BUDI HARTAWAN The TRILOGY (BU HESTI DOSENKU) 4
Model : Miss tata vs miss tika
Anggap aja Bu Siska Dan Bu Hesti
Kubiarkan ia tertidur disamping aku yang melamun membayangkan bagaimana rasanya besok kami (aku, Bu Siska dan Bu Hesti) akan menikmati dua hari di Villa puncak, main bertiga untuk yang pertama kalinya. Kubayangkan bagaimana aku akan melayani dan dilayani dua perempuan cantik paruhbaya bertubuh montok ini. Satu adalah ibu angkatku yang selama ini menjadi partner seks tetap dan satunya lagi adalah dosen akuntansiku di kampus. Bu Siska punya buah dada besar, bisa untuk menjepit penisku. Memeknya berbulu lebat sekali, aku hobi menjilatnya, mainnya kreatif dan punya banyak ide untuk membuat aku selalu merasa berbeda dari waktu ke waktu. Bu Hesti punya wajah menggairahkan, membuat setiap orang yang memandangnya jadi nafsuan, susunya tak sebesar milik ibu, tapi aku suka bentuknya yang agak panjang seperti pepaya, walaupun sudah sedikit turun karena usia dan empat orang anak yang menetekinya dulu. Yang paling kusuka dari Bu Hesti adalah memeknya yang masih terasa sempit, walaupun tidak se-‘empot-empot’ memek ibu angkatku, memek Bu Hesti terasa lebih mencengkeram. Mungkin karena aku baru memakainya beberapa kali saja dibanding memek Bu Siska yang hampir tiap hari dan tiap jam aku jejali dengan kontolku.
Gara-gara keasikan melamunkan bayangan vulgar itu, aku jadi tegang lagi. Limabelas menit saja sejak orgasme tadi, aku kembali meminta jatah dari Bu Hesti. Malah kali ini kubiarkan ia terlelap, lalu dengan pelan kumiringkan badannya dan menekuk satu kakinya kedepan.
Dengan hati-hati setelah menempatkan diri berjongkok di belakang pantatnya yang semok itu, aku menempelkan kemaluanku tepat dibibir vaginanya yang masih saja basah akibat tumpahan cairan kelamin kami tadi. Blesss!!! Sekali dorong, langsung tertembus. Pemiliknya kaget dan terbangun, menemukan dirinya sedang dientot lagi.
“oooouuhhh… saaayyy… kamu jahaaaaatttt… aaaaaaaaahhhh…,” meski begitu ia menikmati.
Akhirnya permainan itu berlangsung juga, kubawa ia terbang melayang berkali-kali sampai setelah itu aku melepas untuk yang keduakali hari ini dalam vaginanya. Ah... Bu Hesti, Bu Hesti… Nikmatnya memekmu!!!
(*) “Ya Tuhaaaaaaaaaaannnnnn!!! Ini penis terbuat dari appaaaah???” teriak batinku saat baru saja melepas orgasme yang tak bisa kuhitung keberapa kalinya sejak siang tadi! Besaaaar, panjaaang, gemuuukkk, kerrasss, berurat, dan staminanya itu aahhh shiiitttt!!! Ini benar-benar barang sorga! Sekarang aku benarbenar yakin kalau besok kami berduapun akan disikatnya tanpa ampun! Aku berani bertaruh Budi akan menghabisi kami berdua sampai berulang-ulang sebelum ia sendiri berejakulasi!
Aaaahhhhh! Aku harus bersiap segalanya untuk 3some besok! Kemarin Siska sudah memberitahu aku kalau dia sudah memberi banyak nutrisi peningkat stamina pada Budi setiap hari sejak 3 bulan ini, jadi gak heran kalau daya bertahan anak itu saat menyetubuhi wanita bisa sampai berjam-jam nonstop! Beruntungnya aku dan Siska mendapat pemuda perkasa seperti Budi sebagai pemuas nafsu kami yang meski sudah menjelang setengah abad ini masih saja kehausan nafsu birahi!
