Budak Nafsu Pacar Anakku Bag.4 [Perjanjian Yang Adil]


Pukul 11.00 WIB
Aku sudah berada di waroeng st*ak, tempat aku dan orang misterius itu janjian untuk bertemu. Aku rasa orang itu adalah warga di sekitar rumahku. Ya, mungkin satpam perumahanku atau tetangga yang tidak sengaja lewat dan melihat perbuatan yang aku lakukan dengan Pak Muluk kemaren. Yang pasti kali ini aku nggak boleh kecolongan seperti yang terjadi kemaren. Aku nggak boleh bertindak buru-buru lagi. Siang ini suasana tempat ini agak sedikit ramai. Sudah 20 menit, bahkan pesananku yang cuma strawberry milkshake belum datang sampai sekarang. Dan orang misterius itu juga belum mengabari sama sekali. Berulangkali aku mengecek hape ku, tapi tidak ada apa-apa. Sesekali mataku berkeliaran mengitari tempat ini, tapi tetap saja hasilnya nihil. Aku mengecek hape ku lagi.

“Tante, sedang apa disini?”, aku tersentak dan menoleh ke belakang. Ternyata Ardo, pacar anakku itu tersenyum kearahku.

“tante lagi nunggu temen nih, kamu sendiri lagi ngapain?”, tanpa ku suruh Ardo langsung mengambil posisi duduk dihadapanku.

“aku jg nunggu orang nih, aku duduk disini yaa”, Ardo langsung duduk di hadapanku.

Tak berapa lama kamipun sibuk dengan hape masing-masing. Aku heran kenapa orang misterius itu belum memberi kabar juga. Ku coba untuk menelpon ke nomor itu. Tidak aktif. “Ah, apa kemaren orang itu cuma iseng? atau orang itu saat ini sudah ada di tempat ini, dan karena dia melihat aku berdua dengan Ardo jadi dia takut?”, aku masih mencoba menerka apa yang sedang terjadi pada orang misterius itu.

“tan, aku punya video menarik coba lihat deh”, Ardo akhirnya pindah duduk ke sampingku sambil memperlihatkan video yang ada di hapenya.

DEG! Jantungku tiba-tiba terasa berdetak lebih cepat. Kepalaku serasa dihantam sebuah batu besar. Video yang diperlihatkan Ardo adalah permainanku dengan pak Muluk. Berarti orang misterius itu adalah Ardo. Bagaimana bisa seperti ini? Darimana anak itu mendapatkan video ini?

“kamu dapat darimana video itu?”

“aku sendiri yang rekam”, suara Ardo terdengar pelan tapi tegas.

“jadi yang kemaren ngesms itu kamu?”, suaraku mulai meninggi karena tidak menyangka bahwa Ardo adalah orang misterius itu.

“iya, aku yang sms karena aku mau konfirmasi ini sebelum aku beritahu Dian tentang kelakuan tante ini”

“Do, ini nggak seperti yang kamu bayangkan kok”, suaraku mulai melunak.

“maksud tante?”

“tante kemaren cuma terpaksa melayani pak RT itu, tante diancam, please jangan kasih tau keluarga tante”

“oiya? Kok aku lihatnya nggak kayak orang yang lagi dipaksa ya?”, Ardo sedikit tergelak ketika mengatakan itu. Tiba-tiba gambar aku yang sedang mendapat orgasme di zoom oleh Ardo.
Wajahku terlihat sangat menikmati sekali orgasme itu.

“ga nyangka ya tante bisa senakal ini”, ucap Ardo lagi, suara Ardo tenang tapi terasa menghujam sangat dalam di jantungku.

Panik, bingung, sedih, kecewa, marah, semua bercampur jadi satu. Aku tidak menyangka orang misterius itu adalah Ardo, pacar anakku sendiri. Yang pasti saat ini mukaku memerah. Mataku agak berkaca-kaca.

“Do, tante mohon kamu hapus video itu ya, jangan kasih tahu keluarga tante, pleeaaaseeee”, aku mencoba memohon pada Ardo.

“Lho tant, kok tante malah ngajarin saya buat berbohong sih? Kan aku cuma mau menyebarkan kebenaran, kecuali kalau tante….”, Ardo tidak meneruskan kata-katanya.

“kecuali apa? Kamu mau apa dari tante? Uang? Tante bisa transfer sekarang kalau kamu mau”, aku mulai panik.

“kecuali kalau tante mau tidur sama aku”, ucap Ardo tenang.

“enggak, jangan kurang ajar kamu!”, emosi ku meninggi, tak menyangka kalau Ardo akan mengatakan itu.

