Naughty Wife Sarah Part 4a

Model : Alisa


POV Tejo

Semakin lama, aku makin terobsesiku terhadap Tanteku sendiri. Semakin hari aku bawaannya ngaceng terus

ketika melihat Tante Sarah, terlebih lagi sikapnya dia yang sepertinya mengundang? Belum lagi hubungannya

dengan Anton yang selalu membuatku penasaran banget, apa aja sih yang dilakukan mereka didalam kamar?


Hari sudah 3 hari ini aku menemani Tante Sarah. Oom Heru memintaku untuk menemani Tante Sarah

sekaligus membantu mengurus Doni anaknya. Entah kenapa Oom Heru dan Tante Sarah tidak memiliki

pembantu, padahal mereka mampu membayar asisten rumah tangga atau baby sitter.


Tiga hari ini akupun juga sering kali mencuri pandang pada baju tidur yang dikenakan Tante Sarah.

Badannya yang sedang dilanda demam itu membuatnya selalu melepas 3 kancing baju tidurnya.


"Tante ini emang sengaja atau gimana sih? 

“Gak tahu apa Tejo tersiksa terus ngeliat pemandangan indah gunung Tante?"

batin Tejo dalam hatinya.


Tejo pun disela-sela menyelesaikan tugasnya, selalu diakhiri dengan mastrubasi.

Membayangkan meremas-remas gunungan kembar milik Tantenya itu.


"Aaaahh.. Tante Sarah!!!!"


***

Badan Sarah terasa segar setelah mandi dengan air hangat. Dirasakannya kondisi badannya sudah mulai

enteng. Panas badannya sudah menurun dan pening di kepalanya pun telah menghilang. Ya, sebenarnya

dia sudah merasa cukup sehat tapi dia toh beringsut lagi di balik selimut.


“Kapan lagi bisa malas-malasan seperti ini?”

pikirnya senang.


Sambil tiduran dipencetnya remote televisi mencari-cari channel yang menayangkan infotainment.

Setelah memilih 1 channel, diraihnya sebuah apel dari meja kecil di samping ranjangnya.


“Hari ini muas-muasin manjain diri aah...”

ucapnya dalam hati.


Sementara itu Tejo baru saja selesai menyapu seisi rumah. Di dekatnya, Doni yang sebelumnya

anteng mulai merengek-rengek. Tejo pun paham, botol susu yang sudah disiapkan sejak tadi segera

diberikannya. Pokoknya hari ini Tejo benar-benar seperti ibu rumah tangga menggantikan Sarah.

Setelah menyapu dia mengerjakan pekerjaan lainnya dengan sigap. Dan bila Doni rewel, Tejo juga

sudah tak canggung lagi memomongnya.


***

Hari kini menjelang siang. Doni yang sebelumnya aktif bermain ditemani oleh Tejo sudah

tampak kelelahan. Tejo pun menggendongnya dan masuk ke kamar Sarah. Diketuknya pintu

kamar Sarah yang tidak tertutup.


“Ya?”

sahut Sarah yang masih bermalas-malasan di ranjang.


“Tante nggak tidur ya?”

tanya Tejo setelah masuk.


“Nggak Jo, tidur terus-terusan malah tambah pening...”

jawab Sarah.


Dihadiahinya Tejo dengan senyuman manis karna dia sudah membantu mengurusi rumah dan Doni.


“Sudah beres semua ya Jo?"

"Duh kamu hebat deehh!"

"Bisa diandalkan!”

pujinya.


“Iya Tante..." 

"Ini Doninya udah ngantuk lagi" , 


"Biar tidur dulu...”

jawab Tejo yang kege-eran.


Hatinya melambung mendapat senyuman dari Tantenya itu. Takut salah tingkah,

Tejo segera melangkah ke ruang sebelah hendak menidurkan Doni di box bayi.


“Eh, sini aja Jo, biar tidur di samping Tante.” 

“Biar Tante kelonin...” 


Sarah menggelar kain perlak di sampingnya dan ditutupinya lagi dengan kain

yang empuk. Disuruhnya Tejo membaringkan Doni di atasnya.


“Kamu ambilin bantalnya di box bayi."

pinta Sarah lagi.


“Ya Tante...”

jawab Tejo.


Setelah Tejo menyerahkan bantal Doni Sarah pun mengeloni Doni dengan sayang.


“Makasih ya Jo, kamu istirahat gih...”

ucap Sarah lembut.


Tejo yang begitu mengagumi Tantenya itu kali ini memandangnya tanpa nafsu karna Sarah sedang

memancarkan kharisma keibuannya. Tapi, melihat ibu yang cantik begitu, Tejo pun berkhayal seandainya

 istrinya nanti, ibu dari anak-anaknya kelak bisa secantik Sarah. Tejo yang sangat menghayati tanggung

jawabnya. kini berpikir untuk menyiapkan lagi susu Doni untuk sore nanti. Seperti tadi pagi, dia sudah

menyiapkan susu di awal sehingga ketika Doni rewel minta minum dia tinggal menyerahkan botol susunya.


Tapi tiba-tiba saja muncul rasa penasaran Tejo dengan air susu itu ketika mengambilnya dari lemari es.

Ditimang-timangnya botol susu itu. Ini adalah air susu Sarah yang diperah Sarah sendiri. Sebelumnya

belum pernah Tejo membayangkan seorang ibu memerah air susunya sendiri. Air susu itu adalah yang

terakhir. Hanya cukup untuk 1 botol lagi. Setelah ini jika Tantenya masih belum bisa menyusui Doni,

berarti tentu dia harus memerah susunya lagi. Wajah Tejo mulai mupeng membayangkan adegan

Sarah memerah air susunya sendiri dari payudaranya yang indah itu. Terbesit ide nakal dalam benak Tejo.


Dia penasaran seperti apa rasa susu ibu itu. Bukannya memindah air susu itu ke botol susu Doni,

Tejo malah menuangkannya ke dalam gelas untuk diminumnya sendiri.


Awalnya Tejo agak ragu dengan rencananya itu, dalam hatinya merasa konyol. Tapi persetan, pikirnya kemudian.

Ditenggak habis juga akhirnya gelas berisi air susu Tantenya itu. Tiap kali meneguk susu itu, dada Tejo berdebar

kencang. Dipandangnya gelas yang sudah licin tandas itu. Tanpa memikirkan rasa susu itu, ada semacam

perasaan puas dalam diri Tejo. Bahkan tanpa terasa batang Tejo mengeras di balik celananya.


“Waduh...”

keluhnya.


“Bisa-bisanya bangun adik kecilku ini?”

keluh Tejo pada dirinya sendiri dalam hati.


Ya terang saja batangnya itu mengeras. Jelas tidak mungkin kalau dia minum air susu Tantenya tanpa

memikirkan sumbernya, alias buah dada Tantenya yang montok itu. Tejo menggeleng-gelengkan

kepalanya dengan cepat. Sesekali tangannya menepuk-nepuk kepalanya sendiri. Dia seperti ingin

mengenyahkan bayangan yang kerap menyiksa batinnya itu. Tapi alih-alih hilang, bayangan itu malah

 makin menjadi. Batangnya malah makin menegang hingga maksimal.