Aktivitas seksualku dengan Budi, meski masih terhitung hari, sudah benar-benar merubah hidupku! Sebelum mengenal Budi, aku hampir putus asa bagaimana caranya memenuhi hasrat biologisku yang masih sangat tinggi ini. Seperti yang kututurkan pada Siska, aku tak mau menodai hidupku dengan gigolo atau laki orang sembarangan, aku sadar meski masih butuh seks aku harus menjaga martabat keluarga dan anak-anakku. Dan sekarang, setelah rutin mendapat pemenuhan birahi secara teratur dengan mahasiswaku yang berpenis perkasa itu hidupku berubah jadi jauh lebih baik. Banyak rekan kerjaku bilang wajahku jadi bertambah ceria seperti pengantin baru! Orang lain memuji keceriaanku dalam menjalankan aktivitas mengajar di kampus. Dosen-dosen pria hidung belang jadi makin banyak yang kesengsem penampilanku yang berubah drastis dari ‘alakadarnya’ standar dosen, jadi modis dan lebih terhormat serta elegan seperti yang disukai Budi. Hehehe, ternyata banyak juga yang menyukai selera anak muda penyuka ibu-ibu itu. Dulu aku lebih sering berpenampilan casual dengan celana panjang jeans saat mengajar, tapi sekarang sejak mengenal Budi, aku tiap hari pakai rok panjang yang tampak sangat sopan dan terhormat. Baju hem yang sedikit transparan dengan setelan blazer biru tua dibagian luar adalah mode favorit yang disarankan Budi padaku, plus, sejak sering mendadak horny ketika di kampus, aku tak pernah lagi memakai celana dalam! Kenapa? Agar Budi gampang sewaktu-waktu kami kebelet akibat horny yang tak tertahan, tinggal angkat rokku, aku tinggal menungging atau duduk mengangkang di sofa ruang kerjaku lalu dia menusukkan penisnya! Ohya, kalau main ‘quicky’ di toilet kampus atau di ruang kerjaku kami tak pernah pakai foreplay atau pemanasan segala karena vaginaku biasanya sudah becek dan tinggal coblos, waktu yang sedikit bisa kami manfaatkan semaksimal mungkin untuk kepuasan permainan utama yang oleh Budi dan Siska lebih suka mereka sebut NGENTOT itu!
Iiiihhhh ngentoooooottttt.... hahahaha.... aku dulunya paling menghindari penggunaan kata-kata seronok itu, tentu karena aku adalah seorang dosen di kampus favorit harus benar-benar menjaga martabat kehormatan korps guru besar! Tapi kini, sejak sering disenggamai Budi, terutama sejak 2 hari yang lalu di kamar suite Hilton hotel itu, Siska membuat aku jadi ikut-ikutan latah ngomong jorok menyebut kata-kata kontol, memek, pepek, entot, dan sejenisnya! Aku jadi ketularan Siska yang dengan santainya mengucapkan kata-kata gila itu saat kami berdua atau bertiga dengan Budi. Hatiku bahkan sering berteriak atau berdendang dengan syair jeritan mereka “oooohhhh Tanteee enaak memeknya tantee aaahhhh”, atau “ayo tante sedot kontolku”, “Pepek tante benar-benar gurriiihhh, Budi senang menjilatnya, nyedotin lendir memek tante!”.
Aaaahhhh aku sekarang benar-benar sudah jadi ibu dosen binal dan tante girangnya si Budi!
Mengenai apa yang aku dan Siska lakukan di kamar hotel Hilton 2 hari yang lalu akan ditulis oleh Siska agar tidak ada cerita berulang. Kami merahasiakannya dari Budi agar anak itu terkejut saat nanti acara 3some kami lakukan di villa milik Siska.
