Kisah Ibu Rumah Tangga (LISNA) Part 13


Hubunganku dengan dokter Hans semakin dekat seiring dengan makin dekatnya waktu kebebasan suamiku Dani. Berbeda dengan saat menjalin hubungan gelap dengan Heri kali ini aku mengalami banyak hal-hal baru. Bersama dokter Hans aku bagai menjalani pacaran masa remaja. Jalan ke pantai, ke puncak, nonton bioskop, belanja ke mall. Jadi hibungan kami tidak semata hubungan birahi.

“Sayang apa kamu gak takut bila isteri kamu tahu. Atau tiba-tiba ketemu isteri saat kita berduaan?”
“Tenang aja sampai saat ini kan kita gak mengalami itu.”
“Iya sih ...tapi kita kan gak tahu kedepannya.”
“Gak perlu mikir yang susah-susah. Kita jalani aja sayang.”

Memang selama ini kita jalan berdua selalu memilih tempat yang jauh dari tempat tinggal dokter Hans dan juga kliniknya. Biasanya kami jalan ke mall-mall di wilayah Tangerang atau Bekasi. Jalan ke Puncak bogor. Atau main ke pantai anyer. Meski begitu kemungkinan untuk bertemu dengan orang yang kenal dokter Hans dan tahu isterinya siapa selalu ada. Tapi kami jalani saja karena kami sama-sama suka.

Saat kami selesai makan di sebuah resto di wilayah Depok kami jalan menuju tempat parkir. Kami bergandengan mesra layaknya suami isteri. Aku begitu bangga bisa jadi kekasih dokter Hans yang tampan. Meski statusku hanya sebagai seorang kekasih gelap.

“Eh mbak Lisna..”

Aku kaget ada yang menegurku dari arah samping. Ketika aku menoleh maka kekagetannku bertambah. Karena yang menyapaku itu adalah orang yang cukup aku kenal. Tak menyangka bisa bertemu dia di bogor ini. Apalagi aku sedang bergandengan mesra dengan lelaki yang bukan suamiku.

“Eh Jamal. Sedang apa di sini?” sahutku dengan sedikit gugup.
“Ini mbak lagi ada urusan kerjaan di sini.”
“Oh iya mbak jalan dulu.”
“Iya mbak.”

Aku lihat ada sorot wajah cemburu dari mata Jamal. Aku menganggap itu hal yang biasa saja toh dia bukan apa-apa aku dan dia juga pernah lihat aku selingkuh juga dengan Heri. Jadi aku memilih untuk tidak memikirkan pertemuan tak sengaja dengan Jamal di tempat ini.

“Itu siapa sayang.”
“Tetangga aku di kompleks.”
“Oh bisa cerita macam-macam dia ke orang-orang yang kamu kenal entar. Kamu kok santai aja.”
“Gapapa cuek saja. Kan dokter yang bilang jalani aja dengan santai.”
“Hahahhahaha... aku makin sayang deh ama kamu.”

Kamipun segera naik mobil dan melaju menuju Jakarta. Sepanjang jalan kami ngobrol denga penuh kemesraan. Aku makin jatuh hati pada dokter tampan ini. Dari obrolannya sepanjang perjalanan ini aku jadi tahu bahwa hubungan dia dengan isterinya sekarang tidak harmonis. Dokter Hans mengaku bahwa isterinya itu tidak begitu menyukai hubungan sex. Dia hanya melayani suami sebagai kewajiban saja. Tidak lebih dari itu. Intinya dia tidak bahagia dalam hal urusan sex bersama isterinya.

“Lis...ada yang mau aku bilang ke kamu.”
“Oh ya? Soal apa? bilang aja...!”
“Soal hubungan kita..”
“Oh itu..”
“Iya aku berencana meresmikan hubungan kita.”
“maksud dokter?”
“Iya aku mau menjadikan kamu isteriku.”

Aku kaget dengan kata-kata yang keluar dari mulut dokter Hans. Aku akui sejujurnya pernah berpikir sampai sejauh itu. Tapi semata khayalan dan aku sadar bahwa dokter Hans hanya sekedar menjadikan aku selingkuhannya saja. Akupun menjalani ini dengan apa adanya dan tak berharap lebih dari sekedar selingkuhan. Kini dokter Hans mengucapkan keinginan untuk menjadikan aku isterinya. Aku benar-benar bingung harus bagaimana. Karena aku terlanjur mengiyakan permintaan Dani untuk rujuk dan tidak lama lagi dia akan bebas. Tapi menolak dokter Hans yang sudah begitu baik padaku tentu saja aku tidak tega. Apalgi memang aku saat ini sudah sangat menyukai dokter Hans.