“Anjiir...”

makinya dalam hati.


Entah setan mana yang merasukinya, tiba-tiba Tejo bangkit menuju kamar Sarah.


Dia sendiri tidak tahu apa yang hendak dilakukannya. Kakinya seperti bergerak sendiri melangkah

memasuki kamar Tantenya itu. Di dalam kamar dijumpai Tantenya sedang duduk bersandar

di atas ranjang sambil membaca majalah. Di sampingnya Doni tampak telah tertidur pulas.


“Ada apa Jo?”

tanya Sarah.


Tejo terdiam. Wajah Sarah yang tampak segar, dengan beberapa helai rambut tipis jatuh menutupi

dahi dan wajahnya, makin tampak mempesona di mata Tejo. Sarah menyibak rambut yang jatuh menutupi

 wajahnya itu. Darah Tejo makin berdesir. Tiap gerakan Sarah seperti sudah didesain untuk memanjakan mata laki-laki.


Lidah Tejo pun makin kelu....


“Ngapain aku ke sini dalam keadaan ngaceng begini???” 

dalam hati dia menghardik dirinya sendiri.


“Kamu mau perkosa Tantemu sendiri memangnya, hah???"

"Buruan sana ke kamar! Coli sanaaa!!!”

hatinya menghardik kembali.


Tapi dia sudah terlanjur masuk ke kamar Sarah. Jelas tidak mungkin pergi begitu saja

mengatakan apa-apa. Makin lama dirinya diam, makin heran Sarah dibuatnya.


“Ngg...ga Tante, ga ada apa-apa...

akhirnya Tejo menjawab.


“Tapi jawaban macam apa itu?” 

“Kalo ga ada apa-apa ngapain masuk?

hatinya seperti menertawai dirinya sendiri.


Tejo pun tersenyum kecut. Sarah tampak heran dengan jawaban itu, matanya melirik gelas kosong yang dibawa Tejo.


“Oh.. Tantee..!!”

“Cantik nian dirimuuu...”

puja Tejo dalam hatinya yang makin terbuai.


Sungguh dahsyat kharisma kecantikan Tantenya itu. Hanya dengan gerakan mata saja, dia sudah

bisa membuat hati Tejo blingsatan. Tapi hanya sekejap saja dirinya terbuai. Tanpa sengaja gelas yang

tadi digunakan untuk minum susu Sarah masih dipegang di tangannya. Menyadari hal itu, Tejo pun

makin bingung harus berkata apa.


Lirikan Sarah pada gelas itu seperti memberondongnya dengan pertanyaan,


“Gelas apa itu Jo?!" 

"Kamu baru minum apa Jo?!”


“Sini Jo...”

sarah menyuruh Tejo mendekat.


Tangannya menepuk-nepuk sisi ranjangnya mengisyaratkan bahwa dia mempersilahkan Tejo duduk di situ.

Sarah tersenyum. Dalam hatinya bertanya ada apa dengan keponakannya itu, kok canggung seperti dulu saat

awal-awal dia baru datang. Sungguh bagi Tejo saat itu lebih baik Sarah menyuruhnya keluar kamar saja

ketimbang malah menyuruhnya mendekat. Tapi sambil melangkah dikuatkan hatinya.


“Tampaknya aku sudah tak bisa mundur lagi..." 

"Maju teruuuss...”

katanya dalam hati.


“Ini, susunya habis Tante...”

ucapnya lancar setelah duduk di dekat Sarah.


“Lho... Habis ya? 

“Kirain cukup buat 3 kali...”

jawab Sarah.


“Eee... Iya sih tadi sebenernya masih ada buat sekali lagi Tante.” 

sahut Tejo.


“Nah, trus kemana?Tumpah ya?”

tanya Sarah.


Tejo hendak mengiyakan. Dia sudah siap berbohong tentang hal ini.

Tapi entah ken tiba-tiba muncul keberanian dalam dirinya untuk menjawab jujur.


“Tejo minum Tante...”

jawabnya polos.


Hatinya pun berdebar menanti reaksi Tantenya. Sungguh di luar dugaan,

Sarah spontan tertawa geli mendengar jawaban Tejo.


“Aduuh... Serius kamu Jo?" 

"Kok bisa-bisanya kamu minum air susu Tante itu?" 


"Bukannya Tante udah belikan susu buat kamu sendiri?" 

"Sudah habis memangnya?”

tanya Sarah bertubi-tubi setelah tawanya reda.


Senyum lebar masih tersungging di bibir manisnya.


“Penasaran aja Tante...” 

jawab Tejo cengengesan dengan muka memerah.


“Penasaran gimana?”

tanya Sarah lagi.


“Ya yang dibelikan Tante kan susu sapi...”

jawab Tejo.


“Ya iyalah..."

"Terus kamu penasaran ya rasanya ASI?" 

"Duh, kamu ini ada-ada aja Jo!" 


"Jatah Doni gitu loh kamu minuum...”

ujar Sarah gemas.


“Iya Tante, tadi Tejo cuma iseng aja..." 

"Maaf ya Tante...” 

ucap Tejo meminta maaf


Walau Tantenya itu sama sekali tidak menampakkan nada marah.


“Yah udah deh..." 

"Tapi gimana nanti kalo Doni haus, hayoo?"


"Tante belum bisa nyusuin nih... masih lemesss...”

ucap Sarah manja.


“Diperah lagi aja Tante...” 

jawab Tejo enteng.


“Huuu... Kamu ini... Dipikirnya enak?” 

ujar Sarah sambil mengusap-usap kepala Tejo dengan cepat hingga rambutnya berantakan.


Tejo meringis saja sambil merapikan rambutnya. Hatinya senang diperlakukan seperti itu oleh Sarah.


“Badan Tante ini masih pegal." 

"Terutama leher ini loh yang paling sakit kalo masuk angin..."


"Kalo merah susu kepalanya harus nunduk terus" , 

"Tante belum kuat...”

jelas Sarah.


Tangannya diangkat memijit-mijit tengkuknya.


“Mmm... Biar Tejo bantu Tante...” 


Entah angin darimana yang membuat Tejo nekat mengucapkan itu tanpa ragu sedikit pun.

Sarah agak tercengang dalam hatinya melihat ponakannya yang mulai ‘nakal’ itu. Tapi dalam

hatinya malah merasa gemas dan makin ingin menggoda Tejo lebih jauh.


“Iih kamu... bantu ngapain?”

tanyanya menggoda.


Tejo tersipu tak menjawab.


“Tejoo... kamu mulai genit yah?" 

"Kamu mau bantu memerah buah dada Tante iniii...?”

Sarah mencubit Tejo gemas.


“I... iyaa Tante, kan kemarin Tante sendiri yang bilang...”

Tejo meringis membela diri.


Cubitan Sarah yang tidak sakit seperti cubitan sayang baginya.

