KISAH SI GENDUT part 8

 


Pagi-pagi aku bangun dengan sedikit menggigil karena hujan turun rintik-rintik. Aku mematikan kipas angin yang ada di kamarku karena tidak kuat dengan dinginnya pagi ini. Aku lalu segera melakukan ibadahku di ruangan khusus yang ada di kosanku. Setelah selesai melakukan ibadah, aku melihat Tama datang menggunakan mantelnya.

“dari mana lo?” tanyaku.

“kepo lu hahaha” katanya sambil langsung menuju kamarnya.

“ah ta* emang lo” gerutuku.

Aku lalu membereskan tempat itu dan menuju kamarku lagi dengan melanjutkan tidurku. Hari ini tidak ada kuliah karena minggu lalu, kuliah ini dijadikan satu dengan minggu ini, sehingga jumlah pertemuanpun sudah lengkap. Aku menggigil karena memang udara sangat dingin saat itu dan aku tidak bisa melanjutkan tidurku karena itu. Aku mencari selimut di lemari dan memakainya. Cukup hangat rasanya. Aku lalu mengambil HP-ku dan sedikit browsing internet dan sesekali membuka forum semprot untuk melihat apakah cerita panas yang jalan ceritanya bagus itu sudah update atau belum. Sekali lagi aku kecewa karena memang penulisnya belum update cerita itu. Aku lalu mengalihkan perhatianku kepada facebuku. Situs jejaring sosial yang nampaknya zaman sekarang sudah mulai ditinggalkan, namun karena tuntutan akademik aku harus aktif kembali. Aku terus scroll halaman berandaku dan berharap ada yang menarik. Setelah beberapa saat, aku melihat sebuah postingan oleh teman SMA ku “Lala Nur Laela changed relationship status with complicated”. Aku yang penasaran, lalu mengirimi ia pesan facebuku yang berisi “lo kenapa dah, berantem sama Noval?” Lala adalah salah satu temanku yang sering menemaniku saat aku sedang dikucilkan oleh teman-temanku saat itu, dan aku tau ia sudah berpacaran dengan Noval salah satu temanku juga selama 3 tahun, maka dari itu aku penasaran ada apa diantara mereka. Aku lalu meletakkan HP-ku kembali dan menutup mataku berharap bisa melanjutkan tidur. Dan akupun tidur.


Aku bangun dari tidurku karena merasa gerah, dan mendapati hujan sudah reda serta sinar mentari sudah menerangi bumi ini dengan maksimal. Aku melihat jam dinding sudah menunjukan pukul 11. Aku sedikit terhentak karena aku sudah berjanji ingin pergi ke kosan seseorang hari ini. Aku buru-buru menyiapkan peralatan mandiku dan langung menuju kamar mandi. Aku mandi dengan sedikit tergesa-gesa. Selesai mandi, aku lalu langsung menuju kamarku dan mengetik sebuah pesan “aku otw yaa, kamu siap-siap hehe” Aku lalu segera mengambil kaos dan celana jeans yang ada di lemariku dan memakainya. Selesai memakai pakaian, aku memakai jaketku dan segera pergi dari kosanku. Saat aku mengunci pintu kamar, aku melihat Mba Nayla sedang menunggu di luar kosan. Aku menebak bahwa ia sedang menunggu Tama. Aku lalu mengeluarkan motorku dan menyapa Mba Nayla.

“Eh mba, ngapain?” sapaku. “nungguin Tama?” lanjutku berbasa-basi.

“Eh Faza, iyanih hehe. Kamu mau pergi?”

“ooohh udah lama mba?” “engga mba cuman mau nyuci motor doang kok”

“engga sih barusan juga ini. Nyuci motor kok rapi banget?” tanyanya polos.

“hahahahahaha, iya mba biar motorku juga rapi” jawabku sambil menyalakan mesin motorku dan menaikinya.

“trus kok dinyalain motornya?”

“iya mba biar bisa jalan. Duluan ya mba hehe, salam nanti buat Tama” kataku sambil berlalu dari hadapan Mba Nayla.

“maksudnya apa sih ya dia” gerutu Mba Nayla.

Selama di perjalanan menuju kosan seseorang itu, pikiranku masih entah dimana. Aku berpikir kata-kata apa yang pertama bakal ia ucapkan dan lain-lain. Aku hampir menabrak seseorang yang sedang menyebrang jalan. Untung saja reflekku cukup bagus dan aku bisa dengan segera menarik tuas rem dan aku hampir terjatuh dari motor. Aku melanjutkan perjalananku setelah penyebrang itu sampai dengan selama di seberang.

Aku sampai di depan kosannya. Kosan yang menjadi saksi bisu hubungan badan pertama kami. Kosan yang sering aku hampiri.

*TOK TOK*

Seorang wanita paruh baya membuka pintu.

“Eh nak Faza, masuk nak. Zahra belum bangun kayaknya. Soalnya dari tadi saya belum liat dia keluar dari kamar”

“ohh iya bu terimakasih. Oh gitu bu? Boleh saya ketuk pintunya bu?” tanyaku.

