Joe The Click Bag.8 [The Secret Revealed] ~ Tamat


Beberapa saat kemudian , tanpa sengaja aku menoleh ke arah Farida. Ternyata gadis SMU itu asyik memperhatikan perbuatan Karina dengan pandangan bergairah. Aku meraih tangan Farida dan menariknya agar memegang pangkal batang kontolku yang masih asyik diservice lidah dan mulut Karina. Farida terlihat jengah dan malu tapi tak menolak dan membiarkan saja tangannya di tarik tanganku, dan jemarinya pun melingkari pangkal batang kontolku. Karina pun sejenak menghentikan kegiatannya dan tersenyum menatap Karina.

“Ida, kamu kesini deh. Bantuin kakak.”, kata Karina sambil tangannya menarik tangan Farida agar gadis itu bangkit dari sofa dan ikut berlutut di antara kedua kakiku yang duduk mengangkang.

“Ta..tapi a..aku gak bisa kak.”, kata Farida yang terliaht malu tapi gadis itu mandah saja saat ditarik dan ikut berlutut dibawahku.

“Makanya biar kak Karin yang ajarin kamu. Lagian ini semua kan gara-gara kamu, sampai barang kebanggaannya Joe jadi kayak gini. Kamu harus tanggung jawab dong.”, rayu Karina. Farida akhirnya mengganggukkan kepalanya perlahan, terlihat masih malu.

“Sekarang coba kamu beri Joe jr. kecupan lembut di kepalanya.”, perintah Karina. Awalnya Farida masih agak ragu, tapi kemudian perlahan bibirnya pun mengecup lembut kepala kontolku.

“Sekarang coba julurkan lidah kamu dan jilat bagian kepala kontol Joe, terutama lubang kecil yang ada disitu.”, ujar Karina memberi petunjuk.

“Ouughh……sstt….yeah…”, desisku keenakan saat Farida melakukan semua perintah Karina.

Kemudian Karina pun terus memberi petunjuk pada Farida bagaimana caranya memuaskan pria tanpa seks. Farida pun dengan patuh menuruti semua ajaran Karina. Lidahnya bergerak lincah menjilati batang kontolku, bahkan buah pelirku. Farida pun tanpa ragu menurut saat disuruh membuka mulutnya dan memasukkan Joe jr dalam jepitan bibirnya yang lembut dan hangat itu. Kepalanya bergerak naik turun berusaha memasukkan Joe jr dalam mulutnya dan jemari lentik gadis SMU itu kadang meremas lembut buah pelirku dan juga mengocok batang kontolku yang sekarang sudah kembali pada ketegangan maksimalnya. Aku hanya bisa melenguh dan menikmati semua yang dilakukan padaku. Farida sendiri tampaknya mulai menikmati kegiatan barunya itu. Gadis SMU itu tak lagi merasa malu, melainkan penuh gairah melumat kontolku dengan mulutnya.

“Uughhh….stop…stop dulu, Da. Permainan masih panjang. Aku gak mau keluar dulu.”, kataku sambil buru-buru menghentikan aksi Farida yang sepertinya mulai ketagihan mengoral kontolku. Alu tak tahu apakah ini semua karena pengaruh The Click, atau aku dan Karina sudah membangunkan macan betina yang tertidur.

Aku lalu menarik Farida bangkit dari posisinya berlutut hingga gadis remaja itu terjatuh dan menimpa tubuhku yang masih duduk di sofa. Segera saja kulumat bibirnya dengan penuh gairah. Farida ternyata membalas ciumanku dengan gairah yang tak kalah panasnya. Aku bisa merasakan kenyalnya payudara Farida yang menempel erat didadaku. Kemudian aku pun mengangkat tubuh Farida sedikit lebih tinggi hingga gadis SMU itu kini duduk mengangkangi perutku dan payudaranya yang montok dan indah tepat dihadapan wajahku.

“Kak Joe aaaahh…..sstt……….”, desah Farida bertambah keras saat payudaranya yang montok itu kulahap dengan rakus. Gadis remaja itu makin membusungkan dadanya hingga makin memudahkanku mengeksplorasi payudaranya yang nampak makin bulat membusung.

Kedua tanganku pun tak tinggal diam dan meremas dengan gemas buah pantat Farida yang bulat dan sexy. Tiba-tiba aku merasakan ada dua tangan memegang tanganku yang masih meremas pantat Farida dan membimbing tanganku agar menarik buah pantat bulat itu agar membuka. Sepertinya ini ulah Karina.

“Aughh…..sstt…apa….kak Karin?? Kak, itu kan aaahhhh…..”, Farida yang tadi seperti tersentak kaget lalu menoleh ke belakang, tak sanggup menyelesaikan kalimatnya, malah mendesah dengan penuh gairah. Kenikmatan tampak terpancar dari wajahnya yang cantik.

Saat aku melongok ke balik punggung Farida, ternyata Karina sedang asyik menjilati liang anus Karina. Makanya tanganku disuruh membuka buah pantat Farida. Tak hanya itu, Karina juga kadang berganti memasukkan kontolku dalam mulutnya.