“ya udah kalau tante nggak mau, aku juga nggak suka maksa orang, paling dalam waktu dekat tante bakal butuh pengacara buat ngurusin perceraian tante”, Ardo berdiri dan siap untuk meninggalkan tempat ini.

“Ardo, tunggu!”, aku panik. Ku pegang tangan Ardo untuk mengisyaratkan agar dia duduk kembali. Ardo kembali duduk disampingku.

“gimana tan? Udah dipikirin baik-baik?”, tanya Ardo lagi.

“tante mau ngasih penawaran lain”, ucapku lembut, mencoba untuk bernegosiasi.

“maksud tante gimana?”.

“tante akan kasih kamu sesuai dengan apa yang kamu intip, tidak lebih”.

Ya, aku menawarkan Ardo untuk oral seks. Walaupun aku kecewa dengan sikap Ardo, tapi aku sadar jika yang ngintip bukan Ardo, orang itu juga pasti meminta hal yang sama. Aku sudah pikirkan baik-baik dan aku rasa memberinya oral seks cukup adil untuknya dan untukku.

“hmmm…bener nih tan? Oke, kalau itu udah keputusan tante, yuk berangkat”, Ardo berdiri dan menggenggam tanganku. Aku kaget tapi tak melawan. Kitapun keluar dari tempat itu.

“kita mau kemana do?”, aku bertanya karena Ardo tidak berbicara sedikitpun. Saat ini kita sudah berada di area parkir. Ardo tetap diam dan membawaku ke sebuah mobil.

“tante nggak bawa kendaraan kan?”, Ardo bertanya padaku. Aku menggeleng. Ardopun membukakan pintu mobil dan menyuruhku masuk. Mobilpun mulai meninggalkan tempat itu.

Diperjalanan tidak ada suara. Aku hanyut dengan pikiranku sendiri begitupun Ardo. Sampai akhirnya kita tiba di sebuah rumah mewah. Ku rasa ini rumah Ardo.

“yuk tan, masuk”, Ardo mengajakku masuk ke rumahnya. Kali ini tangannya merangkul pundakku. Sekilas kita terlihat seperti sepasang kekasih. Rumah Ardo sangat besar dan mewah. Aku dibawanya ke kamarnya di lantai dua.

Sesampainya di kamar, Ardo langsung memeluk tubuhku dari belakang. Diciuminya telingaku yang masih tertutup jibab. Sementara itu tangannya perlahan membelai payudaraku dari luar bajuku. Perlakuan Ardo yang lembut mulai membuat birahiku naik. Mataku terpejam menikmati setiap detik remasan lembutnya dipayudaraku.

“liat dalemnya ya tan”, aku diam saja.

Tanpa menunggu jawabanku tangan Ardo mulai mengangkat kaos lengan panjang yang kupakai. Karena aku masih pakai jilbab, maka baju itu agak susah keluar dari kepalaku. Aku berinisiatif untuk membuka jilbab tapi tanganku ditahan oleh Ardo.

“jilbabnya nggak usah, tante lebih cantik kalau pakai jilbab”, ucapnya. Dengan agak susah payah baju itupun lepas dari badanku. Ardo merapikan jilbabku yang agak bergeser ketika melepas baju tadi. Kemudian tangannya beralih ke kaitan bra ku. Dilepasnya dan kemudian dilemparnya bra ku agak jauh.

“waw, masih kenceng aja padahal udah punya anak tiga, putih lagi”, kata-kata mesum Ardo terdengar lebih seperti pujian di telingaku. Aku hanya tersenyum.

Aku mendesis ketika tangan kekar Ardo mulai mengelusi payudaraku lagi. Tangan kirinya tak henti-henti memilin-milin putingku, sedangkan tangan kanannya terus meremas lembut payudara yg lain. Ardo kemudian menggiringku ke ranjangnya dan mendudukanku di pinggir ranjang.

“tante rileks aja yaaa, nikmatin aja, dijamin enak kok”.

Setelah aku berbaring, Ardo membungkuk mengarahkan mulutnya ke payudaraku. Dilumatnya payudaraku dengan lembut dan sesekali digigitnya. Hal ini membuatku menggeliat-geliat dan mendesah pelan. Aku hanya pasrah menerima serangan-serangan Ardo, bahkan tanpa sadar tanganku meremas-remas rambut Ardo yang masih asyik menetek padaku, dan putingku mencuat tegak menantang seolah ingin dijilat lebih lama. Namun tiba-tiba Ardo melepaskan mulutnya dari payudaraku. Dia berdiri dan melepas semua pakaiannya. Aku bergidik ketika melihat penisnya yang sudah mengacung tegak. Besar dan berurat. Sadar aku memperhatikan penisnya, Ardopun tersenyum kearahku.