Jantungnya mulai berdebar-debar lagi, kali ini karena terlampau bersemangat.


“Kamu ini... Jo...”

ucap Sarah lembut sambil membelai-belai rambut


Tejo yang terdiam tidak berani menatapnya.


“Sebenarnya itu ide bagus Jo!" 

"Tante memang butuh bantuan." 


'Kalau Oom-mu ada pasti Tante udah minta ke dia..." 

"Tapi kalo sama kamu?”

Sarah tidak melanjutkan ucapannya.


"Kenapa memangnya Tante?"

tanya Tejo berlagak polos.


Sarah tersenyum geli mendengarnya. Dipijitnya hidung Tejo gemas,


“Kamu ini udah gede Jo...!”

ucapnya.


Sarah sebenarnya sedang mempermainkan perasaan Tejo.


Dari tadi tangannya melancarkan ‘serangan maut’ mengusap-usap kepala Tejo, mengelus

rambutnya, mencubitnya, menepuk-nepuknya, kini bahkan memijit hidungnya. Belum lagi

ditambah senyum manis yang bertubi-tubi dilemparkan pada Tejo dari tadi.


“Kamu udah dewasa sekarang." 

'Udah pernah ‘ngimpi’ kan Jo?" 


"Kapan pertama kali?”

tanya Sarah serius.


“Ee...Ngimpi apa..?"

'Ooh maksud Tante mimpi basah?”

Tejo balik bertanya.


Wajahnya merah padam tak menyangka Tantenya bakal menanyakan hal itu.


“Ya iya...”

jawab Sarah.


“Udah kan?”

lanjutnya mengulang pertanyaan.


“Ya... Udah Tante...”

jawab Tejo


“Kapan pertama kali?”

tanya Sarah lagi.


“Yaa... Ga tahu Tante udah lama deh” jawab Tejo sekenanya


“Nah loh, malah sendirinya gak inget kapan!”


Tejo terdiam. Sarah juga ikut diam sejenak memikirkan kata-kata yang akan dilontarkannya lagi.


“Artinya kamu udah matang Jo..." 

'Udah punya nafsu kamu...”

Sarah menerangkan dengan serius.


“Coba Tante tanya, gimana menurutmu Tante ini?”

tanyanya kemudian.


“Ee... maksudnya? 

"Tante... Ya Tante orangnya baik...?” 

jawab Tejo masih terbata bata belum tahu arah pembicaraan Tantenya.


“Bukan gitu...” 

Sarah tertawa kecil.


“Maksudnya secara fisik..” 


Bagaimana penilaian kamu sebagai laki-laki dewasa terhadap 

Tante sebagai seorang wanita dewasa..."


Bagaimana kamu memandang Tante?”

tanya Sarah lagi.


“Ta... Tante cantik...?” 

jawab Tejo agak ragu.


“Hanya itu?”

Sarah tersenyum.


“Mmm...” 

Tejo bingung harus berkata apa lagi.


Sebenarnya dengan ditanya begitu ingin sekali ditumpahkan perasaannya saat itu juga.

Tapi dia segan dan ragu, di samping menerka-nerka apa sebenarnya maksud Tantenya itu.


“Jangan malu..." 

"Hayo...?” 


Sarah mengusap-usap rambut Tejo lagi seperti hendak memunculkan keberaniannya.


“S... Seksi Tante...!”

jawab Tejo sambil meringis.


“Ha?”

Sarah berlagak tak mendengar.


“Iya... Tante seksi. Cantik dan seksi!”

ucap Tejo lagi kali ini mantap.


Sarah tertawa kecil.


“Apa selama ini cuma itu yang kamu pikirkan tentang Tante?” 

ucapnya. 


“Tante tahu, bukannya sombong ya..”

“Tante sadar dengan kecantikan Tante." 

"Dulu Oom-mu itu banyak saingannya loh..." 


"Memperebutkan Tantemu ini. Hihihi...”


Tejo mangut-mangut. Sarah melanjutkan,


“Tapi kalau cuma cantik dan seksi... Mmm...”


Kalimatnya terputus.


Dia bingung bagaimana menjelaskan maksudnya.


“Sekarang gini aja..."

"Tante tanya, gimana menurutmu kulit Tante?”

tanya Sarah lagi.


Tejo berpikir sebentar, tapi kemudian dia tak ragu lagi.


“Putih dan mulus...”

jawabnya meringis.


Sarah tersenyum.


“Nah begitu, kalo body Tante gimana?”

kerlingnya.


“Yaaa... Itu tadi, seksi...”

sahut Tejo tak bisa menemukan kata lain.


Sarah tertawa,


“Oh iya...”

ucapnya.



Tejo jadi ikut tertawa.


“Yaa ya... sudah deh nanti Tante malah kege-eran... "

"Tapi kamu dah paham kan maksud Tante?" 


"Kamu itu udah gede, naluri seksualmu pasti udah tumbuh." 


"Wanita dewasa dan bagian-bagian tubuhnya menjadi sangat menarik 

dan merangsang buat kamu...”


“Iya kan?”

Tante Sarah menjelaskan.


"Buktinya kemarin kamu nonton DVD porno..." 

"Kamu bilang penasaran.” 


“Lha iya memang begitu fitrahnya."

Sarah memberikan penjelasan yang masuk akal untuk Tejo


"Tante juga wanita dewasa." 

"Bukannya ge-er" ,


"Tapi Tante tahu kok selama ini kamu mengagumi Tante." 


"Kamu suka curi-curi pandang ke Tante..” 

“Terutama kalo Tante lagi nyusuin si Doni..."

papar Sarah kepada Tejo.


Degg


"Shiit ketahuan ternyata"

ujar Tejo dalam hati.


"Tante nggak marah karena emang begitu normalnya." 

"Kecuali kamu homo...”

jelas sarah panjang lebar.


“Buah dada memang salah satu bagian dari wanita yang 

paling menarik bagi laki-laki di samping wajahnya.”


“Kalo wajah kan selalu terlihat..." 


"Sementara buah dada selalu tersembunyi" ,

"Jadi memang menjadi misteri yang menyenangkan bagi laki-laki" , 

"Dan sensasinya jauh lebih besar kalo sudah bisa melihatnya.” 

lanjut Sarah masih panjang lebar.


“Itulah sebabnya Tante ragu kasih kamu memerah buah dada Tante Jo...

"Tante ga berani...”

pungkasnya.


Tejo menelan ludahnya. Mendengar Sarah mengucap ‘buah dada’ berulang kali saja sudah membuat jantungnya blingsatan.


“Memangnya kenapa Tante?”

Tejo bertanya lugu.


“Halah, masih nanya juga kamu udah dijelasin juga..." 

"Jo, kamu bukan hanya bakal melihat buah dada Tante telanjang" ,


"Tapi juga menyentuhnya Jo..." 

"Bahkan meremas-remas..." 


"Itu terlalu beresiko!” 

jawab Sarah gemas.


“Tapi Tejo kan ga mungkin macem-macem Tante..." 

