My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 4)
Model : Cia
THE GREATEST SHOW
Semburat sinaran Sang Sol lembut menyapaku, pendarannya membelai hangat kelopak mata yang perlahan terbuka, menyadarkan separuh lelap yang tampak masih betah menggelayutiku dengan segenap rasa lelah.
Embusan penyejuk udara terasa pun begitu dingin menyapu tubuhku, masih teringat dengan jelas di ingatanku tentang apa yang terjadi semalam. Tubuh polos Annastasia bahkan masih tenggelam dalam lelap di atasku, menyisakan sebuah romansa yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.
Liang sanggamanya pun masih mengulum mesra batang kenikmatanku yang sudah tidak lagi perkasa karena sudah dua kali memuntahkan benih cinta di sana, bahkan dalam keadaan ini aku masih bisa merasakan betapa lezat dan nikmat vaginanya.
Dhika sudah pergi, kuusir lekas-lekas tatkala aku hanya ingin menghabiskan seluruh berahiku bersama Annastasia. Sungguh, apa yang telah terjadi tidak mengurangi sedikitpun rasa cintaku kepada wanita yang telah dua kali melahirkan anak dariku.
Bahkan, kelezatan bersanggama bersamanya terasa lebih nikmat setelah apa yang terjadi semalam, setelah ia dizinahi oleh keponakannya sendiri. Entahlah, namun rasa cinta di hatiku semakin membahana setelah ia mendapatkan apa yang ia inginkan selama ini.
“Mah,” sapaku pelan, “bangun sayang.”
Tidak ada jawaban dari lisannya, selain sebuah pagutan lembut yang langsung melahap rakus sepasang bibirku. Seraya seluruh rasa itu kembali bangkit, Annastasia lalu menggerakkan dengan pelan pinggulnya. Liang sanggamanya yang begitu lezat pun menyiksaku dengan kenikmatan yang tidak bisa terelakkan.
“Puasin Mama lagiiih Paaah,” lenguh Annastasia.
Tubuhnya masih lekat mendekapku dengan begitu erat, sementara pinggulnya terus bergerak naik turun, mengeluarmasukkan penisku yang agak kesusahan menyesuaikan kencangnya otot-otot kewanitaan istriku.
“Pake memek Mama sampe kebas Paaaah!” Annastasia melenguh kembali seraya gerakannya semakin liar.
“Dasar Lonte,” bisikku di telinganya.
Sosok Sholehah Annastasia pun kembali berubah menjadi iblis seks dengan desah dan lenguh yang begitu menggairahkan, meningkatkan segenap bara berahi yang semakin menguasai tubuhku.
*****
Zenit termenung disesaki oleh mega kelabu, dan akhirnya perlahan menurunkan muatannya untuk membasahi tanah Parahyangan yang tampak haus oleh basuhan curahan air langit yang semakin lama semakin lebat.
Tubuh sintal nan putih mulus Annastasia tampak tidak berdaya, tergolek dengan kedua tungkainya terbuka lebar, mempertontonkan sepasang gundukan vagina gundulnya, melelehkan benih cintaku dari dalamnya.
Dadanya naik turun, menyesuaikan napasnya yang masih terburu di atas rambut panjang kecokelatannya yang dibiarkan tergerai, berantakan di atas ranjang yang tidak lagi rapi semenjak perzinahannya dengan Dhika semalam.
Senyum penuh kepuasan tampak menyeringai dari sepasang bibir merah mudanya yang masih terlihat cantik di usia penghujung dua dekade itu. Sorot matanya masih sama seperti Annastasia yang kukenal 13 tahun yang lalu, begitu manja namun penuh dengan hasrat tak berujung.
“Mama gak sarapan?” tanyaku seraya membelai rambutnya.
Ia menggeleng, “udah kenyang peju,” seraya ia menjulurkan lidahnya.
“Puas, sayang?”
Ia lalu menggelengkan kepalanya, “belom Pah.”
Kuhela napas, kupandanginya dengan agak heran, “kan udah threesome beneran semalem? Pengen diapain lagi emangnya?”
