Desire [Tapak Berbatu part 2]
“Woooyyy,,, Hahahahaa,, akhirnya nyampe juga, perasaan ni gunung tambah tinggi deh,,,” teriak Mas Bona, mengagetkan kami, melangkah tergopoh-gopoh.
“Kamu baik-baik aja kan cantik?” sapa Mas Bona, berusaha menjejalkan tubuh tambunnya diantara tubuhku dan Oci.
“Capek bangeeet, pijitin kita dong mas,,,” rengek Oci, sambil meletakkan kakinya keatas kaki Bona. Tapi Bona cuek bebek, lebih memilih untuk membaringkan tubuhnya keatas rumput yang mulai basah oleh embun. Mengatur nafas yang memburu, persis seperti saat mengayuh tubuhku.
“Api nya seupil, yang ngelurug sekampung, hadeeehhh,,” komentar Firman, lalu mencari beberapa ranting kayu yang sudah patah dan mengering diantara pepohonan.
“Haiisshh,,, jutek banget sih ni orang,” batinku. Beberapakali bertemu, aku memang selalu melihat cowok itu lebih senang menyendiri atau cukup ngobrol berdua dengan cowok, dibanding ngebanyol seperti Dida.
Setelah membuat api unggun semakin besar, Firman justru memilih untuk bergabung dengan kelompok pendaki lain, yang hanya bertiga, cukup jauh dari kami.
“Bon,,, tumben ngga terminal ke Nanda dulu,,hahaha,,,” celetuk Aldo.
Aku yang sudah mengerti dengan maksud Aldo cuma bisa memasang tampang sewot.
“Alaaaahh,,, kaya situ berani aja,, kalo kamu berani terminal aku ikut deehh,,” jawab Bona, bangkit dari berbaringnya. Sambil monyong-monyongin bibir ke Askia.
“Udah yuk,, istrirahat dulu, Oci capek banget nih,,” celetuk Oci tiba-tiba.
“Oci sama Tasya pake tenda yang gedean itu ya, Bon, elu temenin bini ama ade Lu deh,, ntar Nanda sama Askia masuk tenda kecil, sisanya diluar, yaa seperti biasanya laah,,” Gara memberi intruksi, yang segera dipatuhi oleh yang lainnya.
“Wow,,” ucapku pelan, cukup sekali tu cowok ngomong, yang lain langsung mengerti dengan bagiannya masing-masing.
“Huuuff,, kalo udah capek gini, tidur dimana aja terasa nyaman,” aku tertawa mendengar kata-kata Oci, yang mengambil posisi dipojok kiri.
“Ci, kamu yang kecil ditengah dong,,”
“Ngga mau, Ka Tasya aja biar deketan sama Mas Bona, lagian ntar aku mau pacaran sebentar, hihihi,,,” Gadis kecil itu memelankan suaranya saat dikalimat terakhir.
“Pacaran? Udah punya gebetan baru disini? Siapa? Si Gara?,” tanyaku beruntun.
“Addaaa aja,, makanya ntar jangan langsung tidur,, hihihi,,”
“Ogaah,, males gue bela-belain nongkrongin orang pacaran, mending tidur, istirahatnya cuma sbentar lho,,,” ucap ku, coba mengingatkan Oci. Tak lama Bona masuk kedalam tenda yang mampu untuk memuat empat orang dewasa itu.
“Cin,, bobo yukk,,” ucap Mas Bona, membaringkan tubuhnya disampingku.
Bleeg,, ngrroookk,,,
Itulah Mas Bona, pacarku si jago Pelor, nempel molor.
“Hihihi,, dasar Mas Bona,,” ucap oci sambil terkikik melihat ulah kakak kandungnya. Dan aku,,, aku sudah cukup terbiasa dengan ulah Mas Bona, tapi masa bodoh, aku juga sudah capek banget, dan berusaha untuk secepatnya terlelap.
Diantara dunia mimpi dan nyata, aku melihat seseorang memasuki tenda, yang segera disambut Oci dengan kikik tawa yang tertahan.
“Hey,, gadis,, Jadi ngga mau pacaran?,,” ucap sosok itu kepada Oci. Suara yang cukup kenal, Gara, Tapi masa sih,, sementara diluar masih kudengar dendang lagu yang dinyanyikan Mba Nanda didepan api unggun bersama anak-anak lainnya.
“Ayo,, mereka udah pada tidur,,” jawab Oci.
Dan sesaat kemudian tak ada lagi percakapan antara keduanya, berganti dengan kecipak mulut yang saling melumat. Dengan berat aku berusaha membuka mata, rasa penasaranku begitu besar, mengalahkan rasa kantuk dan lelah yang meraja.
Gara!!!,,,
Benar,, sosok itu adalah Gara, cowok yang dimataku memiliki sifat yang misterius. Kini tengah asik melumat bibir tipis Oci.
Ahh,,, ini benar-benar gila, suara yang diakibatkan pergumulan dua anak manusia berlainan jenis yang ada disampingku semakin nyaring terdengar. Aku yang kembali berusaha untuk terlelap merasa benar-benar terganggu.