“ya silahkan saja, selama Zahra tidak menolak, apa hak saya mencegah orang pacaran hahaha” katanya seraya meninggalkanku.

*TOK TOK*

“zahhhraaaa” kataku sedikit berteriak.

*CKLEK* pintu terbuka.

Aku melihat saat itu Zahra masih bersiap-siap dan sedang menggunakan jilbabnya.

“ehh zaa hahaha, untung aku mandi tadi”

“lohh, emang dikira, aku mau ngapain?”

“kukira kamu bakal cuman main hehe tp liat kamu pake jaket dan celana jeans ya kita bakal keluar kan?”

“iyaa hahah, ke Watuogah mau ya?”

“Mau, yaudah bentar lagi ini lagi pake jilbab. Mau nunggu di luar atau di dalem?”

“di dalem aja deh hehe”

Aku masuk ke dalam kamarnya dan aku melihat kamarnya agak sedikit berbeda dengan yang terakhir aku datangi.

“Zah, kayaknya ada yang beda deh tapi apa yaa?” tanyaku penasaran.

“Hayooo apaaa hahaha, coba perhatiin lagi” katanya sambil memakai jilbabnya.

“emmmm apasih yaaa” kataku sambil menyapukan pandanganku ke seluruh ruangan itu. “ooohhh aku tauu, warna temboknya bedaaa, dulu kan birunya agak tua, sekarang biru muda”

“hahahah, iya za, kerjaan ibu kos emang. Kemarin gara-gara suami barunya suka warna biru muda jadinya semua rumah ini dicat berbagai macam biru muda”

“ehhh suami baru?” kataku kaget.

“iya zaa hahaha, kemarin banget pas aku pulang dari kosan Hani aku liat rumah ini bener-bener di cat biru muda semua, dan pas aku tanya ya dia jawab gitu hahaha” jelasnya.

“kukira suaminya dia emang lagi keluar kota apa gimana makanya aku gapernah liat, ternyata malah emang gak punya”

“iya za, suami lamanya katanya meninggal 10 tahun lalu, dan dia baru bisa cinta sama orang lain ya beberapa hari kemarin dan langsung nentuin tanggal nikah katanya hahaha” katanya sambil menyelesaikan memakai jilbabnya.

“ehh kapan tuh? Mau doong biar ikut makan-makannya hahah”

“minggu depan katanya, hari rabu. Yaudah za tinggal kesini ajaa, rumahnya dia kan dibelakang rumah ini jdnya palingan rumah ini juga dijadiin buat tempat resepsinya. Yuk Za aku udah siap”

“okeedeeh alhadllah makan gratis hahaha” kataku sambil keluar menuju pintu.

Zahra tiba-tiba memelukku dari belakang dan tidak mengatakan apapun.

“kangen banget apa zah? Hahaha”

Ia lalu melepaskan pelukannya dan memeletkan lidahnya kepadaku. Aku tersenyum karena tingkahnya dan kami keluar dari kamar Zahra dan menuju motorku.

“pinjem helm sama siapa gitu zah, aku gabawa heheh”

“huuuuuu” katanya sambil masuk ke kosannya lagi.

Tak berapa lama, Zahra keluar dari kosannya dan sudah membawa helm dan kami langsung menuju Watuogah menggunakan motorku.

Selama perjalanan, kami tidak banyak melakukan obrolan namun Zahra memelukku dari belakang dengan erat.

*TOK TOK*

Winda mengetuk pintu depan kosan dari sahabatnya itu.

*CKLEK*

Seorang pria paruh baya membukakan pintu.

“nyari siapa mba?” tanya pria itu.

“Hani pak hehe, haninya ada kan ya pak?”

“kayaknya barusan keluar deh mba. Coba cek aja kamarnya” kata pria itu sambil berlalu dari pandangan Winda.

Winda yang sudah tau kamar Hani dimana, langsung menuju kamar Hani.

*TOK TOK*

“Haniiiii” teriak Winda.

Lalu ada wanita yang keluar dari salah satu kamar. “Hani barusan pergi, buru-buru kayaknya deh” kata wanita itu.

“ooohh gitu ya mba hehe, makasih ya mbaa” kata Winda sedikit kecewa karena memang cukup jauh jarak kosannya dan kosan Hani apabila ditempuh dengan berjalan kaki.

“iyaa, nanti aku sampein ke Hani kalo temennya ada yang datang” katanya sambil masuk lagi ke kamarnya.

“iya mbaa”

Winda lalu keluar dari kosan itu, dan berjalan pulang.

“duhh si Faza pergi, Hani pergi, ngapain ya libur-libur gini hmmm” gumamnya selama perjalanan pulang ke kosannya.