“Gangbang,” ujarnya pelan, “Mama pengen dientot rame-rame Pah.”
Deg!
Rasa sesak langsung menghinggapi tubuhku, sulit rasanya untuk sekadar menghela napas ketika frasa lembut itu terlontar dari lisanku.
Seketika bayangan tentang tiga-atau-empat laki-laki lain bergantian menyetubuhi istriku, berzina dengan bebasnya menikmati santapan liang sanggamanya yang bahkan lebih lezat ketimbang sebelumnya.
Penisku yang sudah empat kali melesatkan mani panas dari lubang kencingnya pun langsung bereaksi, berdenyut begitu kencang seraya senyum mulai mengembang dari bibir indah Annastasia yang tampak tahu apa yang aku pikirkan saat ini.
“Papa gak siap,” ujarku singkat, “bahkan kalopun Mama main sama inner circle Mama.”
Ia tersenyum, jemarinya yang begitu lembut langsung menggenggam erat penisku, lincah menarikan ujung-ujungnya di titik sensitif batang kenikmatan yang juga sebenarnya tidak setia kepada liang sanggama Annastasia seorang.
“Mama gak akan lakuin tanpa restu kok,” ujarnya, “Mama akan nurut, kalo Papa gak bolehin, Mama gak akan lakuin.”
Kuhela napas, “Papa masih belum siap, meskipun tahu bakalan bikin Mama bahagia.”
“Cuma secara seksual,” sambung wanita itu, ia lalu menghentikan jemari mungilnya di kejantananku, membalik tubuh sintalnya, bersujud, menunjukkan keindahan liang sanggamanya gemuk dan gundulnya kepadaku, “restuin memek lonte ini buat dientot sama inner Mama ya Pah.”
Deg! Deg! Deg!
Pandanganku langsung buram, segala tipuan ablasa mulai merangsek, merasuki tiap-tiap detik hela napasku dengan janji kemaksiatan yang langsung terbayang begitu saja di kepalaku.
Rasa cemburu yang dibalut hasrat pun kembali menggelayuti asaku dengan segenap janji manis kenikmatan yang tidak pernah kurasakan.
Bayangan tiga-empat-lima-enam laki-laki memperkosanya habis-habisan, menjadikannya budak berahi yang akan menerima semburan mani panas yang tidak hanya akan menjejali lubang kencingnya, namum juga anusnya, mulutnya, dan seluruh tubuhnya.
Bahkan tangan-tangan haram mereka akan meremas penuh nafsu bejat sepasang payudara 36L yang begitu indah itu, seraya mulut rakus mereka akan menghabiskan air susu yang sengaja ia simpan dan akan menetes deras saat orgasme.
“Entot Mama saat Papa setuju,” ujarnya manja, “pejuin Mama tanpa buat Mama orgasme.”
Deg! Deg! Deg!
Mataku semakin buram, namun aku tak bisa menolak kelezatan ini. Seluruh bayangan yang terus muncul seolah menuntunku untuk menuruti berahi jalangnya agar mendapat restuku, disetubuhi banyak laki-laki dalam satu waktu.
Sleeeeeph!
Sleeeeeph!
Sleeeeeph!
Sleeeeeph!
Sleeeeeph!
“Aaaaaaaaaah! Peleeeeeeer Paaaapaaaah juaraaaaaaaaah!” Annastasia melenguh saat tanpa sadar penisku sudah tenggelam di nikmat dan hangatnya liang sanggama Annastasia yang langsung takluk dengan lima hunusan kuat penisku di lubang kencingnya yang merekah menyambut datangnya batang kenikmatan yang selalu ia banggakan.
Tanpa banyak kata-kata, kugenggam lekuk pinggang Annastasia yang juga sudah dijamah oleh keponakannya semalam. Dan dengan berahi yang memuncak, kugerakkan pinggulku dengan cepat.
Cplaaaak! Cplaaaak! Cplaaaaak!
Istriku akan dizinahi laki-laki lain.
Tubuh indahnya akan dipenuhi peluh laki-laki lain.
Payudaranya akan diremas, dijilat, dan dihisap oleh Roy.