Aku pun tak tahan lagi, Tubuh Farida kubalikkan kesamping hingga gadis remaja itu kini terbaring terlentang di sofa. Kutekuk kedua kaki Farida ke atas hingga kedua lututnya ada di kanan kiri tubuhnya. Aku menyuruh Farida memegangi kedua kaki yang mengangkang ke atas itu, hingga aku bisa lebih leluasa menikmati hidangan utama hari ini. Tubuhku ada ditengah kedua kaki Farida yang mengangkang itu. Lalu tanganku meraih Joe jr. lalu mulai mengarahkannya pada pintu liang vagina Farida. Kugesekkan perlahan kepal kontolku di belahan vagina yang tampak gemuk dan merekah indah itu, sambil berusaha mencari jalan masuk yang nyaman.

“Kak Joe. Farida be…belum pernah nnngg begituan.”, kata Farida yang menjadi agak ragu saat menyadari tujuanku.

“Shhh…tenang aja sayang. Kamu akan merasakan nikmat yang lebih dari yang tadi kamu rasakan. Bener kan Karin?”, bujukku pada Farida sambil meminta bantuan pada Karina agar ikut merayu Faarida.

“Iya, Da. Kamu tenang aja. Percaya deh sama kakak. Kamu nanti pasti bakalan suka.”, Karina ikut membujuk.

Aku tak memberi kesempatan pada Farida untuk membantah dan segera menekan Joe Jr. menerobos masuk liang sempit itu dengan perlahan.

“Aduuhhh….sakit kak.”, Farida merintih kesakitan saat bibir vaginanya yang masih perawan itu dipaksa merekah lebih dari biasanya.

“Tenang, sayang. Sakitnya cuma sebentar kok. Nanti pasti enakan. Kamu rileks aja.”, ujar Karina coba menenangkan Farida. Aku sendiri terus melanjutkan usahaku.

Akhirnya dengan agak susah, aku berhasil memasukkan kepala kontolku dan sedikit bagian batangnya ke dalam liang vagina Farida yang terasa luar biasa sempitnya itu. Ujung kepala kontolku terasa menyentuh lapisan tipis selaput keperawanan gadis SMU yang cantik itu.

Aku berdiam sejenak, dan membiarkan agar liang vagina Farida terbiasa dengan hadirnya benda asing didalamnya. Gadis cantik itu menggigit bibirnya sendiri dan terlihat sedikit kesakitan.

Kemudian aku perlahan menarik kontolku sampai hampir keluar, kemudia memasukkannya lagi dengan kedalaman sama seperti tadi. Aku melakukannya dengan perlahan dan menjaga agar jangan sampai merusak keperawanan gadis itu dulu. Begitu terus berulang.

“Sstt….kak….”, desis Karina saat batang kontolku mulai lancar keluar masuk. Tampaknya vaginanya sudah mulai terbiasa dengan kontolku yang terus mengaduk dengan perlahan. Liang vagina Farida yang bertambah basah membantu usahaku. Apalagi Karina juga ikut membantu membangkitkan gairah gadis SMU yang cantik itu dengan mengajaknya berciuman atau mempermainkan payudaranya yang membusung.

“Aaaghhhh….saakkiitt….”, jerit Farida saat aku tiba-tiba saja menghentakkan kontolku sedalam mungkin ke dalam vaginanya dan merobek selaput dara gadis SMU itu. Aku diam tak melakukan gerakan setelah Joe jr. sukses bersarang seluruhnya dalam liang vagina gadis remaja itu. Aku menunduk dan mendekap tubuh Farida setelah Karina minggir, tapi masih tetap duduk di bawah sofa disamping aku dan Farida.

“Sshh….tenang sayang. Tahan sebentar, entar sakitnya ilang sendiri kok.”, bisikku mencoba menenangkan Farida. Jemariku mengusap lembut dahi Farida yang sedikit berkeringat. Aku pun lalu mengecup lembut bibirnya.

Kami berdua tetap dalam posisi ini selama beberapa waktu. Aku benar-benar menikmati saat-saat ini. Berciuman penuh gairah dengan Farida yang cantik, sambil menikmati jepitan vaginanya yang sempit dan terasa begitu nikmat memijat batang kontolku.

Setelah Farida agak tenang dan kerut kesakitan di wajahnya sudah berkurang, aku pun mulai menggerakkan pinggulku, hingga Joe jr. pun mulai bergerak keluar masuk dengan perlahan di liang vagina sempit itu. Tanganku bertumpu di samping kanan dan kiri tubuh Farida dengan kedua kaki Farida terkait di lenganku, membuat posisi vagina Farida lebih leluasa menerima hunjaman kontolku.