Hari ini, sejak siang hingga sore, seperti yang telah ditulis diatas oleh Budi, aku bertemu si kontol perkasa itu di hotel dekat kampus. Kuhitung sampai 12 kali pemuda itu membuatku terkapar orgasme. Aku pulang ke rumah dengan perasaan bahagia, berpamitan pada suami dan anak-anakku dan memberitahu mereka kalau aku akan ke Singapura selama 6 hari untuk studi banding disana. Sejak sabtu besok sampai satu minggu setelahnya kampus memang libur akademik penerimaan mahasiswa baru khusus program magister. Jadi aku punya alasan untuk menutupi rencanaku, Siska dan Budi untuk menghabiskan libur itu dengan acara 3some alias ngentot bertiga kata Budi dan si binal Siska! Hahahahahaha
Sampai di rumah menjelang sore hari itu, aku langsung masuk kamar. Dan betapa aku terkejut melihat pemandangan di dalam sana. Di tempat tidurku sudah berbaring seorang perempuan paruh baya, mengenakan daster tipis, baju tidur transparan dari bahan sutra putih lembut yang cukup memberikan gambaran bentuk tubuh sintal nan aduhai. Wajahnya menyunggingkan senyum yang lebih berarti ajakan bagiku untuk segera ‘menyantap’ hidangan itu mentah-mentah! Huh, ibu rupanya juga menginginkan itu, sehingga tanpa permisi padaku, begitu aku duduk di pinggiran tempat tidur dan akan menciumnya ia menyambut dengan antusias. Tangannya langsung dengan cekatan mencomot satu-persatu pelapis tubuhku.
“kamu jahat membiarkan ibu menunggu dari siang tadi… besok kita akan ke puncak. Bu Hesti tentu sudah memberitahukan itu,” lembut dan datar sekali suaranya, menunjukkan betapa ia seorang ibu yang matang fisik dan mental.
“apa itu Bu?”
“nakal kamu, pura-pura tidak tahu,” lanjutnya setelah berhasil melepas semua pakaianku.
“Baru saja kamu pasti sudah melayani Bu Hesti, sekarang apa masih ada sisa untuk ibu?”
“haaah?” aku terkejut ternyata ibu tahu itu. Tapi belum lagi aku habis berpikir bagaimana ia sampai mengetahuinya, ibu sudah menindih, dengan sedikit mengangkat gaun tipis itu ia langsung menempatkan diri diatas pinggangku yang kini terbaring dengan penis yang secepat itu pula tegang mengeras.
“ayoooh say, ibu sudah basaah dari tadi, ngga tahan bayangin kamu terus, oouuh,”
“ssshhhh... oouuhh ibuuuuuhhh enaaaakhhhh,” desahku meluncur begitu ia menurunkan pantatnya dan membalut penis tegangku kedalam celah liang vaginanya. Langsung menggoyang naik turun, pelan, pelan, dipercepat, agak cepat dan semakin cepat sehingga kini keciplaknya mulai terdengar keras. Plak! Plak! Plak! Bunyi kemaluan kami yang bertaut dan mulai becek disekitarnya akibat cairan ibu yang ternyata memang sudah banyak sekali. Nafsunya sudah sangat tak tertahan rupanya, sehingga sekejap saja ia sudah “basah” seperti itu.
“Oooohhhhh!!! Ooohhh… ooooohhhh… ooohhh... aaahhh… oooohhh,” jeritnya keras sambil menjambak-jambak sendiri rambutnya yang lepas tergerai. Kubelai buah dada besar ibu yang sudah lama menjadi ‘hak-ku’ itu.
“oooohhh yyeeeeessshhhh yaaang kerassshhh remeeeeshhh susu ibuuu!!!” teriaknya lagi.
Tak tahan dengan sensasi nikmat ibu angkatku ini, aku jadi ikut-ikutan bernafsu. Kubanting tubuhnya, giliran aku yang diatas memompa naik turun. Padahal gaun tidur sutra itu masih melekat dan kini melingkari pinggangnya. Bagian dadanya melorot kebawah dan roknya terangkat keatas pinggang. Sebuah pemandangan yang justru membuat nafsu semakin terpanggang birahi. Aku menghempas sejadi-jadinya, menggenjot sekeras-kerasnya dan menusuk sedalam-dalamnya. Mulutku seringkali menunduk dan langsung meraih puting buah dadanya, menyedot menarik-narik dengan gemas.
