Anak Badung Bag.1 [Badung]


Namaku Doni. Aku anak nomor 2 dari tiga bersaudara. Kami adalah keluarga yang
alim. Ayahku sendiri seorang yang ta'at beragama. Kakakku seorang aktivis di
kampus. Kami benar-benar keluarga yang religius. Aku? Aku sebenarnya kalau
dilihat dari luar religius, tapi dibalik itu aku cuma anak biasa saja. Ndak
sebegitunya seperti kakak perempuanku. 

Kakakku bernama Kak Vidia. Adikku bernama Nuraini. Ibuku? Oh ibuku ini seorang
ustadzah. Aku sendiri dikatakan anak nakal oleh ibuku, aku menyebutnya bunda.
Ayahku sering menasehatiku untuk tidak bergaul dengan anak-anak geng. Tapi apa
boleh dikata, dari sinilah aku banyak mengenal dunia. Memang sih, aku bergaul
dengan mereka, tapi tidak deh untuk berbuat yang aneh-aneh. Walaupun aku
bergaul dengan mereka tapi aku sadar koq norma-norma yang harus dijaga. Aku
bahkan sangat protektif terhadap saudari-saudariku. Ada temenku yang naksir
saja langsung aku hajar. Makanya sampai sekarang banyak orang yang takut untuk
mendekati kakakku maupun adikku.

Menginjak kelas 2 SMA, keluarga kami berduka. Ayahku kecelakaan. Ketika pulang
kantor beliau dihantam oleh truk. Ia berpesan kepadaku agar jadi anak yang
baik di saat-saat terakhirnya. Kami semua bersedih. Terutama bunda. Ia selalu
menyunggingkan senyumnya tapi tak bisa menyebunyikan raut wajahnya yang
sembab. Otomatis setelah meninggalnya ayah, keluarga kami pun banyak berubah.

Rasanya sangat berdosa sekali aku kepada ayahku. Aku sampai sekarang belum
bisa jadi anak yang baik. Namun aku berusaha untuk berubah, mulai kujauhi
teman-teman gengku. Aku pun mulai membantu bunda untuk bekerja, karena warisan
ayah tak bisa untuk membiayai kami semuanya ke depan. Setelah aku pulang
sekolah, aku selalu menjaga toko kami. Lumayanlah bisa mencukupi kebutuhan
kami. Dari pagi sebelum sekolah aku sudah harus pergi ke grosir, membeli
sembako, kemudian menyetok ke toko, setelah itu aku baru pergi sekolah.
Pulangnya aku harus menjaga toko sampai sore. Begitulah, hampir tiap hari.
Jadi tak ada kegiatan ekstrakurikuler yang aku ikuti. 

Membiayai Kak Vidia kuliah, membiayai Nuraini sekolah, bukanlah hal yang
mudah. Kak Vidia bahkan untuk uang sakunya sampai rela kerja sambilan. Namun
perlahan-lahan kami pun bisa bernafas lega setelah toko kami mulai besar,
walaupun begitu kami makin sibuk. Akhirnya kami pun memperkerjakan orang.
Anak-anak lulusan SMK. Aku juga sudah kelas 3 SMA. Sebentar lagi lulus.
Bingung mau kuliah ke mana. Apa ndak usah kuliah ya? Melihat bunda kelimpungan
jaga toko mengakibatkan aku pun mengurungkan niatku kuliah.

Aku lulus dan adikku Nuraini masuk SMA. Dua tahun yang berat. Namun akhirnya
toko kami sudah besar, berkat ide-ide yang kami pakai tiap hari akhirnya toko
ini pun besar. Jarang ada toko sembako delivery order. Bahkan tidak sampai
tiga tahun kami sudah ada waralaba. Bisa beli mobil, bisa renovasi rumah dan
sebagainya. Kak Vidia pun sekarang jadi tidak bingung lagi kuliahnya. Ia
sempat cuti 2 semester untuk membantu usaha kami. 

Itulah profil keluarga kami. Tapi tahukah kalau dibalik itu semua ada sesuatu
hal yang sebenarnya menarik untuk diceritakan? Sebenarnya ini tak boleh
diceritakan karena aib tersembunyi keluarga kami. Dan karena inilah hubunganku
dengan kakakku, adikku dan ibuku jadi lebih akrab, bahkan aku dianggap sebagai
kepala rumah tangga. 