Aku terus menggenjot vagina Farida yang baru saja kurenggut keperawanannya itu. Aku menikmati posisi ini karena aku bisa melihat wajahnya yang cantik menggemaskan itu. Walaupun bibir Farida seperti sedikit mengernyit kesakitan, tapi tatapan matanya sendu dan begitu penuh gairah. Gadis remaja itu hanya bisa mendesah perlahan menerima hunjaman kontolku di liang vaginanya. Aku sendiri merasakan kenikmatan yang berbeda dari vagina Farida dibandingakan dengan cewek-cewek lain yang pernah kuentot. Bibir vaginanya yang chubby itu terasa menjepit sampai kepangkal paling ujung dari Joe. Jr. Bila dengan cewek lain yang tidak mempunyai bentuk bibir vagina yang chubby seperti Farida ini, terkadang ada sedikit bagian pangkal kontol yang luput dari cengkraman vagina meskipun aku sudah menusuk sedalam mungkin. Tapi memek Farida seakan bisa meraih bagian yang biasanya tak terjangkau itu. Aku pun terus memacu tubuh gadis belia itu dengan penuh nafsu.

Semakin lama, aku semakin menambah tempo permainanku secara bertahap. Farida pun tampaknya sudah terbiasa dan begitu menikmati hunjaman kontolku di liang senggamanya. Kernyit kesakitan di wajahnya hilang sudah, yang ada hanya wajah cantik yang sudah dikuasai bias nafsu birahi dan desah kenikmatan dari bibirnya.

“Ahh…ahhh…aaahh…kak…aahh……”, desah Farida yang terdengar begitu erotis dan merdu di telingaku. Desah kenikmatan seorang wanita saat berhubungan badan memang selalu menjadi penambah semangat dan memperbesar gairah pasangan prianya.

“Ugghh….memek kamu enak banget Da.”, dengusku sambil terus menggenjot memek gadis belia itu dengan penuh gairah.

Karena ini pengalaman pertama bagi Farida, aku pun tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk menundukkan gadis SMU itu. Pantat gadis remaja itu bergerak makin liar menyambut setiap hunjaman kontolku di memeknya.

“KKaaaakkk…..Ida mau aaaaggghhhhhhh…..”, desis Farida dengan tubuh yang bergetar dan meregang tak karuan saat gelombang orgasme itu menyapu dirinya. Dinding vaginanya berkontraksi begitu luar biasa seakan mengempot dan berusaha menyedot kuat kontolku yang merasa makin nikmat. Liang vaginanya terasa makin becek karena cairan kenikmatan yang membanjir keluar. Wajahnya yang cantik tampak semakin cantik dan menggairahkan saat gadis remaja itu mencapai puncak kenikmatannya. Aku pun segera mendekatkan wajahku dan melumat bibirnya dengan penuh gairah. Farida membalasnya dengan bersemangat. Berbeapa saat kami terdiam sambil berpelukan dan berciuman mesra.

“Terima kasih, kak. Tadi itu bener-bener mmm….wow.”, kata Farida saat dia melepaskan ciumannya di bibirku dan menatapku mesra.

“Aku yang harusnya terima kasih sama kamu. Kamu sudah memberikan harta kamu yang paling berharga buat kakak. Kamu nggak nyesel?”, tanyaku. Farida tersenyum manis, sambil menggelengkan kepalanya.

“Meskipun kakak sudah punya cewek, dan nggak bisa jadi pacar kamu?”, tanyaku lagi.

“Nggak apa-apa kok. Lagian aku pikir kak Joe itu bukan type cowok yang pengen aku jadiin pacar kok. Habis kak Joe mata keranjang sih hi..hi..hi…..”, sahut Farida sambil cekikikan. Aku pun mencium bibirnya lagi.

“Hhmmm….sstt….hmmmm….”

Aku mendengar desahan dari sofa sebelah. Ternyata Karina sedang asyik mengocok memeknya dengan tangannya sendiri, dan tangannya yang satu lagi sibuk meremas payudaranya sendiri. Kasihan, gadis cantik berwajah oriental itu harus memuaskan nafsunya seniri. Biasanya aku pasti akan segera turun tangan dan segera membantu Karina dengan menjejalkan Joe jr. ke dalam memeknya yang sudah gatal itu. Tapi sekarang aku masih belum puas merasakan jepitan memek Farida. Maklumlah barang baru. Lalu sebuah ide cemerlang pun melintas di kepalaku.

Aku bangkit dari atas tubuh Farida, lalu menarik Farida agar ikut bangkit bersamaku. Aku mengajak gadis remaja itu menghampiri Karina.

“Kamu berlutut disini, Da. Kayak bayi merangkak. Nah gitu.”, aku menyuruh Farida agar menungging seperti merangkak dibawah sofa tepat hadapan Karina yang duduk di sofa dengan posisi terbaring dengan pantatnya di pinggiran sofa. Karina masih asyik mempermainkan memeknya sendiri, tapi tampaknya gadis itu mengerti rencanaku dan segera menggeser pantatnya hingga memeknya sekarang tepat dihadapan wajah Farida.

“Ida. Sekarang saatnya kamu membalas kenikmatan yang tadi diberikan Karina sama kamu.”, kataku pada Farida sambil menunjuk pada memek Karina yang sudah kembang kempis karena gairah.