Ibu tak mau pasif saja, sejurus kemudian ia membalikkan posisi. Aku kembali berada dibawah, ia berputar menghadap ke arah kakiku, sambil terus saja mengocok vaginanya dengan penisku turun naik. Bongkahan pantatnya yang semok besar kuremas-remas, ketika terangkat ke atas ia menunjukkan betapa kemaluanku yang tegak dan keras itu menyangga celah bibir vaginanya. Saat turun menghempas keras, ia menimbulkan keciplak seperti suara tepuk tangan. Benar-benar pemandangan yang sensasional dan memabukkan.
“Say, hhhooooohhhhh ibuuuhh nggggaaaa taaaahaaannnn… mooo keeeluar aaauhhh!!!”
“yyaaahhh buuuhhh ayoooohhh keluarin… hhhh, tapiiii hhhheehhh baliikk duluh” pintaku sambil terengah-engah.
Sejenak kemudian ia melepas pertautan vagina dan penis itu. Lalu berbaring telentang disampingku. Kakinya diangkat tinggi keatas dengan paha yang membuka lebar, menunjukkan belahan bibir vagina yang merah merekah dengan bulu lebat itu. Benar-benar sensasional! Vagina itu kini menganga lebar menunggu penisku untuk ‘menuntaskannya’ dengan segera.
“ah… ibu…,” aku sampai berguman mengagumi pemandangan yang terhidang begitu sempurna dihadapanku sekarang.
“kenapa saaaay?” rajuknya manja.
“memek ibu bagus sekali…,” dengan jujur kukatakan.
“ah kamu bisa aja, ayo say… ibu ngga tahan niih…,” pintanya sekali lagi. Aku yang kemudian tak tahan juga. Secepatnya kutempatkan pinggangku diantara pahanya, menempelkan penisku di bibir merah vaginanya, meraih kedua susu besar ibu dengan kedua tanganku dan langsung menggenjot keras dan cepat sekali.
“Ooooooouuuuuhhhhh… aaaaaahhhh… ahhhh… ahhh… ahhhh… ahhh… yesss!!!!” jeritan khas Bu Siska setiap kali ia akan menjelang orgasme. Aku bergerak tanpa jeda, terus menggenjot naik turun sambil meremas dan berpegang pada buah dada besar itu.
“mmmmmmm… mmmmm… mmmmhhhhhhhh… oooooohhhh… iiibuuuuhh keluaar rrrrrrrrr… oooooooooooouuuuhhhhhhhhhh yesss yesss yesss… haaaaaaaaahhhhh,” jerit panjang itu mengantarnya sampai di ujung kenikmatan.
“Yaaahhhh... buuuuhhh ayooohhh keluariiinnn semuaaahhh ooohhh meeemeeek ibuuuuhh enakkkk ooouuhhh… sshhhh… jepiitttt buuuuhhh ooouuhhhhh,” aku ikut berteriak merasakan jepitan vagina ibu yang semakin keras saat-saaat ia terasa melepas di dalam sana. Duh, nikmatnya memek ibu angkatku ini. Beberapa saat tubuhnya mengeras, pahanya mengapit tubuhku dengan kuat. Ia melepas dengan begitu nikmat. Aku menunduk memberikan ciuman mesra setelah ia sedikit melemas menuntaskan puncak orgasmenya.
“jangan lupa, bu. Saya belum…,” bisikku pelan sambil mengecup belakang telinganya, berusaha membuat ibu bangkit lagi.
“yaaa… sayang, goyang aja yang pelan… ibu masih sanggup, tapi yang pelan aja,”
“baik bu,” aku mulai menggoyang lagi. Dengan pelan seperti permintaannya. Dengan mesra seperti yang lebih aku suka.
“I love you, Bu…,” bisikku sambil terus menggoyang naik turun diatas tubuhnya. Matanya yang sedari orgasme tadi terpejam, membuka dan menatapku seperti tak percaya.
“ibu juga sayang kamu… oouuuhhhh… nikmatnyaaahhhh,” ibu langsung memelukku erat. Membelai lembut punggungku. Aku meneruskan goyangan pinggul naik turun diatas pangkal pahanya dengan pelan dan mesra. Bibir kami bertaut, saling melumat didalam sana, lidahku dan lidah ibu seperti berebut membelai dinding-dinding dalam rongga mulut kami.