“Bagaimana sayang..?”
“Aku bingung karena ini mendadak banget. Lagipula bagaimana dengan isteri dokter?”
“Itu gampang sayang. Aku kan sudah bilang kami memang tidak harmonis jadi aku akan ceraikan dia.”
“Apa dokter sudah memikirkan dalam-dalam tentang ini?”
“Iya aku sudah berpikir sejak malam pertama kita tidur bersama.”
“hmmmmmm...”
“jadi bagaimana?”
“Aku belum bisa jawab sekarang. Karena ini harus dipikirkan dulu sayang. Gapapa kan?”
“Okelah gapapa, tapi jangan lama mikirnya.”
“Iya sayang.”


Sampai di Jakarta sudah jam sembilan malam. Aku turun di tempat yang agak jauh dari klinik seperti biasa untuk menghindari kecurigaan orang yang kenal kami. Setelah itu aku naik taksi. Sampai di klinik aku segera menuju kamar tidurku. Mandi dan setelah itu tidak lupa sholat Isa. Setlah sholat aku berbaring di tempat tidur. Aku terus memikirkan apa yang menjadi keinginan dokter Hans. Aku juga memikirkan suamiku Dani dan Nesa anakku. Selain itu ada hal yang lebih besar yang jadi pertimbangan aku.Yaitu aperbedaan keyakinan antara kami. Aku jadi makin bingung menghadapi masalah ini.

***

Aku tidak pernah terpikir bahwa pertemuan dengan Jamal yang hanya sekilas di depok itu akan membawa dia ke klinik tempatku bekerja. Entah bagaimana caranya dia berhasil menemukan tempatku ini. Tapi yang pasti dia saat ini ada di loby klinik dan menungguku untuk bertemu. Satpam klinik memberitahuku saat aku baru selesai makan malam di dalam pavilyun yang aku tempati selama tinggal di klinik ini. Tamu memang dilarang langsung masuk ke area Pavilyun. Mereka harus menunggu di loby klinik dan mengobrol di sana. Aku segera menuju kesana sambil berpikir ada urusan apa pemuda ini mau menemuiku.

“Assalamualaikum mbak..” Sapa Jamal
“Waalaikumsalam...Jamal. Wah gak nyangka kamu bisa kesini. Ada yang bisa mbak bantu?” jawabku dengan seramah mungkin.
“Gak Cuma kangen aja..”
“Hmmmmm... !”
“Mbak tambah cantik..”
“Makasih... gimana kabar ibu kamu?” tanyaku basa-basi.
“Alhamdulillah baik. Kalau mbak bagaimana?”
“Seperti kamu lihat. Mbak baik-baik saja.”
“Gimana kabar Nesa dan mas Dani?”
“Nesa baik-baik juga sama kakek dan neneknya. Kalau Dani yang aku gak tahu.”
“Oh maaf ya aku nanya gitu.”
“Oh gapapa.”
“Hmmmmmm... anu mbak aku masih punya harapan ke mbak.”
“Maksudnya?”
“Iya aku masih berharap mbak mau ama aku.”
“Jamal-Jamal kamu itu ganteng mending cari cewek lain. Pasti banyak yang lebih cantik dari aku yang mau sama kamu.”
“Tapi aku maunya hanya sama mbak.”
“Kamu kan lihat aku sudah dengan laki-laki lain.”
“Itulah masalahnya mbak. Kenapa dengan mereka bisa tapi denganku tidak?”
“Maksud kamu?”
“Mbak bisa melayani mereka tapi kenapa aku tidak?”
“Ini soal perasaan Jamal. Mbak sekali lagi minta maaf. Ini gak bisa dipaksakan. Lagipula kamu itu tujuannya suka mbak atau sekedar nafsu kan gak jelas. Kalau suka gak bisa dipaksakan. Kalu nafsu kan kamu bisa menyalurkan nafsu ke cewek lain. Banyak kan yang lebih sexy.”
“Sama kayak gitu pikiranku mbak aku juga tidak bisa dipaksa menyukai orang lain selain mbak.”

