Prank Call (Episode 9: Dita dan Driver Ojol)

 


Kring....kring....

Suara telepon rumahku berdering padahal aku masih mengumpulkan tenagaku setelah orgasme hebat.

“halo, kediaman Bapak Randy!” aku menyapa

“hahahahhaa.... apakah kamu sedang bersenang-senang?”

“Kaa..u MAU APA LAGI?”

“ingat peraturan yang aku buat?”

“ya, aku menuruti semua perkataanmu” aku merasa ada yang salah

“tidak semua sayang”

“JANGAN BERCANDA!” aku mulai emosi

“hehehehe.... jangan emosi sayang, biar aku bantu ingatkan. Jadi apa peraturan dariku sayang?”

“aku sudah menanggalkan pakaian dalamku dan tidak pernah memakainya, bahkan kemarin aku menerima paket darimu tidak memakai bra dan celana dalam.”

“hahhahaha bagaimana rasanya sayang, aku yakin pasti kamu sangat horny. Tapi ada yang kelupaan”

“.....”

“di awal aku bilang untuk meninggalkan dahulu alat bantu sex yang aku berikan. Tapi kamu malah menggunakannya”

“Ta....” aku mau membantah, tapi langsung dipotong olehnya

“no no no, jangan menyangkal sayang, aku tau semuanya. Kamu telah melanggar, dan kamu tau konsekuensinya”

Aku yakin penelepon itu tidak tahu kalau aku menggunakan sex toys darinya. Dia hanya menebaknya saja. Kalau benar begitu, berarti dia sangat yakin bahwa aku akan tenggelam dalam permainannya. Apa yang harus aku lakukan. Aku masih punya kesempatan untuk menyangkal agar dia tidak mengirimkan rekaman suaraku kepada suami.

“TOLONG JANGAN KIRIMKAN REKAMAN ITU KE SUAMIKU!”

“haahahhaa.... tidak sayang, tenang saja. Kamu tidak melanggar semua aturannya kok, hanya sebagian saja. Tapi kamu tetap harus dihukum”

Aku sedikit lega, tapi kemudian merasa takut. Orang ini pasti memiliki ide yang lebih gila lagi.



Rabu, 23 April

Pukul 11 aku memesan makanan lewat aplikasi ojek online. Aku pesan pizza ukuran sedang. Setelah memilih yang aku suka, aku tekan tombol order. Aplikasi kemudian mencari pengemudi ojol yang berada disekitar store pizza. Aku lihat namanya, Muklis.

“Sesuai pesanan ya mbak” Muklis mengirim lewat chat aplikasi

“iya” aku balas

“ditunggu”

Aku menunggu dengan cemas di dalam kamarku. Aku berjalan mondar-mandir memikirkan langkah selanjutnya, tanganku tak henti meremas handphone ku sendiri.

Setelah menunggu 15 menit ada sebuah notifikasi masuk. Pesanan anda siap diantar. Aku lihat di maps, ojek online sudah meninggalkan store dan menuju ke rumahku kira-kira 15 menit lagi sampai.

“Bi Indri, tolong belikan belanjaan ini ya” aku memberikan list belanjaan kepada Bi Indri.

Setelah Bi Indri pergi aku bersiap-siap, aku tanggalkan semua pakaianku, termasuk rok yang aku kenakan. Lalu aku lilitkan handuk putih yang menutupi sebagian dadaku dan memperlihatkan paha mulus bagian atasku. Aku melihat diriku di cermin untuk memastikan semua sudah siap. Aku gerai rambut panjangku, sekarang aku terlihat sangat seksi. Seorang mamah muda dengan kulit putih dan mulus, muka cantik, tubuh semampai, sebentar lagi akan melakukan aksi yang belum pernah dilakukannya.

