia mau berubah,” ujarku.
“Okeeee, tapi gak usah terlalu berharap, kalau dia memang tidak bisa dikasih tahu, nanti mas suruh dia balik ke kampung”
“Hahaha, oke oke...”
“Hmm... sayang... mas kepengen nih...” ujar mas Doni kemudian.
“Eh, eh, kok tiba-tiba?”
“Gak tiba-tiba kok, dari tadi mas udah nafsu liat kamu, tapi kamu malah bahas Ari.”
“Oh, gituuu, hihihi...” Aku tertawa kecil. Mas Doni kemudian mendekati diriku dan langsung menciumku. Handuk kimonoku lalu dilepaskannya. Selanjutnya... ya kamipun ML ^o^
***
Keesokan harinya setelah mas Doni berangkat bekerja, akupun mengajak Ari bicara. Aku menasehatinya, menceramahinya, berkhotbah, atau apapun namanya itu supaya dia mau berubah. Dia hanya mengiyakan saja, tapi aku tahu kalau dia tidak serius.
“Ya udah, sekarang mau kamu apa?” Ujarku kemudian.
“Mau makan kak, lapar nih...” jawabnya sembrono.
“Serius dong kamu!!”
“Iya iya... aku bakal rajin.”
“Beneran? Janji?”
“Hmmmm...” Dia tampak keberatan.
“Huh! Ya udah gini deh, kalau kamu mau berubah, kakak bakal kasih kamu hadiah,” ujarku kemudian.
“Hadiah?”
“Iya.”
“Apa kak hadiahnya?”
“Apa ya... kamu maunya apa?”
“Hmm apa ya?”
“Apaan?” Tanyaku lagi.
“Belum tau nih kak, bingung mau minta apaan,” jawabnya.
“Ya udah, kalau gitu kamu kerja dulu, beres-beres rumah sambil kamu pikirkan mau hadiah apa,” ujarku padanya.
“Iya deh...”
“Sip! Yang benar kerjanya... kakak bakal terus ngawasin kamu!”
“Iya iyaa....”
Ari kemudian mulai beres-beres rumah. Dia menuruti perkataanku. Dia baru boleh nyantai kalau seluruh pekerjaannya sudah selesai. Sejauh ini dia melakukan pekerjaannya dengan cukup baik. Aku senang melihatnya. Memang seharusnya begitu, tinggal di rumah orang itu gak boleh malas-malasan. Jangan hanya sekedar numpang makan dan numpang tempat tinggal. Lagian dia juga harus berubah kalau mau bekerja. Dia gak akan bisa bekerja kalau dia masih malas-malasan seperti itu. Aku juga gak mau dia jadi beban pikiran mas Doni. Yahh... walaupun harus diiming-imingi hadiah, tapi setidaknya dia sekarang mau berubah.
Setelah sepanjang hari beres-beres rumah, Ari akhirnya selesai juga.
“Jadi kamu mau minta hadiah apa?” Tanyaku padanya.
“Hmmm... apa aja boleh?”
“Tergantung mintanya apa, tapi kakak usahakan, emang kamu mau minta apa?” Tanyaku lagi. Aku kok jadi deg-degkan ya memikirkan apa kira-kira yang akan dia minta.
“Aku... aku boleh pinjam celana dalam kakak?” Ujarnya. Aku kaget mendengarnya.
“Hah?”
“B-boleh gak kak?” Dia bertanya ragu-ragu takut aku marah.
“Celana dalam kakak? Untuk apa sih?”
“Untuk... anu... untuk itu...” Dia bingung dan grogi menjawabnya.
“Untuk apa? Yang jelas!!” Seruku.
“Untuk bahan coli aku! Aku nafsu sama kak Mona! Aku suka ngebayangin kak Mona! Jadi tolong pinjamin celana dalam kakak ke aku untuk aku pejuin!!” Serunya. Dia mengatakannya dengan jelas dan tegas. Tanpa malu dia mengatakan itu padaku. Justru aku yang malu mendengarnya. Aku rasa wajahku memerah saat ini saking malunya. Emang gak ada akhlak nih anak!
“Arii... kamu ini....”
“E..ehh... K-kalau gak boleh juga gak papa kak,” Ari kembali grogi setelah mengatakan itu. Aku tadi sempat pengen marah mendengarnya, tapi setelah kupikir-pikir ya sudahlah. Aku hargai keterusterangannya.
“Tapi kamu harus janji... setelah ini gak boleh malas-malasan lagi,” ujarku.
“Iya kak, aku janji!”
“Harus rajin bantu-bantu, jangan tunggu disuruh dulu baru gerak,” lanjutku.
“Iya kak”
“Ya sudah kalau gitu, nanti kakak pinjamin,” ujarku.
“Ugh!! Makasih kak!!! Kak Mona memang yang terbaik!!” Dia berteriak kesenangan. Aku tersenyum kecil.
“Sekarang kamu mandi dulu, terus istirahat,” suruhku.
“Oke kak, aku tunggu ya hadiahnya, hehe...” balasnya. Diapun kembali ke kamarnya.
Huh! Ya ampun anak itu. Laknat sekali permintaannya. Dia ingin celana dalamku untuk bahan colinya. Dia bahkan berani memintanya terus terang seperti itu. Apa dia tidak mengerti kalau aku ini adalah istri abangnya yang seharusnya dia hormati? Namun anehnya aku justru tidak marah. Meskipun sangat kurang ajar, tapi entah kenapa aku malah mengabulkan permintaannya. Yaaah... semoga saja dengan begitu dia beneran berubah jadi rajin.
Aku kemudian pergi ke kamarku. Aku langsung membuka lemari pakaian. Dari laci lemari aku ambil sehelai celana dalamku yang berwarna hitam. Aku kemudian pergi ke kamar Ari. Aku masuk tanpa mengetuk pintu. Astaga! Ternyata Ari baru saja selesai mandi. Dia sedang bugil sambil handukan.