Liang sanggamanya akan dijajah dengan kasar oleh Doni.
Liang anusnya akan dinistakan dengan asal-asalan oleh Rian.
Mulutnya akan kewalahan melayani penis hitam Lingga yang tidak seberapa besar.
Nama-nama laki-laki yang dibenci Annastasia langsung muncul, dan terbayang dengan jelaa betapa beruntungnya mereka apabila bisa sampai menikmati Annastasia, hal yang selalu mereka inginkan.
Menjamah, menikmati lezatnya tubuh Annastasia Nadia yang selalu menjadi bahan fantasi mereka, mungkin hingga hari ini.
Seluruh berahi itu langsung berkumpul tatkala bayangan laki-laki itu menggauli istriku terputar begitu nyata di kepala ini.
Kejantananku pun begitu kuat berdenyut, seraya maniku langsung terasa mengalir begitu kuat dari pangkalnya, memberikan rasa nikmat di sekujur batang pelirnya.
Kuhentakkan pinggulku kuat-kuat.
Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeeeeeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeeeeeeeeet!
Creeeeeet!
Creeeeeet!
Creeeeeet!
“Ooooooh! Maaaaaaaaaaaaah!”
Aku seolah benar-benar merestui istriku untuk digauli oleh banyak pejantan sekaligus saat letupan mani panas itu membasahi rahimnya untuk kelima kalinya setelah Shubuh ini.
“Papa restuin, tapi sama Doni, Rian, Roy, sama Lingga.”
“Aakh!” Annastasia langsung terkejut seraya melepaskan penisku dari liang sanggamanya.
“Kok mereka?”
Aku tersenyum, “Pah maunya mereka, kalo yang laen Papa gak izinin.”
Annastasia lalu menggelengkan kepalanya, “yaa gak mau lah Pah.”
Aku lalu mengangguk, “karena itu makanya Papa cuma izinin sama mereka.”
“Jahaaaaaaaat,” teriaknya kecil, dan aku pun menyambutnya dengan tawa.
“As a punishment,” ujarku di akhir kelakar ini, “put your dress without underwear.”
Wajah putih susu Annastasia langsung memerah, padam ditenggelamkan bayangan berahi yang mungkin masih ia rasakan saat ini. Air wajahnya bahkan menunjukkan ekspresi tidak percaya tatkala aku hanya melemparkan senyum ke arah wanita sintal ini.
“Ta … tapi, Mama malu Paah,” ujarnya manja.
“Mama itu udah jadi lonte, sekali-kali biarin laki-laki laen nikmatin terawangan badan Mama."
Deg! Deg! Deg!
Sungguh seluruh dadaku langsung terasa sesak saat frasa tersebut terlontar dari lisanku, disambut dengan anggukkan pelan, mengafirmasi permintaanku yang mungkin tidak pernah teruntai.
“Mama harus nurut dan patuh sama Suami,” Annastasia sejurus memagut pelan bibirku seraya tarian lidah mengakhirinya.
*****
Annastasia kembali menjadi sosok Istri Sholeha dengan mengenakan hijab panjangnya saat kami sarapan di pagi yang diguyur oleh curahan air langit ini. Namun semuanya terasa begitu berbeda ketika puting mungilnya terlihat sedikit menyembul di balik hijab panjang yang ia kenakan.
Aku sengaja mengajaknya mengelilingi kompleks hotel ini, membiarkan laki-laki asing menikmati tubuhnya yang menerawang indah di balik gamis dan hijabnya.
Hingga kami tiba di pintu masuk restoran, ketika beberapa orang mengetahui dengan jelas apa yang tersembunyi di balik apa yang Annastasia kenakan.
Bahkan aku sengaja meremas bongkah pantatnya, sontak segerombolan mata serigala berusaha menelanjanginya. Namun, ia tidak tergoda dengan pesona beberapa laki-laki tampan yang banyak memperhatikannya di restoran ini.
Itulah Annastasia.
Ia akan menjadi monster tanpa belas kasihan ketika bertemu dengan laki-laki asing. Tidak segan ia memandang tajam, mengusir lekas-lekas mata mereka yang hanya sekadar memandang wajah cantiknya.