Jamal benar-benar ngotot juga. Aku jadi kesal karena memang aku tidak memiliki rasa apapun padanya. Bagiku dia hanya anak kecil yang tidak bisa membangkitkan gairah dalam diriku. Memaksakan bercinta dengan dia bukan sesuatu yang menyenangkan. Dan aku tidak berminta sama sekali untuk melakukannya.

“Sayang sekali mbak sudah tidak lagi bisa berpaling ke lelaki lain Jamal. Mbak sudah melupakan masa lalu dan sekarang akan setia bersama kekasih mbak yang akan jadi suamiku. Kamu sudah lihatkan dia. Jadi maaf mbak mohon kamu tidak lagi mengganggu mbak.”
“Oh maaf kalau ini buat mbak menggangu.”
“Aku maafkan tapi jangan lagi lakukan ini. Mbak tidak suka dipaksa soal ini.” Kataku tegas.
“Oh kalau begitu aku permisi.”
“Iya...”

Jamal berlalu meninggalkanku yang termanggu dengan perasaan kesal. Aku sampai bilang sama anak muda menyebalkan itu bahwa aku menjadikan dokter Hans sebagai suamiku. Sambil berjalan ke arah pafilyun aku menimbang-nimbang untuk menrima lamaran dokter Hans. Soal Dani aku tidak peduli lagi mau dia kecewa atau gimana dan soal Nesa bisa aku pikirkan. Hanya masalah perbedaan keyakinan itu yang masih mengganjal. Tapi kehadiran Jamal tadi membuat aku memutuskan untuk menerima Dokter Hans.

Dengan dada bergetar dan hati bergemuruh aku menelpon dokter Hans malam ini juga untuk memberi dia jawaban. Aku tidak peduli bahwa dia saat ini kemungkinan ada di rumahnya dan bersama isternya. Bukankan dia bilang hubungannya dengan isterinya sudah tidak baik. Nada dering ponselnya terdengar menandakan nomornya aktif. Dadaku makin dagdigdug menantikan dia mengangkat panggilan teleponku. Ternyata panggilan itu diangkat. Aku benar-benar makin degdegan.

“Halo...”
“Ya sayang.”

Aku sangat gembira dengan ucapan sayang dokter Hans yang menadakan bahwa aku aman menelpon dia saat ini. Tidak mungkin dia bilang sayang seperti itu saat berdekatan dengan isterinya.

“Aku mau kasih jawaban yang dokter minta saat ini sayang.”
“Oh aku sudah tidak sabar menunggu . Katakan sayang apa jawabanmu.”
“Aku bersedia jadi isteri dokter.”
“Apa...??? aku tdak salah dengar kan? Kamu mau jadi isteriku? Kamu tidak bercanda kan?”
“Iya sayang aku serius.”
“Oh makasih sayang.”
“Aku segera kesana. Kita bertemu dan kita bercinta merayakan ini.”
“Oh oke aku tunggu di tempat biasa.”
“Gak usah. Kali ini aku akan bercinta dengan kamu di pavilyun aja. Aku sudah gak peduli lagi. Kan kamu akan jadi isteriku juga.”
“Ih jangan sayang. Nanti malah jadi masalah yang membuat kita jadi sulit nikahnya.”
“Iya deh kita ketemuan di tempat biasa.”

Aku bergegas menuju ke tempat biasa dokter Hans menjemputku di tempat yang agak jauh dari klinik. Di sebuah minimarket. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 22.30, dia lalu mengajak aku ke hotel yang terletak deket minimarket itu. Pesan kamar dan langsung menuju kesana dengan penuh gairah cinta.

Sesampainya dikamar aku duduk aja di sofa yang ada disitu. Dokter Hans duduk disebelahku, tanpa basa-basi, langsung aja dia merengkuh tubuhku dan mengulum bibirku. Aku hanya menggeliat dan membalas serbuan mulutnya di bibirku. Bibir kami bercumbu dengan penuh nafsu, lidah kami bertautan

“Hhhmmmmhhh…hhmmmhhmmm…” aku bergumam tidak jelas menikmati cumbuannya.

