Kisah Ibu Rumah Tangga (LISNA) Part 10
Aku pikir obrolan menyebalkan rekan-rekan pengajian itu tidak akan berlanjut. Tapi kenyataannya saat pengajian selesai ibu-ibu tukang gosip itu masih saja membahas soal yang sangat tidak aku sukai.
“Mbak Lisna maaf ya....tempo hari aku lihat mbak di jendela rumah itu lagi ngapain ya? Hihiihihi?” tanya mbak Eva tetangga depan rumah dengan ceplas-ceplosnya.
Jedeerrr..
Aku kaget bagai di sambar petir di siang bolong...
Pas bercinta di jendela dengan Heri memang aku akui ada yang lalu lalang di jalan depan rumah. Aku merasa kalaupun salah satu dari mereka ada yang melihat kearahku orang-orang itu hanya melihat sekilas dan aku yakin mereka tidak berpikiran aneh kepadaku saat itu.Tapi kalau yang melihat secara langsung ke arah kami dan memperhatikan dengan seksama aku tidak tahu. Mungkin karena aku keasikan ngentot sih !pikirku. Astaga semoga saja yang perhatian banget itu tidak berpikiran aneh. Aku harap mereka berprasangka baik bahwa aku lagi bercinta dengan suamiku.
“Hahhh yang kapan? Salah lihat kali?”
“Hayooo ngaku aja gapapa kan sama suaminya ini.” Sahut jeng Nina.
“Masak sih mungkin aku lagi bermesraan biasa aja?”
“Biasa saja tapi mukanya sange gitu hihihihi.”
“Ih apaan ah.”
“Waduh kapan ya aku kayak gitu? Kalian salah lihat kali?”
“Gapapa deh kalau gak mau ngaku.. Cuma aku juga sempat mau bertamu ke rumah mbak loh hari itu. Mau nanya kalau dapat undangan ke kantor lurah.”
“Oh ya?”
Aku makin cemas juga dengan kenyataan ini. Tapi aku mencoba tenang karena mereka masih berpikir itu aku sama suami aku.
“Waktu itu aku udah salam-salam tapi kamu keasikan kali hihihihi.”
“Ih...”
“Aku juga minta maaf ya mbak Lisna. Karena aku penasaran dengar ada suara tapi kok gak jawab salam jadi aku ngintip dari jendeal. Tapi gak lama kok maaf ya...?” kata mba Eva.
“Oh iya gapapa gak usah minta maaf segala deh...” jawabku agak gugup.
“Soalnya aku sampe engga sengaja liat punya suami nya juga..hihihi.” ucap mba Eva.
Astaga kekagetanku bertambah. Aku hanya berharap semoga dia tidak melihat wajah Heri saat itu dan tetap mengira kalau itu Dani. Aku juga kesal kenapa mbak Eva pakai acara ngintip segala. Tapi aku lebih menyesali diri kenapa mainnya di ruang tamu.
“iya mba ga apa apa.. emank salah aku juga kemarin main disitu.”
“Hahahhaha makanya main yang aman dong. Di kamar gitu.”
“Bosan kali di kamar terus. Aku juga kadang main di ruang tamu, di dapur di mana saja yang enak hehehhehe..” sahut jeng Nina.
"Eh terus gimana punyanya suaminya mba Lisna?” tanya ibu Jamilah penasaran kepada mba Eva.
“Mba Lisna harus bersyukur punya suami kayak mas Dani hehehhehe.” Ujar mba Eva.
“Hmmmmmmm...jadi punya dia gede gitu ya?” goda jeng Nina.
" awas nanti pengen juga loh jeng" timpal ibu Jamilah.
" hihihi.. engga mau ah.. engga muat kaya nya di aku.. punya papa Nesa gede banget.. mana panjang juga lagi..hihihi.." kata mba Eva sambil cekikikan.
Sontak semua ibu ibu ketawa terbahak bahak. Aku jadi malu sekaligus cemas bercampur kesal. Tapi aku mencoba untuk tenang dan menganggap itu semua Cuma candaan.
"Ah ibu ini bisa aja..awas nanti bintitan loh ngintipin orang gituan..hihihi" kataku.
"Engga bintitan lah kan engga sengaja...hihiihi" sahut jeng Nina
"Engga sengaja tapi di terusin ya liat nya..? Hahah" celetuk ibu Jamilah.
" iya kan tanggung bu...hihihi.. buat bahan referensi sama suami aku.” Kata mba Eva lagi.
"referensi apa sih bu.. ngawur deh...hihihi..”