Namun ia akan menjadi anjing jalang saat bertemu dengan inner circle nya, yaitu lelaki yang kuizinkan dekat dengannya. Meskipun baru Dhika lah yang benar-benar kuizinkan berzinah dengannya semalam.
Ia benar-benar anggun dengan gamis biru pirus yang membuat kulit putihnya terlihat menyala. Wajahnya yang selalu dihiasi dengan kacamata Wellington pun membuat aura keindahannya semakin memancar.
Pandangannya yang teduh dan menenangkan dari sorot matanya seolah tidak mencerminkan kebinalan yang tersimpan di balik senyuman nakalnya, sesekali ia lontarkan seraya pagutan jemarinya terus saja melekat di jemariku.
Sarapan yang sebenarnya sudah terlalu siang ini pun berakhir ketika ia sudah kenyang, ia tidak dapat menyembunyikan bahwa masih asa seutas berahi yang teruntai dari sorot matanya yang masih liar. Dan sebuah ide gila yang tidak pernah terlintas pun menggelora di dalam asaku.
Kurangkul tubuh sintalnya, langkah ini kembali mengajaknya berkeliling sekali lagi, melewati beberapa laki-laki yang langsung mengetahui bahwa tubuh indah istriku tidak terbalut pakaian dalam.
Kuajak wanitaku naik dua lantai ke atas, mencari satu titik di mana tidak ada CCTV mengarah ke sudut ini, dan kuarahkan tubuh istriku ke barisam laki-laki yang berada tujuh-delapan-meter dari perimeter kami.
“Mah,” ujarku lalu berdiri di belakang tubuh Annastasia, “mereka tahu tuh Mama gak pake bra.”
Sejurus, kuremas sepasang payudara besarnya dari belakang. Tubuhnya sekonyong-konyong terhentak seraya kedua tanganku sibuk meremas dan memilin putingnya.
“Paaah! Aaaaah! Mamaah diliatiiinh!” Annastasia melenguh, seraya tubuhnya sedikit meronta dengan apa yang kulakukan.
“You enjoy it, slut?” ujarku di telinganya.
“St … stop it honeeeey!” Annastasia melenguh, kali ini lebih keras, dan sontak semua laki-laki yang berada di posisinya menyeringai ke arah istriku.
“You’re a cheap whore, Anna.”
Kuremas lebih keras payudaranya, seraya perlahan bajunya membasah, air susunya masih merembes keluar begitu banyak ketika putingnya terus kupilin.
“Sto … stoooph it deaaar!” lenguh Annastasia.
Tubuhnya yang awalnya meronta, kini akhirnya melemas, membiarkan sepasang tanganku untuk terus menjamah tubuhnya di depan laki-laki asing yang terkekeh memperhatikannya.
Belum puas kurendahkan harga dirinya, kini kusingkap hijab panjangnya, seraya kuturunkan resleting bajunya.
Dan menyembulah sepasang payudara 36L dari dalamnya, terbebas menggantung seraya kusingkap tinggi-tinggi bagian bawah gamisnya. Annastasia langsung menaikkan tinggi-tinggi sepasang bongkah pantatnya, menunjukkan lagi liang sanggamanya yang merah merekah.
“Fuck me hard!” lenguh Annastasia, “fuck me in front of them.”
Kugenggam lekuk pinggulnya, seraya ia langsung menumpukkan kedua tangannya di handrail yang berada di depan tubuh setengah telanjangnya.
Itu sama saja menunjukkan sepasang payudara besarnya untuk tergantung indah, membiarkan para lelaki di bawah sana menikmati keindahan ini.
Kuarahkan pelir ereksiku ke liang sangamanya, dan ini adalah pertama kalinya Annastasia kugauli dengan gamis lengkap, dan sensasinya benar-benar berbeda.
Sleeeeeeeeeeph!
Sleeeeeeeeeeph!
Sleeeeeeeeeeph!
Sleeeeeeeeeeph!
Sleeeeeeeeeeph!
Sleeeeeeeeeeph!