“Tapi kak, a..aku gak pernah….gak bisa.”, kata Farida.

“Kamu pasti bisa. Lakuin aja semua yang pernah Karina lakuin sama kamu tadi. Ayo, dong. Tadi aja Karina dengan senang hati membawa kamu ke alam kenikmatan, masa kamu gak mau ngelakuin hal yang sama sih?”, bujukku.

Awalnya Farida masih terlihat ragu. Tapi kemudian secara perlahan wajahnya makin mendekat ke selangkangan Karina. Gadis SMU itu kemudian menjulurkan lidahnya dan walu masih ragu, Farida mencoba menjilat belahan vagina Karina. Vagina Karina sudah cukup basah setelah dia tadi bermasturbasi sendiri, sehingga Farida bisa langsung merasakan rasa cairan kewanitaan yang pertama kalinya dalam jilatan pertama tadi. Gadis SMU itu mengecapkan bibirnya.

“Gimana rasanya?”, tanyaku pada Farida. Farida menoleh kearahku sambil tersenyum.

“hhmm…lumayan.”, jawab Farida singkat lalu gadis remaja itu pun kembali menjilati vagina Karina. Kali ini Farida melakukannya tanpa ragu.

“Ouughh….yesss…terus Da. Cari benjolan kecil di bagian atas. Jilatin disana aaaaghh…..ya begitu. Jilatin juga dalamnya ahhh….”, desis Karina yang merasakan nikmat sambil memberi petunjuk pada Farida agar gadis itu mampu memberikan kenikmatan maksimal baginya.

Sejenak aku hanya diam berdiri menyaksikan pemandangan menggairahkan percumbuan dua gadis cantik seperti tadi. Tapi bedanya sekarang Farida yang memberikan kenikmatan buat Karina. Walaupun begitu, aku bisa melihat dari wajah Farida yang dipenuhi nafsu birahi dan begitu bersemangat menjilati memek Karina, tampaknya gadis SMU itu menyukai kegiatan barunya.

Aku pun tak tahan lagi dan ingin ikut ambil bagian. Tapi sebuah ingatan segera melintas di pikiranku. Aku pun melangkah mendekati meja dan mengambil The Click yang tadi kuletakkan diatasnya. Aku tahu aku harus mematikan alat ini selagi ingat atau kami semua akan terus-terusan horny dan bercinta sampai kehabisan tenaga. Tapi ada keraguan melintas di pikiranku. Aku belum puas menikmati tubuh Farida, bagaimana kalo setelah The Click kumatikan, Farida jadi sadar dan menghentikan semua ini?

Akhirnya jemariku pun menekan tombol berbentuk hati itu untuk mematikan The Click. Tak ada perubahan yang terjadi. Aku tetep horny, tapi mungkin tanpa The Click pun aku tetep bakalan horny bila ada dua gadis cantik seperti Karina dan Farida. Tapi Farida ternyata tak menghentikan aksinya mencumbu vagina Karina yang masih terus mendesah penuh gairah. Tampaknya gairah birahi dua gadis itu sudah terlanjur bangkit hingga mereka berdua takkan berhenti sebelum terpuaskan dan api birahi itu padam dengan normal.

Perlahan aku mengambil posisi di belakang Farida yang masih menungging asyik menjilati vagina Karina. Joe jr. sudah siap dalam posisinya untuk melakukan penetrasi dari belakang. Sejenak aku ragu apakah Farida masih mau kuentot, tapi birahiku yang sudah naik ke ubun-ubun menepis keraguan itu. Satu tanganku membimbing kontolku agar mengarah tepat ke liang vagina Farida, sedangkan tangan yang lain memegang pantat Farida. Setelah yakin dengan target yang kuincar, aku pun segera menghentakkan pinggulku ke depan dan Joe jr pun dengan sekali gerakan berhasil menerobos masuk ke dalam liang vagina Farida yang sempit dan nikmat itu.

“Ugghh….mmmpphh…..”, Farida melenguh saat memknya mendapat hunjaman kontolku tiba-tiba. Tapi gadis remaja itu tak menghentikan kegiatannya dan terus menjilati vagina Karina dengan penuh gairah.

Aku pun tak ragu lagi. Segera saja pinggulku bergerak maju mundur memompa kontolku dalam liang vagina yang sempit, hangat dan nikmat itu. Farida pun mulai mendesah nikmat, tapi karena mulutnya tersumpal vagina Karina maka gadis itu hanya bisa mengeluarkan gumaman tak jelas. Karina tampaknya juga jadi lebih bergairah melihat Farida dikerjai dari dua arah begini. Apalagi Farida tampaknya cepat belajar dan makin lihai dalam urusan jilat-menjilat. Bahkan kini gadis itu mulai berani menggunakan jemarinya mengocok vagina Karina. Desah kenikmatan kami bertiga bercampur dan menjadi suara yang begitu erotis dan makin membakar gairah kami.