Pahanya mulai menjepit, mengapit pinggangku yang terus bergoyang. Bu Siska rupanya telah bangkit lagi dengan permainan lidahku di permukaan buah dadanya. Bibirnyapun mulai menggumam lagi, nafasnya turun naik.
Kupercepat goyangan dari atas, “ooooouuhhh… sayaaang..,” desahnya,
Ibu mulai berusaha mengimbangi goyanganku, pinggulnya dibuat meliuk seperti menuntun alur kemaluanku dalam liang vaginanya.
“ssshhhhh… ibuuuu diatas say…,”
Kami berbalik posisi. Ibu sekarang menindih, berat juga karena ukuran tubuhnya yang montok besar itu. Tapi kenikmatan liang vaginanya yang terus membalut lembut penisku membuat aku tak merasakan beban tubuhnya. Ia kini asik bergoyang, pelan awalnya dan bertahap dipercepat.
Kali ini aku tak mau berlama-lama lagi, bersamaan saat ibu menyodorkan buah dadanya ke mulutku, pahanya seperti mengepit memberikan tanda bahwa ia sudah menjelang orgasme lagi. Memang sudah limabelas menit sejak orgasmenya yang pertama tadi.
“ibuuuhhh mau keluar?”
“iyaahhh saaayaaangg…hhhh seeebenntaaar lagiiiihhh rasanyaaahhh…,”
“samaaahh-samaaahhh buuuhhhh... saya jugaaah,”
“ayoooohh saaayyy sekaraaanggg… hhh… hhhh… hhhh… ooouuhhhh…,”
ibu mempercepat genjotannya. Aku mempererat pelukanku, kami berciuman mesra, dengan kuat dan sepenuh hati. Sampai kemudian…
“aaaaaaaaaaaaaaaaaauuuuuuuuhhhhhhhh… ssshhhh… oooooohhhhhhhhh… ibuuuu kelluaarrr… buuuuddiiiiihhh… iiiyeeesss… ooouuhhhhh yeeeeessss…ooohhh yeessss,” jeritnya panjang sembari menjepit keras.
Beberapa detik kemudian aku menyusul…
“Ooooooooooohhhhhh…buuuuuuuhhhh… aaahhhhhhhh… yesss yess yesss yesss oouh yess ouh yesss ouhhh yesssss……!!!!” aku melepas puas.
Untuk kesekian kalinya pada hari ini kutumpahkan spermaku dalam liang vagina perempuan paruh baya ini. Puas sudah rasanya menikmati sari tubuh Bu Siska yang kini terkapar disebelahku.
“Bu…,” aku memanggilnya setengah berbisik.
“iya sayang” sahut bu Siska mesra sambil mengecup.
“ibu ingat nggak kalo besok pagi kita ngapain di puncak….,” aku ragu melanjutkannya.
“ingat dong, say… emang kenapa? Ada perubahan?”
“engga sih, Cuma Budi koq canggung ngomongnya…,”
“malu? Masa sih kamu malu say?”
“ibu sendiri gimana?”
“eeemmmm… gimana yaaah… asik juga, malah ibu nggak sabaran rasanya… hehehe jadi malu…,” ibu menutup wajahnya dengan bantal. Aku geli juga membayangkan kejadian besok. Benar juga kata ibu. Pastilah sangat mengasikkkan. Ah aku tak sabar lagi !!!
“Sudah ah, sekarang cuci dulu gih… belepotan tuh!” kata Bu Siska sambil menarik tanganku ke arah kamar mandi. Selesai bersih-bersih, aku mengajak ibu makan malam, lapar sekali rasanya setelah 6 jam lebih menikmati 2 ibu-ibu bertubuh montok dengan memek nikmat tiada tara itu.
BONUS BOKEP KLIK TOMBOL DIBAWAH
No comments for "BUDI HARTAWAN The TRILOGY (BU HESTI DOSENKU) 4"
Post a Comment