Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 10 : Photo Dalam Brankas)
Model : Miss Gita Priyangka
Aku terpaku mendengar suara yang asing mengancam Gobang. Siapa yang dimaksud oleh orang itu? Apakah keluargaku?
Dan kenapa orang itu tahu bukan ayahku yang mengangkat telpon? Apakah dia juga sedang mengawasiku? Apakah orang yang baru saja kami tangkap bukanlah orang orang suruhan Lilis? Betapa bodohnya aku percaya begitu saja.
Marni menatapku cemas, dia terpaku melihatku tidak tahu harus melakukan apa. Tangannya terasa gemetar saat memegang pundakku. Aku heran, kenapa dia ikut cemas? Dia tidak tahu siapa yang menelpon dan orang itu bicarakan kepadaku.
Ach persetan dengan ancaman orang itu dan juga semua persoalan yang aku hadapi, sekarang sudah jam 5 sore, itu artinya menjelang malam jum'at Pon, malam yang disakralkan di sini. Aku harus konsentrasi ritual dengan Marni agar keluargaku terlindung dari orang yang berniat mencelakaiku.
Berpikir begitu, birahiku bangkit. Aku mengangkat Marni yang masih terlihat cemas. Aku merebahkan tubuhnya di atas ranjang berseprei putih. Tanpa meminta persetujuannya, aku menelanjangi wanita yang sedang menyusui ini. Tidak perlu tergesa gesa, aku ingin menikmati setiap lekuk tubuhnya yang indah. Aku ingin bisa memuaskan diri menghirup ASInya yang subur sebelum aku kembali ke Bogor.
Marni sedikit mengangkat tubuhnya saat aku meloloskan dasternya melewati kepala dan tubuhnya sudah bugil karena dia tidak memakai BH dan celana dalam.
Tanpa menunggu persetujuan Marni, aku membenamkan wajahku dibelahan memeknya yang tembem dan menggairahkan. Baunya dapat menyegarkan pikiranku dari semua masalah yang seakan membuat kepalaku mau pecah. Apa lagi bau memek Marni terasa alami tanpa bau sabun sirih yang biasa dipakai para wanita.
"Jangan, Mas.!" Marni berusaha mendorong kepalaku agar menjauh dari memeknya yang indah. Aku tidak perduli, tanganku membuka belahan memeknya dan lidahku menjilati belahan memeknya dengan rakus.
"Aduhhhhh, enak..!"Marni menyerah, membiarkanku semakin rakus menjilati memeknya yang semakin banjir. Pinggulnya bergerak naik mendorong wajahku semakin tenggelam di selangkangannya.
Marni berusaha bangkit menjauhi selangkangannya dari wajahku, tangannya berusaha menarik tubuhku. Aku tertawa melihat Marni kelimpungan menahan kenikmatan yang hampir mencapai puncaknya.
Aku merangkul Marni yang terengah engah. Kusambar bibirnya yang tebal tanpa memberinya kesempatan menarik nafas. Marni pasrah membiarkan aksi ganasku melumat bibirnya dan tanganku tidak mau nganggur meremas dada jumbonya sehingga ASInya membasahi telapak tanganku.
"Aduh!" aku berteriak kaget Marni menggigit bibirku agak kencang. Wajahnya terlihat sangat merah dengan nafas memburu. Aku terlalu bernafsu mencumbunya membuat wanita itu hampir kehabisan nafas.
Marni rupanya jengkel dan terlihat ingin membalas perlakuanku. Dia mendorong tubuhku dengan keras hingga aku terjengkang. Tangannya dengan lincah berusaha membuka ikat pinggang dan celanaku. Agak lama sebelum celanaku terlepas dari tubuhku. Membuka kaosku tidak sesulit membuka celanaku. Dalam sekejap Marni berhasil menelanjangiku.
Marni terlihat senang berhasil menelanjangiku. Dia berusaha ingin mendominasiku, tanpa pemanasan lebih dahuli Marni meraih kontolku dan mendudukinya hingga amblas seluruhnya ke bagian terdalam memeknya yang sudah sangat basah. Terasa licin dan hangat saat bergesekan dengan kulit kontolku.
"Enak gak Mas, jepitan memek Marni?" Marni berherak perlahan memompa kontolku, matanya terlihat berbinar menatapku sayu.
"Enak banget." kutarik Marni agar mendekatkan dada jumbonya yang mengundang selera ke mulutku. Dengan lahap aku menghisap ASI yang sangat menyehatkan. Kandungannya seperti tidak pernah habis habis setiap hari diminum anaknya dan sekarang akupun mendapatkan bagian.
"Marni kelllluarrrrr, Mas...!" Marni merintih menyambut orgasmenya, dada jumbonya menutupi wajahku, membuatku kesulitan bernafs.