Aku bener-benar terbuai dengan kenikmatan vagina Farida. Apalagi dengan posisi ini aku bisa melihat pantat Farida yang bulat dan sexy. Walaupun Farida masih remaja dan tubuhnya belum berkembang sepenuhnya, tapi lekuknya sudah mulai nampak indah. Pinggul dan buah pantatnya pun lebih terbentuk dan lebih menonjol daripada Dini, adik perempuanku. Bahkan lebih menonjol daripada Karina. Tapi memang Karina mempunyai tubuh indah yang lebih semampai dan cenderung ramping. Mungkin bila Farida sudah dewasa akan mempunyai tubuh sexy yang tipenya seperti tubuh mama atau kak Sarah.

“Uughh….aahhh….sstt…ahhh….”, aku mendesah nikmat sambil terus memacu tubuh Farida.

“Aahhh….yessss….Fuck her hard, Joe. Slap that juicy ass.”, desis Karina yang sudah tenggelam dalam birahi dan membuatnya semakin binal.

Plaakkkk…..Plakkkkk…………

Aku menuruti permintaan Karina dan menampar buah pantat Farida yang membulat indah itu.

“Hmmmpp…..hhmmmppp…..”, Farida menjerit kaget, tapi yang terdengar hanya gumamannya yang makin keras.

Aku menampar pantat Farida hanya sesekali saja, sekedar untuk menambah minyak dalam api gairah kami. Aku bukan seorang sado masocist. Kadang aku juga membungkuk ke depan dan tanganku meraih payudara Farida yang terlihat bergoyang indah dan meremasnya dengan gemas. Kami bertiga pun terus bercinta dengan penuh gairah.

“Hhhmppp….aahhh….kak Joe, Ida dap….mmmppphhh…….”, desis Farida saat merasakan gelombang kenikmatan itu mulai menyambar dirinya.. Tapi Karina segera menarik kepala gadis remaja itu dan menekannya pada vaginanya karena gadis chinese itu juga mencapai puncaknya sendiri.

“Aku juga mau nyampe aaaghhhh…”, jerit Karina sambil menggeliat makin liar dan makin menekan kepala Farida ke memeknya saat dia orgasme.

Farida pun orgasme menyusul Karina. Aku bisa merasakan dari jepitan vaginanya yang makin menggila seakan berusaha memeras semua mani dari kontolku. Aku pun jadi tak tahan lagi. Tapi aku masih ingat untuk menarik kontolku keluar karena aku tak yakin Farida aman dari bahaya kehamilan. Aku segera berdiri, dan berjalan sampai ke pinggiran sofa. Tangan kiriku menarik rambut Farida hingga wajah gadis itu terlepas dari himpitan Karina dan mendongakkannya ke atas. Farida tampak sedikit lemas karena baru saja orgasme, tapi wajahnya terlihat dihiasi bias kepuasan. Tanganku yang kanan mengocok kontolku sendiri dan mengarahkannya tepat ke wajah Farida.

“Oohhhh….yeah…..take this ouughhhh……”, dengusku saat kontolku menyemprotkan semua maninya ke wajah Farida yang cantik. Untung saja Farida memejamkan matanya karena semprotan maniku membuat wajahnya berlepotan sperma di mana-mana. Bisa berabe kalo aku harus membawa Farida ke dokter mata, lalu saat dokternya bertanya kenapa, aku hanya bisa menjawab kelilipan sperma he…he…he…

“Aduh…Joe. Kasihan Farida tahu. Lihat wajahnya sampai berlepotan gitu. Tenang aja Da. Sini kak Karin bantu bersihin.”, kata Karina sambil menarik wajah Farida lalu mulai membersihkan spermaku yang berlepotan di wajah Farida dengan lidahnya. Farida membiarkan Karina membersihkan wajahnya dengan jilatan lidahnya yang sensual. Malah tangan gadis itu dengan usil meraih payudara Karina dan meremasnya.

Aku pun duduk di sofa dengan lemas. Joe jr. pun juga sudah mulai tertidur. Tapi baru beberapa saat aku memejamkan matanya, kurasakan jemari lembut dan hangat memegang kontolku dan mengocoknya lembut. Aku membuka mataku dan melihat Karina sedang mempermainkan Joe jr dengan jarinya, berusaha membangkitkan lagi dari tidurnya.

“Jangan tidur dulu dong Joe. Memek aku kan belum ngerasain kontol kamu. Lagian Farida tampaknya masih laper dan pengen nambah. Iya gak Da?”, kata Karina. Aku menatap ke arah Farida. Wajahnya yang cantik kini tak tampak malu-malu lagi dan dipenuhi gairah birahi. Farida pun ikut berlutut dengan Karina di bawah sofa tempat aku duduk. Jemarinya meraih buah pelirku dan mempermainkannya dengan lembut. Joe Jr perlahan mulai bangkit.

Aku sedikit mengeluh dalam hati. Kalo begini, walaupun The Click sudah kumatikan, tetap saja aku bakalan kehabisan tenaga melayani dua gadis cantik yang berubah jadi binal itu. Aku tak tahu, aku ini sedang beruntung atau lagi sial hhhmmmpp…..??????