"referensi ehem ehem... hihihi.. kan papa Nesa main nya semangat banget kemarin.. sampe bunyi keras banget loh keluar..plok..plok..plok..hihihi”
" Ah ibu bisa aja nih..hihi.. jadi malu aku.."
“ terus kemarin liatnya sampe selesai ga bu?" Tanya yang lain.
" Engga lah .. Nanti aku jadi pengen gimana..kan suami aku masih lama pulang nya sore..lagian aku lagi banyak kerjaan di rumah.”
" kirain smpe selesai..hihihi.."
“ Kirain mba Eva maksa masuk dan ikutan gabung hihihihihi..” ujar ibu Jamilah.
“Ih ngawur ah..”
Akhirnya sampai juga aku di rumah. Perasaan cemas sedikit berkurang karena tidak ada yang curiga bahwa lelaki yang dilihat oleh mba Eva itu bukan Dani. Tapi aku sangat kesal kenapa mba Eva pake ngintip segala. Untungnya dia Cuma lihat bagian perut kebawah dari tubuh Heri. Coba kalau dia lihat wajahnya bakal gawat. Atau kalau dia lihat kontol Heri saat belum berdiri sempurna tentu akan lebih gawat lagi. Mba Eva akan kaget melihat kontol berkulup milik Heri.
***
“Assalamu alaiku...”
“Waalaikum salam mba.”
“Eh Jamal kok sendirian papah Nesanya mana?”
Aku melihat Jamal anak ibu Jamilah duduk sendiri di teras rumahku. Memang kadang-kadang dia datang ke rumah untuk menemani suamiku main catur.
“Oh mas Dani masih bikinin susu buat Nesa, mba.”
“Oke aku kedalam dulu ya .”
Jamal mengangguk tapi aku agak risih juga dengan tatapan Jamal kepadaku. Seperti tatapan suka atau bahkan bisa dibilang tatapan mesum. Aku segera masuk ke dalam rumahku. Oh iya sekitar dua minggu lalu Jamal meminta pertemanan di FB. Aku agak heran juga ya kenapa dia yang baru kuliah tahun kedua itu sampai ingin berteman denganku di jejaring sosial itu. Tapi aku terima saja toh dia anak temanku juga. Cuma anaknya nakal juga berani inbox aku . Dia dalam pesannya di FB bilang aku cantiklah dan segala pujian layaknya seorang cowok memuji cewek. Masalahnya aku seorang ibu yang telah punya anak. Sedangkan dia adalah anak temanku dan umurnya paling baru 20 tahunan. Tapi aku tanggapi saja pesan Jamal dengan candaan saja. Tapi melihat tatapan matanya setiap bertemu aku yakin sekali dia punya perasaan suka padaku. Lebih tepatnya dia punya nafsu padaku. Dasar anak muda zaman now.
***
“Lisna suami kamu kayaknya bakal lembur sampai malam hari ini.” Heri nelpon aku jam 4 sore.
“Iya aku tahu, kamu gak ikutan lembur?”
“Gak Cuma beberapa pejabat kantor dan operator aplikasi.”
“Oh kalau gitu pulang kantor kamu langsung ke sini.”
“Iya itu maksud aku. Aku juga udah nelpon isteri kalau aku lembur.”
“Hahahahhaha...dasar kamu...oke aku tunggu.”
Aku sangat bergairah mendengar Heri mau datang. Segera aku mandi. Sangat tidak sabar menanti kedatangan selingkuhanku. Saat selesai ganti baju dan berdandan cantik aku mendengar suara orang yang mengucapkan salam. Kulihat jam menunjukan pukul 5 sore. Siapa ya yang datang. Tidak mungkin itu Heri karena suaranya beda.
“Waalaikumsalam...Eh Jamal mari masuk!” kataku .
“Makasih mbak..” ujar Jamal sambil duduk di sofa.
“Ada perlu sama mas Dani? Dia masih di kantor. Malam baru pulang. Lagi lembur.”
“Oh tapi kali ini aku perlunya sama mba kok.”
“Oh ya... apa yang bisa mba bantu buat kamu Jamal?”
“Mba kok gak balas pesan-pesan aku di FB akhir-akhir ini.”
“Oh itu..gimana ya. Mba gak tahu harus balas gimana.”
“Setidaknya mba bilang apa saja yang penting balas, kan gak enak dicuekin.”
“Oh iya ya...maaf ya kalau kamu jadi kesal. Tapi mba juga gak tahu harus balas kayak apa? Jadi please mba minta maaf deh kalau bikin kamu kecewa.”
“Oke deh. Tapi mba sudah baca pesan aku semalam?”