Tubuhku menggelinjang saat tangannya mulai meremas-remas payudaraku, yang kadang diselingi dengan pilinan dikedua pentilku. Meskipun masih terhalang oleh pakaian yang kukenakan aku sudah merasakan kenikmatan. Aku pun tak mau kalah, aku mulai meraba-raba selangkangannya. Aku merasakan gundukan daging yang masih lembek, tapi terasa sangat besar dan panjang. Dengan tidak sabar sambil tetap meladeni ciumannya, aku mulai melepaskan celananya. Seketika celananyapun meluncur turun ke bawah. Dia sekarang hanya berbalut CD, aku yang sudah dipenuhi oleh nafsu segera mengeluarkan kontolnya yang masih tersembunyi di dibalik CDnya. Kuremas-remas kontolnya, perlahan tapi pasti kontolnya mulai bangun.

Tanpa terasa kedua tubuhku sudah tidak tertutup oleh sehelai benangpun. Saat dia mulai menciumi payudaraku, aku melirik kearah kontolnya yang lagi kuelus dan kuremas. Kontolnya yang sudah mulai ngaceng, panjangnya lebih dari dua genggaman tanganku, dengan besar yang sangat menakjubkan, karena jempol dan jari tengah ku tidak dapat bersentuhan waktu kugenggam. Akupun semakin bersemangat mengocok kontolnya agar lebih mengeras.

Diapun segera membalas aksiku dengan meraba selangkanganku. Dia menggesek belahan bibir memekku yang sudah basah. Dengan sedikit mengangkangan kakiku, aku menikmati permainan jarinya di itil dan memekku.

Memekku pun semakin basah, desahanku semakin terdengar. Jari tengahnya yang besar mulai menusuk lubang memekku. sementara jari jempolnya terus menmgelus-elus itilku. Jari tengahnya sedang mengocok pelan iai memekku. Ini membuat aku semakin mendesah keenakan.

“Sssstthhh…aaahhhh…ooohhhh…..aaaahhh….”aku mengerang menikmati permainannya di itil dan di lubang memekku dengan mulut menghisap pentilku. Lututku gemetar, dia betul-betul ahli dalam memuaskan lawan mainnya. Aku dibuatnya mengejang menikmati permainan tangannya.

“Oooohhh dok…aku sudah gak tahan lagi..aaaahhhh”

Mendenghar eranganku bukannya berhenti, malah membuat aksinya makin gila. Jari tangannya semakin menekan-nekan, emutannya dipentilku pun semakin menggila, aku kelabakan dibuatnya, dan tidak lama kemudian akupun mengerang, mencapai puncak kenikmatanku. Ssrrrrr…… srrrrr……ssssrrrrr…. ssssrrrrrrr…… sssrrrrrr…… memekku menyemprotkan cairan kenikmatan.

“Oouuughhh…aku keluaaaarrr…aaahhhh….” erangku. Tubuhku mengejang dan bergetar dengan hebat. Nafasku terengah-engah menikmati orgasmeku, pantatku terangkat, kedua kakiku menjepit tangannya yang masih berada di lubang memekku. Dinding memekku berkedut-kedut, dia rasakan seperti sedang meremas-remas jari tengahnya. Tahu kalau aku sedang orgasme, dia menambahi dengan menekan-nekan jempolnya pada itilku, yang memberikan sensasi yang luar biasa buat aku.

Tak berapa lama gejolak birahiku mereda seiring dengan keluarnya cairan kenikmatanku, nafasku mulai kembali normal, dengan mesraku cium dia. Aku masih belum merasa lengkap bila tidak merasakan kontolnya yang mempunyai ukuran luar biasa tersebut. Aku menantikan kontolnya menerobos masuk lubang memekku, pasti aku akan merintih dan mengerang sejadi-jadinya.

Sekarang aku meminta dia agar duduk di sofa, kemudian aku berlutut didepannya. Dengan penuh nafsu kontolnya mulai kukulum dan kujilati, dia mulai mendesah-desah keenakan merasakan kuluman dan jilatan mulut dan lidahku di kontolnya. Aku merasakan kontolnya makin mengeras, mulutku tidak cukup untuk mengulum kontolnya yang besar dan panjang, hanya sepertiga dari batang kontolnya yang bisa keluar masuk dalam mulutku.

Setelah kontolnya mengeras aku mulai mengangkangi dia, dan dengan perlahan kepala kontolnya kuoles-oleskan di bibir memekku, aku dan dia merinding kegelian. “Sleeepppp…. “aku mulai menyelipkan kontolnya di lubang memekku. Aku merem melek dibuatnya saat memekku mulai tersumbat oleh kepala kontolnya, dengan perlahan kudorong pantatku ke bawah, batang kontolnya mulai menyeruak masuk ke lubang memekku. Aku menjerit merasakan memekku sedikit sakit akibat terlalu besarnya kontol yang sedang masuk.