Winda mampir di salah satu warung makan dan membeli beberapa lauk yang dibungkus untuk kemudian dimakan di kosannya. Selagi menunggu pesanannya, Winda mengirim pesan kepada Hani yang menanyakan keberadaannya. Tak lama menunggu ia mendapat balasan “aku di kampus win hehe, maaf ga ngasih tau dulu tadi. Ada rapat ukm”.

“masih lama?” balas Winda.

“masih kayaknya hehe, bahasannya banyak. Maafin. Faza gaada ya?” balas Hani

“iya, tadi aku liat pergi. Kayaknya sama Zahra deh, yaudah deh Han, kalo udah selese, kasih tau yaa, aku bosen haha”

“hahaha, baguslah dia sama Zahra aja, kita harus nyari lagi win. Semangat nyari!! Hahahaha. Iya windaa chayank nanti aku ajak kamu ke tempat yang bagus biar kamu ga bosen hihihihi”

“nyari apadeh hahahaha. Ihhhh apaaasihhhh kamoeehh hahaha, awas lhoo yaa kalau ga bagus tempatnya” balas Winda sambil menerima pesanannya dan membayarnya.

Winda lalu menyimpan kembali HP-nya dan melanjutkan perjalanan ke kosannya.

Suasana jalan cukup sepi dan ditengah-tengah perjalanan, ada sebuah mobil yang melaju dengan cukup kencang dan sedikit menyerempet Winda yang sedang berjalan. Hal itu membuat tubuh Winda terdorong beberapa meter dan jatuh terguling-guling hingga kemudian membuat sikut, lutut dan keningnya mengeluarkan darah karena menahan tubuhnya yang jatuh itu. Mobil tersebut sempat berhenti namun sang pengendara tidak turun dari mobilnya dan tidak berapa lama mobil itu melanjutkan perjalanan.

“aaahhh sakiitt” rintih Winda sambil masih terbaring di jalan.

Winda berusaha bangun, namun karena terluka di bagian sikut dan lututnya maka sekeras apapun ia mencoba bangun pasti roboh lagi. Winda menutup matanya karena menahan rasa sakit yang amat sangat dan mengeluarkan air matanya dan berharap ada seseorang yang datang menolongnya.

“YAAMPUN WINDA, KAMU KENAPA” kata seseorang sambil turun dari motornya dan menghampiri Winda.

Winda membuka matanya dan melihat Mba Kintan salah satu seniornya di kampus dan di UKM-nya. Mba Kintan lalu membantu Winda untuk bangkit lalu memapahnya ke arah motornya berada. Winda lalu duduk di motor Mba Kintan.

“Kamu kenapa win yaampun, sampai berdarah gini” kata Mba Kintan sambil membersihkan pakaian Winda lalu mengambil kertas tissue untuk mengusap darah yang ada di kening Winda.

“aku di tabrak mba tadi huhuhu, abis dari kosan Hani” kata Winda sambil memegangi sikut-nya yang berdarah. “duhh makananku juga berserakan” lanjutnya.

“oalaaaah, yaudah mba anterin kamu ke rumah sakit ya, takut infeksi nanti makin parah. Bisa naik motor kan?”

“Iya mba makasih ya mba hehe, malah ngerepotin. Bisa kok mba hehe” katanya sambil turun dari motor. Namun ia roboh kembali karena lututnya yang terluka tidak kuat menahan beban tubuhnya.

“astaghfirllh. Winda kamu gapapa kan?” kata Mba Kintan sambil memapah tubuh Winda lagi.

“aahhh sakkit banget mba” kata Winda sambil memegangi lututnya.

“aduh bahaya ini. Jangan-jangan lebih parah” kata Mba Kintan sedikit panik. “kamu bisa berdiri bentar ga win?” lanjutnya.

Mba Kintan melepaskan pegangan dari Winda dan tubuh Winda sempat terhuyung namun masih sanggup berdiri. Mba kintan segera menyalakan motornya lalu membantu Winda menaiki motornya. Sekiranya sudah aman dan stabil, Mba Kintan lalu melajukan motornya ke arah rumah sakit untuk mengobati Winda.

Udara Watuogah kali ini lebih dingin daripada saat di Kota. Aku melihat Zahra menggigil karena ia tidak menggunakan jaket saat ini. “bodoh sekali aku ini kenapa gak tadi aku ingetin” gerutuku dalam hati.

Aku memberhentikan motorku sejenak dan turun dari motor. Zahra yang bingung karena tiba-tiba aku memberhentikan motorku mengatakan “loh za kenapa berhenti?”

Aku tidak menjawab pertanyaan itu dan melepas jaketku dan memakaikannya ke Zahra. Untung aku memiliki jaket alami yaitu lemak yang ada di tubuhku (hahaha).

“ehh makasih hehehe” kata Zahra. “kamu nanti emang ga kedinginan za?”

“engga kok, badanku udah tebel hahaha” kataku sambil naik motor dan segera melajukannya kembali.

“hahaha apasihhh, nanti kalo kamu sakit gimana?” katanya dengan sedikit berteriak.