“Oh kayaknya belum. Aku belum buka FB dari semalam.”
“Padahal penting banget mba.”
“Oh soal apa ya?”
“Soal mba.”
“Oh paling juga kamu ngerayu mba hehehehhe seperti biasa.”
“Heheheheheh iya..”
“Jamal-jamal.... mba kan sudah punya suami dan sudah tua lagi. Kenapa kamu gak cari cewek seumuran saja?”
“Please mba aku suka banget sama mba.”
“Gak boleh .... kamu harus ngerti. Dosa menyukai isteri orang tau.”
“Aku tidak peduli dengan itu mba. Aku hanya ingin mengikuti kata hatiku.”
“Kata hati kamu belum tentu benar. Banyak-banyak istigfar biar kamu gak terjerumus dosa.”
“Harusnya mba yang banyak istigfar!”
“Hah...”
Aku terkejut dengan jawaban Jamal itu. Apa maksudnya. Jangan-jangan, ah aku jadi cemas dengan hal ini.
“Apa maksud kamu?”
“Iya mba . Mba harus banyak istigfar. Karena apa yang mba lakukan jauh lebih berdosa dibanding aku yang hanya berharap mba peduli.”
“Emang mba lakukan apa ke kamu hingga mba dibilang lebih berdosa?”
“Mba tidak lakukan dosa ke aku. Tapi dosa kepada suami mba dan tentunya dosa kepada Tuhan.”
“Kenapa kamu ngomong seperti ini Jamal?”kataku dengan emosi.
“Karena aku tahu apa yang mba lakukan di rumah ini.”
“Apa..?”
“Iya aku tempo hari datang kesini mau main catur sama mas Dani. Tapi rumah ini tertutup. Aku mau pulang tapi aku dengar suara-suara. Terus aku jadi tahu apa yang terjadi.”
Aku kembali mendapat sambaran geledek. Tapi kali ini tepat mengenai tubuhku. Aku sangat ketakutan mendengar kata-kata Jamal yang bagaikan hujaman tombak tajam dijantungku.
“Kamu Cuma berkhayal kan? Kamu mau ngarang-ngarang cerita aneh biar mba mau sama kamu kan?”
“Enggak. Ini nyata mba. Aku tahu mba dengan laki-laki itu.”
“Hemmmmmmm... terus?” tanyaku mencoba tegar.
“Aku hanya pengen bisa seperti lelaki itu? Mba bisa menerima dia apa adanya. Aku juga ingin mba menerima aku apa adanya.”
“Ini beda Jamal. Aku harap apa yang kamu ketahui cukup kamu saja yang mengetahui. Tapi jangan jadikan itu sebagai alat untuk mengancam aku.” Kataku tegas.
“Aku tidak mengancam mba. Aku hanya ingin mba bisa adil sama aku.”
“Orang suka kepada orang lain itu wajar Jamal. Tapi orang juga tidak bisa dipaksa menyukai orang lain. Kamu pasti ngerti.”
“Oh jadi mba suka orang itu tapi mba tidak suka aku.”
“Maafkan mba Jamal. Rasa suka memang tidak bisa dipaksa.”
“Oke deh mba. Aku senang meski mba tidak menerimaku. Setidaknya aku bisa mendapat jawaban langsung.”
“Aku harap kamu tidak menyebar ini. Mba akan sangat menghargai kamu kalau kamu menyimpan rahasia mba.”
“Aku akan jaga rahasia ini. Tapi aku gak jamin kalau rahasia mba terbongkar oleh orang lain. Aku juga mau bilang bahwa rasa suka aku ke mba tidak bisa di paksa untuk hilang begitu saja. Aku akan sabar dan aku buka tipe orang yang akan memanfaatkan rahasia mba.”
“Oke aku harap kamu memang tetap menajadi Jamal yang baik. “
“Iya mba . Makasih udah mau melayani obrolanku.”
“Sama-sama.”
Huh...ada sedikit rasa lega tapi tetap ada ganjalan. Semoga Jamal memang akan menyimpan ini dalam hatinya. Aku segera bersiap untuk sholat magrib karena adzan telah berkumandang. Usai Sholat aku menjadi lebih pasrah. Kalau perselingkuhanku dengan Heri terbongkar aku akan menerima segala konsekwensinya sepahit apapun. Aku tidak akan melakukan hal yang tidak aku sukai demi untuk menutupi perselingkuhanku. Misalnya karena demi agar rahasiaku tidak terbongkar aku mau menjalin hubungan dengan Jamal. Tidak akan. Aku bukan wanita yang mau berhubungan intim dengan laki-laki lain tanpa rasa suka. Dan aku memang tidak punya rasa suka pada Jamal.