“Sssthhh…ooouughhh…dok nikmaaaaaaaaaaat…” rintihku menahan sakit dan keenakan.

“Ooohhh…Lisna kamu akan jadi isteriku,” bisiknya di telingaku.

Dokter Hans terus memompa memekku, batang kontolnya memompak memekku, dengan menahan nimat dan sedikit perih aku mulai bergoyang mengimbangi gerakan kekasihku. Terlihat bibir memekku membungkus ketat kontolnya saat kontolnya menekan masuk bibir memekku pun ikut masuk, dan saat kontolnya di tarik keluar bibir memekku pun terlihat keluar juga. Aku merasakan memekku betul-betul penuh oleh sumpalan kontolnya, rasa sedikit perih yang kurasakan mulai berkurang berganti dengan rasa nikmat. Rintihan mulai berganti dengan erangan keenakan.

“Aaahhh…doook….nikmaaaaat sekaliiii….” jeritku saat merasakan kontolnya menyentuh dinding rahimku.

“Hhhhhmmmm…..Lisna memeeeeeeeekmu…” desahnya.

Dokter Hans terus memompa kontolnya maju mundur dalam liang memekku. Lama-lama sodokan kontolnya semakin bertambah cepat, akupun semakin merintih kenikmatan dibuatnya. Memekku semakin basah oleh cairan yang keluar, kontolnya semakin leluasa keluar masuk lubang memekku.

“Sssstthhh….ooohhh….genjot terus dook….nikmat sekaliiii…puasiiiin aku dook...aahhh…” erangku.

Tanpa hentinya aku merintih kenikmatan merasakan sodokan demi sodokan kontolnya di lubang memekku. Mataku merem melek, tubuhku mulai mengejang-ngejang, aku akan meraih puncak kenikmatanku kembali, gerakanku semakin liar, kepalaku bergorang ke kanan-ke kiri, nafasku semakin memburu, dan “Sssssrrrrrr…sssrrrr…..ssssrrrr…..sssrrrrr…..ssrrrr rr…… ” memekku menyemburkan lahar kenikmatan, dinding memekku berkedut-kedut seiring dengan semburan itu,

“Aku keluaaar Dok…enak sekaliii kontolnyaaa sunguh luar biasaaa….” erangku menikmati orgasmeku.

Mendengar eranganku, dia semakin mempercepat genjotannya, sehingga tubuhku kelojotan menerima sodokan-sodokan tersebut, dan dengan sekali hentak dia berusaha menanamkan kontolnya sedalam-dalamnya di lubang memekku menyambut semburan lahar kenikmatanku. Dia pasti merasa kepala kontolnya menjadi hangat, dan ia juga merasakan dinding memekku yang berkedut-kedut, seolah-olah kontolnya sedang diremas-remas. Dengan memeluk erat tubuhnya dan nafas yang tersengal-sengal, akupun ambruk di atas tubuhnya. Dia merasakan bahwa memekku sudah berhenti berkedut, sementara nafaskupun sudah beranjak normal kembali.

Tanpa melepaskan kontolnya dari jepitan memekku Kedua kakiku dia taruh dipundaknya, dan ia pun mulai menggenjot memekku.

“Bleeesssss…..”

Kontolnya mulai menggenjot memekku dengan perlahan, dengan posisi ini dia merasakan memekku lebih sempit dari posisi tadi, lenguhannyapun keluar dari mulutnya. Akupun mengerang merasakan sodokan-sodokan kontolnya. Semakin lama genjotannya semakin bertambah cepat, tubuhku berguncang dengan dahsyat mengikuti irama sodokannya yang semakin cepat.

“Ooohhh… ooohh…memekmu Lisna..hhmmm… ooohh. arghhhhhh…,” dia melenguh merasakan enaknya memekku yang dengan ketatnya menjepit kontolnya.

Dia pun menggenjot kontolnya dengan cepat, sambil kedua tangannya meremas-remas payudaraku, kadang-kadang kedua pentilku dia pilin-pilin. Aku betul-betul kewalahan menghadapi serangan-serangannya, erangankupun semakin menjadi-jadi, lenguhan dan desahanku semakin kerap terdengar, mataku kadang-kadang mendelik keatas sehingga hanya kelihatan putihnya saja, memekku semakin banjir oleh cairan yang keluar.