“gimana tan? Lebih besar punyaku kan?”, Ardo bertanya seolah ingin mempertegas rasa kagumku pada penisnya.

Aku tidak menjawab, hanya tersenyum. Ardopun mulai membuka sepatuku dan melucuti celanaku, hingga sekarang hanya celana dalam dan jilbab yang masih menutupi tubuhku. Tangan Ardopun mengarah ke celana dalamku, ingin membuka. Tapi segera ku tahan tangan itu.

“Do, tante nggak mau sampai kebablasan, tante mohon biarin tante pakai celana dalam ya, tante nggak mau punya kamu sampai masuk ke vagina tante”, aku mencoba memohon agar Ardo tidak melucuti celana dalamku. Lagian kesepakatan diawal hanya oral seks, ku rasa aku tidak harus melepas celana dalam untuk melakukan oral seks.

“dan kamu juga harus janji untuk tidak membuka celana dalam tante”, ucapku lagi.

“Iya, aku janji, aku paham, tante pasti takut kebawa nafsu lihat kontolku yang lebih gede dari punya om Hendro ini, terus masukin ke memek tante, heheehe..”, candaan mesum Ardo tak kutanggapi. Ardo berbaring disampingku dan dengan tiba-tiba mulutnya langsung melumat bibirku dengan ganas.

“uummm,,umhhh,,,,”, aku menggeleng-gelengkan kepalaku berusaha menhindar agar lidahnya tidak masuk, namun lama kelamaan karena sulit bernafas mulutkupun membuka menerima lidah Ardo yang mulai menyeruak ke rongga mulutku. Ku biarkan lidahnya menari-nari dan sesekali beradu dengan lidahku. Ardo melepas jilbabku dan menciumku kembali sambil meremas lembut rambutku. Rangsangannya makin lama makin membuat birahiku naik. Apalagi setelah itu ciumannya mulai berpindah ke dagu, leher, dan telingaku. Tidak ingin semakin larut dalam permainan Ardo, akupun mendorong tubuh Ardo, aku kemudian bangkit dan menggenggam penis Ardo. Dengan lembut tanganku mulai mengocok penisnya.

“waah, udah nggak sabar aja tan?”, Ardo mengejek ku lagi tapi tak ku hiraukan, aku hanya ingin siksaan birahi ini segera berakhir. Baru beberapa menit Ardopun melepas tanganku. Dia bangkit dan duduk di tepi ranjang. Dengan isyarat Ardo menyuruhku turun dari ranjang dan bersimpuh tepat didepan kemaluannya. Kemudian dia menyodorkan penisnya ke mulutku. Tanpa penolakan akupun menjilati dan mulai mengulum penisnya.

“enghhh, kann,,pakaaihnnmm, mulut lebih enaakkhghhh”, Ardo mengeram menikmati kulumanku.

Tangannya tak tinggal diam, terus saja menggerayangi dan sesekali menarik-narik putingku sehingga birahiku mulai naik lagi. Cairan-cairan cintaku terus saja membasahi vaginaku. Cukup lama aku mengulum dan menjilati penis Ardo, tapi belum ada tanda-tanda kalau Ardo akan keluar. Aku kemudian berhenti dan melepas kulumanku.

“capek tan?”, Ardo bertanya padaku. Aku hanya mengangguk. Ardopun berdiri mengambil beberapa helai tisu yang terletak di meja belajarnya. Tanpa ku sangka Ardo menyeka dan melap dahi dan leherku yang sudah berkeringat banyak. Aku agak tersanjung dengan perlakuannya yang menurutku sangat gentle. Dia mengajakku berdiri dan tiba-tiba melumat kembali bibirku. Kali ini bibir kami saling melumat dan lidah kami saling beradu. Satu tangan Ardo sibuk mengerjai dadaku sementara satu tangan lainnya mengelus-lelus vaginaku dari luar celana dalamku. Vaginaku semakin basah. Cairan-cairan cintaku semakin banyak keluar sehingga celana dalam yang ku pakai ikut-ikutan basah. Tanpa terasa tubuh kita semakin mepet ke dinding. Ardo kemudian mengangkat sedikit tubuhku. Karena takut jatuh, tanganku pun ku kalungkan ke leher Ardo. Posisi kita sekarang terlihat seperti Ardo sedang menggendongku. Aku terlena dengan ciuman nikmat dari Ardo. Dibawah, tanpa kusadari tangan Ardo menggeser sedikit celana dalamku dan mengarahkan penisnya yang besar itu ke vaginaku. Aku terkaget ketika merasakan benda hangat itu menyeruak masuk kedalam vaginaku. Aku bergidik dan berusaha melepaskan namun tangan Ardo terlalu kuat menahan tubuhku. Dengan satu sentakan keras, seluruh penis itupun masuk ke dalam vaginaku.