Perlahan aku kembali membuka mata untuk melihat apa yang tengah dilakukan oleh Gara dan Oci. Cahaya Api unggun yang temaram sedikit membantu penglihatanku mencari tau apa yang terjadi diantara mereka.
Yaa,,, Gara yang tadi masih berbaring disisi Oci kini tengah berusaha menaiki tubuh mungil gadis itu. Sesekali Oci tertawa cekikian berusaha menarik keluar tangan pemuda yang telah berada dibalik jaket tebalnya.
“Udah dong kaa,,, katanya tadi cuma pengen kenalan punya Oci,,,koq malah keterusan sih,,hihihi,,,” Oci berusaha mengingatkan Gara, berusaha menarik tangan cowok itu dengan setengah hati.
Bukannya berhenti tangan Gara justru semakin bergerak liar. Bibirnya melumat bibir tipis Oci dengan sangat bernafsu.
Aku tau, Oci berusaha menahan suaranya dari ulah nakal Gara, karena tidak ingin terjadi keributan, Jika Bona tau adiknya tengah digagahi oleh Gara tentu akan berujung pada keributan.
Tapi keputusan Oci justru membuat Gara semakin leluasa menggagahi tubuh perawannya, sayangnya kekasihku ini justru tertidur sangat pulas, badannya yang gempal meringkuk membelakangi kami.
Kini tangan kiri Gara berusaha membuka jaket parasut yang dikenakan gadis kecil itu, perlawanan Oci semakin melemah, membuat Gara lebih mudah dan akhirnya berhasil menyingkap kaos Oci keatas, sesaat Gara tertegun menyaksikan payudara yang belum tumbuh dengan sempurna, tapi gumpalan daging itu terhitung cukup besar untuk gadis seusianya.
Denting gitar kecil yang dimainkan Dida dan suara Mba Nanda yang berdendang dihadapan api unggun, sedikit membungkam suara lidah Gara yang mencecapi puting kecil yang mulai mengeras. “Ka,, Oci udah punya pacar Ka,,, jangan diterusin Ka,,” Oci mencoba menghiba disela desahannya.
“Maaf Oci,, Kaka benar-benar ga tahan liat tubuh De’ Oci,” Gara mulai menaiki tubuh kecil itu, dengan bibir terus mencecapi payudara berukuran 32b.
Bibir Oci semakin mendesah, tapi sesaat kemudian mengaduh saat Gara dengan gemas menggigiti putingnya. “Aaauuuhh,,, sakit ka, cukuuup..aahhh,,” erangan kesakitan dan desahan nikmat silih berganti keluar dari bibir Oci.
Jemari Oci menjambak rambut Gara, bukan untuk mengelak tetapi justru meminta bibir pemuda itu melumat payudara kirinya yang terlalu lama didiamkan.
Tiba-tiba bibir mungilnya mengerang,, “aaahh,,, Ka,, jangan yang itu Ka, please,,, jangan,,, Oci masih perawan Ka,” sekuat tenaga gadis itu menahan tangan Gara yang berusaha membuka celana levisnya, tapi Gara tetap berusaha menurunkan levis yang akhirnya berhasil dibuka.
Gara seakan tidak peduli dengan Bona yang tengah mendengkur, mungkin cowok ini sangat tau jika Bona tidur layaknya kerbau, tidak terganggu meski seribut apapun suara disampingnya.
Tapi gilanya, aku yang mengetahui kejadian ini justru terdiam dan menyaksikan semua proses perampasan keperawanan seorang gadis yang mungkin saja akan menjadi adik iparku.
Dengan kakinya Gara berusaha terus menurunkan celana Oci yang tersangkut dilutut, setelah merasa cukup Gara segera memantapkan posisinya diatas tubuh mungil Oci.
“De, inikan susana dan tempat sensasional yang kamu cari untuk melepas perawan mu,” aku terkaget, Gara dan Oci memang cukup lama ngobrol, bahkan hampir sepajang perjalanan, tapi aku tidak menyangka jika obrolan mereka memasuki bahasan tabu ini.
“Tapi Kak,,,”
“Bukannya selama kita masih digunung, Kaka yang menjadi pacarmu,” ucap Gara dengan mesra ditelinga Oci, lalu melumat bibir tipis hingga membuat gadis itu tak dapat bersuara lagi, menghisap lidahnya dengan panas, meremasi payudara gadis kecil itu dengan sangat bernafsu.
“Kakak ambil ya De,,”
Oci terdiam membisu, tiba-tiba kulihat bayangan kepala Oci yang mengangguk.
Aaahhh,, aku bergidik, akhirnya gadis mungil nan cantik ini memasrahkan tubuh dan keperawanannya untuk dipetik seorang cowok yang baru tadi siang dikenalnya.
“Eemmmpphh,,, Kaa, tapi jangan kasih tau Ka Bona ya,,” pinta Oci, memeluk tubuh Gara dengan erat, aku yakin gadis ini tengah berusaha menahan perih saat gerbangnya yang sempit dimasuki oleh batang seorang lelaki. Sesekali jemari lentiknya menahan pinggul Gara, dan sesaat kemudian kembali memeluk erat.
“Kaa,, udah masuk semua?” tanya Oci, lugu.