"Kan sama Tante sendiri.”

jawab Tejo meyakinkan.


Sarah terdiam. Dipandangnya wajah Tejo yang ngenes.


“Duuh, kamu ini benar-benar kepingin yaa?”

tanya Sarah pelan.


Dibelainya lagi kepala Tejo.


“I... Iya Tante...”

jawab Tejo tercekat. Matanya memandang Sarah penuh harap.


“Kamu belum punya pacar Jo?”

Sarah mencoba mengalihkan pembicaraan.


“Duh, ga kepikiran Tante..." 


"Lagian sejak kenal Tante rasanya cewek lain jadi ga menarik di mata Tejo...”

jawab Tejo polos.


Waduuh, malah sudah berani merayu kamu ini..." 


"Ini Tantemu Jo...!”

tawa Sarah meledak.


Tejo seketika tersipu. Dia sama sekali tidak ada maksud merayu tadi. Ucapannya benar-benar apa adanya.

Tiba-tiba mimik Sarah berubah serius, ditatapnya mata Tejo dalam-dalam.


“Jo......”

ucapnya.


“Ya Tante?”

sahut Tejo berdebar-debar.


“Gimanapun Doni memang butuh ASI..." 


"Kamu... kamu bener ya janji ga macem-macem?”

tanya Sarah agak terbata.


Diam-diam dia sendiri juga mulai terangsang.


“Janji Tante!”

jawab Tejo mantap.


Sarah terdiam sesaat. Berdebar-debar Tejo dibuatnya.


“Ya udah, kamu ambil wadah sana...”

akhirnya Sarah memberi instruksi.


“Ja... Jadi Tante?”

sahut Tejo seperti tak percaya.


Dalam hatinya seketika berteriak girang seperti orang yang baru menang lotre.


“Tapi ingat loh Jo!" 


"Walau kamu nanti terangsang dengan buah dada Tante" , 

"Ini demi Doni, bukan buat pelampiasan nafsu kamu." 


"Kamu kontrol diri ya, ingat Oom kamu!”

ucap Sarah mengingatkan.


“Siap Tante!” 

sahut Tejo sambil melesat keluar kamar mengambil wadah yang diminta Tantenya.


Sarah diam terpaku di atas ranjang. Dirinya juga berdebar membayangkan apa yang sebentar

lagi bakal terjadi. Ada perasaan grogi menyelinap, di samping nafsunya juga mulai meluap-luap.


“Aah Tejo, gak nyangka secepat ini kamu sudah bisa menjamah Tante.”

ucapnya dalam hati.


Kalau saja di dapur ada kamera tersembunyi, tentu polah Tejo yang melompat-lompat kegirangan

seperti orang yang lupa diri akan terekam. Ya, begitulah Tejo saat Sarah tak lagi melihatnya di luar kamar.

teramat sangat, bahkan ingin rasanya dia teriak, tapi urung karena tentu Sarah bakal mendengarnya.


“Yess, datang juga hari ini!”

pekiknya dalam hati.


***


Dengan membawa wadah yang dibutuhkan Tejo segera kembali ke dalam kamar.

Dilihatnya Sarah duduk pasrah di tepi ranjang. Sarah menoleh, senyumnya tersungging lagi.


“Ahh Tante...” 

gumam Tejo dalam hati dengan gemas.


Tak membuang waktu Tejo segera duduk di ranjang berhadapan dengan Sarah.

Untuk sesaat keduanya tampak canggung. Tapi Sarah segera angkat bicara.


"Siap Jo...?” 

ucapnya tersenyum menggoda.


“Y.. ya Tante...”

Tejo tampak grogi.


“Yang lembut ya?”

Melihat Tejo yang grogi Sarah malah makin gemas menggodanya.


“I... iya Pasti Tante!”

Tejo makin blingsatan.


“Tante tahu ini saat teristimewa bagimu...” 

Sarah makin nekat menggoda.


Tejo terdiam.


“Ini pertama kalinya kamu lihat payudara secara langsung kan?’"

tanya Sarah.


Tejo mengangguk cepat.


“Nah, Tante ingin kasih yang spesial buat kamu...” 

kerling Sarah.


“Sekarang Tante kasih kamu kesempatan, kamu yang buka baju Tante...”

tantangnya.


Edan. Sarah seperti lupa kata-katanya sendiri. Padahal tadi dia minta pada Tejo untuk

mengontrol diri dan tidak menganggapnya sebagai pelampiasan nafsu, tapi kini

malah dia sendiri menggodanya seperti itu. Tejo sendiri jelas terkesiap mendengar kata-kata Sarah.

Jakunnya naik turun, tapi belum juga berani bergeming.


“Nah loh, sekarang malah kamu yang malu-malu..." 

"Hihihi...”

Sarah membelai pipi Tejo.


Diangkat dan ditolehkannya kepala Tejo yang dari tadi menunduk supaya menghadap

dirinya. Kemudian Sarah membuka 1 kancing paling atas piyamanya lantas diam menunggu

Tejo untuk meneruskannya. Tejo yang paham apa yang dikehendaki Tantenya mulai

memberanikan diri. Dengan gemetar tangannya mulai melolosi kancing piyama Sarah

satu demi satu. Nafasnya menderu.


Dalam hatinya geregetan sekali dia pada Tantenya. Serasa ingin langsung ditubruk dan digagahinya.

Inilah yang selalu dia bayangkan saat Anton mengunjungi Tantenya itu. Bayangan yang selalu menyiksa dirinya,

tentang bagaimana Anton menelanjangi Tantenya.


Kini peran itu dimainkan olehnya. Sekarang dia yang jadi bintangnya! Tejo berhenti

di kancing ketiga. 2 kancing paling bawah dibiarkannya tetap mengancing.

Nafasnya makin memburu. Keberanian makin muncul dalam dadanya.


Dibukanya piyama Sarah dengan menyibak bagian kerahnya dan memelorotkannya

dengan cepat dari atas melewati bahunya hingga berhenti di tengah lengannya.

Sarah tentu saja kaget.


Kyaaa...!”


Kedua payudaranya langsung melompat keluar karena dia tak mengenakan BH.


Tejo terkesiap melihat pemandangan yang begitu indahnya itu. Pemandangan yang

selama ini menghantui jiwanya, yang menjadi impian tiap laki-laki untuk memandangnya,

kini terpampang jelas di hadapannya tanpa halangan apapun. Detak jantungnya mengencang

bak dentuman meriam. Nafasnya tercekat, tenggorokannya menjadi gersang, dan yang pasti

 ‘adik kecil’nya langsung terbangun dengan tegangan super tinggi.


Tejo merasa betapa beruntungnya dirinya. Pengalaman pertama melihat payudara wanita,

dirinya langsung mendapat kualitas nomor satu. Payudara Sarah memang benar-benar sempurna.

Besar, namun padat dan kencang sehingga putingnya yang mungil mengacung seperti menantang

minta segera dihisap. Putih tanpa noda, mulus tanpa cacat.


Ahh...