Kubalikkan tubuh Marni dengan mudah. Perlahan kontolku memompa memeknya dengan bertenaga dan kemudian menjadi cepat bertenaga.
Aku berusaha meraih orgasmeku secepat mungkin, tidak kuperdulika Marni yang berulang kali menggeliat dan mendapatkan orgasme. Jepitan memeknya terasa semakin licin dan gesekannya semakin membuat kontolku menjadi lebih sensitif. Satu satunya yang kurasakan hanyalah secepatnya memuntahkan pejuhku.
"Mas, belom kellua juga?" Marni menatapku takjub dengan keperkasaanku.
"Belom.." jawabku sambil terus memompa memeknya dengan cepat.
"Marni sudah 3 kali keluar." Marni terlhat puas, pinggulnya bergerak menyambutku dengan bergairah.
Saat persetubuhan semakin memanas, suara tangisan bayi Marni terdengar tidak mau berhenti. Aku menghentikan pompaanku.
"Dede nangis gak mau berenti, mungkin lapar..!" Aku menarik kontolku yang belum memuntahkan pejuh.
"Kok dicabut, Mas?" Marni terlihat keberatan kontolku terlepas dari memeknya.
"Kasian Dede lapar, susuin dulu sana.!" aku membujuk Marni menyusui anaknya walau sebenarnya aku belom orgasme. Tapi sudah seharian aku memonopoli ibunya, aku tidak tega merampas hak bayinya lebih lama lagi.
Saat aku berusaha membujuk Marni agar menyusui anaknya, Bu Tris masuk dengan menggendong bayi Marni yang terus menangis. Rupanya kami lupa mengunci pintu, sehingga Bu Tris bisa melihat keadaan kami yang polos. Matanya tertuju melihat kontolku yang mengacung perkasa.
Marni memakai bajunya dan mengambil anaknya yang menangis dan langsung menyusuinya. Baru saja disusui anaknya mengompol, ahirnya Marni membawa anaknya keluar meninggalkanku dan Bu Tris yang masih berada di kamar.
"Bu, kasian Mas Ujang belom keluar, bantuin Mas Ujang biar keluar.!" kata Marni sebelum keluar. Matanya mengedip genit lalu menutup pintu.
Sepeninngal Marni Bu Tris tanpa meminta persetujuanku meaih kontolku yang lengket karena sisa lendir memek Marni yang mulai mengering.
"Kasian nich kontol belom keliar. Sini Ibu bantui ngeluarin pejuhnya." tanpa menunggu jawaban, Bu Tris mendorongku terlentang, dia naik ke pangkuanku dan menaikkan dasternya ke atas. Celana dalamnya diturunkan sampai dengkul.
Tanpa halangan kontolku menerobos memeknya yang masih agak kering. Tapi itu tidak mengurangi keinginan Bu Tris untuk memasukkan kontolku ke dalam memeknya. Ahirnya kontolku terbenam, Bu Tris mulai memompanya pelan. Lama lama memeknya menjadi basah dan kontolku mulai leluasa keluar masuk memeknya.
"Mas, kontolnya sampe mentok memek, Ibu." Bu Tris meram melek kontolku yang bergerak di belahan memeknya yang terasa nikmat.
Tidak perlu waktu lama ahirnya kontolku menyemburkan pejuh cukup banyak. Aku tidak perduli apa Bu Tris bisa mendapatkan orgasme atau tidak.
"Aduhhhh, ibu kelllluarrrrr..!" ternyata Bu Tris pun mengalami orgasme dalam waktu singkqt berbarengan dengan orgasmeku.
Bu Tris tersenyum lega setelah orgasmenya reda, seolah ini adalah kenikmatan yang sudah lama tidak dirasakannya.
"Makasih, Mas. Sudah lama saya tudak disentuh Pak Tris, rasanya lega." Bu Tris memelukku dan mencium bibirku dengan buas. Kontolku mulai mengendur di dalam memek Bu Tris. Kemudian Bu Tris bangun dari atas tubuhku. Tangannya menaikkan celana dalamnya.
"Ibu keluar dulu, Mas. Malam ini Marni tidur nemenin Mas Ujang." Bu Tris tidak menunggu jawabanku, dia keluar kamar.
Aku mengunci pintu begitu begitu Bu Tris keluar kamar. Tiba tiba saja aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan isi brankas dan juga surat surat pelimpahan ke Gobang dan juga telepon berisi ancaman yang kuterima.