“ya kamu nanti rawat aku laah hahaha”

“yeee mau nyaa yaaa hahaha” katanya sambil menyubit bagian samping perutku.

“adduhh sakkiitt nanti jatuh zaaah hahaha”

“hahahaha”

Kami akhirnya kami sampai di objek wisata Watuogah. Kami lalu mencari tempat parkir dan mendapatkannya di tempat yang cukup dekat dengan pintu masuknya.

Kami masuk ke dalam area wisata setelah membayar tiket masuknya. Kami sempat berdebat perihal siapa yang membayar tiket dan perdebatan dimenangkan olehku sehingga aku yang membayar dan sebagai ganti, Zahra lah yang nanti membayar segala jajan kami (hahaha).

Kami bermain-main di sekitaran air terjun dan sempat turun ke dalam airnya. Karena kami tidak membawa pakaian ganti, jadi kami hanya bermain di pinggir saja. Setelah puas bermain air, kami mendapati seseorang yang menjual beberapa makanan seperti pecel, gorengan dan lain-lain. Kami memutuskan untuk membeli beberapa makanan dan memakan makanan tersebut bersama-sama.

“Za, naik lagi yukk, ke pancuran pitu hehe”

“keluar doong?”

“gausaaahhh hahaha, kamu gatau yaa. Kan bisa lewat sini dan gausah bayar lagi”

“eh seriusan? Jauh banget doong berarti?”

“gapapaaa, biar kamu kurus hahahaha”

“yaudah abis ini yak” kataku sambil menyelesaikan makanku.

“nih za buat kamu hehe, aku kenyang” katanya seraya memberi sisa makanannya.

Selesai makan, kami langsung menuju pancuran pitu. Jalan yang dilalui cukup menyakitkan paru-paruku karena jalanan yang terjal dan banyak tangga merupakan musuh alami orang seperti aku. Aku beberapa kali berhenti untuk mengambil nafas dan Zahra yang melihatku malah menertawaiku, dan terkadang ia memberiku minum yang ia beli di tengah perjalanan.

Kami akhirnya sampai di tujuan dan pemandangan yang tersaji seolah membuat perjalanan yang berat tadi tidak ada apa-apanya.

“zaaa, angeettt ahahaha” kata Zahra saat mencuci muka di salah satu mata air di situ.

“ehh iyaa, seger yaa” kataku sambil mencuci muka, tangan dan kaki ku.

“zah, minum masih ada kan hehe, minta doong”

“nihh”

Kami lalu mencari spot untuk menikmati pemandangan yang tersaji di depan mata kami. Pemandangan hutan yang masih hijau, masih belum terjamah oleh tangan manusia, terbentang dengan sangat indahnya. Kami mendapati lahan yang sedikit landai dan aku memutuskan untuk merebahkan diri disana sedangkan Zahra masih duduk disebelahku yang rebahan.

“eeehhhggg enaakk banget akhirnya rebahan” kataku sambil mengeliatkan tubuhku di lahan itu.

“zaa, tau ga? Kemarin aku liat pemandangan yang sama kayak gini pas itu” kata Zahra yang masih memandang lurus kedepan melihat pemandangan.

Aku langsung bangkit dari rebahanku dan langsung memeluk tubuhnya dan mengelus kepalanya.

“maafin aku ya zah”

Zahra hanya diam saja dan hanya merapatkan tubuhnya ke tubuhku. Aku masih terus mengelus kepalanya.

“zah, gak bau apa disitu? Hahaha”

“hihhh orang lagi enak-enak juga. Kamu mah sukanya merusak suasana ihhh” katanya sambil melepaskan pelukannya.

“ululululu hahaha, sini-sini hahahah” kataku sambil meraih kepalanya dan mendaratkan di pundakku dan kami rebahan.

“za, aku jadi inget zaman ospek deh haha, aku sering kan ya dulu kayak gini”

“zah aku mau cerita” kataku yang sambil mengusap kepalanya.

“sok atuh cerita haha”

“kemarin pas penerimaan anggota baru Tia juga bilang kayak gitu”

“ehh Tia?” katanya sedikit terkejut. “eh iya ya dia ikut juga kemarin. Terus-terus?”

“Tia nangis kemarin, dia cerita kalo Wahyu udah berubah” ujarku.

“kemarin dia diapain sama wahyu zah? Pas yang kamu nyusul dia?”

“mau di perkosa deh kayaknya, pas aku dateng aja dia bajunya Tia udah sobek gara-gara di tarik sama si wahyu”

“gila ya emang Wahyu tuh. bisa ya orang kayak gitu ngelakuin itu. Merinding jadinya. Berasa psikopat ga sih za?”