“K-kak Mona!!” Ujarnya kaget, sekaget diriku.
“Eh, sorry... Kakak cuma mau ngasih ini,” ujarku melemparkan celana dalamku ke arahnya. Dengan gesit Ari menangkapnya.
“Makasih kak, hehe...” ucapnya.
“Silahkan kamu gunakan sepuasnya!” Ujarku.
“Ini mau langsung aku gunakan kok, hehe,” ujarnya cengengesan. Dia lalu mencium celana dalamku dan menghirupnya dalam-dalam. Duh, aku merinding melihatnya memperlakukan celana dalamku seperti itu. Tampak penisnya langsung jadi tegang. Aku berusaha membuang muka, tapi mataku gak bisa lepas dari selangkangannya. Penisnya lebih gede dari mas Doni, serta lebih hitam.
“Ari...”
“Ya kak?”
“Besok kamu bantu beres-beres rumah lagi ya... nanti kakak kasih lagi,” ujarku.
“Beneran kak? Asiiikk!! Hehehe,” ujarnya senang sekali. Aku tersenyum. Tanpa berkata apapun lagi aku kemudian keluar dari kamarnya, meninggalkan Ari yang sedang bersenang-senang dengan celana dalamku. Semoga keputusanmu ini tepat Mona!
**
Selama beberapa hari setelah itu, Ari tidak pernah malas-malasan lagi. Ari selalu mengerjakan pekerjaan rumah dengan baik. Aku senang dia berubah. Pekerjaanku jadi berkurang banyak karena ada dia. Mas Doni ikut senang adiknya itu tidak malas-malasan lagi, padahal yang sebenarnya terjadi aku harus memberi adik laki-lakinya yang mesum itu celana dalam milikku setiap hari untuk dijadikan objek coli. Sudah 5 helai celana dalamku yang dipinjamnya! Entah gimana nasib mereka saat ini T.T
Sore itu dia baru saja selesai merapikan tanaman-tanaman di halaman depan. Tentunya sambil diawasi olehku. Aku gak mau dia salah pangkas tanaman favoritku. Selama dia bekerja tadi, dia selalu sambil melirik-lirik ke arahku. Pakaianku memang agak terbuka sih, aku hanya pakai tanktop dan hotpants. Memandangiku sepertinya merupakan penyemangat kerja untuknya.
“Gimana kak? Aku gak pemalas lagi kan?” Tanyanya.
“Iya, udah nggak... tapi celana dalam kakak abis sama kamu!” Jawabku.
“Hehehe”
“Ketawa!!”
“Hehehe, oh ya... anu kak... untuk hari ini, aku mau celana dalam yang kak Mona pakai sekarang dong...” ujarnya kemudian. Ugh... dadaku berdebar mendengarnya.
“Yang sedang kakak pakai sekarang? Tapi kan udah kakak pakai seharian...”
“Justru karena itu kak, hehehe... Gimana kak? Boleh kan?”
“Hmmm... terserah kamu deh!”
“Makasih kak Mona... sama satu lagi, aku boleh gak minta foto kakak? Biar lebih enak ngebayanginnya,” pintanya.
“Kan bisa kamu lihat sendiri di IG kakak,” balasku.
“Iya, tapi di sana gak ada foto kakak yang seksi-seksi.”
“Jadi menurut kamu pakaian yang kakak pakai sekarang ini seksi?” Tanyaku.
“Iya kak, aku suka pakaian yang kakak pakai sekarang, cocok banget sama body kakak yang bagus, bikin aku horni, apalagi kak Mona cantik banget, hehe,” jawabnya. Duh Ari ini... dia tidak pernah sungkan bicara terus terang seperti itu padaku.
“Terserah kamu deh,” ujarku akhirnya membolehkan. Entah kenapa aku terus mengiyakan permintaannya. Apa sebenarnya aku juga menyukainya? Sepertinya memang benar kalau aku menyukainya. Ada perasaan aneh mengetahui celana dalamku dia gunakan untuk bahan masturbasinya. Ada perasaan bangga tubuhku begitu dikaguminya. Aku senang dia selalu memuji diriku, dan aku suka keterusterangannya.
Ari kemudian mengambil fotoku dengan kamera handphonenya. Dia mengambil beberapa foto diriku yang saat ini hanya mengenakan tanktop dan hotpants. Aku berpose dan tersenyum semanis mungkin di depan kamera. Berusaha sebaik mungkin memberi foto terbaik untuk bahan coli adik iparku itu.
“Sip! Makasih ya kak, hehe,” ucapnya setelah merasa puas mengambil foto-fotoku.
“Iya... celana dalamnya jadi juga?” Tanyaku.
“Ya jadi dong kak...” jawabnya.
“Hmm... ya udah, tunggu kakak di kamarmu, kakak mau mandi dulu.”
“Oke!”
Ari kemudian kembali ke kamarnya. Sedangkan aku pergi ke kamarku untuk mandi. Celana dalam yang barusan ku kenakan aku sisihkan untuk Ari. Setelah selesai mandi dan handukan, aku kemudian pergi ke kamar Ari. Aku ke kamarnya hanya memakai handuk, tanpa memakai apa-apa lagi di baliknya. Duh, apa sih yang kupikirkan!? Tentu saja Ari takjub melihatku yang hanya mengenakan handuk. Ukurannya juga pas-pasan menutupi tubuhku yang masih basah dari belahan dada hingga ke paha atas.
“Liatin apaan? Nih celana dalamnya! Ini celana dalam yang baru kakak pakai!” Ujarku padanya. Ari sendiri topless, hanya memakai celana pendek saja.
“E-eh, i-iya kak... Duh kak Mona seksi banget, aku foto bentar kak,” ujarnya.