Ceritanya ini dimulai setelah 6 bulan ayah wafat. Aku saat itu benar-benar
masih nakal. Menonton bokep sudah biasa bagiku. Bahkan sebenarnya, terkadang
aku membayangkan begituan dengan bunda, maupun kak Vidia, atau bahkan
terkadang juga dengan Nuraini. Iya, mereka semua pake jilbab, tapi hanya aku
yang tahu bagaimana lekuk tubuh mereka, karena di rumah mereka membuka
jilbabnya dan pakai pakaian biasa. 

Awalnya aku benar-benar iseng sekali. Saat itu aku baru saja beli kamera
pengintip. Bentuknya seperti sebuah gantungan kunci, berbentuk kotak kecil.
Ketika ditekan tombol rahasianya, ia akan merekam selama kurang lebih 2 jam.
Harganya cukup murah kalau dicari di internet, sekitar 500ribu. Aku
menggantungkannya di anak kunci, sehingga ketika ke kamar mandi aku selalu
mandi duluan, dan kemudian aku taruh di tempat yang bisa mengawasi semuanya.
Jadi seluruh penghuni rumah, sama sekali tak curiga. Awalnya tak ada yang
tahu, tapi nanti yang pertama kali tahu adalah Kak Vidia, tapi nanti aku
ceritakan.

Aku meletakkan kunci itu di gantungan baju. Aku posisikan agar kameranya
mengawasi seluruh ruangan kamar mandi. Yang pertama kali masuk setelah aku
adalah bunda, kemudian Kak Vidia, lalu Nuraini. Setelah semuanya mandi, aku
masuk ke kamar mandi untuk mengambil kamera pengintai. Aku kemudian ke kamar
untuk menikmati hasilnya. Aku bisa mengetahui tubuh mulus mereka semua tanpa
sehelai benang pun. Misalnya bunda, rambutnya lurus, tubuhnya sangat terawat,
langsing, dadanya besar, mungkin 34C, bahkan yang menarik beberapa minggu
sekali bunda mencukur bulu kemaluannya. Kak Vidia juga begitu, kulitnya putih,
rambutnya panjang, dadanya ndak begitu besar, 32B tapi putingnya yang bikin
aku kaget, berwarna pink. Ini orang bule atau gimana? Tapi begitulah Kak
Vidia. Ia juga sama seperti bunda, mencukur bulu kemaluannya, bahkan halus
seperti bayi. Terakhir Nuraini, jangan kira Nuraini cuma anak SMP, ia ini
sangat dewasa. Dadanya besar banget, sama kayak bunda 34C. Masih SMP saja
dadanya gedhe, gimana klo sudah SMA nanti? Ia pun sama, punya kebiasaan
mencukur bulu kemaluan. Sepertinya cuma aku saja yang tidak. Tapi bolehlah
ntar coba dicukur. Kayaknya lebih bersih.

Selama sebulan itu aku sering ngocok penisku di depan komputer sambil melihat
adegan demi adegan di kamar mandi. Hal itu membuat aku terobsesi kepada
mereka. Saking terobsesinya, aku kadang punya alasan untuk bisa menyentuh
mereka, seperti mencium pipi adikku, mencium pipi bunda, terkadang juga
memeluk Kak Vidia. Tapi mereka semua tak curiga. Dan satu-satunya yang
membuatku kelewatan adalah memesan kloroform kepada salah seorang teman
gengku. Aku pesan beberapa botol. Untuk stok pastinya. Pertama aku coba ke
kucing tetangga. Ketika aku bekep pake sarung tangan yang ada kloroformnya,
pingsan tuh kucing. Aku pun menghitung berapa kira-kira waktu yang dibutuhkan
oleh kucing ini bisa sadar. Satu jam, dua jam, tiga jam. Lama sekali.

Siapa yang ingin aku coba pertama kali? Kak Vidia ndak mungkin, ia bakal kaget
nanti kalau sudah tidak perawan ketika malam pertama dengan suaminya. Begitu
juga Nuraini, bisa berabe aku nanti kalau dia melapor ke bunda memeknya perih.
Jadi targetku adalah bunda. 

BUNDA

Seperti biasa bunda menjaga toko waktu itu. Dan aku menyiapkan teh hangat
untuk beliau. Aku berikan setetes kloroform di minumannya. Tujuanku sih agar
ia pusing saja dan bisa aku suruh istirahat, baru kemudian aku bekap. 

"Kamu ndak sekolah Don?" tanya bunda.

"Tidak dulu bunda, mau bantu toko dulu," jawabku.