“maafin aku ya zaah”

“ihhh apasih maaf mulu hahaha, emangnya lebaran apa hahaa”

“abisnya, kan gara-gara aku……”

“ssssttt udah aahh hahaha, udah kejadian juga, ya walaupun aku masih gak terima sih di gituin sama Wahyu tp yaudahlaah udah lewat juga hehe” ujarnya. “oiyaa zaa, aku minta maaf, kemarin aku cerita ke Hani kalo kamu sama Winda udah pernah gituan hehe, abisnya pas kita di kosan Hani, tbtb si Hani cerita kalo dia pernah ketemu sama Wahyu di Mall dan keceplosan bilang sama kamu. Yaudah Winda kaget banget. Ekspresinya loh zaa haha, kasian aku. Akhirnya dia tau semuanya kalo kamu sama Hani juga udah gituan. Karena udah terlanjur, ya aku lanjutin aja biar mereka berdua tau satu sama lain dan ceritaku malah dilengkapin sama si Winda kalo kalian abis gituan semalem sebelumnya” jelasnya sambil menjewer telingaku. “Hani lebih kaget daripada Winda, dan Winda kemarin langsung meluk si Hani dan mereka nangis berdua. Tuhkan kamu siihh mainin mereka jadinya gitu” lanjutnya.

“aduhh” rintihku.

“udah ya zaa, kamu pilih satu aja. Kasian yang lain” katanya yang membuatku tertegun.

“hahaha, aku makin bingung kalo ketemu Hani kalo kayak gini” ujarku. “semalem sebenernya Winda udah cerita zah ke aku, dan emmmm aku gabisa bilang apa-apa pas dia bilang udah tau semuanya. Aku merasa bersalah deh jadinya”

“baru sadar kamu za? Hahaha”

“kan kemarin juga pas sama Hani dibantuin sama kamu juga haha”

“iyasih ahahah, aneh yaaa. Kita bertiga jadi suka sama kamu gara-gara itu” katanya yang membuatku tersentak.

“ehhh apa zah?” kataku sambil bangkit dari rebahan.

“hahahaha gaada siaran ulang” katanya sambil berdiri. “udah yuk zaa, ketempat lain hehe” lanjutnya.

“dihhhh, ehh tadi apaaan. Aku gadengerrr” kataku seraya berusaha berdiri.

“hahaha, dibilang gaada siaran ulang” katanya sambil meninggalkanku dan menuju ke warung yang ada didekat kami saat itu. Aku pun mengikutinya.

“zaa, makan po* mie dulu yaa hehe, laper lagi masaa” kata Zahra yang sudah duduk di warung tersebut.

“yaudahhh aku gausah zaah. Aku minta kamu ajaa, palingan kamu juga gaabis”

“yeuuu haha iyaa iyaa. Tau banget sihh”

“apaaan sih zaah, emang bener kan? hahaha”

“iyaaa benerrr kokkk” katanya sambil menerima po* mie dari penjual di warung itu.

Setelah makan di warung tersebut, kami memutuskan untuk untuk pulang karena memang jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Kami menempuh perjalanan yang sama seperti berangkat. Sampai dibawah, aku meminta waktu istirahat sebentar kepada Zahra karena ternyata perjalanan turun jauh lebih menyakitkan daripada naik (hahaha). Setelah sekiranya sudah tidak terlalu capek, kami membeli minum dan menuju motorku.

“Innlillhi Winda kecalakan za…..” kata Zahra yang sedang memainkan HP-nya dan sontak membuatku terkejut.

“Hah? Astaghfrllh. Dapet kabar dari siapa?”

“ini Hani nge-chat aku. Karena tadi diatas gaada sinyal makanya baru pada masuk chat-nya.”

“sekarang dimana si Winda?”

“tadi di rumah sakit tp sekarang katanya lagi pulang ke kosannya. Gak kenapa-napa cuman lututnya agak bermasalah dan si Winda agak trauma katanya”

“yaudah yuk buruan jenguk” kataku sambil langsung menaiki motor dan menyalakan mesinnya.

Zahra membayar biaya parkir dan aku langsung memacu motorku karena pikiranku sekarang bercampur tak karuan. Ketidak-karuan pikiranku memiliki korelasi positif terhadap gayaku mengendara motor. Zahra sering menegurku saat aku menyalip kendaraan dengan tergesa-gesa. “Fazaaaa, hati-hati. Tenang Za tenaaang. Winda gak kenapa-kenapa kok” tegurnya sambil dengan erat memeluk tubuhku dari belakang.


“HEH NGAPAIN LO KESINI LAGI??” bentak Dimas kepada Wahyu di depan gerbang kosan Tia. Dimas lalu turun dari motornya. “SEMALEM KEMANA LO? DICARIIN SAMA IBU KOS” lanjutnya

“LAH KAMU JUGA NGAPAIN KESINI?? GAUSAH KEPO-KEPO LAAH, MAU AKU KEMANA KEK SEMALEM” bentak Wahyu membalas.

“NGAJAK TIA JALAN. KENAPA? GASENENG?”

Tidak ada angin tidak ada badai, Wahyu langsung melancarkan sebuah pukulan dan tepat mengenai pipi kanan Dimas, dan akibatnya membuat Dimas terdorong dan jatuh tersungkur.