Sarah mendesah lirih merasakan angin dingin AC menerpa kulit payudaranya yang terbuka bebas.


Bulu kuduknya berdiri seketika. Debar jantungnya juga makin keras seperti halnya Tejo.

Naluri ekshibisionisnya hari ini naik ke level yang lebih tinggi dengan mempertontonkan

kedua payudaranya dengan bebas tepat di hadapan keponakannya sendiri yang buruk rupa itu.


Awalnya Sarah mengira Tejo hanya akan menyingkap piyamanya saja. Tak disangka Tejo

telah membuka dirinya dengan cara seperti itu. Bagian pundak hingga dada Sarah kini terekspos.

Secara spontan dia menyilangkan kedua tangannya di dada.


“Kenapa dibuka dua-duanya Jo?"

"Nakal iih... Satu aja...”

ujarnya.


“Hari ini Tejo mau memeras Susu yang banyak!

jawab Tejo nakal.


“Satu aja cukup Jo...” 

ucap Sarah tersenyum.


Ditariknya piyamanya supaya menutupi lagi pundaknya yang terbuka. Tejo buru-buru mencegahnya.


“Jangan Tante pliss...”

ucapnya ngenes. Dia tak ingin pemandangan itu segera berakhir.


Sarah langsung mencubit pipinya,


“Nah, mulai nakal..". 


"Tante ini bukannya mau memuaskan nafsu kamu Jo." 

"Hayo, tadi katanya janji mau kontrol diri?!" 


"Lagian dingin kan, nanti Tante sakit lagi...”

sahutnya tegas.


Tejo tidak berani membantah. Geregetan perasaannya dengan sikap

Sarah yang main tarik ulur itu. Sarah sendiri dalam hati juga menikmati

permainannya itu. Dia tahu Tejo tentu terangsang berat saat itu.


“Kamu suka Jo?” 

tanya Sarah pelan.


“I.. Iya Tante, suka sekali...”

jawab Tejo polos.


Sarah tersenyum mendengarnya. Dielusnya lagi kepala Tejo.


“Tante tahu betapa menariknya buah dada Tante buat kamu." 

"Dan Tante nggak marah, justru itu menunjukkan kalo kamu laki-laki normal." 


"Walaupun niat kita menyediakan ASI buat Doni" , 

"Tante tahu bagaimanapun juga nafsu kamu pasti tetap muncul." 


"Kamu pasti terangsang kan? 

ujar Sarah


"Itu resiko yang Tante ambil dan Tante harap kamu ikut jaga kehormatan Tante..." 

"Oke?” 

ucap Sarah, mencoba memainkan peran sebagai Tante yang bijaksana.


Tejo pun mengangguk tanda menurut.


“Nah ayo dimulai Jo...” 

ucap Sarah tersenyum menggoda.


Manis sekali. Tejo mulai mengulurkan tangannya.


Waktu seakan berhenti saat jemarinya menyentuh kulit payudara Sarah. Bahkan jantungnya

sendiri pun seolah berhenti berdenyut. Tejo tidak langsung menggenggam payudara itu.

Dia terlebih dulu mengelusnya dengan lembut, ingin merasakan kehalusannya.


Sarah merinding saat merasakan kulit payudaranya bergesekan dengan jemari Tejo

yang kasar. Dia membiarkan Tejo mengelus-elus payudaranya untuk beberapa saat.

Dipandangnya wajah Tejo yang tampak tegang.


“Puas-puasin deh Jo rasa penasaran kamu dengan payudara Tante...”

gumamnya dalam hati.


Sesaat kemudian, tangannya meraih tangan Tejo dan digenggamkannya pada payudaranya.


“Kok malah dielus-elus Jo, ayo mulai diperas ASI Tante...”

ucapnya.


Dia pun membimbing tangan Tejo dengan gerakan meremas.


“Begini caranya Jo...”

jelasnya.


Sarah mengajarkan gerakan mengurut dan memeras dengan 2 jari hingga air susunya

pun mulai keluar. Tejo benar-benar takjub melihat air susu yang mengucur keluar dari

puting susu Tantenya itu. Sarah melepaskan tangannya dan menyandarkan tubuhnya.

Tejo mengerti, dia pun segera meneruskan memeras payudara Sarah. Air susu Sarah

yang mulai mengucur deras ditampungnya di wadah yang telah disiapkan.


Curr... Cuurr... Cuurrr... 


Sarah memejamkan matanya dan menggigit bibirnya. Bagaimanapun dia juga merasakan sensasi

dari remasan tangan Tejo pada payudaranya.


“Aah... Jo jangan terlalu kencang, sakit...”

desah Sarah manja.


“Iya Tante... Maaf...” 

Tejo tersipu menyadari dirinya yang terlalu bersemangat.


“Pelan aja ya sayang...”

ucap Sarah lagi.


Lagi-lagi perasaan Tejo dilambungkan oleh godaan Sarah yang memanggilnya dengan sebutan

sayang. Makin gemas dia melumat payudara Tantenya itu dengan tangannya. Betapa menakjubkannya

gumpalan payudara itu. Bentuknya sangat sederhana tapi bisa membuat semua laki-laki mabuk kepayang,

blingsatan, hingga lupa diri.


“Duh herannya, benda ginian aja kok nggemesin banget..."


"Hiiih...! Oh... indahnyaaa...!"

ingin rasanya Tejo teriak.


Ouuuhhh....

"Joooo, pelan...!” 

Sarah mendesah panjang.


Matanya mulai sayu. Tanpa sadar Tejo terlalu keras lagi meremasnya. Lenguhan Sarah

terdengar merdu sekali di telinga Tejo. Penisnya pun makin meronta di balik celananya.


“Maaf Tante... Habis gemas..."

Tejo meringis seperti tanpa dosa.


“Kamu ini..." 


"Mau memerah susu apa mau mencabuli Tante sih?”

Sarah merengut manja.


Sekali lagi Tejo takjub mendengar kata-kata “mencabuli” dari bibir Tantenya itu.


Hatinya teriak,


“Iyaa Tante, Tejo pingin mencabuli Tante sekarang jugaa!!!”

tapi tentu saja kalimat itu tidak sampai keluar dari mulutnya.


Dengan pelan Tejo meneruskan lagi memerah ASI dari payudara Sarah. Sedikit demi sedikit wadah

yang dibawanya pun mulai penuh. Sarah diam saja sambil tetap menyandarkan tubuhnya. Posisinya

terlihat seperti sedang pasrah. Kalau saja Doni terbangun dan bisa berpikir, tentu dia akan takjub

melihat pemandangan yang ganjil itu. Mamanya yang cantik jelita bersandar pasrah sementara

payudaranya yang putih mulus diremas-remas oleh tangan Tejo yang kasar dan hitam legam.

Sesekali Sarah terlihat meringis dan menggigit bibir karena Tejo masih saja kerap meremas terlalu kencang.


Tapi dirinya tidak lagi memprotesnya. Diam-diam sesungguhnya dia pun menikmatinya.