"Lho, jangan. Ada bunda sama mbak Juni koq. Sekolah saja!" kata bunda. Mbak
Juni adalah pegawai kami. Ia ada cerita untuk nanti. Ia janda, beranak satu,
tapi masih muda. Usianya baru 21 tahun. Menikah muda. Bodynya masih singset. 

"Tidak mengapa bunda, Doni udah ijin koq," kataku.

"Baiklah, tapi cuma hari ini saja ya, jangan ulangi lagi," katanya.

Bunda lalu meminum teh hangatnya. Aku pura-pura mencatat barang-barang di
toko. Mbak Juni juga melakukan hal yang sama. Dan memindah-mindahkan karung
beras. Kemudian datang seorang pembeli yang langsung dilayani oleh Mbak Juni. 

Efek obat mulai terlihat. Bunda memegang kepalanya. Aku pura-pura peduli,
"Kenapa bunda?"

"Entahlah, bunda tiba-tiba pusing," katanya.

"Capek mungkin, istirahat saja bunda," kataku.

"Iya deh, aku istirahat sebentar. Mungkin nanti bisa baikan. Mbak Juni, tolong
ya!" kata bunda.

"Iya, bunda," kata Mbak Juni.

Bunda agak terhuyung-huyung, lalu beliau masuk kamar. Aku pun menyudahi
pura-puraku, kemudian pura-pura ke kamarku, tapi sebenarnya menyusul beliau
ke kamarnya. Aku beri waktu sekitar sepuluh menit, hingga kemudian terdengar
nafas dengkurang halus bunda. Oh sudah tidur. Aku lalu beranikan diri masuk ke
kamarnya. Bunda masih pakai jilbabnya, aku siapkan kloroform ke sarung
tanganku, dosisnya seperti yang aku berikan ke kucing percobaan kemarin. Dan
BLEP!

Bunda tak berontak, mungkin berontakannya tak berarti. Tangannya ingin
menghalau tanganku tapi lemas. Matanya belum sempat terbuka dan ia pun sudah
pingsan. Aku pun sangat senang, ini kemenangan. 

Aku lalu kunci pintu kamar bunda. Biar ndak ada siapapun yang masuk. Jantungku
berdebar-debar, antara senang, takut dan macem-macem rasanya. Aku duduk di
sebelah bunda. Di pinggir ranjang itu aku lihat ujung rambut sampai ujung
kakinya. Tanganku mulai bergerilya. Kuraba pipinya, bibirnya, aku buka
sedikit, rahangnya aku turunkan hingga ia membuka mulutnya. Sesaat aku ingat
ayah, tapi karena aku sudah bernafsu, rasa bersalahku pun aku tepis. Aku
panggut bibir bunda. Aku hisap lidahnya. Penisku mulai tegang, bunda
benar-benar tak bereaksi sama sekali, bahkan sekarang bibirnya mulai basah.
Wajah bunda sangat cantik, mungkin seperti Ira Wibowo. Bibirnya sangat lembut,
tak puas aku menciumi bibir itu. Aku pun mulai meremas-remas dadanya walaupun
masih tertutup gamis. Lalu tanganku mengarah ke selakangannya mengelus-elus
tempat pribadinya. 

Karena semakin bergairah, aku pun melepas celanaku sehingga bagian bawah
tubuhku tak terbungkus sehelai benang pun. Penisku sudah mengacung tegang.
Urat-uratnya mengindikasikan butuh dipuaskan. Aku arahkan jemari bunda untuk
menyentuh penisku, Ohh...lemas aku. Lembut sekali jemari beliau. Aku tuntun
tangannya untuk meremas telurnya, aku makin keenakan. Seandainya beliau bangun
dan mau melakukannya kepadaku tentunya lebih nikmat lagi. Aku kemudian naik ke
ranjang. Aku berjongkok di depan wajahnya. Penisku aku gesek-gesekkan di pipi,
hidung dan bibirnya yang agak terbuka itu. Aku sangat bergairah sekali. Selain
itu juga takut ketahuan. Aku buka mulutnya, lalu kucoba masukkan kepala
penisku, uhhhh....nikmat banget. Walaupun tak muat, aku buka mulutnya lagi,
tangan kiriku mengangkat kepalanya dan tangan kananku membuka mulutnya lebih
lebar, lalu kudorong penisku masuk.