Enam kali hunusan kuat kuarahkan di liang sanggama Annastasia yang bersuka cita menerima kedatangan pelir kesayangannya, kebahagiaan itu ditranslasikan dengan denyutan dan remasan otot-ototnya, seolah bersorak gembira akan tuntasnya berahi yang teruntai.
Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!
Dengan menggenggam gemas lekuk pinggulnya yang sengaja kututup dengan gamis biru pirusnya, Annastasia mulai menyamai ritme gerakan rekursifku. Tubuh sintalnya tampak bergoyang, tanpa sedikitpun suara terlontar dari lisannya.
Ah! Mengapa aku begitu tergila-gila dengan perasaan ini?
Sungguh, menyetubuhi Annastasia masih dalam pakaian sholehanya terasa amat menyenangkan. Terlebih beberapa laki-laki di bawah tampak tidak malu menunjukkan pelir yang diusapnya sendiri.
“See, how much you cheap, whore?”
“Aah! Aah! It’s embarassing me much!” lenguh Annastasia.
Cplaaaak! Cplaaaaak! Cplaaaak!
Tubuh Anna tampak bergetar begitu hebat seraya ia makin menekan pantatnya ke arahku. Seraya laki-laki yang berada di bawah sana semakin berani beronani di depan kami.
“I’m cuuuummiiiing! Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!” Annastasia melenguh agak keras, ia tampak tidak peduli dengan apa yang terjadi.
Tubuhnya menggelinjang hebat, tatkala orgasme di sudut hotel ini tampak membawanya terbang menikmati kelezatan orgasme yang begitu panjang.
Saat ia masih menikmati puncaknya, kucabut kejantananku dari liang sanggamanya yang masih berselebrasi dengan keparipurnaan berahi yang sengaja kuhentikan.
Annastasia langsung melemas, ia menoleh ke arahku dengan wajah yang merah, “kok udaaaaah Paaaaah?”
Aku tersenyum, “Papa sengaja bikin memek Mama gatel, biar semakin liar di kamar.”
Kurapikan kembali pakaian Annastasia, wajahnya masih padam, menahan bara berahi yang tampak belum tuntas. Aku sengaja menyiksa hasratnya, karena pikiranku sudah semakin liar akibat peristiwa semalam.
Kurangkul tubuh sintal istriku untuk kembali ke kamar, melewati lelaki yang tadi menikmati persanggamaan singkat kami. Bahkan aku memerintahkan Annastasia untuk tersenyum ke arah mereka, meruntuhkan harga dirinya yang sudah tak bernilai.
*****
Sesampainya di kamar, aku langsung mandi, meninggalkan Annastasia yang masih tersiksa dengan berahinya. Ia berulangkali memohon disetubuhi olehku, namun kutolak.
Selain karena panggilan siang sudah berkumandang, aku punya janji kepada Tania, anak dari klienku yang juga kekasih Dhika. Selepas kutunaikan kewajibanku, aku meninggalkan Annatasia di kamar sendirian setelah kukecup mesra bibirnya.
“Papa izinin Mama di gangbang sama enam cowok tadi,” ujarku, “silakan ngentot sepuasnya selama Papa di Tania.”
Tidak ada jawaban kecuali senyum di atas bibir merahnya yang langsung melahap bibirku. Setelah kami berciuman, aku pun langsung memimpin langkahku menuju GGL15 yang kami bawa ke sini. Dan mendapati satu dari laki-laki tadi mengikuti langkah kami ke sini.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum kepada laki-laki itu.
Hujan deras masih saja mengguyur Ibukota Provinsi Jawa Barat saat Pirelli P7 Cinturato berukuran 235/60 R18 yang terpasang di keempat roda kendaraan ini mulai membelah aspalnya dengan begitu percaya diri.
Tenaga mesin 274 daya kudanya disalurkan ke seluruh ototnya dengan proporsi roda depan lebih banyak. Jujur saja, transmisi transaxle 6 percepatannya sangat lambat, mode berkendara All-Wheel-Drive nya pun begitu tidak berguna. Namun segalanya masih bisa dimaafkan dengan kenyamanan dan tenaga mesin 2GR-FE yang dirasa sangat melimpah.