“Ardo enghh, kenapah..hm..,m kamuuuhh melanggar janjimu….enghhhdhgh?”, aku melenguh panjang menahan nikmatnya disodok penis besar Ardo. Tubuhku terasa semakin lemas digerogoti nafsu yang semakin meninggi. Tak sanggup menopang sendiri tubuhku, akhirnya kakikupun ku lingkarkan ke pinggangnya Ardo. Sekarang aku benar-benar disetubuhi Ardo dengan posisi digendong olehnya. Sedikit rasa perih terasa di vaginaku yang belum terbiasa dengan penis besar Ardo. Tapi lama-kelamaan rasa perih itu hilang berganti dengan nikmat yang luar biasa. Genjotan Ardo mulai terasa sedikit cepat. Makin lama penis itu makin lancar keluar masuk karena vaginaku makin licin oleh lendirku sendiri.

“Engghhh….akhhhh…..emhmmmm”, aku meracau tak jelas menikmati genjotan Ardo.

“kenapa aku menikmati ini? Aku kan sedang diperkosa tetapi kenapa tubuhku ikut menikmati? Tidak! Harusnya tidak begini, tapi..arghh, ini emang nikmat banget…aduh mas, maafin istrimu ini mas”, batinku terus bergejolak dan tanpa sadar ditengah persetubuhan ini mataku menitikkan air. Ardo yang melihatku menangis menyeka air mataku dengan satu tangannya, sedangkan tangannya yang lain asyik meremas pantatku.

“tante kenapa nangis?”, Dia tersenyum tapi tetap menggenjot tubuhku dengan irama teratur.

“tante udah khianati suami tante, tante udah kotor”

“tante nggak salah kok, aku yang salah udah manfaatin tante”. Tangan Ardo mengusap rambutku dengan lembut, entah kenapa usapannya membuatku nyaman, akupun menyandarkan kepalaku ke bahunya. Aku benar-benar takluk padanya. Sementara itu Ardo semakin bersemangat menggenjotku.

Sedikit demi sedikit Ardo mulai berjalan sambil menggenjotku dalam gendongannya. Ku piker Ardo akan membawaku ke ranjang tetapi dugaanku salah, aku digenjot sambil mengelilingi kamar Ardo yang cukup luas itu. Puas berkeliling kamar, Ardopun membaringkanku di ranjang tanpa melepas penisnya dari vaginaku. Di ranjang genjotannya makin kencang membuatku makin melayang. Hentakan-hentakan pinggulnya menimbulkan suara-suara yang menggema mengisi kamar ini. Tak hanya itu, mulutnya juga menjilati dan menggigit kecil putting susuku.

“enghhh..hmehfnnhgh..Do, tante mau keluaaaaaar”

“tahan tante, kita barengaan…”

Srtt.srt…. Tak bisa ku tahan lagi akhirnya aku mengalami orgasme yang luar biasa. Tubuhku sampai melengkung menikmati sisa-sisa orgasme ku. Dan tak lama setelah itu Ardo mengerang keras. Dia berejakuliasi di dalam vaginaku. Ardopun rubuh sambil memeluk tubuhku. Lama kami saling diam dalam pelukan. Setelah tenagaku mulai pulih akupun mendorong Ardo dan bergeser agak jauh dari Ardo. Aku mulai menangis lagi. Aku sudah berselingkuh, aku sudah mengkhianati mas Hendro, aku sudah mengkhianati anak-anakku. Tiba-tiba bayangan mas Hendro, Dian, Dita, dan Yona silih berganti mengisi pikiranku. Ardo bangun dan duduk disebelahku. Dia memelukku dan membelai rambutku.

“do, tante harap ini pertama dan terakhir kalinya kita melakukan ini, tante nggak mau lagi”

“……..”

“sekarang tante minta hapemu, tante mau hapus video itu”, Ardopun beranjak menuju meja belajarnya dan menyerahkan hapenya. Tanpa kesulitan akupun menghapus video itu. Ah, akhirnya selesai sudah masalah ini. Akupun mulai memunguti pakaianku yang berserakan dan memakainya satu per satu.

“anterin tante pulang do”, aku duduk disebelah Ardo yang sedang merokok.

“tante nggak mau mandi dulu?”