“Eeeehh... foto apa lagi sih!? Kan udah tadi!!” Seruku protes, tapi dia tetap mengambil beberapa jepret fotoku dengan cepat. Duh, dia sampai memiliki foto diriku yang hanya mengenakan handuk juga >,<
“Hehehe, bagus kak hasilnya, makasih ya kak fotonya, makasih juga celana dalamnya... Eh, ini celana dalam yang waktu itu ya kak?” Ujarnya memperhatikan celana dalamku bolak-balik.
“Iya, yang kamu pegang-pegang waktu kamu beresin barang belanjaan, sekarang silahkan kamu pegang-pegang lagi, atau terserah mau kamu apakan!” Balasku.
“Oke kak, duh jadi gak sabar coli pakai celana dalam ini sambil liat foto-foto kak Mona barusan, hehe”
“Ishh... dasar... Ya udah kakak ke kamar dulu”
“Bentar kak!!”
“Apa lagi?”
“Ini celana dalam kakak yang kemaren-kemaren aku kembalikan sekarang, hehe...” ujarnya kemudian mengambil tumpukan celana dalamku di sudut kamar, termasuk sehelai celana dalam yang masih ada di atas tempat tidurnya. Dia kembalikan semua itu kepadaku. Aku langsung mencium aroma yang tak sedap. Banyak bekas noda di semua celana dalamku. Duh, ini pasti bekas peju anak ini! Hiks, celana dalamku jadi gak karuan seperti ini kondisinya T.T
“Dicuci dulu kenapa sih?” Tanyaku kesal.
“Belum sempat kak, hehe,” jawabnya santai.
“Jeeezzz... ya udah untuk kamu aja!!” Ujarku melemparkan semua celana dalamku itu kembali hingga berserakan di tempat tidurnya. Enak aja mengembalikan celana dalamku dalam keadaan seperti itu. Jadi harus aku yang mencucinya? Ogah!
“Oohh... Ya udah, untuk koleksiku aja kalau gitu, hehe,” ujarnya. Aku hanya menghela nafas.
“Kak...” Panggilnya.
“Apa lagi?”
“Kakak mau mandi kan? Mandi di kamarku aja... atau mau mandi bareng? Hehe”
“Kakak udah mandi, kamu gak lihat badan kakak masih basah gini??” Balasku.
“Mana tau mau mandi lagi, hehe...” Dia cengengesan.
“Ya elah...”
Anak ini sepertinya hanya sekedar ingin membuatku berlama-lama di kamarnya. Dia hanya ingin lama-lama melihatku hanya mengenakan handuk. Aku bisa membaca pikiran mesummu dek!!
“Oh ya kak...”
“Apa lagi?”
“Kakak tahu gak kalau...” Namun belum selesai Ari bicara, tiba-tiba terdengar suara pagar. Mas Doni pulang! Aku kaget. Aku langsung balik badan meninggalkan kamar Ari. Bisa panjang urusannya kalau aku kedapatan hanya mengenakan handuk di dalam kamar adiknya ini. Namun karena kurang hati-hati dan bergerak terlalu lincah, akupun terpeleset dan jatuh ke lantai. Handuk yang aku kenakan jadi terlepas! Padahal aku belum keluar dari kamar. Maka terjadilah, tubuh telanjangku terlihat oleh adik iparku ini!
“Ughh... sakit!”
“Kak Mona gak papa!?” Ari langsung menolongku. Dia membantuku bangkit berdiri. Tentunya matanya terus jelalatan melihat ke tubuh telanjangku. Ari lalu mengambilkan handukku dan membantu memasangkan handuk tersebut ke tubuhku.
“Kakak bisa sendiri!” Ujarku, tapi Ari tetap membantu memasangkan handuk tersebut, sepertinya dia sengaja curi-curi kesempatan pegang-pegang aku. Ugh!
Akupun sudah memakai handuk lagi. Setelah itu aku lalu bersiap keluar dari kamarnya, tapi ternyata sudah gak sempat, Mas Doni sudah masuk ke dalam rumah! Jika aku keluar sekarang pasti mas Doni bisa melihatku keluar dari kamar Ari.
“Duh, gimana nih?” Aku makin panik.
“Jangan keluar dulu kak, kak Mona di sini aja dulu, keluarnya nanti aja kalau sudah aman,” usul Ari. Aku mau tidak mau terpaksa menurutinya. Aku tidak punya pilihan lain. Ari juga sepertinya tidak ingin terjadi masalah dengan abangnya itu.
“Ya udah kalau gitu,” sahutku menghela nafas.
Tak lama kemudian terdengar suara mas Doni memanggilku. Aku tidak menjawab dan pura-pura tidak ada di rumah. Mas Doni lalu memanggil-manggil Ari. Untungnya mas Doni memanggil dari kejauhan, tidak langsung datang ke kamar Ari.
Ari lalu keluar dari kamar. Pintu kamarnyapun aku kunci dari dalam. Aku menunggu sendirian di dalam kamarnya. Aku duduk di pinggir tempat tidur. Mataku memperhatikan sekeliling. Kamarnya cukup rapi dan bersih sebenarnya, hanya saja celana dalam-celana dalamku yang bekas dia jadikan objek coli yang berserakan di atas tempat tidur itu merusak pemandangan. Huh!
Setelah beberapa saat kemudian aku mendengar suara langkah kaki. Kemudian pintu kamar diketuk.
“Kak ini aku...” bisik Ari. Aku lalu membuka pintu.
“Mas Doni dimana?” Tanyaku.
“Ada di dalam kamarnya, dia nanyain kakak,” jawabnya.
“Terus kamu jawab apa?” Tanyaku lagi.
“Aku jawab aja kak Mona pergi belanja,” jawab Ari.
“Okeee... Terus gimana nih? Gimana caranya kakak kembali?”
“Nanti aja kak kalau udah aman, kak Mona di sini aja dulu temani aku, hehe...”
“Huh! Ya udah deh...” Aku menghela nafas. Emang gak ada pilihan lain.