“Sedikit lagi De,,”
“Uugghhh,,, Kaaa,” aku terkaget, ketika Oci menjerit lebih keras saat pinggul Gara kembali menusuk, berusaha memaksakan masuknya batang ke liang sang perawan.
Aku yakin Mba Nanda dan Dida yang ada diluar dapat mendengar jeritan itu, sedangkan Bona tetap saja mendengkur.
Tapi heyy,, kemana Mba Nanda dan Dida, suara mereka sudah tidak terdengar. Aku menajamkan indera pendengaranku, dan benar saja, tepat disamping kami, ditenda milik Askia, aku mendengar suara desahan wanita yang sudah sangat kukenal.
Kalau benar Dida dan Mba Nanda bercumbu ditenda sebelah, lalu gimana dengan Askia. Padahal tadi kulihat Aldo memilih tidur diluar. Aahhh,,, ini benar-benar membuatku bingung.
“Ka, Oci udah ga perawan lagi ya?,” aku terkaget dan kembali mengarahkan mata dan pendengaranku pada dua sosok tubuh yang hampir telanjang disampingku. Gara mengagguk pelan, Hidung mereka saling bertaut, perbincangan kecil antara keduanya tengah berlangsung, sesekali Oci mengecup bibir cowok yang tengah menindihnya.
Sungguh suasana yang romantis. Tanpa sadar nafsuku kembali bergelora, ingin pula merasakan apa yang tengah dirasakan oleh Oci.
Gara sengaja mendiamkan batang yang telah masuk sepenuhnya, membelah kemaluan gadis yang biasa mengenakan seragam putih biru, tubuh mungilnya tenggelam dalam dekapan Gara yang jangkung. “Setelah ini Kaka boleh minta lagikan?,”
“Ga mau ahh,, habisnya sakit banget,” jawab Oci sambil menciumi wajah Gara. Tangannya masuk kebalik kaos Gara dan memeluk tubuh cowok yang asik bermain dengan payudaranya. Semua perbuatan dan perlakuan yang dialami oleh Oci benar-benar membuatku iri.
“Berarti kalo enak boleh minta terus dong,”
Pantat Gara mulai memberikan tekanan lembut, perlahan bergoyang kekiri dan kekanan seakan ingin memperlebar liang senggama Oci. Sesekali pantatnya ditarik keluar dan segera masuk kembali kedalam tubuh gadis itu. Diiringi desan Oci yang mulai terdengar, begitu menikmati persetubuhan pertamanya.
Aku sangat-sangat iri dengan apa yang dirasakan Oci, Bona tidak pernah memperlakukan diriku selembut itu, Bona terlalu rakus dengan payudaraku, menggigit menghisap dan memberikan tanda merah semaunya, tubuhnya yang besar selalu tergesa-gesa menjejalkan penis diantara selangkanganku lalu mengejan dan menghamburkan spermanya kedalam rongga kewanitaanku.
Aaahh,, Oci,,, sungguh gadis belia yang sangat beruntung, pengalaman pertamanya ini pasti akan menjadi pengalaman yang takkan pernah terlupakan.
Hentakan pinggul Gara semakin cepat. Ingin sekali aku menyaksikan langsung seberapa besar batang yang tengah mengobok-obok liang senggama Oci, pahanya yang putih semakin terentang mempersilahkan batang kemaluan Gara bertualang dengan bebas didalam vaginanya. Dahsyatnya serangan Gara membuat lutut Oci berulangkali menyenggol pahaku.
Selangkanganku semakin basah, tanpa sadar aku membayangkan Gara melakukan hal yang sama padaku, menindih tubuhku, meremasi payudara dan menggagahi vaginaku dengan gayanya yang lembut tapi penuh gelora yang liar.
“Aaagghhh,,,, Kaa,,,”
“Kaaa,, pipiss,, Oci Pipiss,, Kaaa,,,”
“Aaagghhh,,,”
tiba-tiba tubuh mungil Oci berkelojotan, kakinya yang ramping membetot Gara, pantatnya terangkat memaksa batang Gara terhujam semakin dalam. Tidak membiarkan batang yang menusuk selangkangannya ditarik keluar, tubuh mungil itu terus bergetar, mendesis liar, hingga akhinya perlahan menyurut, menyisakan dengus nafas yang masih memburu.
Aku tidak dapat membayangkan kenikmatan seperti apa yang telah didapat oleh Oci, karena aku sendiri tidak pernah mendapatkan kenikmatan seheboh itu. Yang kutahu adalah pendakian kenikmatan yang tiba-tiba diserobot oleh jerit kepuasan Bona yang menghantar bermili-mili sperma kevaginaku.
Otakku dulu mengira memang hanya sebatas itulah kenikmatan yang dapat diterima oleh seorang wanita. Selalu menggantung tanpa penyelesaian yang begitu dahsyat seperti yang kusaksikan pada tubuh Oci.
Aaahhh,,, aku sungguh-sungguh ingin mendapatkan apa yang telah diterima oleh Oci, gadis bau kencur yang telah merasakan nikmatnya persetubuhan.
“Kaaa,, enak banget, badan Oci ampe lemes,,,” gadis itu memberikan laporan atas apa yang telah dialaminya. Gara tersenyum dan mengecup kedua mata Oci, lalu memeluk tubuh kecil itu dengan penuh rasa sayang. Ooohh,, sungguh perlakuan yang sangat romantis.