Di dalam mulutnya penisku berkedut-kedut. Nikmat sekali. Aku makin bergairah
melihatnya yang masih pakai kerudung. Kuambil ponsel dan aku abadikan ketika
penisku masuk ke mulutnya. Kumaju mundurkan penisku sampai mentok,
walaupun giginya mengenai penisku rasanya nikmat sekali. Lucunya lidahnya
bergoyang-goyang, entah ia mimpi apa, itu semakin membuatku terangsang.
Pelan-pelan penisku menggesek rongga mulutnya, kemudian aku tarik keluar.
Sekarang aku posisikan telurku di mulutnya. Karena punyaku sudah tercukur
bersih aku bisa melihat semuanya. Seolah-olah bunda sedang menjilati telurku. 

"Bunda, ohhh...nikmat banget," rancauku. 

Kalau terus seperti ini, rasanya aku ingin muntahkan pejuku di wajahnya. Tapi
aku tahan. "Tidak bunda, Doni ingin merasakan ini, bolehkan?" aku meraba
vaginanya. 

Aku kemudian melepaskan gamis bunda, kancingnya aku buka semua, hingga ia
hanya memakai bra dan CD. Aku turun ke bawah. Kuciumi seluruh tubuhnya,
perutnya, pahanya, aku jilati semuanya sampai basah. Bahkan mungkin tak ada
satupun yang terlewat. Aku lepas BH-nya. Ohh...dada yang dulu ketika kecil aku
mengempeng, sekarang aku mengempeng lagi. Aku hisap teteknya, putingnya aku
pilin-pilin, kupijiti gemas. Tapi aku tak ingin memberikan cupang di dadanya,
nanti ia curiga. Belum saatnya. Ketiaknya yang bersih tanpa bulu pun aku
hisap, kujilati. Semuanya aku jilati. Aku pun mencium bau yang aneh, ketika
aku menghisapi jempol kakinya. Dan aku lihat CD-nya basah. Bunda terangsang?

"Bunda terangsang? Mau dimasukin bunda?" tanyaku.

Aku pun segera melepaskan CDnya, Dan kuikuti aku telanjang juga sekarang.
Punyaku makin berkedut-kedut dan di lubang kencingnya muncul cairan bening.
Aku melihat memek bundaku tersayang. Warnanya pink kecoklatan. Inikah tempatku
keluar dulu? Betapa bersihnya, ada cairan keluar. Aku segera membuka pahanya,
kepalaku mengarah ke sana, kujilati, kuhisap dan klitorisnya aku tekan-tekan
dengan lidahku. Intinya lidahku menari-nari di sana seperti lidah ular,
menjelajahi seluruh rongga vaginya. Setiap cairan yang keluar aku hisap,
rasanya asin-asin bagaimana gitu. Aku makin bergairah dan sepertinya bunda
juga bergairah, ia sangat banjir, bahkan ketika aku colok-colok dengan
lidahku, lebih dalam lagi kakinya bergetar. Ia mengeluh....dan mendesis,
walaupun masih tidur dan tidak sadarkan diri tapi dia merasakannya. Mungkin ia
bermimpi sedang begituan. Kepalanya yang masih memakai jilbab mendongak ke
atas, Dan kemudian pantatnya diangkat, tubuhnya bergetar hebat, memeknya
mengeluarkan cairan yang sangat banyak, menyemprot bibirku. Aku lalu duduk.

"Bunda orgasme?" tanyaku.

Tentu saja beliau tak menjawab. Sepertinya bunda sudah siap, aku posisikan
penisku di ujung vaginanya. Kepala penisku sudah ingin masuk saja. Aku tak
sabar, dan....BLESSS....lancar banget, ohhhh....HANGATT....ini ya rasanya
memek wanita itu. Aku lalu ambruk di atas tubuh bunda, ia kutindih. Toketnya
dan dadaku berpadu, Penisku berkedut-kedut dan anehnya memeknya juga seperti
meremas-remas penisku. Ngilu rasanya, tapi nikmat. 

"Bunda, seperti inikah bunda rasanya ngentot?" tanyaku. Aku mengabadikan
peristiwa ini ke ponselku, kuclose up wajah bunda yang tidur, vaginanya yang
sekarang penisku masuk ke sana juga kuabadikan, bahkan posisiku menindih
bundaku pun aku abadikan.

"Doni...ohh...puasin bunda..." terdengar suara bisikan bunda. Apa maksudnya,
apakah bunda sadar? 

Sejenak aku bingung, ternyata bunda memimpikan aku, bermimpi bersetubuh
denganku. Itu membuatku makin bergairah. Aku kemudian menaik turunkan
pantatku perlahan-lahan, menikmati saat-saat ini. Tapi aku hanya punya waktu 3
jam kurang lebih, tak ingin aku sia-siakan kesempatan ini. Kugoyang pantatku
naik turun, makin lama makin cepat. 