“Nnggg... kak, selagi nunggu, aku boleh gak coli di depan kakak?” Ujar Ari kemudian.
“Hah? Kok gitu sih? Jangan aneh-aneh deh... Kan tadi katanya cuma minta celana dalam yang bekas kakak pakai aja!”
“Beda lah kak, celana dalam itu kan hadiah biar rajin, kalau coli di depan kakak ini karena udah menyelamatkan kak Mona biar gak ketahuan mas Doni, hehehe,” ujarnya beralasan. Seenaknya aja dia ini!
“Tapi kan...”
“Boleh dong kak... sekali aja, udah gak tahan nih dari tadi, apalagi sejak liat kak Mona bugil tadi...”
“Terserah kamu deh, kakak capek!” Balasku. Malas berdebat lama-lama dengan adik ipar mesum seperti dia. Aku turuti saja biar cepat selesai.
“Hehehe, asik!” Seru Ari girang. Adik iparku itu kemudian menurunkan celana beserta celana dalamnya. Diapun telanjang bulat. Penisnya yang tegang langsung dikocok-kocoknya di depanku. Ugh! Risih aku melihatnya. Tapi memikirkan diriku yang dijadikan objek masturbasi langsung di depan matanya bikin aku merinding horni juga.
“Buka handuknya dong kak... bugil aja,” pinta Ari kemudian sambil terus mengocok kontolnya di depanku.
“Jangan dong deeek!” Aku menolak.
“Tanggung kak... kan tadi udah lihat juga,” ujarnya.
“Tadi kan gak sengaja!” Balasku.
“Ayo dong kak... Kak Mona makin terlihat cantik dan seksi kalau bugil...”
“Tapi...”
“Pleaseee....”
Ari terus membujukku untuk telanjang bulat di hadapannya. Meskipun awalnya keberatan, tapi akhirnya akupun terbujuk. Aku sudah terlanjur horni!
“Ya udah, tapi jangan difoto ya...”
“Oke kak...”
Aku lalu membuka lilitan handukku hingga akupun telanjang bulat. Jika tadi aku bugil karena ketidaksengajaan, namun kali ini aku sengaja membuka handukku di depannya! Aku sengaja bugil di depan adik iparku untuk dijadikan objek masturbasinya! Ugh!
“Anjirrr... mantab banget body kak Mona!!” Ari langsung meracau karena kagum dengan tubuhku. Dia makin cepat mengocok kontolnya. Kurasa kontolnya terlihat semakin gede.
“Maaf kak, jangan ambil hati ya kalau ngeracauku aneh-aneh,” ujar Ari kemudian. Aku mengangguk kecil tanda paham. Diapun lanjut coli dengan heboh sambil matanya terus memandangi tubuhku.
Awalnya jarak kami sekitar dua meter, tapi semakin lama dia semakin mendekat. Bahkan sekarang dia memperhatikan payudara dan vaginaku hanya dalam jarak 30 cm.
“Uhhh... kak Mona cantik... putih mulus... sempurna banget, pengen entotin kak Mona...”
“Toket kak Mona mantap... pengen remas dan emut putingnya sepuasnya...”
“Ahh... pengen masukin kontol ke memek kak Mona sampai mentok... ahhh...”
“Pengen hamili kak Mona, pengen bikin anak sama kak Mona...”
Ari terus meracau gak karuan. Sambil terus mengocok penisnya dan melihat tubuh telanjangku, dia terus melontarkan kata-kata vulgar. Dadaku berdebar kencang. Mendengarnya memuji-muji tubuhku membuatku bangga. Mendengarnya meracau kata-kata kotor tentangku membuatku semakin horni. Namun saat sedang asik-asiknya, tiba-tiba terdengar suara mas Doni memanggil. Mas Doni mendekat ke kamar! Kami berdua langsung panik.
“Ari!! Gimana nih!?” Aku berbisik keras.
“Sembunyi kak!” Suruhnya.
“Sembunyi dimana?”
“Ke sini kak!” Ari kemudian menarikku ke belakang pintu kamar. Pintu tersebut tidak bisa dibuka sepenuhnya karena terganjal lemari, jadi ada ruang sela di sana untuk berdiri dengan aman. Ari kemudian menarik sprei tempat tidurnya lalu menutupi celana dalamku yang berserakan di atas tempat tidur dengan sprei tersebut. Dia juga mengacak-acak kamarnya sehingga terlihat berantakan.
Bersamaan dengan itu mas Doni sudah berada di depan pintu. Dia mengetuk pintu kamar Ari. Aripun membuka pintu kamarnya. Dia juga berdiri di belakang pintu untuk menutupi tubuh telanjangnya. Di balik pintu ini aku dan Ari sama-sama telanjang bulat. Aku berada di belakang Ari bersembunyi, sedangkan Ari yang berada di depanku hanya mengeluarkan kepalanya saja.
“Ada apa mas?” Tanya Ari.
“Duh, kamar kamu berantakan sekali! Rapikan dulu kamar kamu ini!” Ujar mas Doni.
“Hehehe.. Baik mas,” sahut Ari.
“Kalau sudah selesai, langsung ke belakang, temani mas ngobrol dan ngopi... suntuk gak ada Mona,” ujar mas Doni kemudian.
“Hehe, ditinggal kak Mona sebentar udah kangen aja mas, tenang aja mas, bentar lagi dia pulang kok,” balas Ari cengengesan. Suamiku itu sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Istri tercintanya tidak kemana-mana, namun ada di dalam kamar adiknya, di belakang pintu bersembunyi dengan kondisi telanjang bulat!
“Ya sudah, buruan bereskan kamarnya... mas tunggu di belakang,” ujar mas Doni kemudian pergi. Aku menghela nafas lega. Untung saja tidak ketahuan. Sumpah deg-degkan banget!
“Udah pergi kak,” ujar Ari sambil menutup kembali pintu. Tubuh kami masih menempel saling berdekatan.
“Hampir aja...” lirihku.