Tak lama kemudian wadah yang dibawanya pun penuh dengan air susu Sarah.

Tejo menghentikan perasannya. Diambilnya tisu dan diusapnya puting susu Sarah yang basah.


“Sudah Jo?”

tanya Sarah.


Tubuhnya menggelinjang merasakan geli di putingnya yang disapu tisu.


“Iya Tante, ni yang satu udah penuh...” 


Tejo yang masih gemas pada payudara Sarah ternyata sudah menyiapkan wadah kedua.


"Lho..."

Sarah jelas tidak menyangka, tapi dirinya malah tertawa geli.


“Ya ampun Tejo, kamu bawa 2 wadah?" 

"Buat apa banyak-banyak Jo, 1 aja cukup...!” 

ujarnya gemas.


“Buat persediaan Tante...” 

jawab Tejo meringis.


Tapi dirinya ragu juga untuk meneruskan karna tampaknya Sarah keberatan.


“Itu kan sudah bisa buat 2 kali Jo..." 


"Lagian nanti kalo habis kan bisa diperah lagi...”

ucap Sarah lembut.


Tejo terdiam. Jelas sekali dia menahan sesuatu yang hendak disampaikannya.

Mungkin karena takut. Sarah yang mengamati raut muka Tejo pun memahami.


“Kamu mau perah buat kamu sendiri ya?" 


"Hayo...?”

terka-nya.


Muka Tejo memerah. Sebenarnya dia hanya ingin lebih lama lagi menikmati menjamah

payudara Tantenya itu. Tapi dirinya pun mengangguk mengiyakan.


“He eh Tante...."

"Bo.. leh kan Tante?”

tanyanya ragu.


Lagi-lagi Sarah tertawa geli.


“Kamu ini ada-ada aja Jo..." 


"Tante beliin kamu susu sapi, jarang sekali kamu minum." 

"Eh, sekarang kamu malah ketagihan susu Tante...”

ucapnya sambil mengacak-acak rambut Tejo karena gemas.


Tejo hanya meringis saja. Dirinya masih belum berani bicara.


“Ya udah deh Tante kasih...”

akhirnya Sarah memutuskan.


“Tapi, secukupnya saja ya?”

kerlingnya.


Tejo pun sumringah,


“Baik Tante...” 

sahutnya cepat.


Sarah tersenyum geli. Tubuhnya pun bersandar lagi mempersilahkan Tejo melanjutkan.

Tejo tidak buang waktu. Disingkapnya piyama Sarah yang menutupi payudaranya yang 1 lagi.


Sarah langsung memprotesnya,


“Nah lo, kok dibuka lagi Jo?" 

"Nakal banget sih kamu...”

ujarnya pura-pura mengomel.


“Ka... Katanya boleh 1 lagi Tante...?”

jawab Tejo ngeles.


“Kan biar imbang Tante..." 

"Kalo ga pindah susu nanti yang 1 kosong" , 


"Yang 1 penuh kan jadi berat sebelah...”

lanjutnya.


Sarah langsung tertawa geli mendengar logika Tejo yang lugu itu.


“Huuu...! Sok tahu kamu Jo...!”

dicubitnya pipi Tejo dengan gemas.


“Ya udah deh terserah kamu..." 

"Dasar genit!”

lanjutnya.


Bagaimanapun juga pada akhirnya Sarah membiarkan saja apa mau Tejo.


Tidak heran memang kalau Tejo terobsesi menelanjangi seluruh dada Tantenya itu.

Payudara tentu jauh lebih indah bila tampil sepasang ketimbang hanya sebelah.

Tejo hanya mesam-mesem saja melihat tingkah Tantenya yang sok jual mahal itu.

Dia pun mulai nekat. Sebelum mulai memeras, dia menyingkap lagi bagian atas piyama

Sarah yang masih menutupi bahunya. Dengan 1 gerakan, bahu Sarah pun terbuka lagi.


Sarah langsung bergidik merasakan angin AC yang kembali menerpa tubuhnya.


“Iiih Tejo!!!”

protesnya.


“Biar leluasa Tante...”

Tejo berdalih.


“Dingiin Joo...” 

keluh Sarah.


“AC-nya dikecilin aja Tante.”

usul Tejo.


Tanpa minta persetujuan Sarah dia sendiri langsung meraih remote AC dan menekan tombol

untuk menaikkan suhu. Sarah terdiam menyaksikan ulah keponakannya yang mulai nakal itu.

Piyamanya yang masih terbuka separuh dan menggantung di lengannya pun ia lolosi hingga

terlepas sepenuhnya. Kemudian piyama itu dilemparkannya ke wajah Tejo dengan gemas.


“Niih... Puaas??" 

"Puaaass???”

Serunya menirukan Tukul Arwana.


Tejo jelas terkesiap melihat Tantenya yang kini bertelanjang dada. Dia tak berani menjawab, hanya menelan ludah berkali-kali.


“Gila... Betapa mulus dan betapa sempurnanya...”

puja Tejo dalam hatinya.


Ingin sekali dijelajahi dan dielusnya seluruh tubuh Tantenya itu. Darah Sarah juga makin berdesir

kencang di dalam dadanya. Dia sendiri tak menyangka akan berbuat sejauh itu. Tapi ada semacam

perasaan lega dan puas sekali dalam dirinya saat itu. Terjadi keheningan sesaat yang membuat

mereka berdua merasa canggung satu sama lain.


Akhirnya karena tidak tahan Sarah pun angkat bicara.


“Hayo dimulai lagi..." 

"Kok malah bengong?" 


"Kalo kamu cuma mau melototi tubuh Tante, tak usah yaa!" 

"Tante pakai lagi lho piyamanya!”

ujarnya.


Tejo tersentak.


“I... Iya Tante!”

jawabnya.


Dengan sigap Tejo mulai memerah payudara Sarah yang satunya. ASI murni nan jernih pun mulai

mengucur deras dari puting susu Sarah yang bersandar terdiam. Dirasakannya Tejo masih saja

kerap meremas payudaranya dengan kasar. Tapi dia enggan memprotesnya lagi.


Lagipula dirinya juga mulai merasakan keenakan dari sensasi itu.


Aaahh...

desahnya lirih.


Mendengar itu Tejo spontan memperlunak remasannya.


“Sakit Tante?" 

"Tejo terlalu kencang ya?”

tanyanya prihatin.


“Ehng... Nggak Jo, terusin aja...”

jawab Sarah dengan muka memerah.


Ada perasaan malu menyelinap. Desahan tadi keluar spontan saja, tak diduganya Tejo ternyata memperhatikan.


Adegan pemerahan susu itu pun berlanjut. Suasana kamar menjadi hening karena tak satupun

di antara mereka yang bersuara. Yang ada hanya suara derasnya kucuran air susu Sarah yang

tertampung dalam wadah. Baik Sarah maupun Tejo, sama-sama saling meresapi fantasi dan kenikmatannya

masing-masing. Lama kelamaan Tejo pun makin tidak konsentrasi dengan pekerjaan memerahnya.