“nggak usah, tante harus pulang sekarang”

“ya udah tante turun duluan, aku mau mandi bentar”, Ardo memberikan kunci mobilnya padaku.

Akupun meninggalkan kamar itu menuju mobilnya. Aku masuk ke dalam mobil dan menunggu sambil memainkan hapeku. Tak lama Ardopun tampak berjalan menuju mobil. Wajahnya sudah lebih segar setelah mandi. Ditangannya terlihat sebuah handycam, entah untuk apa dia membawa alat itu. Akhirnya kitapun berangkat meninggalkan rumah Ardo.
Ditengah jalan lagi-lagi kita hanya diam, Ardo sesekali melirikku sambil tersenyum. Ketika akan memasuki gerbang komplek, Ardopun menghentikan mobilnya. Belum sempat aku bertanya tiba-tiba tangannya menggenggam tanganku dan mengarahkannya ke penisnya.

“kamu mau apa lagi sih!”, aku menarik tanganku, kaget dengan apa yang dilakukan Ardo.

“aku mau tante servis aku sebelum kita sampai ke rumah”, ucap Ardo santai.

“aku tidak mau, urusan kita sudah selesai”

“hhmm, ya udah..aku minta ke pacarku aja”

“Tidak ! jangan libatkan Dian!”, aku panik mendengar anakku disebut-sebut.

“apalagi kalau Dian melihat video ini, pasti Dian bakal nurut disuruh apa aja”, Ardo menyodorkan handycamnya padaku. DEG! Aku terkejut, ternyata video itu adalah video persetubuhanku dengan Ardo tadi. Tiba-tiba badanku melemas.

“mau kamu sebenarnya apa sih Do?”, kali ini suaraku terdengar pelan. Air mata mulai mengalir lagi dari mataku.

“aku mau tante turutin semua perintah ku, apapun itu, tidak boleh ada penolakan”

“kamu memperbudak aku?”

“terserah tante mau ngartiinnya gimana, yang jelas aku mau tante tunduk padaku, gimana?”

Aku bingung, aku tidak punya pilihan lain. Jika aku menolak keluargaku akan hancur. Tanpa pikir panjang lagi akupun mengangguk. Ardo tersenyum mendengar jawabanku. Ardo membuka resletingnya dan mengeluarkan penisnya.

“ini tugas pertama tante”, ucapnya sambil menunjuk penisnya yang sudah setengah tegang. Tanpa bisa menolak lagi tangankupun mulai mengocok penisnya, tapi Ardo melepas tangaku.

“pakai mulut dong sayang”, Ardo menarik kepalaku kearah penisnya. Aku menurut saja, aku mulai mengulum, menjilat, dan menyedot penisnya. Ada sedikit rasa takut dan deg-degan ketika ada kendaraan lain melewati mobil kami yang terparkir di gerbang komplek.

“eengghhh,,arghhh,,”, setelah lebih kurang 15 menit Ardo mengerang menandakan orgasmenya. Kepalaku ditahannya sehingga mau tak mau aku terpaksa menelan spermanya. Selesai ritual itu, mobilpun melaju menuju rumahku.

“Do, kamu benar-benar mencintai Dian?”, aku bertanya sesampainya kami di depan rumah.

“aku sangat mencintai Dian, tan”

“kamu sudah pernah menidurinya?”

“belum tan, asal tante tahu, tante adalah orang pertama yang aku setubuhi”

Entah kenapa, jawaban Ardo membuatku sedikit bangga. Agak tidak menyangka bahwa tubuh yg sudah 40 tahun ini mampu menaklukkan lelaki tampan, muda, dan perkasa seperti Ardo.

“tante mohon kamu jangan nodai Dian ya, jaga dia baik-baik”, aku sedikit berkaca-kaca ketika mengatakan itu.

“kalau kamu memang butuh pelampiasan nafsumu, kamu boleh pakai tante, asal kamu janji untuk menjaga Dian”, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Ya, aku harus berkorban untuk anakku. Aku tidak akan membiarkan Dian terjerumus sepertiku.

“tante bisa pegang janjiku, aku akan jaga Dian dengan baik”

Wajah Ardo semakin dekat dengan wajahku dan entah siapa yang memulai bibir kami akhirnya menyatu dan saling melumat. Cukup lama sampai akhirnya aku sadar bahwa saat ini kami di depan rumahku. Akupun melepas lumatan Ardo.

“aku akan pegang janjiku seperti aku berjanji tadi untuk tidak membuka celana dalam tante”, ucap Ardo sebelum aku turun dari mobilnya.

No comments for " Budak Nafsu Pacar Anakku Bag.4 [Perjanjian Yang Adil]"