Bagaimana orang itu bisa tahu kalau yang mengangkat itu bukan Gobang? Bodoh sekali aku, tentu saja orang itu akan tahu karena pada telpon pertama dia tidak menjawab saat aku menyapa Hallo. Lalu dia menutupnya. Tidak lama dia kembali menelpon. Persoalannya telpon pertama dan.ke dua adalah orang yang sama? Kalau orang yang sama, berarti dia tahu aku bukan Gobang. Lalu kenapa dia harus menelpon lagi untuk mengancam? Perbuatan yang buang buang waktu.
Lalu kalau yang nelpon orang yang berbeda dan dia langsung tahu aku bukan Gobang. Dari mana dia tahu aku bukan Gobang? Apa saat ini dia sedang mengawasiku dan keluargaku? Jantungku langsung berdetak kencang. Siapa yang dimaksud dengan orang yang dicintai Gobang? Pasti bukan aku dan keluargaku karena Gobang sudah jelas jelas meninggalkan kami selama belasan tahun. Lalu siapa yang dimaksud? Apakah ada sosok lain yang dicintai Gobang? Siapa mereka? Semoga bukan keluargaku.
Tidak ada yang aneh dengan salinan berkas pelimpahan Club malam. Ini hanya sebuah proses hukum. Berarti aku tidak akan menemukan petunjuk apapun di berkas ini.
Aku membuka brankas yang kunci kombinasinya menggunakan namaku. Disengaja atau mungkin sebuah kebetulan. Entahlah, aku hanya bisa berspekulasi.
Di dalam brankas hanya ada emas batangan 20 buah dan kotak besi yang aku dapatkan dari gudang. Aki sama sekali tidak tertarik membuka kotak besi yang berisi surat surat untuk ibuku. Bahkan aku berpikir untuk tidak memberikannya ke Ibuku. Biarlah emas dan kotak besi berisi surat cinta ini tersimpan di dalam brankas selamanya.
******
"Kita tidak perlu memikirkan Lilis, dia tidak tahu apa apa. Justru keberadaannya akan menguntungkan kita. Orang itu akan menyangka kita adalah lawan Jalu. Sehingga orang itu tidak akan mengganggu orang orang yang kucintai." Gibang berkata tenang. Semua rencana awal sudah dijalaninya. Menyingkirkan Jalu dari keluarganya dari zona bahaya semampu yang dia bisa.
"Bagaimana dengan, Narsih?" Japra kagum dengan kemampuan strategi Gobang yang jarang gagal.
"Narsih pasti akan bergerak begitu tahu kita mengambil alih semua bisnis peninggalan Budi. Justru ini yang kuharapkan." Gobang sudah memperhitungkan gerakan Narsih yang licin. Tapi satu hal yang harus diingat bekas adik iparnya itu. Dia yang selama ini mendidik Narsih. Gobang tahu apa yang akan dilakukan Narsih mampu menghambat gerakan orang itu tanpa membahayakan anak anaknya.
Apa lagi Narsih dikelilingi orang seperti Karta, Udin Tompel dan beberapa jago yang kemampuannya sangat teruji. Sampai waktunya tiba, mereka bisa membantunya menghadapi orang itu.
"Yang perlu kalian lakukan saat ini adalah mengawasi anak anak Codet, mereka mencurigakan." Gobang bangun meninggalkan Japra.
*******
Lilis menutup telpon, lega rasanya mendengar suara orang yang dicintainya walau dia tidak melihat wajahnya. Dari suaranya Ujang pujaan hatinya dalam keadaan baik baik saja.
"Teh Lilis, kok ketawa ketawa sendiri?" Ningsih heran melihat kakak sepupunya terlihat bahagia. Padahal sejak kepergian suaminya, Lilis sering uring uringan, tapi sekarang wajah cantiknya mulai bisa terenyum.
"Gak apa apa, Ning." Lilis tersenyum, pipinya menjadi merah, malu karena dipergoki tersenyum sendiri.
Ningsih memandang Lilis curiga, Ningsih sangat mengenal Lilis.
******
Kenapa ayahku menggunakan namaku sebagai kunci kombinasi brankas? Apa karena dia benar benar sangat mencintaiku? Ebtahlah.
Aku tidak jadi menutup pintu brankas karena aku melihat sebuah amplop kecil terselip di samping tumpukan emas batangan. Menempel pada dinding besi. Kenapa aku baru menyadari adanya amplop itu.
Aku membuka amplop yang ternyata berisi beberapa photo yang sudah memudar warnanya karena sudah tua. Ada 3 orang berphoto bersama. Ayahku berdiri di yengah, sebelah kiri Mang Karta dan sebelah kanan adalah. Wajah ini sangat kukenal, dia adalah Pak Shomad......
Bersambung.....
No comments for "Ritual Gunung Kemukus Season II ~ Menuju Puncak (Chapter 10 : Photo Dalam Brankas)"
Post a Comment