Perahan pada payudara Sarah untuk mengeluarkan ASInya membutuhkan gerakan mengurut yang konsisten.


Sementara gerakan tangan Tejo sendiri makin bervariasi, dari meremas, mengelus, bahkan

memelintir-melintir puting susu Sarah dengan gemas. Jelas air susu Sarah tidak keluar lagi.

Tejo bukannya tidak menyadari hal itu, namun dia tidak peduli. Padahal wadah yang dibawanya

baru terisi separuh.


Sarah sebenarnya juga merasakan bahwa gerakan tangan Tejo mulai ‘ngaco’. Tapi dia sendiri malah mendiamkannya.

Ada kepuasan tersendiri dari membiarkan perasaan Tejo melampiaskan rasa gemas dan penasaran pada payudaranya.

Dia sendiri juga sedang melampiaskan kecenderungan ekshibisionisnya, dan kejadian hari ini sungguh memuaskan dirinya.


Perasaan itu terus bergejolak, terus memuncak dan makin memuncak, makin memuncak, hingga akhirnya...


Aaahhh... hhh... 


Tubuh Sarah menggelinjang hebat. Dirinya mengalami orgasme hanya dengan rangsangan

di buah dadanya. Cairan cintanya memancar dengan deras di dalam rahimnya hingga membanjirinya.


Tejo tersentak. Remasannya spontan terhenti. Disaksikannya tubuh Tantenya yang melemas seakan

seluruh tulang dalam tubuhnya dilolosi satu persatu. Tejo tidak menyadari bahwa Tantenya itu

sedang mengalami orgasme. Dirinya pun khawatir, wajahnya memucat merasa telah melakukan kesalahan.


“T... Tante gapapa?" 

"Tante capek ya?" 


"Maafin Tejo Tante...”

ucapnya gugup.


“Nggak Jo, Tante gapapa kok...”

jawab Sarah sambil tersenyum.


Wajahnya terlihat sendu. Matanya yang sayu menatap Tejo. Dielusnya lembut tangan Tejo yang

barusan memeras payudaranya. Tejo terkesima memandang wajah Sarah yang sayu namun

memancarkan ‘kharisma’ keayuan tersendiri. Dirinya pun tak sanggup berkata.


“Jo...”

gumam Sarah lirih.


“Iya Tante?”

jawab Tejo.


“Kalo udah, udah ya...”

ucap Sarah tersenyum.


Dielusnya pipi tejo dengan perasaan sayang. Tejo pun tersipu.


“Jangan keterusan Jo" , 

"Ga bakal ada habisnya kamu mainin buah dada Tante." 


"Kamu menyiksa diri sendiri kan..."

"Udah sana buruan dibuang, biar plong.”

lanjut Sarah bijaksana.


Muka Tejo makin memerah mendengarnya. Tantenya ternyata mengerti betul apa yang dirasakannya.

Gejolak dalam dadanya. Dia pun perlahan bangkit.


“Iya Tante...” 

jawabnya lirih.


“Sana di kamar mandi Tante aja..." 

"Tapi disiram ya?”

ucap Sarah.


Tejo menurut. Ditaruhnya kedua wadah yang berisi air susu Sarah di atas meja dan dirinya

segera ngeloyor ke kamar mandi. Sarah melihat ke 2 wadah itu. Satunya penuh dan satunya

hanya terisi separuh. Dia pun hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala. Puas sekali dirinya

sudah menyuguhkan dirinya pada keponakannya sendiri yang baru berumur belasan itu.


Dia terdiam sejenak, namun kemudian pikirannya mulai membayangkan Tejo yang sedang coli

di kamar mandinya. Darahnya pun berdesir kembali. Tanpa mengenakan piyamanya lagi ia pun

bangkit menuju kamar mandi. Penasaran dia ingin menonton pertunjukan Tejo yang sedang

menguras amunisinya di situ.


Tejo yang sedang berkonsentrasi mengocok batangnya sama sekali tidak menyangka Sarah

muncul dengan bertelanjang dada. Tantenya itu hanya berdiri di pintu kamar mandi,

menatapnya sambil tersenyum manis. Namun karena mungkin setan sudah menguasai

kepalanya, hal itu sama sekali tidak mengusik Tejo. Justru pemandangan Tantenya yang

telanjang dada itu makin memicu kocokannya.


Aahh... Tanteee...”

desahnya sambil menatap tubuh telanjang Sarah.


Perasaan Sarah bergolak lagi melihat bagaimana Tejo onani sambil melihat tubuh telanjangnya.

Dirinya merasa seksi sekali dengan begitu. Terlebih lagi dia benar-benar takjub melihat ukuran

penis Tejo. Sungguh tidak disangka penis keponakannya itu berukuran super. Tangan Tejo

sendiri bahkan terlihat tidak cukup untuk menggenggamnya. Panjangnya mungkin

2 kali genggaman tangan Tejo. Mata sarah berbinar memandang batang berurat itu

diurut maju mundur dengan tangan kecil Tejo.


Kepalanya jamurnya yang mengkilat terlihat merah padam seakan semua darah di tubuh

Tejo berkumpul di situ. Timbul kerinduan luar biasa dalam dirinya pada ‘batang ajaib’ milik

laki-laki itu. Bayangan penis-penis semua pria yang pernah menidurinya pun berseliweran

dalam benaknya. Wajah Sarah memerah menyadari Tejo yang sedang memandanginya.

Keponakannya itu tentu menyadari matanya tadi terpaku pada penis miliknya.


Senyum manisnya pun mengembang dan dihadiahkan pada Tejo seakan mengatakan,


“Kereen Jo... Kamu punya barang bagus!”


Dihadiahi senyuman maut itu Tejo pun tak kuasa menahan laharnya yang sudah di ujung. Kocokannya dipercepat, dan...


Crooooottzz... !


Sperma Tejo muncrat berkali-kali membasahi dinding kamar mandi Sarah. Lagi-lagi Sarah dibuat takjub

melihat kekuatan orgasme Tejo. Padahal antara Tejo berdiri dan dinding kamar mandinya berjarak

ebih dari 1 meter. Namun sperma Tejo mampu muncrat begitu jauh hingga mencapai dinding itu.

Tak setetes pun yang jatuh mendarat di lantai kecuali yang sisa-sisa akhir saja. Dihitungnya ada 5 kali semburan

yang bertubi-tubi pada dinding kamar mandinya. Semuanya berwarna putih dan kental.


Benar-benar orgasme yang luar biasa. Sarah sampai ikut berdebar melihatnya.

Dia pun menyadari bahwa hari ini dirinya telah menghadiahi Tejo dengan sesuatu

yang sangat luar biasa istimewa. Bangga sekali dirinya memikirkan hal itu.


“Tejoo... Tejoo... Cepet cari pacar gih!”

candanya.


Tejo hanya tersipu tanpa menjawab. Dia sibuk menyiram spermanya hingga bersih.