“Iya kak, untung ada aku, hehe,” ujarnya. Dia tidak mundur sama sekali, masih saja menempel denganku. Aku mau mundur juga gak bisa karena terhalang tembok.
“Tapi kan gara-gara kamu juga kejadiannya jadi seperti ini!” Balasku kemudian mendorong tubuhnya agar mundur menjauh.
“Tapi kalau gak aku tolongin pasti kakak bakal ketahuan, hehe...” ujarnya sambil kembali mendekat.
“Iya deh iya... makasih! Sekarang sana kamu temui mas Doni, alihkan perhatiannya selagi kakak kembali ke kamar kakak,” ujarku sambil kembali mendorongnya menjauh.
“Nanti dulu dong kak...” Ari mendekat lagi.
“Apa lagi??” Aku tidak mendorongnya kali ini, kudengarkan dia berbicara. Posisi kami berdiri masih berdekatan.
“Aku kan belum selesai colinya...” Ujar Ari lebih mendekat. Sekarang tubuhnya nyaris menempel dengan tubuhku.
“Tapi mas Doni kan nyuruh kamu ke halaman belakang!” Balasku.
“Iya, tapi kan dia nyuruh aku bersihkan kamar dulu, jadi aku masih punya waktu berduaan dengan kak Mona, hehe...”
“Oohh, berarti tadi kamu sengaja ya berantakin kamar kamu?” Tanyaku.
“Iya kak, biar disuruh bersihkan kamar, padahal karena aku pengen berduaan lebih lama dengan kak Mona, hehe,” jawabnya.
“Ya ampun... Dasar licik kamu dek! Gak ada akhlak!” Ujarku geleng-geleng kepala memasang wajah sebal. Ari cengengesan saja. “Ya sudah buruan!” Ujarku kemudian, pasrah menuruti kehendaknya.
Ari kemudian lanjut coli lagi, namun kali ini dalam jarak yang sangat dekat dengan tubuhku! Aku dapat merasakan hembusan nafasnya yang berat. Aku dapat merasakan ujung kepala penisnya menyentuh pahaku.
“Oh ya kak, aku kok penasaran ya pengen kakak makai celana dalam yang bekas aku pejuin itu, hehe...” ujarnya mengajakku ngobrol sambil terus coli.
“Hah? Yang ada noda peju kamu itu?”
“Iya...”
“Gak mau! Jijik!!”
“Hahahaha... Dicoba dong kak... sekali aja... pleaseee,” rengeknya. Lagi-lagi aku tidak kuasa menolaknya meskipun permintaannya sangat mesum. Entah kenapa diriku ini.
“Ya udah, besok deh...”
“Oke kak, makasih... Duh, aku jadi makin horni membayangkan kakak makai celana dalam yang bekas aku pejuin, hehe...”
“Huuuu... dasar! Kok bisa sih ya, mas Doni punya adik yang mesum kayak kamu? Kakak jadi repot punya adik ipar seperti kamu!” Ujarku.
“Aku malah beruntung banget punya kak ipar kayak kak Mona, hehe” balasnya. Aku tertawa kecil. Kami saling berpandangan dalam jarak yang dekat. Aku dapat melihat tatapan penuh birahi di matanya. Jantungku berdetak kencang. Lalu tanpa kusadari bibirnya sudah mendekat dan mencium bibirku. Aku kaget. Tak hanya mencium bibirku, tangannya kemudian juga lancang menggerepe-gerepe tubuhku, bahkan meremas buah dadaku.
“Nggghhh... Ariii... udah...” ujarku kemudian mendorong tubuhnya.
“M-maaf kak...”
“Kamu ini... dikasih hati minta jantung... Kamu ini bikin kakak sange aja...” ujarku manyun. Aku tidak bisa marah. Aku sudah terlanjur horni. Hanya saja masih ada sedikit ganjalan di hatiku yang mengatakan kalau aku tidak seharusnya melakukan ini. Aku sudah punya suami! Dan dia adalah adik suamiku!
“Kalau gitu kita ngentot aja yuk kak... mumpung kakak lagi sange, aku juga sange lihat kak Mona dari tadi, pengen entotin rasanya,” ujar Ari vulgar mengajakku ngentot tanpa basa basi. Betul-betul deh dia ini seenaknya aja ngomong.
“Hahaha, sembarangan kamu! Kakak ini istri abang kamu lho... kakak bilangin sama mas Doni ya biar kamu tahu rasa!?” Ujarku pura-pura mengancamnya.
“Emang gimana kakak bilangnya ke mas Doni?” Tanyanya tidak takut sama sekali aku ancam.
“Gini... Mas, tadi waktu kamu gak di rumah, adik kamu itu godain aku, terus dia ngajak istri kamu ini ngentot...” balasku.
“Hehehe, bilang aja kak kayak gitu ke dia... tapi kita harus ngentot beneran ya, hehehe”
“Ish... dasar kamu... ngarep banget sih ngentot sama kakak?” Ujarku sambil mencubit gemas hidungnya.
“Habisnya kak Mona cantik dan seksi sih... menggairahkan banget... Kalau kita ngentot, aku janji bakal rajin terus, aku gak akan malas-malasan lagi, sumpah deh... Aku juga gak akan minta apa-apa lagi sama kakak,” ujarnya.
“Tapi kan... kakak ini istrinya abang kamu...” ujarku.
“Aku tahu kak, tapi aku cinta banget sama kak Mona...” balasnya. Segampang itukah dia bilang cinta? Dia ngerti gak sih bedanya cinta dengan nafsu? Tapi... aku sendiri juga bingung dengan diriku. Aku tahu dia itu mesum. Aku juga tau yang aku lakukan ini salah. Namun aku merasa sangat nyaman dengannya. Aku suka dia yang gak basa-basi. Hanya saja ya itu... ganjalan itu jelas terbentang. Aku sudah bersuami, dan dia adalah adik suamiku.