“KURANG AJAR” kata Dimas sambil membuang ludahnya.

Dimas berlari ke arah Wahyu lalu ia meloncat sambil memukul wajah Wahyu. Wahyu berhasil menahan serangan Dimas karena dengan cekatan, ia menilangkan tangannya untuk menutup wajahnya. Namun karena daya dorong pukulan Dimas besar, ia ikut terdorong dan jatuh tersungkur. Dimas lalu menarik kerah baju Wahyu dan menariknya hingga Wahyu berdiri.

“HEH DENGER YA, TIA UDAH GAMAU KETEMU SAMA LO LAGI” kata Dimas lalu melepaskan cengkraman di kerah baju Wahyu. Dimas lalu mendorong tubuh Wahyu. Tidak terima diperlakukan seperti itu, Wahyu mengangkat kakinya dan berhasil mendaratkan tendangan tepat di bagian pinggang Dimas cukup keras.

“AAAAHH SIALAN” ujar Dimas karena ia terdorong dan menabrak gerbang kosan.

“KEMARIN AKU GAKBERANI KARENA KALIAN BERANINYA KEROYOKAN” kata Wahyu sambil bersiap-siap menyerang Dimas lagi.

Dimas bangkit dan langsung melancaran tendangan ke Wahyu. Melihat itu Wahyu juga melancarkan tendangan ke Dimas dan kaki mereka beradu.

*KRAAKK*

“BANGSAT AHHHH” teriak Wahyu tersungkur sambil memegangi tulang keringnya.

“KATA SIAPA KAMI BERANINYA KEROYOKAN?” ujar Dimas.

*BEGH*

Dimas menendang kepala Wahyu dan tendangannnya mendarat di pipi kanan Wahyu. Wahyu terpental cukup jauh karena tendangan Dimas cukup keras dan akibatnya Wahyu jatuh pingsan. Melihat Wahyu pingsan membuat Dimas celingukan melihat sekeliling dan ia tidak mendapati seseorang melihat aksinya. Ia lalu menghampiri tubuh Wahyu dan menggendong ke warung terdekat.

“BUU PAAKK ADA ORANG?” teriak Dimas dari luar warung.

Sang ibu pemilik warung keluar dan kebingungan karena mendapati ada orang yang sedang membawa orang pingsan.

“bu, ada nomer puskesmas atau apa gitu bu? Saya liat ini orang tadi pingsan di depan rumah itu” kata Dimas sambil menunjuk kosan Tia.

“eh astaghfrllh ada ada ibu telfonin sekarang ya nak” ujar ibu pemilik warung sedikit panic.

“iya bu. Bu saya titip orang ini ya bu. Saya ada urusan soalnya hehe”

“iya nak, dimasukin dulu kasian”

“iya bu”

Dimas menggendong tubuh Wahyu masuk ke dalam warung dan membaringkannya di suatu karpet. Dimas lalu meluruskan kaki dan tangan Wahyu dan melihat bagian tulang kering Wahyu memang sedikit membiru. Ia lalu pergi meninggalkan Wahyu yang masih pingsan.

“mari bu, maaf malah ngerepotin”

“iya nak gapapa, kasian juga orang itu pingsan di tengah jalan gaada yang bantuin”

Dimas lalu pergi dari hadapan ibu pemilik warung dan menuju kosan Tia dan mendapati wanita yang sudah ditunggu-tunggu telah berada di luar.

“tadi ada apaan Dim ribut-ribut hehe”

“oohh tadi ada orang berantem sampe pingsan. Yang pingsan udah dititipin ke warung itu biar di telfonin rumah sakit” kata Dimas sambil menunjuk warung yang dimaksud.

“ooohh. Ini jadi kan Dim? Hehe”

“jadi doong kamu udah dandan cantik gini masa gak jadi haha”

“yeeuuu hahaha”

Dimas dan Tia langsung menuju motor Dimas. Mereka lalu pergi ke pusat perbelanjaan karena memang ada yang ingin mereka beli dan untuk refreshing saja.


Kami sampai di kota kembali pukul 5 sore karena tadi diperjalanan ada truk yang melintir dan menghalangi jalan yang menyebabkan kemacetan cukup lama. Kami langsung menuju kosan Winda karena ingin melihat kondisinya sekarang.

Kami sampai di depan kosan Winda. Aku dan Zahra mendapati banyak motor di luar kosan.

“wah rame banget Zah. Kayaknya cewek semua deh itu” kataku sambil menunjuk alas kaki yang ada di teras kosannya.

“ya terus kenapa Za?” kata Zahra sambil turun dari motorku.

“yak kan kamu tau si Winda apa. Masa aku masuk kosannya dia disaat temen-temennya ada disitu”

“yaampuun Fazaaa kamu tadi udah ngebut dan bikin aku takut dijalan, sekarang malah takut pas udah di depan kosannya”

“yee bukan gitu maksudnya” kataku masih menimbang-nimbang apakah aku masuk atau tidak.