* * * * * * * * * * * * * * * ** * * * * * * * * ** * * * *

“Kamu nggak jadi nungguin Dini?”, tanyaku pada Farida yang sudah bersiap dan sudah memakai sepatunya. Aku, Karina dan Farida sedang berada di teras rumahku.

“Nggak usah kak. Udah sore. Kapan-kapan aja aku kesini lagi.”, jawab Farida sambil tersenyum manis. Gadis remaja itu tetep kelihatan cantik walaupun hanya memakai seragam SMU Islam yang berpotongan tertutup dengan lengan panjang dan rok abu-abu panjang. Bahkan dengan ingatanku yang kuat dan pikiran kotorku aku seakan masih bisa melihat keindahan tubuh belianya dari balik seragamnya itu. Rambut panjangnya sedikit awut-awutan setelah “pelajaran tambahan” yang diajarkan olehku dan Karina pada Farida barusan.

“Wah, itu bisa jadi alasan bagus buat kamu agar bisa nemuin Joe lagi hi…hi…hi…. Rupanya kamu jadi ketagihan ya?”, goda Karina. Wajah Farida pun bersemu merah karena malu.

“Iihhh…kak Karin. Ini juga gara-gara kakak. Kak Karin tuh yang ngajarin aku.”, jawab Farida sambil tangannya meraih dan berusaha mencubit perut Karina. Karina pun lekas menghindar lalu bersembunyi di belakangku sambil tertawa. Aku yang dijadikan tameng oleh Karina seneng-seneng aja sih. Habis ada dua gadis cantik yang sekarang terlihat seperti mengerubuti dan menghimpit tubuhku.

“Eiittss…..udah…udah…jangan bercanda terus. Ida….Ida manis….., kamu bener-bener nggak mau aku anterin pulang?”, kataku mencoba mengalihkan perhatian. Akalku berhasil Farida berhenti mengejar Karina yang masih bersembunyi di balik punggungku.

“Nggak usah deh, kak. ma kasih. Farida bisa pulang sendiri kok.”, jawab Ida.

“Ya udah deh kalo gitu. Kamu hat…….”, jawabanku pun terpotong karena tiba-tiba saja kedua tangan Farida meraih kepalaku agar menunduk dan bibir gadis remaja yang cantik itu segera menutup mulutku dengan ciuman yang mesara. Dengan senang hati aku pun melayaninya tak kalah mesranya.

“Mmm… gitu yaa…. sekarang aku jadi dilupain deh.”, cerocos Karina yang segera membuat aku dan Farida pun jadi melepaskan ciuman kami. Farida tampak malu karena godaan Karina.

“Masa cuma Joe doang sih yang dapet ciuman perpisahan, aku kan juga mau.”, Kata Karina lagi. Tapi Karina tak perlu kecewa karena Farida segera mendekatinya dan kini gadis remaja itu tanpa sungkan segera mencium bibir Karina. Karina tentu saja membalasnya dengan penuh gairah.

Mereka berdua berciuman selama beberapa saat sampai akhirnya Farida melepaskan ciumannya dan berpamit pulang. Aku dan Karina mengikuti kepergian Farida dengan pandangan mata kami yang masih berdiri di teras rumah.

“Mmm…gimana? Sekarang kamu percaya kan sama ceritaku tentang The Click?”, tanyaku pada Karina setelah Farida menghilang dari pandangan kami

”Oke..oke…aku percaya. Profesor Suparman benar-benar seorang jenius yang nyentrik. Bisa-bisanya dia menciptakan benda seperti ini.”, kata Karina sambil menimang-nimang The CLick di atas telapak tangannya.

“Tapi Joe, benda ini sangat berbahaya sekali. Jangan sampai benda ini jatuh ke tangan yang salah. Siapa saja yang menguasai The Click ini akan bisa seenaknya ML dengan siapapun yang dia mau. Aku harap kamu bisa lebih bertanggung jawab dan jangan menggunakan The Click seenaknya saja.”, kata Karina menasihatiku.

“Mungkin mulai sekarang aku tak akan butuh The Click ini lagi. Aku sudah punya pacar, Nina. Dan juga aku bisa menikmati kamu yang cantik ini walau tanpa bantuan The Click sekalipun”, kataku sambil merangkul tubuh ramping Karina dan mencium bibirnya. Karina pun membalas ciumanku.

Tiba-tiba Karina melepaskan cuman dan mendorong tubuhku menjauh. Gadis cantik itu menoleh kesana kemari seperti mencari sesuatu.

“Ada apa?”, tanyaku yang bingung dengan tingkah Karina.

“Nngg…. aku seperti merasa ada seseorang yang memperhatikan kita.”, kata Karina. Aku pun segera ikut memperhatikan sekeliling halaman depan rumahku, tapi tak ada orang lain selain kita berdua.

“Hhhmmm…… mungkin cuma bayanganmu saja.”, ujarku.

“Mungkin…..Tapi kita masuk aja yuk. Aku ngerasa lebih nyaman di dalam.”, ajak Karina. Akupun tersenyum dan mengangguk, lalu segera melangkahkan kakiku mengikuti Karina yang berjalan masuk ke dalam rumah lagi.