“Pokoknya gak boleh! Sekarang kamu lanjutin aja coli kamu sampai selesai, tapi buruan, jangan sampai mas Doni keburu balik ke sini lagi!” Ujarku padanya.
“Iya deh kak,” ujarnya. Ari terus coli dengan jarak yang sangat dekat denganku. Kami masih berdiri hadap-hadapan di pojok ruangan dekat pintu. Penisnya sangat sering menyentuh pahaku, bahkan menyelip masuk di antara pangkal pahaku.
“Kamu gak bisa mundur dikit emangnya?” Ujarku.
“Ini udah posisi paling bagus kak, atau kak Mona pengen di tempat tidur? Hehe,” jawabnya.
“Apaan sih...” Aku akhirnya mendorong tubuhnya. Aku kemudian berjalan ke tengah kamar karena risih dipepetin terus, tapi tiba-tiba Ari memelukku dari belakang.
“Duuuh... deekkk...” rintihku. Aku dapat merasakan batang penisnya di bokongku. Dengan posisi seperti itu, Ari lanjut melakukan hal mesum padaku. Dia menggerakkan pinggulnya maju mundur sehingga batang penisnya mengesek-gesek di pantatku. Penisnya kadang juga masuk di antara pangkal pahaku dari belakang. Aku semakin khawatir. Dia sudah betul-betul horni!
Gerakan Ari makin kasar. Saat penisnya masuk di antara pangkal pahaku, aku dapat merasakan ujung kepala penisnya menyentuh permukaan vaginaku. Aku berusaha maju untuk memberi jarak antara kami, namun Ari justru ikut maju dan tak melepaskan pelukannya. Hingga kemudian tiba-tiba dari kejauhan aku melihat mas Doni dari jendela kamar. Aku reflek mundur walaupun sebenarnya mas Doni tidak menuju ke sini. Akibatnya, ujung penis Ari yang tadinya hanya menyentuh permukaan vaginaku kini jadi amblas masuk ke dalam vaginaku!
“Aaaaaahhhhhhh!!!” Reflek aku menjerit kencang, tapi segera kututup mulutku dengan kedua tangan karena takut ketahuan.
“Tuh kaaaannn... masuk semua kaaaan!? Kamu sih!!” Rengekku.
“Kan kakak sendiri yang gerak,” ujar Ari membela diri.
“Nggaaak... gara-gara kamu... uuhhhh.. kamu ini!” Balasku. Aku kemudian berusaha melepaskan penisnya dari vaginaku.
“Biarin aja kak, udah terlanjur,” ujar Ari sambil menahan tubuhku. Sambil menahan tubuhku, pinggul Ari menghentak-hentak maju mundur sehingga penisnya keluar masuk seluruhnya di vaginaku.
“Duh dek... jangan digerak-gerakin gitu dong!!” Protesku.
“Gak apalah kak, sekali ini aja... udah terlanjur masuk juga...”
“Uhhh.. deeekk... iihhhhh bandeel!!” Aku berusaha melepaskan diri, tapi Ari terus menahan pinggulku. Tangannya memeluk erat tubuhku. Aku jadi gak bisa kemana-mana lagi. Dengan posisi berdiri seperti itu Ari makin ganas menggenjot vaginaku.
“Ahhhh deeek.... aahhhh...nggmmhhhh,” aku terus mengerang, tapi kemudian Ari menolehkan kepalaku menghadap ke arahnya. Dia lalu mencium bibirku dan mengajakku berciuman. Ahhh... kalau gini sih aku jadi gak bisa melawan. Akhirnya aku pasrah saja dientot oleh Ari. Aku yang juga horni kemudian ikut menggoyangkan pinggulku. Aku juga membalas ciuman Ari dengan mesra. Yup, pada akhirnya aku dientotin adik iparku ini, dan aku menikmatinya!
Jleb!! Jleb!! Jleb!!
“Ahhh... sshhhhh...”
Aku melihat bayangan kami di cermin. Tampak sebuah pemandangan persetubuhan yang sangat panas antara seorang istri dan adik iparnya sendiri. Aku terlihat berantakan, wajahku memerah dan rambutku kusut dan lepek, tubuhku mengkilap karena keringat dan sisa-sisa air yang belum mengering. Tapi di mata Ari aku pasti terlihat sangat seksi.
Ari meliat ke cermin juga. Mata kami bertatapan.
“Kak Mona cantik banget,” ujar Ari sambil membelai rambutku. Awalnya dia membelai kepalaku lembut, tapi kemudian Ari malah menjambak rambutku. Jadilah Ari menggenjot sambil menjambak rambutku. Ugh... ternyata Ari ini sukanya yang kasar-kasar! Namun aku sepertinya menyukainya. Aku jadi lebih terangsang, bahkan kemudian aku orgasme. Ini nikmat banget! Mas Doni... maafkan aku!
“Ahhh... deeekk... kakak sampeeee...” erangku kencang, tapi Ari masih terus menggenjot penisnya di vaginaku. Setelah beberapa saat, barulah dia berhenti. Tubuhku langsung ambruk ke kasur Ari yang apek.
Ari kemudian memposisikan tubuhku telentang di atas kasurnya. Dia lalu naik ke atas menindih tubuhku. Dia mengajakku berciuman. Kamipun berciuman sambil saling membelit lidah. Sambil berciuman, sesekali dia juga memainkan buah dadaku. Buah dadaku diremas dan dikenyot olehnya bergantian. Aku jadi mendesah keenakan dibuatnya.
“Lanjut kak?” Tanya Ari kemudian.
“Lanjut aja, kamu belum sampai kan? Entot kakak dek, tapi tutup dulu gordennya...” balasku mempersilahkan. Semuanya sudah terlanjur terjadi, dan aku terlanjur menikmatinya.
“Iya kak...” Ari tampak senang sekali mendengar aku membolehkannya lanjut. Setelah dia menutup gorden jendela kamar, dia kembali naik ke ranjang.