Kuhubungi Tania, kekasih Dhika yang merupakan asisten Pak Endro, direktur utama salah satu rumah sakit swasta di Bandung. Beliau tidak lain adalah Ayah dari wanita itu, dan kami memang sedang ada urusan pekerjaan pengadaan sistem untuk instansi yang dikepalai olehnya.
“Om Alfa, jadi ke sini?” Tania langsung menyahut sekejap saat jalur teleponnya tersambung.
“Jadi Tan,” ujarku singkat, “Pak Endro ada?”
“Emmm, gak ada Om.”
“Tapi titipin ke Tania aja gak apa-apa kok.”
Kuhela napas, “yaudah, saya sebentar aja ke sana.”
“Gak apa-apa Om, masuk aja dulu, soalnya Papa minta aku buat cek dulu.”
Kuhela napas, sekali lagi, “okay, sebentar aja ya.”
*****
Rumah Pak Endro tidak jauh dari hotel lokasiku menginap, sebuah rumah besar berukuran dua-puluh-kali-empat-puluh-meter di lokasi bergengsi di Kota Bandung. Anak perempuan pertamanya bahkan begitu hangat menantiku, tersenyum seraya melambaikan tangan tatkala kendaraan ini tiba di depan rumahnya yang pagarnya sudah terbuka.
Tania adalah mahasiswa kedokteran di salah satu Universitas di Jakarta. Karena kegiatan belajar mengajar belum dimulai, ia pun masih memilih untuk berada di kediaman orangtuanya sebelum mungkin akan kembali ke Jakarta dalam waktu dekat.
Ia adalah wanita yang cantik, tingginya sekitar 165 cm, kulitnya sama putihnya dengan Annastasia. Rambutnya panjang bergelombang dengan warna kecokelatan yang berasal dari pewarna rambut, sungguh semakin menambah pesonanya.
Hidungnya mancung dengan tatapan mata tajam, dihalangi oleh kacamata Wellington berwarna cokelat dengan motif camo yang membuatnya semakin menarik.
Tubuhnya cukup sintal, bentuk tubuhnya yang seperti jam pasir dihiasi dengan payudara 36D yang masih begitu kencang dan montok. Dan kali ini terlihat begitu indah ketika ia mengenakan tank top berwarna putih dengan kerah rendah menampilkan cleavage nya yang begitu indah dengan puting yang terlihat menonjol di bagian tengah payudaranya.
Ini adalah kali ketiga ia mengenakan pakaian semodel, bahkan ia mengenakan celana super pendek yang mempertontonkan paha putihnya yang begitu montok, menerawangkan liang sanggamanya yang tidak ditutupi kain lain lagi setelahnya.
“Masuk dulu Om,” ujarnya lalu menghampiriku, “soalnya Tania mau tahu isi prototype nya.”
Kuhela napas seraya memandang ke arahnya, “okay.”
Sepasang pintu rumah besar sudah terbuka, menyambut kedatanganku seraya aura kemewahan langsung terpancar ketika aku melihat apa-apa yang diletakkan di sekitarnya.
Ia memimpin langkahnya, memasuki rumah mewahnya yang begitu sepi sebelum akhirnya wanita ini menutup pintu dan menguncinya. Ia akhiri dengan senyuman yang aku tiada paham maksudnya.
Sungguh heran itu langsung mendekap pikiran ini dengan apa yang ia lakukan barusan, namun aku tidak megambil pusing. Aku hanya ingin menyerahkan prototype pekerjaan yang Ayahnya pesan lalu pulang, lekas-lekas menuntaskan berahi Dian yang masih membara.
Ia terus berjalan di atas marmer kelabu yang menjadi pijakan kami, menyusuri tangga besar dan menuju ke salah satu pintu yang ada di ujung ruangan di lantai atas ini, hingga langkah kami terhenti di dalam kamar yang memiliki aroma sangat nyaman
BONUS BOKEP JEPANG KLIK TOMBOL DIBAWAH
No comments for "My Slutty Wife Annastasia A Cuckold Story (BAGIAN 4)"
Post a Comment