Oci membiarkan tubuh Gara kembali memompa vaginanya, sementara bibir tipisnya bercerita tentang cerita cintanya dengan Indra Anak SMU yang hidup penuh dengan kemewahan. Dimata Oci, Indra hanyalah seorang cowok yang menilai segala sesuatu berdasarkan materi dan menghargai orang-orang disekitarnya berdasarkan status sosial.
“Aauuu,,, Ka pelan dikit dong,,,” cerita Oci terputus, saat Gara menghentakkan pinggulnya dengan keras.
“Pasti cowokmu sering ngajakin kamu tidur?,,” tanya Gara setelah membenamkan batangnya jauh kedalam liang senggama Oci. Kini mulutnya asik mengemut payudara dengan puting yang masih kecil dan memerah.
“He’eh,,, sering banget Ka, tapi Oci ga pernah ngizinin tititnya dimasukin kaya yang Kaka lakuin sekarang ini, tapi karena terus merajuk Oci biarin tangan dan bibirnya mainin nenen Oci,” gadis muda itu tertawa tanpa beban, gadis itu merasa nyaman dengan sikap Gara yang begitu terbuka.
“Kaa,, mau dikeluarin dimulut Oci Ga?”
Gara terkaget, mengangkat kepalanya dari payudara gadis itu. Dan menatap penuh selidik ke wajah Oci.
“Oci belum pernah sekalipun ngelakuin itu ama Indra Ka, sumpah,,, tapi Oci sering ngintipin Mba Natsya ama Mas Bona. Kakak ku itu kan seneng banget ngeluarin dimulut Mba Natasya,”
DUAARR,,, aku bener-bener kaget. Aku memang sangat dekat dengan Oci, gadis itu sering menginap ditempat kostku, sesering aku menginap dirumah besar yang hanya dihuni oleh Bona dan Oci. Bahkan Bona pernah memaksaku melayaninya tepat disamping Oci yang tengah tertidur diruang tamu rumahnya.
Aku langsung merapatkan mataku saat Gara dan Oci menoleh kearahku yang tidur terlentang. Ooohh,,, mungkinkah mereka tau jika aku tengah mengawasi mereka, jantungku berdegub kencang. Mataku masih terus mengawasi tingkah Oci dan Gara, aku yakin gelapnya malam membuat celah kelopak mataku yang sedikit terbuka tak terlihat oleh mereka.
“De,, pengen enak lagi ga?” tanya gara sambil terus menatap wajahku.
Oci mengangguk mendengar tawaran Gara, dan kembali memeluk pantat Gara dengan kakinya. Tapi sialnya kenapa wajah mereka menghadap kearahku, seakan terus menyelidiki.
“Kaa,, nenen Mba Natasyaaa geede ya,,” ucap Oci tiba-tiba dengan nafas yang tidak teratur. “Kalo Oci lagi jalan ama Mba Natasya, cowok-cowok baaanyak yang nyuri pandang kenenen Mbaaa Tasyaa,,,aahhss,,, Kaa,, punya Oci udah mulai enak lagi,,aahh,,” sambungnya dengan terengah-engah.
“Iyaaa,, gedee,,” hanya kata itu yang keluar dari mulut Gara, aku yakin cowok itu tengah memperhatikan gumpalan didadaku yang tertutup sweater merah. Pinggul Gara semakin cepat menghajar selangkangan Oci.
“Makanya Mas Bona seneng banget megangin tu nenen,,, Ka Gara pengen ga, megang punya Mba Natsya?,,”
Sontak Gara menghentikan genjotannya, wajahnya menatap Oci.
“Kalo ga ketahuan Mas Bona kan Gapapa, hehe,,, ayo dong goyang lagi, jangan diam gini,,,” rengek Oci.
Duaarrr,,, aku bener-bener kaget dengan penuturan Oci. Secara tidak langsung gadis itu tengah menawarkan tubuhku yang notabene kekasih kakaknya kepada pacar cinta lokasinya.
Aku pura-pura menggeliat dan membalik tubuhku membelakangi mereka, meski ingin terus melihat apa yang mereka lakukan, tapi aku tak bisa menahan malu dan takut bila mereka tau aku tengah menonton. Sesekali tubuhku tersenggol, entah oleh Oci, entah oleh Gara yang memacu semakin ganas. Ternyata tenda ini terlalu kecil untuk empat orang, tidak seperti promosinya.
“Kamu cepet belajar ya, goyangan pantatmu mantap banget De,”
“Tapi pantat Oci kan masih kecil Ka, masih gedean pantat Mba Natasya, liat tuh nungging banget kaya bebek,”
Aiissh,, Kenapa mereka terus melototi tubuhku, posisiku yang membelakangi mereka justru membuat pantatku menjadi santapan mereka.
Heii!!!,,, tangan siapa ini!,,,, aku merasakan seseorang mengusap-usap pantatku.