***
Heri datang setelah jam 7 malam. Aku berharap Dani lemburnya sampai jam 10 malam. Tapi kali ini aku pasrah mau cepat pulang atau tidak aku akan tetap bercita dengan Heri. “kamu udah telpon suami kamu kalau lemburnya sampe jam berapa..?”tanya Heri.
“Belum tapi aku gak peduli. Aku udah kangen banget. Entar kalau dia sampai kamu sembunyi lagi di kamar depan kayak lalu.”
“Hehehehehhe... ya udah.”
Heri langsung mencium keningku kemudian dikecupnya bibirku.
“pindah di kamar aku yuk Her..” Ajakku.
Tanpa berfikir panjang Heri menggendong aku menuju kamarku. Kembali dia memelukku dengan erat, aku yang memakai gamis dengan jilbab tanpa bra seakan payudaraku menempel di dada Heri.
Gairah nafsuku makin meningkat, Heri mencium bibirku dengan sangat buas. Gamisku terbuka hingga payudaraku menggantung kencang. Heri tampak semakin bergairah.
Tangannya siap menerkam payudaraku ini, aku dibaringkannya. Tangan Heri meremas payudaraku, mulut mencium dan mengulum putting susuku. Tangan kanan memainkan jemarinya memutar putting dan meremas remas,
“ Aku kangen banget Herrrr..”
” Tenang aja Lis aku bakal puasin kamu malam ini..”
Mungkin karena begitu merindukannya aku merasa permainan Heri malam ini begitu nukmat. Heri melepaskan payudaraku, dia melepas celananya. Tampak dari dalam celana dalam yang menggembung Kontol Heri yang kurindukan.
“buka sekalian dong sayang...” Kataku merengek.
Heri menuruti perintahku, dan wowww kontol yang sangat besar berbulu lebat itu langsung mencuat saat celana dalamnya lepas. Heri kemudaian membuka celana dalamku, kakiku dia buka lebar. Selakanganku dia jilat hingga tubuhku menggeliat karena nikmat. Tangannya kembali bermain dimemekku yang sangat dia sukai.
“memekmu menggemaskan.. “ucap Heri
Pemandangan memekku yang sangat indah menantang Heri untuk segera memainkannya. Tangannya membuka lipatan-lipatan memekku. Dibuka lebar dan dia berusaha mencari lubang memekku itu. Dia membasahi memekku dengan mengecup ujung luar lubang itu. terus dia kecup hingga aku basah, keluar cairan. Namun Heri semakin bersemangat cairan itu dibiarkan meleleh ,
“ahhhh..ahhh Heriiiiii ciumi lagi say..kecup lagi lubang memekku.” Aku meracau.
Sangat lama dia memainkan memekku, hingga aku tak kuasa. Heri kembali ke bagian atas tubuhku, mencium bibirku, dadanya bergesekan dengan payudaraku sedangkan kontol bergesekan dengan memekku. Nafsu birahi kami terus memuncak. Hingga saatnya Heri mulai memasukkan Kontolnya,
“Akkkhhhhakkkhhh....masuk lagi terus ke dalam Herrrr terussss oshhhhh...”
Heri mengocok kemaluannya di dalam memekku, maju mundur gerakannya. Keringatku bercucuran membasahi tubuhku. Sambil memainkan kontolnya, mulut Heri mengecup putting susuku yang berwarna merah kecoklatan,
“ouughhh nikmat ougghhhh.. “Heri terus menggoyangkan gerakan-gerakan nikmat.
Aku memeluknya erat dan tak kuasa aku mengeluarkan cairan kepausanku lagi,
“ Owhhh arghhhhh Herrrr aku keluarrrrrrrrrrrr..lagi sayang buat basah lagi.. “ Erangku.
Aku sudah pasrah dan sangat menikmati goyangan kontol Heri di dalam lubang kenimatanku, Setelah berganti-ganti posisi dan aku orgasme berkali-kali barulah Heri mulai mendekati puncaknya.
“aku sudah nggak tahan Lis......keluarin sekarang ya Lis....arghhhhhhhhh..” Erang Heri.
croooottt..crrrroootttcrroooottt
Heri menyemprotkan cairan tepat di dalam lubang memekku. Nikmat banget rasanya. Aku terbaring lemas. Sementara Heri bersiap untuk segera pulang karena suamiku sebentar lagi pulang.
Bersambung.
No comments for "Kisah Ibu Rumah Tangga (LISNA) Part 10"
Post a Comment