“Yuk kak lanjut,” ujarnya.
“Mau kakak emut dulu?” Tanyaku.
“Mau lah...” jawabnya. Aku tersenyum. Dia lalu mendekatkan penisnya ke kepalaku. Aku sambut penisnya dan kumasukkan ke mulutku. Aku gerakkan kepalaku sehingga penis Ari keluar masuk di mulutku. Ukuran miliknya memang terasa lebih besar dari mas Doni. Sambil menyepong penisnya, aku terus menatap Ari sambil berusaha tersenyum.
“Aghhhh... kak Mona... enak bangeeet”
Slrruuppp... slruupppp...
“Terus kak... sepongan kakak mantap...” Ari terus mengerang keenakan sambil terus berceloteh. Aku hanya meresponnya dengan tersenyum. Ari yang semakin horni kemudian memegang kendali penuh. Dia kemudian mengangkang di atas kepalaku, lalu dengan kasar menekan penisnya dalam-dalam ke mulutku. Tentu saja aku kaget, tapi aku biarkan.
“Nghhh... Ngmhhhhhhh”
“Argghhh... enak bangeeet”
Jleb!! Jleb!!
Ari terus memompa penisnya dengan kencang di mulutku. Betul-betul kasar. Mas Doni saja tidak pernah sekasar ini saat kami sedang bercumbu. Aku sampai kewalahan dan susah bernafas, tapi entah kenapa aku menyukai perbuatan adik iparku ini. Namun aku gak sanggup terlalu lama, aku kemudian menepuk-nepuk pahanya sebagai tanda agar dia berhenti.
“Uhuk uhukkk.... Kasar banget kamu dek mainin mulut kakak... uhuk uhukk...” ujarku sambil terbatuk-batuk kehabisan nafas.
“M-maaf kak... Soalnya kak Mona nafsuin banget...”
“Iyaaa.... tapi mas Doni aja gak pernah kasar seperti itu...”
“I-iya kak maaf... Kak Mona gak apa-apa kan?” Tanyanya. Dia sepertinya takut aku marah.
“Gak papa,” jawabku.
“Berarti kakak gak marah kan?” Tanyanya, aku menggelengkan kepala sambil tersenyum.
“Yuk, sekarang entotin istri abangmu ini,” ujarku kemudian.
Tanpa menunggu lagi, Ari langsung membuka kakiku lebar-lebar ke samping. Area selangkanganku sekarang terekspos bebas. Dia menatapnya dengan penuh nafsu. Aku sendiri sudah memasrahkan hati dan tubuhku pada Ari untuk dientotin olehnya. Ari lalu mengarahkan penisnya ke vaginaku dan memasukkan penisnya di sana, kemudian mulai menggenjot.
“Aaaaahhhhh... aaaahhhhhhhhhhhh,” aku mendesah horni.
“Aahh, nikmat memek kakak, aku cinta sama kak Mona,” balas Ari.
“Ssstt!! Jangan berisik... ahhh,” seruku.
“Maaf kak, abisnya memek kak Mona enak banget,” ucapnya.
“Kontol kamu juga juga enak... Kakak suka... Aaaaaahhhhhhhhhhhh, ups!” Aku menutup mulutku dengan kedua tangan. Barusan aku mendesah terlalu kencang. Aku menyuruh Ari jangan berisik namun malah aku yang berisik >,<
“Nih untuk kak Mona biar gak berisik...” Ari kemudian menyumpal mulutku dengan celana dalamku yang bekas dipejuin. Aku sempat ingin protes, soalnya bau banget! Namun karena sedang keenakan dientot, maka perlakuan Ari tersebut justru memberikan sensasi tersendiri. Aku malah menikmatinya. Akupun terus dientotin oleh adik iparku ini dengan kondisi mulut tersumpal celana dalam.
Ari terus menggenjotku dengan posisi di atas. Suara desahan terdengar memenuhi kamar. Sambil ngentotin aku dia juga meremas dan mengenyot buah dadaku. Ari sendiri ngentotnya sedikit kasar, tapi aku menyukainya. Aku orgasme sekali lagi. Hingga kemudian aku merasakan penis Ari berkedut-kedut di dalam vaginaku.
“Ahhh... Aku cinta kak Mona... aku cinta kak Monaa...” ujarnya meracau.
“Dek, kalau kamu mau muncrat, jangan di dalam ya... keluarin di muka kakak aja,” ujarku. Namun Ari tidak meresponnya. Dia malah menekan penisnya dalam-dalam. Tubuhnya makin terasa berat menindih tubuhku. Ari kemudian kelojotan, aku lalu merasakan cairan hangat dan kental memenuhi liang vaginaku. Dia... muncrat di dalam vaginaku!
“Arriiiiiiiii!!!”
Dia iniiiii!! Emang gak ada akhlak!!!
“M-maaf kak!”
Aku langsung mendorong tubuhnya dan kucubit perutnya. Aku kesal banget sama dia!
“Dibilangin jangan crot di dalam malah crot di dalam! Malah banyak banget lagi!!” Ujarku.
“Ampun kak... maaf, sakit kak... duhh...” Dia merintih kesakitan aku cubit.
“Ya sudah mau gimana lagi... huh!” Ujarku pasrah. Semuanya sudah terlanjur terjadi. Vaginaku yang seharusnya hanya untuk dimasukin penis suamiku, kini telah digenjot dan dipejuin pria lain.
“Sekarang kamu temui mas Doni sana!” Suruhku pada Ari sambil bangkit berdiri. Saat aku bangkit, peju Ari jatuh berceceran dari liang vaginaku. “Duh, banyak banget sih!?” Ujarku mengeluh. Ari cengar-cengir.