“Jangan De, ntar Tasya nya bangun,”
“Ststssss,,, gapapa, mba Tasya kan kalo tidur sama kaya Mas Bona, ga bakal bangun walo ada gempa, hiihihi,,,”
Sialan,,, tapi apa yang diucapkan Oci benar adanya, hanya saja saat ini aku tengah terjaga seratus persen, bersama gemuruh nafsu di dada. Aahhh,,, masa bodolah,,, aku langsung memeluk Bona menempelkan payudaraku dipunggungnya yang berlemak, berusaha meredam geliat birahi.
“Ayo Kak,, pegang aja,,,Dijamin ga bakal bangun,”
Aiiihhh,,, sialan bener ni bocah,,, dan kini kurasakan telapak tangan yang berbeda dipantatku. Nafsu yang perlahan mendingin seketika berkobar lagi, ini bukan sekedar memegang, tangan Gara meremas-remas bongkahan pantatku. Sesekali menyusur keselangkanganku... aaaahhh,,,
Dapat kudengar hentakan dan lenguhan keduanya semakin deras, Gara tak kunjung menarik tangannya dari pantatku. Dan,,, tangan itu kini naik kepinggulku, berusaha menyingkap sweater dan kaosku,,, Aahhh,, sekuat tenaga aku menahan tubuhku yang ingin menggelinjang saat merasakan telapak tangan yang dingin membelai-belai perutku yang rata.
“Oohhh,,, cukup sampai disitukah hasratmu untuk mengenali tubuhku,, Garaaa,,,” tiba-tiba hatiku memekik penuh pengharapan.
Ya,,ya,,, teruslah,,, aku dapat merasakan telapak itu berusaha meniti kulitku menuju payudara yang menunggu penuh pengharapan.
Aku harus mengutuki pilihanku, kenapa aku harus mengenakan baju kaos yang ketat, membuat tangan itu begitu sulit masuk semakin dalam.
“Aaahh,, Kaa,,, Mba Tasya mau diaapaaaiiinn,, Ka Garaassshhh,,, pengeenn nyicipin mba Tasyaa jugaa yaaa,,,”
Suara Oci yang bercampur desahan tidak begitu jelas kudengar, tapi aku dapat menangkap apa yang dimaksudnya, dan aku sangat merasa bersalah, turut membiarkan tangan Gara beraksi ditubuhku. Bahkan aku merenggangkan pelukanku dari tubuh Bona untuk memberikan ruang bagi tangan Gara yang berusaha mencapai payudaraku.
“Ooohhh,,, Kaaa,, oowwwhhh,,,”
“Dede, pengen pipis lagi kaaa,, Dedeeee,,, Aaaahh,,,”
Lenguhan orgasme Oci bersamaan dengan keberhasilan Gara menyentuh payudara kananku,, Aahhh,,, jari-jari ini,,, Aaahhhsss,,,jari-jari ini berhasil menjepit putingku yang sudah mengeras, bila Gara berpengalaman dalam berhubungan seks,, pasti dia tau bila aku tengah dilanda birahi pula, putingku sudah mengeras.
“Empuk banget ya Ka,, nenen Mba Tasya,,,” Oci sudah bisa mengatur nafasnya setelah dilanda orgasme.
Gara tidak menjawab, tapi telapak tangan yang menangkup bulatan payudaraku itu mulai bergerak meremas,, Aaahh,, tapi kenapa,,, kenapa aku justru menikmati kenakalan Gara.
Memang sangat beruntung Gara malam ini, batangnya dengan bebas menikmati kemaluan seorang gadis perawan, sementara tangannya terus meremas payudaraku tanpa dapat kuhentikan, aku sungguh menikmati perselingkuhan terselubung ini.
“De, Kaka mau pipis juga ya,,,”
“Ka Jangan di,,,”
“Aaaahhh,,,, Ociii,, maaf Cii,,,,”
Belum selesai Oci menjawab, Gara sudah mencapai puncak orgasme, ini kuketahui dari lenguhannya yang begitu menggelora, payudaraku diremasnya dengan kuat, aku seakan bisa merasakan bagaimana hebatnya kenikmatan yang tengah didapat, jemarinya yang besar mencengkram gumpalan daging didadaku. Aaahhh,,, aku benar-benar menikmati ini semua.
“Kaaa,, pipisnya banyak banget,,,”
“Hehe,,, keperawananmu emang nikmat banget, makasih ya,,,”
CURANG!!...
Mereka sungguh curang dan egois, mereka telah mendapatkan puncak kenikmatan, sementara aku,,, yang mereka undang dalam pacuan birahi ini dibiarkan menggantung, ingin sekali aku membangunkan Bona dan memintaku untuk menggagahi diriku dalam dinginnya malam, meremasi payudaraku.
Tapi,, Heyy,,, tangan Gara masih saja bermain dengan payudaraku, sesekali memencet putingku, membuat gairahku terus terlecut.
“Ka,,, udah,, kasian Mba Tasya,” rupanya Oci menyadari kenakalan dari tangan Gara. Dan sempurnalah kekecewaanku, Gara menarik tangannya dan turun dari tubuh Oci, menggelosor diantara tubuhku dan Oci.
“Kaa,,, dingin,,, peluk Oci dong,” rengek gadis itu dengan manja.
“Ehh,, celanamu dipake dulu Ci, jangan telanjang gini, ntar ketahuan Bona,”
“Pakein,,, kan tadi kaka yang ngelepas,” Oci merajuk semakin manja, membuat aku semakin iri dengan romantisme yang tercipta diatas gunung yang dingin.