“aku telfon Hani dulu deh ya biar keluar dulu” kata Zahra sambil mengeluarkan HP-nya.

Tak berapa lama, Hani keluar dari kosan Winda. Zahra sempat sedikit bertanya-tanya ke Hani perihal keadaan Winda. Aku yang melihat Hani kini malah terjebak di situasi yang canggung dan tidak bisa mengeluarkan kata-kata.

“Han, aku masuk dulu deh yaa, ini si Faza gamau masuk. Malu soalnya cewek semua katanya. Kamu temenin bentar ya” ujar Zahra sambil melengos masuk ke dalam kosan.

“hai Han hehe” kataku sedikit terbata-bata.

“kamu kenapa deh Za hahaha” kata Hani tertawa manis sekali

“ehh gapapa kok haha. Si Winda kenapa kok bisa kayak gitu?” kataku yang sudah mulai tidak terbata-bata lagi.

“tadi aku dapet kabar dari Mba Kintan katanya Winda ditabrak gitu sama mobil di deket kosanku. Mba kintan langsung bawa ke rumah sakit dan agak lama dia disana karena tulang lututnya agak geser apa gimana gitu tadi diceritain” jelas Hani. Tadi sekitar jam 3 udah dibolehin pulang cuman masih harus pake penyangga gitu deh di lututnya” katanya sambil sedikit menggambarkan penyangga di lututnya.

“Supirnya gak ngapain gitu?”

“gak tau Za, kata Mba Kintan juga cerita mobilnya udah gaada pas dia liat Winda”

“kasian ya”

“iya Za, kasian Winda” kata Hani sambil menatapku tajam.

“ehhh kenapa Han?” kataku gugup.

Hani lalu memalingkan pandangannya. “iya Za, di dalem emang cewek semua. Tapi tadi ada Akbar kok jenguk jadinya gak apa-apa masuk aja yuk”

Aku mengikuti Hani yang masuk ke dalam kosan Winda. Baru pertama kali aku masuk ke kosan Winda dan nampaknya fasilitasnya cukup ‘wah’. Kamar Winda berada di kamar kedua dari ujung dan aku melihat pintunya terbuka dan banyak orang yang berada di sana. Aku sedikit melongok melihat ke dalam kamar Winda. Aku melihat Zahra sedang ada di sebelah Winda dengan muka sedih. Winda melihatku melongok, dan memberi kode untuk masuk ke dalam namun aku menolak karena memang aku liat tamu-tamunya golongan akhwat dan mereka memberi pandangan tidak mengenakan saat aku melongok ke dalam kamar.

“gausah win hehe, aku diluar aja” ujarku.

“aku masuk dulu ya za hehe” kata Hani.

Mendengar suaraku Zahra menolehkan pandangannya ke aku dan langsung beranjak dari tempatnya. Aku mendengar Zahra berpamitan kepada orang-orang.

“za beneran kamu gamau liat Winda?” bisiknya sambil mendorongku menjauhi kamar Winda.

“engga zah hehe, liat aja mereka ngeliatin aku udah kayak aku yang nabrak” kataku sambil berbalik keluar dari kosan Winda.

“hahaha, iya sih namanya juga Winda ya pasti dikelilingin sama yang kayak gitu. Tapi kamu hebat lhoo bisa……” kata Zahra tertahan karena pipinya aku cubit.

“hehhh ngawur ajaa, lagi kayak gini masih aja hahaha”

“SAKIT TAU ZA” protes Zahra sambil memegangi pipinya.

Aku lalu menaiki motorku dan melihat Zahra tidak segera naik ke motorku.

“ehh zah, nungguin apa?”

“emmm aku boleh mampir ga za ke kosanmu? hehe”

“ehh ngapain?”

“ya mampir ajaa mau liat. Aku kan belum pernah ke kosanmu hehe”

“emm yaudah deh” kataku sambil turun dari motorku dan mendorongnya.

“loh za, ngapain?”

“ya masa aku biarin kamu jalan sendiri padahal aku naik motor”

“hahahahaha apaaan sihhh lebaayyy hahaha” katanya sambil memeletkan lidahnya kepadaku.

Kami sampai depan kosanku dan aku langsung memasukkan motorku ke dalam sambil aku berikan kunci kamarku ke Zahra.

“maaf ya zah berantakan ehehe” kataku saat masuk ke dalam kamarku.

“iya dasarr jorok hahaha” katanya sambil merapikan benda-benda yang berantakan lalu merapikan sprei kasurku.

Kami akhirnya malah kerja bakti membereskan kamarku dan tidak lama setelahnya, terdengar suara panggilan untuk melakukan ibadah.

“zah kamu shlat disini aja ya hehe, aku diluar. Soalnya kalo diluar udah rame anak kosan nanti kamu malah di apa-apain hahaha”

“-______- faza ihhhhh”

“hahahahaha” kataku seraya keluar dari kamarku.