“Supaya gak netes-netes waktu kembali ke kamar, kakak pakai CD aja,” sarannya sambil menyerahkan salah satu celana dalamku yang telah dicrotin Ari baru-baru ini. Tanpa pikir panjang dan ingin cepat, maka aku iyakan aja sarannya itu. Ugh, gak hanya liang vaginaku aja yang penuh peju Ari, tapi celana dalam yang sedang kupakai juga bekas peju adik iparku ini.
Setelah itu, Ari berpakaian dan pergi ke halaman belakang untuk menemui mas Doni. Kesempatan itu juga aku gunakan untuk kembali ke kamarku. Tak lama kemudian aku menyusul ke belakang pura-pura nyamperin mereka. Aku dan Ari bersikap biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Apa yang baru saja terjadi cukup menjadi rahasia antara kami berdua. Mas Doni tidak boleh mengetahuinya.
***
Beberapa hari kemudian, Ari mulai bekerja di kantornya mas Doni. Dari yang mas Doni katakan, adiknya itu bekerja sangat giat di sana. Kerjaannya juga sangat bagus. Tidak hanya di tempat kerjanya, kesehariannya di rumah juga sangat rajin sekarang. Bangun pagi dia langsung bersih-bersih halaman, menyapu, dan mengepel rumah. Semuanya dia lakukan tanpa disuruh. Adik iparku itu sudah berubah, dari yang dulunya pemalas, kini menjadi rajin.
Oh ya, waktu itu Ari pernah mengatakan kalau dia hanya pengen ngentotin aku sekali saja. Tapi ternyata buktinya, kami terus ngentot diam-diam setelah malam itu. Aku selalu tak kuasa menolak ajakannya.
Saat mas Doni bekerja, aku dan Ari ngentot di kamarku, di atas ranjangku dan mas Doni. Bahkan kami pernah melakukan hal-hal mesum saat mas Doni ada di rumah. Contohnya saat mas Doni lagi nonton tv di ruang keluarga aku nyepongin Ari di dapur, atau yang paling parah adalah Ari berani-beraninya ngajak ngentot di ruang tamu ketika mas Doni lagi mandi siap-siap mau pergi ke kantor. Aku sampai gak sempat nyiapin sarapan untuk suamiku gara-gara Ari. Meskipun begitu aku bukannya menolak, tapi malah ketagihan melakukan hal mesum dengan adik iparku diam-diam di belakang suamiku.
Namun ternyata aku dan Ari tidak bisa terlalu lama bersama. Selang beberapa minggu kemudian, Mas Doni mendapatkan promosi jabatan, namun dia ditempatkan di kota yang berbeda. Kamipun terpaksa pindah, meninggalkan Ari sendirian di rumah yang lama. Dia tidak bisa ikut pindah. Ari harus tetap bekerja di tempatnya yang biasa. Sejak saat itu akupun memutuskan untuk tidak melanjutkan hubunganku lagi dengannya. Biarlah yang semua yang telah terjadi antara aku dan Ari menjadi kenangan.
Ari awalnya berusaha untuk terus menghubungiku, tapi kurasa ini sudah cukup. Aku benar-benar ingin menyudahinya. Nuraniku tidak kuat untuk terus membohongi mas Doni. Jadi momentum kepindahan ke kota lain ini adalah kesempatanku untuk mempererat kembali hubunganku dengan mas Doni.
Aku tidak pernah lagi bertemu dengan Ari. Hingga empat tahun kemudian, aku mendapat kabar kalau Ari akan menikah. Dia sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. Dari informasi yang aku terima, Ari diangkat jadi karyawan karena kerjanya yang rajin dan bagus. Aku ikut senang mendengarnya. Sepertinya aku sudah berhasil membimbingnya biar tidak jadi orang yang pemalas.
Beberapa hari sebelum pernikahannya, akupun berjumpa dengannya.
“Kak Mona... apa kabar?”
“Baik... wahhh... kamu sudah hebat ya sekarang...”
“Kan berkat kak Mona juga yang udah membimbing aku, berkat kak Mona aku gak jadi orang yang pemalas lagi, hehe...”
“Ohh, iya dong.... kakak gitu lho, hihihi... orang jelek jadi kaya itu banyak, tapi orang pemalas jadi kaya itu gak bakal ada!”
“Jadi menurut kakak, aku jelek?”
“Emang kamu selama ini gak sadar? Astagaaa...”
“Ah, kak Mona...”
“Hihihi, bercanda kok...”
“Hehe, iya kak, tapi kakak tega pergi gitu aja, gak pernah ngasih kabar lagi...”
“Hahaha, biarin! Tapi kan kamu udah punya pacar sekarang, udah mau nikah kan?”
“Hehehe, iya...”
“Selamat ya...”
“Makasih kak... kak Mona juga selamat ya sudah punya anak,” ucapnya, aku tersenyum. Ya, aku sudah punya anak sekarang. Aku hamil tak lama setelah Ari tidak tinggal bersama kami lagi. Aku tidak terlalu yakin ini anak siapa. Mungkin memang anak suamiku, tapi bisa saja ini anaknya Ari karena aku dan Ari selalu ngentot sebelum aku dan adik iparku ini berpisah. Aku tidak dapat membedakannya. Mas Doni dan Ari sih mirip soalnya.
“Hmm kak...”
“Apa?”
“Kalau ada kesempatan, mungkin bisa tuh kita mengenang masa lalu, mau gak? Hehe...” ujarnya cengengesan mesum.
Astaga nih anaaak... udah mau nikah sama ceweknya, tapi kelakuannya gak berubah-berubah juga! Emang dasar gak ada akhlak adik iparku ini!!
Gara-gara dia, aku pernah membohongi suamiku. Gara-gara dia, akupun menjadi seorang istri yang gak ada akhlak. Meskipun begitu, gara-gara dia jugalah aku menemukan sensasi kenikmatan yang belum pernah aku rasakan selama ini.
“Gimana kak?”
“Hahahaha... Jangan bercanda!”
Tapi maaf Ari... sudah cukup.
TAMAT