Nafsuku mulai mereda, seiring hening yang tercipta mataku terlalu lelah dan mengantuk, mungkin empat jam lagi mentari akan muncul diufuk barat, dan aku ingin sekali menyaksikan detik-detik keindahan alam itu. Mataku mengatup sambil memeluk punggung Bona yang meringkuk kedinginan.
“Pake selimut ya,,,” masih dapat kudengar suara Gara, rupanya cowok itu membuka resluiting sleeping bag hingga terbuka lebar, lalu menghamparkannya diatas tubuh Oci, dirinya sendiri dan tubuhku, cukup lebar memang, tapi lagi-lagi Bona tidak kebagian, kain itu hanya cukup untuk menutupi tiga tubuh.
Aku tersenyum sendiri, Bona kekasihku yang bertubuh gempal, selalu saja ketiban sial. Aku memeluknya erat dengan rasa sayang yang tulus, kaki kananku kuangkat keatas pinggangnya, memeluknya semakin erat.
Malam yang gelap dan sepi semakin sempurna, tiupan angin pegunungan yang membelai dedaunan menciptakan suasana yang begitu mencekam. Tapi aku justru merasakan kedamaian yang sempurna.
Baru saja pikiranku terlepas dari beban dunia, dan mulai terlelap dalam buai ketenangan, aku merasakan pantatku diraba, dibelai dengan lembut. Terus berputar mengitari dua bongkahan daging besar yang dibalut celana Army.
Aaagghh,,, Gara,, cukup, jangan kau pancing lagi birahiku.
Jemari itu meremas dan terus mengenali bagian bawah tubuhku, kakiku yang terangkat memeluk tubuh Bona membuat selangkanganku terbuka, dan kini kurasakan jemari itu mulai berani menjamah permukaan kemaluanku, kain celana yang cukup tebal tidak mampu meredam rangsangan pesan yang diterima otakku.
Gara,,,, tubuh cowok itu bergerak, pasti dia tengah mencari posisi yang enak untuk terus menjamah tubuhku.
Owwhhh,,,, aku terpekik, Gara memelukku dari belakang, apakah Oci sudah tertidur, hingga dia begitu berani menyerang tubuhku.
Aaahhsss,, tubuhku merinding, nafasnya yang hangat menghembus ditengkukku,,,
Ya,ya,yaaa,,, teruslah,,, aku merenggangkan pelukanku pada tubuh Bona untuk memberikan ruang bagi tangannya masuk kecelah bajuku, meski cukup sulit untuk menyibak bra dan mengeluarkan isinya. Dan akhirnya tangan itu berhasil mendapatkan payudara dan puting ku yang begitu cepat mengeras.
Seakan tak jemu, telapak tangan itu meremas dan terus meremas,, aku hanya bisa menggigit bibirku, menahan erangan yang bisa keluar kapan saja.
Aaahh,,,, pinggulnya kurasakan ikut bergerak mencumbu bongkahan pantatku. Memberi pesan untuk hubungan yang lebih jauh, lebih liar, dan lebih panas.
DUB,, jantungku seakan tertahan, saat tangan Gara berusaha melepas kait celanaku. Haruskah aku menghianati Bona untuk mendapatkan kenikmatan sesaat, reflek tanganku mencengkram tangannya.
Aaaahh,,, sungguh, Gara memang penakluk wanita, bibirnya menciumi tengkukku menyisir hingga ketelingaku, mengalihkan perhatianku dari usahanya melolosi celanaku, menggoyahkan pertahananku.
“Apakah kamu bener-bener tidak mau aku melakukannya,,” Gara berbisik lembut, tapi intonasi suaranya seakan menyatakan kuasanya atas tubuhku yang menggigil akibat nafsu yang tertahan.
Cengkraman tanganku melemah, sungguh aku tidak ingin menghianati Bona tepat dibelakang tubuhnya, tapi aku juga sangat ingin merasakan kenikmatan yang lebih dulu diproklamirkan oleh Oci.
Aaahh,, aku benar-benar dibuat gila, seakan tidak ingin mengganggu jemarinya yang mencoba bermain keselangkanganku, aku membuka pahaku semakin lebar.
Genggaman jemariku pada tangannya semakin melemah. Aku tak berdaya saat tangan Gara menyelusup kedalam celanaku. Telapak tangannya yang dingin terus berusaha masuk lebih dalam, aku berdebar,, menunggu sentuhan tangannya didaerah terlarangku dan, Aaahhh,,,,
Badanku menggelinjang, sensasi ini begitu berbeda. Aku mencengkram tangan Gara dengan kuat, bukan untuk menolak tetapi berusaha menekan libidoku yang membuncah. Kakiku terentang semakin lebar, berharap jari-jari itu masuk semakin dalam.
Gara seakan ingin mengenali daging lembut yang menjadi pintu gerbang alat kawinku, dan secara perlahan menyelusup kedalam, terus dan terus jauh kedalam, nafasku memberat saat jari itu menari semakin riang.