Batang kontolnya semakin gencar menyerang memekku. Dari berlutut dia merubah posisinya jadi setengah berjongkok, sementara tubuhnya ia condongkan ke depan, kedua tangannya ia letakkan di samping kepalaku menahan bobot tubuhnya. Kakiku yang masih menempel di pundaknyapun menjadi terdorong ke arah tubuhku. pantatku sedikit terangkat, batang kontolnyapun melesak lebih dalam akibat posisi ini. Kembali dia memompa kontolnya keluar masuk memekku dengan tanpa mengurangi ritme sodokannya. Aku merasakan posisi ngentot seperti ini memberikan kenikmatan yang luar biasa, entah karena kontolnya yang besar dan panjang, entah karena itilku yang ikut terdorong keluar masuk saat kontolnya keluar masuk di lubang memekku. Akupun melenguh menikmati sodokan-sodokan batang kontolnya.

“Oooouughhh…entot terus doook….kontolmuuu…aaahhh….” desahku histeris.

Dokter Hans semakin mempercepat kontolnya memompa memekku, dan menekan lebih dalam lagi di lubang memekku. Dengan ritme kecepatan yang dilakukan oleh dia membuat aku merintih-rintih keenakan. Puncak kenikmatanku hampir di ambang pintu, nafasku semakin memburu, tubuhku mulai mengejang, pantatku terangkat saat dia menekan kontolnya supaya bisa masuk lebi dalam lagi. Malam ini aku betul-betul merasakan kenikmatan dientot yang lebih dari biasanya dengan dokter Hans. Aku akan menerima kontolnya menyembur dalam memekku. Tubuhku seperti mau rontok karena nikmatnya digenjot oleh dia.

“Ooooo….aaarrgghhhh…ssstthhh…aku mau keluaaaarrrr lagiiii…..genjot lebih keraaass dok…aaahhhh….” aku histeris merasakan kenikmatan yang sangat luar biasa, dan “Ssssrrrr…. ssrrrrr….. ssrrrr….. ssrrrrr….. sssrrrrr……” memekku mulai menyemprotkan cairan kenikmatan, membasahi lubang memekku dan kontolnya. Memekku semakin banjir.

Dia tidak menghentikan genjotannya saat aku meraih puncak kenikmatan, dia juga merasakan hal yang sama, dia merasakan kontolnya berdenyut-denyut, dan akhirnya cairan nikmatnya mendesak keluar dari kontolnya, dan “Crooottt…crooottt…crooott…” kontolnya menyemburkan mani ke dalam lubang memekku, hampir bersamaan dengan keluarnya cairan nikmatku.

Dia menekan kontolnya lebih dalam saat menyemprotkan spermanya dan mendiamkan kontolnya di lubang memekku. Aku merasakan ledakan-ledakan hangat yang keluar dari kontolnya membasahi relung memekku. Aku merasakan terjangan air maninya itu sangat kuat menerjang dinding rahimku. Tubuh kami sama-sama menggelepar saat kami berdua meraih kepuasan. Tubuhku mengejang-ejang, aku mengerang dan merintih.

Dia melenguh keenakan saat kontolnya menyemprotkan pejuhnya, tubuhnya juga menegang.

“Oooghhh….. Lisna calon isterikuuuuuu sayanggg….” Dia melenguh menikmati semburan cairan kepuasannya yang keluar dari kontolnya.

Kami berpelukan dan berciuman sambil menikmati puncak kenikmatan, nafas kami berdua masih memburu, tubuh kami masih mengejang sampe gejolak birahi mereda dan saat batang kontolnya mulai hilang ketegangannya. Dia menarik keluar kontolnya dan dari lubang memekku mengalir perlahan cairan putih yang bercampur dengan cairan kenikmatanku.

Cairan tersebut menetes keluar dengan perlahan dari lubang memekku ke ranjang. Dia menciumku dengan mesra. Akupun membalas ciuman tersebut, aku betul-betul merasa puas. Kemudian kami beranjak ke tempat tidur. Aku telentang menikmati yang barusan terjadi. Aku merasa seperti masih ada yang mengganjal di lubang memekku. Dia berbaring disebelahku.

Bersambung




No comments for "Kisah Ibu Rumah Tangga (LISNA) Part 13"