Sarah pun beranjak meninggalkannya. Dirasakannya tubuhnya mulai panas dingin lagi,

mungkin gara-gara nafsunya yang bergejolak. Piyamanya dikenakan lagi sebelum dia

kemudian beringsut kembali di balik selimutnya.


***


Hari Berikutnya.

Keesokan harinya. Sarah masih meminta Tejo untuk jangan kemana-mana dulu. Meskipun urusan Doni

sudah bisa ditanganinya sendiri, dia belum mau ditinggal sendirian di rumah. Tejo masih sering dimintai

tolong mengambilkan ini-itu saat Sarah mengurusi Doni. Dari menyiapkan air hangat, handuk, popok,

bedak, dan lain-lain. Sarah masih mudah kecapekan kalau semua itu harus ditanganinya sendiri.


Di samping itu, urusan kebersihan rumah juga masih dibebankan kepada Tejo. Menjelang siang saat

semua sudah beres, Sarah bersantai-santai menemani Doni bermain-main di ruang tengah. Tejo yang

 baru selesai mandi ikut duduk di situ namun tidak berkata apa-apa. Dirinya seperti menunggu-nunggu

kejutan apa lagi yang akan dia dapatkan dari Tantenya yang seksi itu. Wajah Sarah tampak cerah dan segar.


Agaknya kondisinya benar-benar sudah pulih seperti sedia kala. Tak bosan-bosannya Tejo memandangi dan mengaguminya.


Sarapan gih Jo...”

karena merasa diamati oleh Tejo, Sarah pun angkat bicara.


“Iya Tante...”

Tejo mengiyakan tapi enggan beranjak.


“Habis sarapan kamu belajar ya Jo?" 


"Yah baca-baca dikit lah..." 

"Kamu kan udah 3 hari ini gak belajar" 

ucap Sarah lagi.


Tejo manggut-manggut saja.


Berduaan dengan Tantenya yang membuat pikirannya sering melayang dan susah konsentrasi.

Walau bagaimanapun, Tejo tetap tak berani membantah Sarah. Dia pun beranjak. Saat sarapan

Tejo tak banyak makan. Dirinya seperti tak bernafsu. Atau lebih tepatnya, ‘nafsu’ lainnya lebih berbicara ketimbang nafsu makan.


“Kenapa Jo?” 

Sarah menangkap ekpresi wajah Tejo yang sedang kebingungan.


“Engga kenapa-kenapa Tan.”

ucapnya.


“Jo..itulah sebabnya kemarin Tante ragu ngasih kamu buah dada Tante!”

lanjut Sarah.


Tejo terkaget, seakan Tante Sarah tau apa yang ada dipikiran dan perasaan gelisahnya saat ini.


“Yang kayak begitu memang sebenarnya ga baik buat kamu."

“Apalagi kalau baru pertama kalinya merasakan.”

 

"Kalo bayangan-bayangan porno sudah masuk ke otak..” 

“Susah banget ngilanginnya,akibatnya ya itu kamu jadi susah konsentrasi... "


“Pikiran-pikiran kamu yang harusnya dicurahkan ke hal-hal baik malah teralih ke hal-hal yang mesum...”

“Kalo saja kemarin bukan karna demi Doni...”


“Tante pasti tegas sama kamu.”

Sarah terus menyerocos panjang lebar.


Tejo tersipu mendengarnya, walaupun sudah tidak surprise lagi dengan kalimat Tantenya itu.


“Hehe iya Tante..." 

"Nah itu sekarang sudah bisa nyusuin Doni" , 


"Berarti ga ada acara memerah susu lagi dong Tante?” 

ucap Tejo nakal.


“Idiih kamu ini baru dibilangin malah udah genit!” 

Sahut Sarah seraya mencubit lengan Tejo.


Tejo menghindar sambil meringis.


“Trus yang kemarin masih sisa loh Tante...”

ucapnya.


“Kamu minum aja..." 

"Katanya doyan?”

jawab Sarah sekenanya.


“Ya udah Tejo minum ya...” 


Tejo beranjak ke ruang makan mengambil air susu Sarah yang tersisa di dalam lemari es.


Setelah menuangkannya dalam gelas, dia pun balik lagi duduk menemani Sarah yang masih

menyusui Doni di ruang tengah. Tejo meringis mesum padanya, tapi Sarah berlagak tak

memperhatikannya. Untuk sesaat keduanya duduk tanpa memulai obrolan. Pikiran Tejo juga

sudah sibuk berfantasi.


Wah ini peristiwa unik.”

pikirnya.


Dia, Sarah dan Doni duduk berkumpul.


Baik Tejo maupun Doni sama-sama minum ASI dari Sarah, bedanya Doni minum langsung

dari sumbernya, sedangkan Tejo minum dari gelas. Sarah juga tampak canggung dengan keadaan itu.

Diliriknya Tejo yang sedang minum. Ternyata Tejo juga sedang memandangi wajahnya, hingga kedua mata mereka pun bertemu.


“Enak Jo?”

tanya Sarah spontan.


Tejo yang ditanya malah cengengesan.


“Yang penting bukan rasanya Tante...”

jawabnya nakal.


Sarah merengut mendengarnya.


“Dasar kamu...” 


Diambilnya bantal kursi dan dilemparkan pada Tejo gemas.


Tiba-tiba mereka dikejutkan suara bel. Sesaat keduanya terdiam bertanya-tanya.


“Kalo Heru mestinya baru balik beberahari lagi...”

gumam Sarah dalam hati.


“Jo, bukain pintu sana!”

perintahnya kesal karena Tejo tak juga beranjak.


Sambil senyam-senyum dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal Tejo bangkit

menuju pintu depan. Tak disangka ternyata teman-temannyalah yang datang.

Luki cs, berlima seperti biasa. Melihat Tejo sendiri yang membukakan pintu,

mereka langsung menyeru nyaris bersamaan dengan suara cempreng,


“Oi Jo!! Kenapa gak ada kabar 3 hari??!”


Bukannya menjawab Tejo malah menghardik,


“Apa-apaan sih langsung teriak aja" , 

"Anak Tante lagi mau tidur tuh!" 


"Lagian kok jam segini pada kesini?” 

"Bolos ya kalian?”

selidiknya.


“Hari ini kan hari libur bro!”

jawab Luki cs cengengesan.


“Eh?! Emang sekarang hari apa?”

pikir Tejo.


Tak lama Sarah pun menghampiri ke depan.


Ooh Luki dan geng..."


"Ayo masuk masuk!

seru Sarah dari dalam.


Kebetulan Doni baru saja selesai menyusu dan kini sedang terkantuk-kantuk dalam

gendongan Sarah. sahabat Tejo itu nyengir kuda lebar saat bertemu Sarah.


Ya, sama seperti Tejo mereka juga sangat memuja-muja kecantikan Sarah.

Dan di antara mereka saat sedang masuk kedalam, ada yang terlihat semakin terpana...


 Saat Sarah tersenyum manis.


Luki..


***


Bersambung...


BONUS BOKEP LOLA; KLIK TOMBOL DIBAWAH



No comments for "Naughty Wife Sarah Part 4a"