Kami lalu melaksanakan ibadah dan setelah selesai aku langsung masuk ke dalam kamarku lagi dan aku mendapati Zahra sedang menonton film di laptopku yang ada di meja di sebelah kasurku.

“nonton apa zah?” kataku sambil menutup pintu kamar dan menguncinya.

“ini perang sipil hehe, belum nonton aku”

Aku lalu merebahkan diri di kasurku karena memang hari ini sangat capek karena baru pertama kali aku melangkah di anak tangga sebanyak tadi dan jalan yang menanjak. Aku sekilas melihat Zahra sangat fokus dengan film itu dan niat isengku muncul.

“zah pinjem HP-dong hehe”

“ehh itu di tas za ambil ajaa” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari layar laptopku.

Aku lalu membuka HP-nya dan membuka aplikasi Instagrem dan membuka fitur story-nya. Aku memfoto wajah Zahra yang sedang menonton film itu. Benar saja dugaanku Zahra tidak sadar bahwa ia sedang di foto. Aku lalu menuliskan beberapa kalimat di foto itu seperti “serius amat sih, yang disini jadinya di anggurin” dan lain sebagainya. Aku menekan tombol send, dan story itu sudah terupload oleh akun Zahra. Tak berapa lama, beberapa pesan masuk di instagremnya dan aku buka kebanyakan mungkin teman SMA Zahra karena namanya asing buatku. Isi pesan itu tidak jauh dengan “ahahah komuk lu Zahh” dan “cieeee udah sama siapa nih sekarang? kok gak cerita-cerita zah?”

Aku hanya senyum-senyum saja membaca pesan-pesan itu. Aku tidak mau membalas pesan itu, biar Zahra saja yang membalasnya. Aku lalu melihat-lihat akun-akun di beranda dari akun Zahra. Tidak ada yang menarik karena kebanyakan ia memfollow akun artis, online shop dan akun meme-meme seperti itu.

Aku akhirnya memutuskan untuk menutup HP Zahra dan sedikit menutup mataku karena aku sedikit mengantuk.


“zaaaaa bangunnnnn” teriak seseorang dan membuatku terbangun. Ternyata aku ketiduran.

“hmmmmm jam berapa zah?”

“jam 10 ayoo anterin aku pulang”

“HAH?”

Aku terkejut dan langsung bangkit dari tidurku.

“kamu pasti capek banget ya za sampe ketiduran hahaha”

“iyaa haha, maafkan” kataku sambil bersiap-siap.

“makanya olahraga za hahaha”

“udaah zaah, cuman tadi tinggi dan jauh banget jadinya gitu dehh” kataku sambil mencari-cari kunci motorku.

“halaaah hahaha alesan ajaa kamu”

“yaudah yukk” kataku setelah kudapati kunci motorku.

Kami keluar dari kamar dan Zahra langsung ku suruh menunggu di luar. Aku mengeluarkan motorku dan aku mengantarkan Zahra kembali ke kosannya.

SKIP SKIP SKIP

Sekembalinya aku dari mengantar Zahra, aku melihat kosan Winda sudah mulai sepi. Aku segera menelfon Winda.

“Halo asslmalikum. Ada apa za malem-malem nelfon?”

“ehhh hehehe, belum tidur kamu win?”

“belum za hehe, masih harus minum obat dulu biar nyerinya sembuh”

“kamu gapapa kan?”

“gapapa kok hehehe. Makasih ya za”

“ehhh makasih buat apa?”

“ya ini karna kamu udah nelfon aku gini hehe, aku merasa diperhatiin jadinya”

“hahaha apasih wiinn, yaudah kamu cepet sembuh yaaa. Besok jangan dipaksain buat masuk dulu. Nanti malah makin parah”

“iyaa zaa hahah makasihhh. Ini ada Hani loh za, tapi udah tidur hahaha”

“oooh dia nginep, nemenin kamu ya?”

“iyaaa heheh”

“yaudah deh win, mimpi indah yaa kamu sama Hani juga hahaha”

“iyaa zaa kamu juga hehehe”

Aku menutup telfon itu dan langsung memasukkan motorku ke dalam kosanku. Sesaat setelah aku memasukkan motorku, hujan turun dengan derasnya. Aku segera menuju kamarku tapi tertahan karena aku mendengar suara desahan-desahan. Aku mengurungkan niat untuk segera masuk ke kamar dan mencari dari mana sumber suara desahan itu. Aku mengecek satu satu pintu kamar dan menempelkan telingaku pada masing-masing pintu kamar. Akhirnya aku mendapati sumber suara desahan itu dan sekelias mendengar bisikan “sssttt jangan keras-keras nanti ada yang denger”. Aku tau ini kamar siapa dan aku bersiap-siap untuk melakukan skenario yang sama seperti temanku yang nyelonong masuk ke dalam kamarku saat aku pertama kali melakukan “itu” dengan Winda.


Bersambung………………….

0 comments:

Post a Comment