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * ** * * * *
Dua hari kemudian………………………
“Joe. Mobilnya sudah siap tuh. Kemarin sudah diservis biar sip kalo dipakai ke luar kota. Sekarang lagi Mamang panasin mesinnya di luar.”, kata Mang Dudung, suami mbok Inah, pembantu rumahku. Mang Dudung memang bekerja di bengkel, jadi aku sering minta tolng dia untuk merawat mobil dan motorku. Apalagi hari ini memang aku mau pergi ke puncak bersama Miko.

“Terima kasih Mang. Habis berapa Mang?”, tanyaku pada Mang Dudung.

“Seperti biasanya lah Joe.”, kata Mang Dudung. Aku pun segera mengambil beberapa lembar uang dari dompetku dan menyerahkannya pada Mang Dudung.

“Ma kasih ya Joe.”, jawab Mang Dudung sambil menerima uang dariku.

“Mang…tunggu! Titip bawain tasku ke mobil dong.”, kataku sambil menyerahkan tas ranselku pada Mang Dudung saat lelaki yang berusia setengah abad itu akan melangkah keluar. Mang Dudung pun mengambil tasku, lalu melangkah keluar. Aku segera mengambil handphoneku dan memencet beberapa nomor.

Tut…tut….tut…..

“Hallo, sayang. Aku seneng banget deh kamu telpon aku. Aku kangen banget sama kamu.”, terdengar suara manja di seberang sana.

“Aku juga kangen banget sama kamu. Bagaimana liburan kamu disana?”, kataku pada Nina lewat telpon. Pacarku itu sekarang sedang berada di Amerika untuk home stay sekalian liburan disana.

“Seru juga sih. Aku bisa sekalian belajar dan ngelatih bahasa inggris aku disini. Tapi jujur deh, aku sebenarnya lebih suka sama kamu liburan kali ini.”, kata Nina.

“Mmm… gue jadi GR deh. Tapi ini kan buat kebaikan kamu juga. Waktu buat kita bersama kan masih panjang.”, kataku sok bijaksana.

“Iya sih aku ngerti. Tapi aku sudah kangen banget sama kamu.”, kata Nina merajuk.

“Kangen sama aku apa sama Joe jr.???”, godaku.

“Ihhh…kamu tuh, jorok terus pikirannya.”, sahut Nina. Aku hanya tertawa.

“Tapi iya juga sih. Aku kangen sama dua-duanya kok.”, kata Nina. Memang sejak kukenalkan pada nikmatnya hubungan seks, Nina yang dulunya gadis pendiam dan pemalu, ternyata jadi agresif dan bernafsu tinggi kalo menyangkut urusan begituan.

“Kamu tenang aja, say. Kalo kamu pulang nanti, aku akan entot kamu dua hari dua malam, sampai kamu puas he.he..he..”

“Yeee…itu sih mau loe.”

“Oh, ya. Aku mau berangkat ke puncak sama Miko hari ini.”, pamitku pada Nina.

“Mmmm…oke. Tapi kamu jangan ngelirik cewek lain ya.”

“Nggak kok. Kecuali kepepet he..he..he…”

“Huuu…. dasar. Hati-hati ya babe.”

“Iya. Love You mmmmuahhh….”

“Love You too mmmuuahhhh….”

Aku menutup telpon. Kemudian aku mengingat kembali persiapanku buat perjalanan ke puncak. Pakaian ganti, jaket, sudah kumasukkan kedalam tas ransel. The Click juga kubawa dan kusimpan dalam tas, siapa tahu butuh he..he..he… Uang, dompet, udah. Yap, sekarang siap buat berangkat. Aku pun melangkah keluar.

Aku menutup pintu depan dan menguncinya, karena sekarang sedang tidak ada orang lain di rumah. Dini dan kak Sarah lagi shoping. Mama juga ada urusan. Untung aja aku sudah pamit kemarin.

Setelah mengunci pintu, aku pun melangkah kemobil. Kunci rumah sudah kuselipkan di penyimpanan rahasia yang sudah diketahui mama, adik, dan kakak perempuanku.

“Lho mang Dudung masih disini?”, kataku saat melihat mang Dudung masih ada di depan mobilku yang menyala.

“Iyalah Joe. Mobil kamu nyala gini, kalo mamang tinggal, bisa digondol maling.”, jawab Mang Dudung.

“Ohh… kalo begitu makasih ya mang. Joe pergi dulu Mang.”, pamitku sambil masuk kedalam mobil.

“Ati-ati, Joe.”, kata mang Dudung. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum lalu meluncurkan mobilku menuju rumah Miko.

* * * * * * * * * * * * ** * * * * * * * * *
Daerah menuju puncak beberapa jam kemudian

“Hoy! Bangun, Dodol. Tidur aja.”, suara cempreng Miko mengusik ketenanganku yang sempat terlelap saat perjalanan.

“Ada apa lagi sih Mik? Gue capek nih.”, kataku dengan malas.