"Bunda...oh....Doni kembali masuk ke tempat bunda," rancauku, makin lama makin
cepat. Bunda aku tindih, pahanya terbuka lemas. Dan aku sepertinya akan
keluar, oh sperma perjakaku....kemana ya harus keluar? 

"Bunda, ke wajah bunda aja ya keluarnya....oohhh...keluar bunda!" seruku.
Aku segera mencabut dan berlutut di depan wajah bunda. Penisku kuarahkan ke
situ. CROOT....CROTT...CROOTTT.... Banyak sekali tembakannya, aku sudah tidak
perjaka lagi. Bunda sendiri yang menghilangkannya, spermaku belepotan di wajah
bunda, sebagian masuk ke mulutnya, aku terus mengocoknya hingga tetes
terakhir, lalu aku bersihkan sisa di ujung penisku ke mulutnya. 

Momen ini tak bisa aku lewatkan segera aku abadikan ke ponselku. Aku lalu
berbaring lemas di sampingnya. 

"Bunda, nikmat bunda," kataku. Aku peluk dia dari samping sambil memeluk
toketnya. 

Butuh waktu 15 menit bagiku untuk istirahat sebentar, kemudian aku bersihkan
wajahnya dengan tisu yang ada di meja riasnya. Agar tidak bau sperma aku seka
wajah ibuku pakai pelembab, biar tak ketahuan. Disaat membersihkan itulah aku
terangsang lagi melihat payudaranya. Aku kenyot lagi dua buah toket besar itu.
Kubenamkan wajahku ke tengah payudara, kuhisap aromanya yang harum. Aku
kemudian menghadapkan tubuh ibuku miring ke tepi ranjang. Ternyata tepat di
depan bundaku ada kaca lemari. Sehingga aku bisa melihat tubuhnya di sana.
Penisku yang tegang lagi ingin mencari mangsa. Kuposisikan kepala penisku dari
belakang pantatnya. Karena masih basah, mudah sekali penisku masuk.
SLEB...Oh...kembali kedut-kedut vaginanya. Aku angkat sebelah kakinya,
sehingga aku bisa melihat dari kaca penisku masuk di sana. Aku lalu bergoyang
maju mundur, kuturunkan kaki bunda, tanganku beralih ke toketnya. Pantatnya
benar-benar membuatku terangsang hebat. Enak sekali. 

Aku tak sadar siapa yang kusetubuhi sekarang. Yang aku inginkan adalah puncak
kenikmatan. Tapi aku tetap pada pendirianku jangan keluarkan di dalam.
Belum waktunya. Aku terus menggoyang pantatku maju mundur. Pantat bunda beradu
dengan selakanganku. PLOK...PLOK....PLOK, bunyinya sangat menggairahkan. Dan
sepertinya. Setiap kali aku ingin orgasme. Aku istirahat sebentar. Menciumi
bibirnya, ketiaknya, dan menghisap putingnya. Dan akhirnya aku tak tahan lagi. 

"Duh bunda, maaf ya aku keluar lagi," aku langsung cabut penisku dan
kukeluarkan di pantatnya. Spermaku masih banyak aja. Enak rasanya penisku
sampai berkedut-kedut berkali-kali setiap spermaku muncrat keluar. Aku
istirahat sebentar sambil mengumpulkan tenaga. Ngilu sekali penisku. Aku lalu
bangkit membersihkan pantat bunda yang belepotan dengan spermaku. 

Aku melihat jam dinding, oh tidak, setengah jam lagi bunda akan sadar, tak
sadar aku sudah lama ngentotin bunda. Aku bergegas memakaikan lagi pakaiannya.
Jilbabnya yang terkena sedikit sperma aku bersihkan juga. Aku memakaikan lagi
branya, tapi entah kenapa aku terangsang lagi. Maklum masih perjaka dan ada
mainan baru. Aku lalu melakukan titfuck. Dada bunda mengocok penisku, aku
melakukannya sambil sesekali menengok jam dinding, masih ada waktu, aku harus
cepat. Aku bantu payudara bunda untuk mengocok penisku, dan aku keluar lagi,
spermaku muncrat di belahan toket bunda. Tapi jumlahnya ndak sebanyak tadi,
karena mungkin sudah mulai kosong kantong produksinya. Aku segera bersihkan
cepat-cepat, kuposisikan tubuh bunda seperti tadi tidur, aku berpakaian lalu
keluar dari kamar bunda. Aku lalu mandi dan membersihkan diri. Bersambung ....



0 comments:

Post a Comment