Ini merupakan hukuman yang diberikan si penelepon karena aku melanggar perintahnya untuk tidak menggunakan sex toys. Dia menyuruhku untuk memberikan “tip” kepada pengemudi ojol. Tapi tipnya bukan berupa uang, melainkan aku harus memamerkan tubuh indahku padanya. Aku sangat menolak ide gila tersebut, bahkan menangis memohon padanya untuk tidak berpikiran gila. Tapi dia terus mengancam akan menyerahkan rekamanku kepada suami. Aku akhirnya kalah dan mengiyakan permintaannya.

Yang lebih gila lagi dari perintah si penelepon adalah aku harus merekam aksiku tersebut sebagai bukti dan mengirimkan kepadanya. Aku tidak punya pilihan lain. Aku sangat tersudut dan terpojok, aku makin hanyut dalam alur permainannya.

Aku lihat, pak Muklis 5 menit lagi sampai kesini. Aku segera bersiap menuju pintu depan. Adegan itu akan aku rekam di sana menggunakan kamera handphone yang aku letakan di atas meja, tak terlihat tentunya. Tadi aku sudah menyuruh Bi Indri untuk tidak menutup gerbang depan, biarkan saja terbuka.

Setiap menit yang berlalu terasa sangat lama. Jantungku dari tadi tak berhenti berdegup. Tak berapa lama, aku mendengar suara motor.

“Ojek” pak Muklis teriak dari depan gerbang

“masuk aja mas!” Aku berteriak dari balik pintu rumah.

Pak Muklis kemudian masuk mengantarkan pesanan. Satu buah box pizza.

“Permisi”

Jantungku berdetak sangat keras. Tanganku sedikit gemetar. Aku membuka pintu.

Pak Muklis sedikit kaget tapi kemudian berhasil mengendalikan dirinya.

“I...ni pesanannya mbak”

“terima kasih ya mas” aku ambil pesanannya. Aku benar-benar gerogi dan tak berani melihat muka driver ojol itu.

“berapa total semuanya?”

“total 95.000, sudah sama ongkir mbak. Mbak habis mandi atau baru mau mandi?” sepertinya ojol itu mulai tak kuasa menahan nafsu untuk menggoda bidadari cantik ini. Kucing mana yang tak menggigit ikan yang disodorkan padanya.

“baru mau mandi nih mas, eh masnya malah datang duluan” aku malah menimpalinya dengan nada manja dan menggoda. Aku mulai bisa memedang situasi, dan melihat ke arah pak Muklis. Wajahnya ternyata sama sekali tidak ganteng. Banyak bopeng dimukanya. Kulit wajahnya juga sudah rusak karena banyak terpapar matahari akibat pekerjaanya.

“oh baru mau mandi toh” dia tidak berani menggoda lebih

“sebentar ya mas, aku ambil uangnya dulu”

Aku pergi ke meja untuk mengambil uang yang ada di dompet. Dalam hati aku terus meyakinkan diriku untuk segera menyelesaikan aksi ini. Aku tidak mau harus merekam ulang, dan harus memamerkan tubuhku di depan orang lain lagi.

Posisi meja rumahku lebih rendah dari tubuhku, sehingga aku harus membungkuk untuk mengambilnya. Sebenarnya aku bisa saja berjongkok tapi aku harus bisa membuat driver ojol itu bernafsu padaku dan berani meminta lebih. Aku malu jika harus memulainya, biarkan dia saja.

Aku raih dompetku, dengan posisi itu aku membelakangi pak Muklis sambil menungging. Aku yakin dia dapat dengan jelas melihat belahan vagina dan lubang anusku yang tidak tertutup kain sama sekali. Pura-pura menghitung uang, aku sengaja berlama-lama, dan sedikit menggoyangkan pantatku.

Oh shit. Aku malah terangsang, tubuhku mendadak panas, dan vaginaku gatal. Putingku juga mengeras. Sungguh beradegan seperti ini di depan orang lain selain suami sendiri, semakin membuat gairah sex ku naik.

Aku berbalik dan berjalan ke arah pak Muklis. Aku lihat tangannya beralih dari depan celananya ke sisi tubuhnya. Sepertinya dia meraba sendiri penisnya ketika melihat pantaku tadi. Tanganku memegang handuk bagian atas, takut jatuh sebelum waktunya. Karena terus bergerak, lilitan handuk juga semakin kendur.