Aku hanya bisa mecengkram tangan gara, saat pantatku terangkat untuk membantunya melepas celanaku yang perlahan turun. Maafkan aku Bona, aku tak pernah berniat untuk menghianatimu, aku hanya ingin sebuah sensasi yang berbeda. Sebuah petualangan yang liar.
Dengan kakinya Gara melepaskan celanaku yg masih tersangkut dimata kaki, dan akhirnya aku dapat merasakan bagian tubuh bawahnya yg juga telah terbuka.
Gara semakin erat memelukku dari belakang, Pahanya yg hangat menstimulasi pahaku dengan gesekan-gesekan penuh nafsu, dan akhirnya aku dapat merasakan batang Bona yang telah mengeras, berusaha menyelusup diantara belahan pantatku.
Naluri hewani mengistruksikan kepada otakku untuk memberikan perlawanan, pantatku menyorong semakin kebelakang, batang itu kujepit, sesekali menggesek bibir vagina yang sudah sangat basah.
“Aaaaggrrhhh,,,,” aku terpekik saat kepala jamurnya menyelinap masuk diantara celah yang basah, namun kembali melengos keluar, terpleset karena vaginaku yang sudah sangat basah.
Entah mengapa aku sangat penasaran, meski sesaat aku dapat merasakan kepala jamur yang jauh lebih besar dari milik Bona, Gilaaa,,, apakah aku benar-benar ingin cowok ini menggagahi kemaluanku dan menghempaskan kesetiaanku sebagai kekasih sahabatnya.
“Uuuggmmmhhhh,,,,” kali ini batang itu kembali menyeruak masuk, sedikit lebih dalam dari sebelumnya, jantungku berdegup kencang, tapi tiba-tiba kembali meleset keluar. Baru kusadari batang itu terlalu besar, tapi bila Oci yang masih ranum saja sanggup menampung besarnya batang Gara, lalu kenapa aku tidak.
“Sya,,, ternyata kamu nakal juga ya,” bisiknya, saat pantatku terayun kebelakang mengejar batang yang terlepas.
Aku tak memberi perlawanan saat Gara menarik tubuhku hingga telentang, dalam keremangan mata kami saling menatap, seakan memohon izin untuk menaiki tubuhku.
“Garaaaa,,, izin apalagi yang kau cari, sementara batangmu telah berulangkali mempermainkan gerbang kemaluanku,” rintih hatiku.
Gara berusaha menaiki tubuhku sambil tersenyum penuh kemenangan saat merasakan jari-jariku menggenggam batangnya yang telah mengeras.
Pelupuk mataku yang telah tergenang mulai mengeluarkan air mata kepedihan, air mata penghianatan seorang kekasih, tapi pahaku justru terbuka semakin lebar, memberi ruang bagi tubuhnya untuk mencari posisi diantara selangkanganku.
Oowwhhhh,,,, kurasakan batang milik Gara kembali mencoba peruntungannya dipintu vagina yang basah, haruskah semua ini terjadi. Uuuggghhhh,,, dua jemari Gara menguak kelaminku, memberi celah untuk batangnya yang mulai merajuk untuk bertandang kevagina yang terkuak.
Sementara cengkraman tanganku dibatangnya semakin erat, kini kemaluan kami sudah bersentuhan, saling mengira-ngira kenikmatan apa yang akan didapatkan. namun ketika pantatnya terayun untuk menekan aku justru menahan, Ugghhhhh,,, aku menggelinjang saat kepala jamur yang besar itu tetap merangsek masuk.
“Jangan Gara,, jangaaannn,,,” disisa kewarasanku, aku mencoba memberontak.
“Aku cuma numpang naruh batang doang koq, sya,,, ga lebih,,”
Ooohh,, kenapa tanganku justru melemah mendengar alasan tak masuk akal itu.
Tiba-tiba kurasakan telapak tangan yang lembut memegang tanganku, berusaha menarik, dan memberi kebebasan kepada Gara untuk memasuki liang kemaluanku.
“Ociiii,,,”
Aku hampir terpekik, gadis itu tersenyum.
Gila,,, ini benar-benar Gila,,,, Oci justru merestui perselingkuhan ini, membiarkan lelaki lain menggagahi selangkanganku yang harusnya hanya menjadi milik kakaknya.
Oci semakin erat menggenggam tanganku, saat batang milik Gara mulai menyelusup kecelah daging yang penuh dengan lendir.
Aaahh,,, terus, terus,,, dan terus,,, batang itu perlahan masuk semakin dalam, celah-celah daging yang tak pernah tersentuh oleh batang kekasihku pun mampu dicumbunya dengan penuh gelora.
Dan Aaahh,,,, ini sungguh nikmat, tubuhku digedor oleh gelora yang memuncak, tak pernah kurasakan sensasi sedahsyat ini, aku bersiap menyambut suatu kenikmatan yang belum pernah kurasakan. Tangan dan kakiku memeluk tubuh Gara yang menidih, bibirku mencari-cari bibir Gara, dan melumatnya dengan sangat bernafsu. Aaahhh,,,Emmmpphh,,,
Aku terpekik, aku menggelinjang tak tertahan,, , kemaluanku berdesir. Diantara kenikmatan yang menyerbu seluruh tubuhku, kurasakan cairan yang cukup banyak menghambur dari vaginaku. Seketika aku menjadi terkaget, kalut dan bersiap menyambut rasa malu. Kenikmatan yang diberikan Gara membuatku terkencing-kencing.