“Dasar. Jadi loe ngajal gue cuman buat jadi sopir loe doang???”

“He..he..he…rencana gue ketahuan deh.”

“Sialan loe.”

“Tenang, Bro. Sampai di puncak nanti, gue akan kasih kejutan sama loe.”

“Kejutan apaan?”

“Ada deh. Kamu tunggu aja nanti. Aku yakin kamu nggak bakalan kecewa.”, jawabku misterius. Dalam otakku segera terbayang akan kejutan yang bisa kuberikan pada Miko. Miko adalah salah satu sahabatku yang paling cupu, takut dan suka gugup kalo dekat cewek, hingga dia masih jejaka ting-ting walaupun umurnya sebaya denganku. Dengan bantuan The Click, aku berencana akan membuat liburan kali ini menjadi liburan yang tak terlupakan buat Miko.

“Huh…sok rahasia-rahasiaan segala. Eh…loe jangan tidur lagi. Di jalan menuju puncak sekarang banyak operasi dari kepolisian.”, kata Miko.

“Tenang aja. STNK dan surat-surat lain ada di dompetku yang ada di atas dashboard tuh. Eh… Mik, jangan ugal-ugalan dong nyetirnya. Pelanin dikit kenapa?!”, kataku saat merasakan mobil yang melaju makin kencang saat ada di turunan.

Aku merasakan ada sesuatu yang tak beres saat melihat kepanikan yang terpancar dari wajah Miko.

“Gawat Joe! Remnya…..remnya blong!”, kata-kata Miko bagaikan halilintar menyambar di telingaku.

“Jangan bercanda loe. Eits…awas Mik….belokin….di depan jur……..aaaggghhhh…….”

* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *

Marni duduk di sofa ruang tengah rumahnya sendirian saja sore itu. Wanita cantik yang sudah berumur 40 tahunan itu terlihat lebih muda sepuluh tahun dari usianya sebenarnya. Tubuhnya penuh dengan lekuk wanita yang sudah matang dan masih terlihat kencang karena latihan aerobik rutin yang dilakukannya. Indah tubuhnya dan kecantikan wajahnya tak kalah dengan gadis mahasiswa seperti anak sulungnya. Apalagi payudaranya yang besar dan montok yang menjadi kebanggaannya. Setiap lelaki yang melihatnya, tak peduli sudah tua atau anak muda yang masih bau kencur pasti terbelalak mengagumi payudaranya yang besar dan masih terlihat kencang dan montok itu. Para wanita akan merasa iri melihat dadanya yang indah itu, bahkan ada yang menyebarkan gosip kalo Marni mendapatkan payudara itu dengan operasi. Padahal mereka salah, Marni tak pernah operasi payudara. Payudaranya memang dari dulu sudah montok dan indah. Dan Marni juga pandai merawatnya hingga ia bisa mempertahankan kekencangannya sampai umurnya segini dan sudah mempunyai 3 anak yang semuanya sudah beranjak dewasa.

Dengan wajah bosan, Marni pun menyalakan televisinya. Dua anak gadisnya belum pulang dari shoping, sedangkan anak lelakinya pergi belibur ke villa keluarga yang ada di puncak. Suaminya sudah meninggal sejak lama.

“Perampokan itu terjadi di siang hari, tapi para perampok berhasil lolos karena warga sekitar tak berani bertindak saat perampok mengeluarkan senjata api dan menembakkannya ke udara sambil………..”, terdengara suara dari berita kriminal di televisi. Marni menekan remotenya untuk mengganti channel.

“…… meluncur jatuh ke jurang di kawasan jalan menuju puncak. Mobil itu terjatuh dan meledak hingga satu penumpangnya tewas terbak……”

“Nasib Marcella dan Ananda Mikola bagaikan di ujung tanduk…..”

Kringgg……kriiinngggg………

Marni pun bangkit dari sofa dan menuju ke arah meja telepon, lalu mengangkat telepon rumahnya yang berdering.

“Halo”

“Selamat malam. Apa benar di sini rumah saudara xxxxxxxxx?”, kata suara di seberang sana.

“Iya, benar. Itu Joe, anak lelaki saya. Ini darimana ya?”, tanya Marni.

“Saya Letnan Amri dari kepolisian. Apakah ibu adalah orang tua dari saudara xxxxxx?”

“Benar. Saya ibunya. Memangnya ada apa pak? Apa anak saya terlibat masalah?”, tanya Marni dengan hati kuatir.

“Mmm…begini bu. Anak ibu tadi pagi mengalami kecelakaan mobil. Mobilnya yang dikendarainya jatuh ke jurang. Ngg…. Dan nyawa anak ibu tak bisa diselamatkan karena mobilnya meledak dan terbakar dengan anak iobu masih di dalamnya. Ibu diharapkan kedatangannya di rumah sakit xxxx untuk keperluan identifikasi. Ngg…Halo…halo…. Bu…halloo……”
“Joe! Tidaakk…. JOOEEE….!”
~~ TAMAT ~~

0 comments:

Post a Comment