Kini aku berdiri berhadapan dengan pak Muklis, supir ojol yang bau asap jalanan ini. Dari mulutnya aku bisa mencium asap rokok yang sangat kental, tampaknya dia perokok berat. Bibirnya juga hitam. Aku yakin mukanya jauh lebih tua dari usia aslinya.

“ini mas uang nya, 95.000 pas ya”

“i...ya, terima kasih ya mbak” pak Muklis tidak mencoba merayu atau menggodaku.

Aku juga tidak mungkin memintanya, egoku sebagai perempuan masih tinggi. Aku mencari cara lain.

“tapi maaf ya mas, saya tidak ada uang lebih untuk tipnya” aku menggoyangkan tubuhku dan berbicara dengan nada manja dan menggoda sambil bersandar di kusen pintu.

“Tii...dak apa-apa mbak” pak Muklis berhenti.

Aku kecewa, aku sudah kehabisan akal bagaimana membuatnya memintaku membuka handuk ini. Aku sampai gregetan. Ayo bodoh, tinggal bilang aja, buka handuknya, saya ingin melihat tubuh mbak yang seksi. Atau bolehkah saya melihat susu mbak yang gede itu. atau kalau mbak berkenan saya ingin melihat memek mbak cantik yang sudah basah dari tadi itu. aku menggerutu dalam hati karena bapak ini begitu tidak peka membaca kode dari perempuan. Sepertinya memang semua laki-laki tidak peka.

“Taa...pi...” akhirnya dia berkata. Aku sangat senang mendengarnya.

“tapi apa mas?” dengan semangat aku menimpali.

“Bo...lehkah sa..ya meremas su..su mbak?”

Hah. Aku kaget setengah mati. Padahal tadinya aku hanya sekedar ingin memperlihatkan saja tubuh bugilku dihadapannya seperti permintaan si penelepon. Tapi dia malah meminta lebih. Aku harus memutuskan dengan cepat. Aku lihat ke luar rumah tidak ada siapa-siapa. Bi Indri juga belum pulang. Aku tarik tangan Pak Muklis dan mengajaknya masuk. Aku tutup pintu rumahku, takut ada yang melihat.

Aku tanggalkan handuk yang sedari tadi melilit tubuhku. Kini tubuhku terpampang dengan jelas dihadapan pak Muklis tanpa sehelai benangpun. Putingku sudah mengeras dari tadi, pak muklis bisa melihatnya dengan jelas. Seperti laki-laki normal lainnya, dia sudah tau bahwa aku juga terangsang. Tak menyia-nyiakan momen langka ini, tangan kasar pak Muklis meremas payudaraku.

“indah sekali mbak. Dan kenyal. Gede lagi. Tangaku gak muat eh mbak” pak Muklis terus meremas-remas, dia terlihat sangat bahagia sekali. Seperti mendapat durian runtuh. Tapi ini lebih manis dari durian, susu asli yang masih menggantung di pohonnya, dan tidak berduri ketika dipegang.

“ah.... ah... hmmmm.....” pak muklis sudah sangat terangsang, sementara aku berusaha sekuat tenaga menahan kenikmatan ini. Aku memejamkan mata menikmati setiap gesekan kulit tangan pak Muklis.

Tanpa aku tahu, pak Muklis sudah membungkuk dan menyodorkan mulutnya, mengemut putingku, yang membuat aku semakin terangsang.

“aduh mas... aahhhhh” aku mendesah

Pak muklis mulai menjilati putingku dengan bibirnya. Dia jilati dengan rakus. Setelah puas, dia kenyot susuku, seperti bayi yang sedang menyusu.