Ooooggwwhh,,, Aku orgasme,, inikah yang namanya orgasme,,, ini sungguh-sungguh nikmat,, oowwhh,,,
“Wow,, kencing ya Non? Mau lagi?”
Aku bingung dengan pertanyaan Gara. Kurasakan kemaluanku sangat basah. Pasti Gara merasakan bagaimana air bah yang menghambur menghantam kepala penisnya.
“Orgasmemu sungguh luar biasa, mau lagi?,” ucapnya lagi.
Aku terus berusaha memahami kata-kata Gara diantara gelora yang mulai menyurut. Seketika aku terhentak, terkaget, seribu godam seakan menghujam diriku.
“Natsya!!!... kau telah menghianati Bona!!!...”
Hatiku menjerit,, memberi peringatan.
Tanganku yang masih memeluk tubuh lelaki, yang telah memberiku kepuasan pertama dalam hidupku, berusaha untuk mendorongnya. Tubuhku berontak.
Gara terkaget dengan perubahanku, kakinya berusaha mengunci, pinggulnya berusaha menjaga batang yang hampir terlepas dari kemaluanku.
“Aku akan berteriak Gara!!!,,, LEPASIN!!!,,,” aku berbisik dengan sejuta ketegasan dihati.
Oci terdiam, gadis kecil itu terlihat ketakutan, meringkuk disamping tubuhku yang masih dihimpit oleh tubuh Gara.
Ooohh,,, ada apa dengan cowok ini, bukannya melepaskan tubuhku, pinggulnya justru bergerak kasar, membuat batang yang tertanam dalam liang yang basah bergerak dan terus bergerak.
Aaaaaahh,,, batang ini terlalu nikmat untuk kulepaskan. Ditengah keegoanku sebagai kekasih yang ingin selalu setia, aku justru berharap penis Gara sekali lagi memberiku orgasme yang dahsyat.
Eeenghh,,, Gerakan pinggulnya tak lagi beraturan, tanganku masih berusaha mendorong tubuhnya, tetapi pantatku justru terangkat semakin tinggi menyambut penisnya yang menggila, memberi kenikmatan yang tak dapat kucegah. Dan Aaaahhh,,,
Aku mengerang, melenguh, merintih dalam isak tangis penghianatan. Akhirnya Gara menghempaskan tubuhku kebumi dengan hentakan yang kuat, membuatku tak mampu menahan bendungan yang sekali lagi jebol, aku orgasme!!,,, Uuuuggghhhh,,,
Penis Gara berkedut, menghantar cairan hangat yang seketika membuatku terpekik, semakin nikmat. Cowok ini telah menumpahkan cairan cintanya, terus dan terus berkedut, mengalir dan memenuhi rongga rahimku.
Kakiku kembali membelit pinggulnya, seakan mempersilahkan Gara untuk mengosongkan kantung spermanya kedalam rahimku. Otot vaginaku meremas mencari-cari kenikmatan yang tersisa, sekaligus meyakinkan Gara akan kenikmatan yang disuguhkan oleh lorong senggamaku.
“Vaginamu nikmat banget Sya,,, nikmat bangeet,”
Gara memproklamirkan kepuasannya tepat ditelingaku, seiring otot kelaminnya yang mengejan memaksa keluar sperma yang tersisa dan dengan cepat berpindah kedalam rahimku yang kuyakin sudah sangat penuh oleh bibit birahinya.
Aku hanya bisa terdiam dengan tangan memeluk tubuh Gara erat. Pelukan yang tak dapat ditafsirkan oleh kerja otakku yang tengah sakaw. Harus kuakui,, aku sangat menikmati persetubuhan liar ini.
“Tidurlah, sunset menunggu kita, Ehh,, spermaku jangan dikeluarin ya, ntar pengen aku tambahin lagi,” ucapnya lembut seraya mengecup bibirku, romantisme nya telah meluluhkan hatiku.
Tapi permintaanya yang aneh itu justru membuat hatiku berdebar, mungkinkah akan terjadi persetubuhan tabu selanjutnya. Dengan enggan kulepaskan pelukan, dan memberi tempat diantara tubuhku dan Oci. Segera kurapikan celanaku.
“Gara,,,, tolong simpan rahasia ini,”
Cowok itu mengagguk dan kembali mengecup bibirku.
“Sepertinya Aku akan merindukan semua yang ada pada tubuhmu,” mendengar pengakuannya aku hanya bisa tersenyum dalam kegelapan, membiarkan tangan kekarnya meremas payudaraku sebelum memalingkan tubuh dan memeluk Oci.
Api unggun diluar tenda masih menyisakan bara diantara tumpukan arang dan abu, ditemani hembus angin pegunungan yang bersiul dicelah dedaunan. Senandung alam, senandung kedamaian, yang seharusnya bisa dinikmati oleh hati Natasya yang masih bergemuruh.
"Sejauhmana batas dari hasrat liar mu ini Sya?,"
KLIK TOMBOL DIBAWAH UNTUK BONUS BOKEP
No comments for "Desire [Tapak Berbatu part 2]"
Post a Comment