“hmmm.... slurrpp... masih ada air susunya”

Sepertinya air susuku keluar banyak saking terangsangnya. Padahal beberapa bulan yang lalu aku sudah menyapih Keanu, tapi ternyata air susunya masih tersisa. Pak Muklis menyusu di sebelah kiri, sementara sebelah kanan tangannya meremas-remas payudaraku dengan lincah. Air susuku mengalir deras dari payudara sebelah kanan. Mengetahuinya, pak Muklis meremasnya seperti meremas bungkus saos bakso, sehingga air susuku memancar dengan deras.

“aduh mas... jangan dipencet gitu” aku melarangnya tapi juga menikmati perlakuan yang diberikannya.

Dari posisi membungkuk, Pak Muklis kini berjongkok, sementara tangan kanannya masih aktif meremas-remas payudaraku. Tangan kanannya meraih pantatku, dia mulai membelai halus, lalu meremasnya dengan gemas. Mulut hitam pak Muklis kini sudah berhadapan dengan mulut vaginaku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya di vaginaku. Membuat aku semakin terhanyut. Pak muklis menjulurkan lidahnya dan mulai menyapu bibir vagina sampai ke klitoris dan berhenti disana. Lidahnya bergerak-gerak merangsang klitorisku. Dia hisap klitorisku, menyedotnya lama, yang membuatku meraih rambut kotor pak Muklis. Aku jambak rambutnya dan aku remas-remas kepalanya.

Dalam posisi berdiri aku masih memejamkan mataku, hanyut dalam permainan lidah dan tangan pak Muklis. Kepalaku bergoyang, menyibakkan rambut panjangku yang terurai bebas. Pantatku bergoyang-goyang mengikuti setiap gerakan mulut pak muklis. Lidahnya kini merangsek masuk ke dalam vagina, mengorek-ngorek rasa gatal yang sedari tadi aku rasakan. Vaginaku sudah basah kuyup, entah oleh mulut pak muklis atau cairan vaginaku sendiri.

Slurpp slurrrpp pak Muklis menghisap vaginaku dan menghisap setiap cairan yang jatuh menetes.

“AH..AH...AH” aku sudah tidak dapat mengontrol diriku sendiri.

Setiap lidahnya masuk ke dalam vaginaku, bibir hitamnya menempel pada dinging vaginaku, lalu kumisnya menggesek klitorisku. Lengkap sudah rangsangan yang aku terima. Apalagi tangan pak Muklis sudah bergeriliya menjamah seluruh tubuhku. Tubuhku tidak kuat lagi menahan lebih lama. Di bawah sana aku merasa seperti akan mengeluarkan sesuatu, seperti mau kencing. Aku tahu perasaan itu, karena aku sering mengalaminya sekarang. Aku akan squirting. Aku sudah tidak bisa menahannya lagi. Tubuhku bergoyang semakin cepat. Tanganku meraih kepala pak Muklis dan menekannya ke vaginaku, pantatku bergoyang cepat ke arah pak Muklis agar lidahnya semakin dalam masuk.

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH” aku kencing di muka pak Muklis.

Vaginaku juga menejepit keras lidah pak Muklis. Apakah aku orgasme dan squirting secara bersamaan. Pak Muklis jatuh terduduk di lantai, mukanya dipenuhi cairan tubuhku. Sementara tubuhku masih kelojotan sisa-sisa orgasme dan squirting. Aku harus mengendalikan tubuhku agar tidak jatuh, aku memegang kusen pintu, dan bertumpu di sana.

Aku berhasil mengendalikan tubuhku dan mendapat sedikit tenaga. Sementara pak Muklis bangkit sambil menurunkan resleting celananya. Sebelum berbuat lebih, aku buka pintu dan mendorong keluar tubuh pak Muklis. Dia sudah mendapatkan lebih dari cukup. Tip yang berlebihan malah. Aku kunci pintu dan bersandar di balik pintu sambil mengendalikan nafasku. Aku intip dari jendela, pak Muklis sudah pergi ke motornya dan langsung tancap gas. Aku ambil handuk, dan berlari kecil untuk mematikan rekaman HP.

Bersambung

BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH


0 comments:

Post a Comment